• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH

EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA

PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

TESIS

OLEH

IMMANUEL TARIGAN SIBERO

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H ADAM MALIK

MEDAN

(2)

KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH

EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA

PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H Adam Malik Medan

OLEH

IMMANUEL TARIGAN SIBERO

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H ADAM MALIK

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

Judul Tesis : KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Yang menyatakan

Peneliti

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap

prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa

Nama : Immanuel Tarigan Sibero

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Menyetujui Pembimbing

Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) NIP. 19640531.1991002.2.001

Koordinator Penelitian Ketua Program Studi

Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi

& Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi

Prof.Dr.Tamsil S, Sp P(K) Dr.Zainuddin Amir, Sp P(K) NIP.19521101.198003.1.005 NIP. 19540620.198011.1.001

Ketua Departemen

Pulmonologi & Kedokteran Respirasi

(5)

TESIS

PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN I KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap

prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa.

Nama Peneliti : Immanuel Tarigan Sibero

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi : Intensive Care Unit (ICU) RSUP H Adam Malik & RSU Pirngadi Medan

Biaya : Rp. 10.550.000,-

(6)

Telah diuji pada : Tanggal 25 Juni 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) Sekretaris : Dr. Noni Novisari Soeroso, Sp.P

Penguji : - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

- Dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

- Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)

- Dr. Pandiaman Pandia, Sp.P(K)

(7)

ABSTRAK

Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang

signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%.

Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap

prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang

dirawat di ICU dewasa.

Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik

perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di

sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi.

Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar

dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor

APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang

bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan,

p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut

yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap

terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada

interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat

pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah

sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.

Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik

akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor

APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : dr. Immanuel Tarigan Sibero

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 Pebruari 1970

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan/Instansi : Dokter Paska PTT :

Alamat : Jl. Setiabudi No. 463 A, Tj. Sari, Medan

KELUARGA

Istri : Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi

Anak : Ivhana Chiselya R Tarigan

Edo Okto Firmansah Tarigan

PENDIDIKAN

1. SD NEGERI NO: 060895 MEDAN : Ijazah 1983

2. SMP NEGERI 8 MEDAN : Ijazah 1986

3. SMA NEGERI 1 MEDAN : Ijazah 1989

4. FAKUTAS KEDOKTERAN UMI MEDAN : Ijazah 2001

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT Puskesmas Tamiai Kab Kerinci, Jambi :2001-2003

2. PPDS Ilmu Peny Paru & Ked Respirasi FK USU :2005-sekarang

PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI

2. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara

PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Work Shop Keterampilan Bronkoskopi di Padang Panjang

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Menyajikan makalah pada KONAS XI PDPI 2008 di Bandung

(9)

TUGAS

Selama mengikuti pendidikan telah membawakan :

1. Sari Pustaka : 6 buah

2. Laporan Kasus : 5 buah

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya

penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Ketepatan Skoring

Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III Terhadap

Prognosis Penderita Pneumonia Yang Dirawat Di Intensive Care Unit

(ICU) Dewasa ”, yang merupakan persyaratan akhir pendidikan keahlian di

Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF

Paru RSUP H Adam Malik Medan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak

terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak

baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten

Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU,

paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati :

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp P (K) sebagai Ketua Departemen

Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H

Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu

pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku

yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah, yang mana hal tersebut

(11)

Dr. Pantas Hasibuan, Sp P(K) Onk sebagai Sekretaris Departemen

Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H

Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bimbingan,

saran, dorongan dan nasihat yang bermanfaat dalam menjalani dan

menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Zainuddin Amir, Sp P(K) sebagai TK-PPDS dan Ketua

Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK

USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak

memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat

berguna sebagai pembangkit semangat untuk maju selama penulis

menjalani masa pendidikan.

Dr. Noni N Soeroso Sp P sebagai Sekretaris Program Studi

Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru

RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan,

pembelajaran serta disiplin yang baik selama mengikuti pendidikan.

Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator

penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi

FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak

memberikan bantuan, dorongan,bimbingan, pengarahan dan masukan

dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K) yang senantiasa

(12)

dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta

selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Dr. Widirahardjo, Sp P(K) yang telah banyak memberikan penulis

bimbingan, saran, dorongan dan nasehat yang bermanfaat dalam

menjalani dan menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Pandiaman Pandia, Sp P(K) yang telah banyak memberikan

bantuan, bimbingan, motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat

selama menjalani masa pendidikan.

Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) sebagai pembimbing penulis yang

banyak memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan dorongan moril

bagi penyelesaian tulisan ini.

Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni,

M.Kes sebagai pembimbing statistik penulis yang telah banyak

memberikan bantuan dan bimbingan serta membuka wawasan penulis

dalam menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Alm. Dr.

Sumarli, Sp P(K), Alm. Dr. Sugito, Sp P(K), Prof. Dr. RS Parhusip, Sp P(K)

dan Dr. Usman, Sp P yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat,

ilmu pengetahuan dan pengalaman klinis selama mengabdi di

Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru

RSUP H Adam Malik Medan yang sangat berguna selama penulis

(13)

Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr.

Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira P Tarigan, Sp P, Dr. Bintang YM

Sinaga, Sp P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, Dr. Ucok Martin, Sp P yang

telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama

menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP

H Adam Malik Medan, Direktur RSU Pirngadi Medan, Ketua Departemen

Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H Adam Malik Medan,

Kepala Instalasi Perawatan Intensif RSU Pirngadi Medan yang telah

memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam

melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

perawat Instalasi Perawatan Intensif RSUP H Adam Malik dan RSU

Pirngadi Medan yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan

penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta

Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran

Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat

inap, ruang bronkoskopi, instalasi perawatan intensif, instalasi gawat

darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik

(14)

Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan terima kasih yang

tiada terbalas penulis sampaikan kepada kedua orang tua saya yang telah

berpulang Bapak Kawasen Tarigan dan Ibu Ukur Muli br Ginting serta

Ayah Ibu Mertua yang sangat saya hormati dan cintai Drs. Rezeki Ginting,

Ak dan Dkn.Em.Ir. Menauli Tarigan,MS yang tiada henti-hentinya

memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, kasih sayang dan doa restu

dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Kepada istriku yang tercinta Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi

serta anak-anakku Ivhana Chiselya RT dan Edo Okto Firmansah yang

dengan sabar selalu setia dalam suka dan duka senantiasa memberi

dorongan semangat, motivasi, doa dan cinta kasih serta banyak

pengorbanan, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas

semuanya.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan

permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan,

kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu,

keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama

ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu

dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Maret 2011 Penulis

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB 1. PENDAHULUAN 1 2.2. Sistem Skoring APACHE III Sebagai Sistem Skoring Berat

Penyakit 13 2.3. Sejarah Perkembangan Sistem Skoring Acute Physiology

and Chronic Health Evaluation (APACHE) 14 2.4. Prediksi Sistem Skoring APACHE III di ICU 20

2.5. Kerangka Konsep 25

BAB 3. METODE PENELITIAN 26

3.1. Rancangan Penelitian 26

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 26

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 26

3.4. Perkiraan Besar Sampel 27

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 27

3.6. Pelaksanaan Penelitian 28

4.2 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Asal Rawatan 35 4.3 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Dengan Skor APACHE III, Skor Fisiologik Akut Dan Lama Rawatan 38 4.4 Ketepatan skor APACHE III Dengan Hasil Akhir Rawatan

(Prognosis) 39 4.5 Analisis Kesintasan Kapan Meier Terhadap Hasil Akhir

(16)

Interval Waktu Pengamatan 41

BAB 5. PEMBAHASAN 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 52

6.1 Kesimpulan 52

6.2 Saran 53

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AaDO2 : Alveolar-arterial O2 Difference

APACHE : Acute Physiology and Chronic Health Evaluation ATS : American Thoracic Society

CAP : Community Associated Pneumonia FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen

GCS : Glasgow Coma Scale

HAP : Hospital Acquired Pneumonia HR : Hearth Rate

ICU : Intensive Care Unit

IDSA : Infectious Disease Society of America IGD : Instalasi Gawat Darurat

LOD : Logistic Organ Dysfunction MAP : Mean Blood Pressure MBP : Mean Blood Pressure

MODS : Multiple Organ Dysfunction Score MPM : Mortality Prediction Model

ODIN : Organ Dysfunction and Infection System OSF : Organ System Failure

PaCO2 : Carbon-dioksid Arterial Pressure PaO2 : Oxygen Arterial Pressure

ROC : Receiver Operating Characteristic

SA : Skor APACHE III

SAPS : Simplified Acute Physiology Score

SCAP : Severe Community Acquired Pneumonia SMRs : Standardized Mortality Ratios

SOFA : Sequential Organ Failure Assesment TRIOS : Three Day Recalibrating ICU Outcomes

UK : United Kingdom

US : United States

VAP : Ventilator Associated Pneumonia WOB : Work of Breathing

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria ATS untuk SCAP 10

Tabel 2. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut

untuk Nilai Tanda-tanda Vital dan Abnormalitas

Laboratorium 16

Tabel 3. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut

untuk Nilai Abnormalitas Neurologik 17

Tabel 4. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut

untuk Nilai Gangguan Keseimbangan Asam Basa 18

Tabel 5. Sistem Skoring APACHE III Untuk Nilai Skor Usia,

Skor Komorbid Penyakit Kronik 19

Tabel 6. Karakteristik Subjek Penelitian 34

Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Hasil Akhir Rawatan

(Prognosis) Berdasarkan Karakteristik

Jenis Kelamin 36

Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis)

dengan karakteristik kelompok umur 37

Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis)

dengan karakteristik asal rawatan 37

Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis 38

Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis 39

Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis 39

(19)

nilai prediksi dan likelihood ratio 40

Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off 35 terhadap

prognosis hidup dan mati 41

Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival life) prognosis

pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva tabel kehidupan prognosis pasien-pasien

pneumonia dengan kriteria APACHE III di

ICU dewasa 43

Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

(Keluarga Pasien)

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Sebagai Subjek Penelitian

Lampiran 4. Status Subjek Penelitian

Lampiran 5. Tabel Kriteria Sistem Skoring APACHE III

(22)

ABSTRAK

Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang

signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%.

Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap

prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang

dirawat di ICU dewasa.

Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik

perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di

sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi.

Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar

dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor

APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang

bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan,

p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut

yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap

terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada

interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat

pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah

sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.

Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik

akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor

APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.

(23)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang signifikan,

didapati lebih dari 4 (empat) juta kasus setiap tahunnya di US (United

States), dan menduduki urutan keenam sebagai penyebab kematian

terbesar. Lebih dari 20% pasien pneumonia komuniti (Community

Acquired Pneumonia) masuk rumah sakit, dan terhadap pasien dengan

penyakit lain 10-20% berkembang menjadi pneumonia nosokomial

(Hospital Acquired Pneumonia). Pneumonia komuniti merupakan salah

satu terbanyak dijumpai mengalami severe community acquired

pneumonia (SCAP) sebagai penyebab masuk ke intensive care unit (ICU).

Pneumonia komuniti berat (SCAP) dijumpai berkisar 10-20% dari seluruh

kasus pneumonia yang ada didalam perawatan ICU. Angka kematian di

ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%. Dari suatu penelitian meta

analisis, yang melibatkan sejumlah 33.148 pasien, kematian rumah sakit

didapati sebesar 13,7%, kematian di ICU lebih tinggi mencapai 36,5%.1,2

Infeksi nosokomial merupakan masalah yang sering dijumpai di

rumah sakit. Di US sebanyak 5,7% pasien yang dirawat secara akut

mengalami infeksi nosokomial. Kekerapan infeksi nosokomial saluran

napas bawah menempati urutan kedua setelah infeksi saluran kemih,

(24)

dibanding ruangan umum, yaitu berkisar 42% dan sebagian besar (47%)

terjadi pada penderita dengan ventilator mekanik. Kelompok pasien ini

merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat

pneumonia nosokomial. Laporan lain pneumonia nosokomial terjadi

berkisar 22-24% dengan ventilator mekanik di ICU dalam waktu 7,9 hari

setelah pemakaian ventilator mekanik dan menimbulkan kematian sebesar

33-42%. Lama rawatan bertahan terhadap pasien-pasien pneumonia

bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menendez dkk meneliti

lama rawatan pneumonia berdasarkan keadaan klinik dan tipe rumah

sakit, mendapati nilai median lama rawatan berkisar 9 hari. Penelitian di

Singapura oleh Poulose terhadap SCAP di ICU mendapatkan median

lama rawatan 5 hari.2,3

Pneumonia aspirasi menunjukkan suatu kondisi yang sering dijumpai

terhadap pasien-pasien yang masuk dan dirawat di ICU, dimana

kebanyakan sering tidak diduga sebagai penyebab keberadaan

pneumonia. Insiden keberadaannya terhadap penyebab terjadinya

pneumonia komuniti berat di ICU tidak begitu diketahui, dimana rata-rata

angka kematiannya bervariasi dari satu studi ke studi lainnya, berkisar

7,5-62% yang mana kejadian aspirasi pneumonia ini menunjukkan prognosis

yang cenderung lebih buruk.4

Faktor-faktor resiko terpenting terbanyak sebagai penyebab kematian

terhadap kasus-kasus pneumonia sering dijumpai termasuk diantaranya

(25)

syok, bakterimia, gagal ginjal, status mental yang terganggu, terapi

antibiotik tidak adekuat dan juga tingginya skor Acute Physiologi and

Chronic Health Evaluation (APACHE).5 Banyak penelitian yang

menjelaskan parameter hemodinamik dalam mengidentifikasi indikator

prognosis terhadap pasien-pasien critical ill. Hubungan sistem skoring

APACHE terhadap pasien-pasien critical ill pneumonia yang masuk ke

ICU dalam 24 jam pertama penilaian, beberapa diantaranya yang

berhubungan, yaitu termasuk perubahan tekanan darah, meningkatnya

frekuensi pernapasan, perubahan status mental serta didapatinya

temperatur yang berfluktuasi. Aspek lain juga berkorelasi dengan

prognosis, yaitu faktor immunosupresi dan penyakit komorbid lainnya.2,5

Sistem-sistem skoring telah banyak dipergunakan dalam menilai

beratnya penyakit terhadap pasien-pasien critical ill yang masuk ke

intensive care unit (ICU) untuk memprediksi faktor resiko prognosis

kemungkinan dapat sembuh (keluar perawatan ICU) atau meninggal dari

perawatan ICU. Sistem-sistem skoring prognosis beberapa diantaranya

seperti Simplified Acute Physiologi Score II (SAPS II), Mortality Prediction

Model II (MPM II), dan Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation III

(APACHE III) adalah beberapa dari sistem-sistem skoring yang ada dan

telah berkembang cepat dalam peranannya untuk memprediksi prognosis

kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ke

ICU.6 Sistem skoring APACHE adalah salah satu sistem skoring

(26)

Sistem-sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti

diagnosis, usia, status riwayat penyakit kronik, dan ukuran-ukuran

fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai dampak terhadap

kematian.6,7,8

Perawatan intensif di ruang ICU memerlukan fasilitas sarana,

prasarana, tenaga ahli, pelaksana serta biaya. Pasien-pasien criticall ill

yang masuk ke ICU secara potensial membutuhkan pelayanan dan

penatalaksanaan yang menunjang hidup / lifethreatening support,

haruslah di tatalaksanai dan dimonitor secara ketat untuk mengatasi

masalah kedaruratan keadaan akutnya. Prognosis pasien-pasien critical ill

yang masuk ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui seberapa peluang

kemungkinan pasien mendapatkan keuntungan dari perawatannya.

Keadaan beratnya penyakit berpengaruh terhadap kematian, perawatan

intensif, macam dan jenis intervensi pengobatan, lamanya perawatan

serta biaya. Beratnya penyakit diartikan dan diukur dengan menilai derajat

abnormalitas atau adanya kondisi keadaan patologik serta adanya

intensitas keadaan penyakit yang akut.6,7,8,9,10

Penyakit-penyakit paru / masalah-masalah respirasi merupakan

salah satu penyakit / keadaan yang paling bertanggung-jawab terhadap

kondisi yang memungkinkan mengalami kesakitan dan kematian di dalam

perawatan intensif di ICU. Pneumonia adalah salah satu kasus yang

paling sering dijumpai di ICU. Sistem-sistem skoring yang mana beberapa

(27)

kasus pneumonia), beberapa secara garis besar, seperti alveolar-arterial

O2 diffference (AaDO2), tekanan darah partial darah arteri (PaO2),

fraction of inspired oxygen (FiO2) serta juga status keadaan asam basa

dari pasien.5,11

Keadaan akut pasien dapat dipakai sebagai salah satu pedoman

untuk menentukan prognosis pasien yang dirawat di ICU. Knauss dkk

meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap pasien-pasien critical ill

dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap 17.440 pasien yang dirawat

pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di Amerika Serikat pada

tahun 1991. Skor APACHE III banyak dilaporkan pada beberapa jurnal

untuk memprediksi prognosis pasien yang dirawat di ICU.3,6 Penelitian

yang dilakukan oleh Zimmerman dkk di Amerika Serikat pada tahun 1998

terhadap 25.448 pasien mendapatkan hasil yang sangat baik, tidak ada

perbedaan antara prediksi kematian rumah sakit (12,27 %) dengan hasil

yang diamati (12,35 %). Rata-rata prediksi kematian dan yang diobservasi

tidak begitu berbeda signifikan (p<0,1). Penelitian multisenter ini dilakukan

untuk memprediksi hasil perawatan pasien-pasien critical ill di ruang ICU.

Tanumiharja dan Hariadi melakukan penelitian di Surabaya tahun 1993

pada pasien gawat paru mendapatkan hasil , bila skor APACHE lebih

besar dari 64 maka harus diwaspadai dan perlu diambil langkah-langkah

yang lebih intensif. Penelitian di ICU RS Persahabatan, Jakarta oleh

Wiweka dkk pada tahun 2003 terhadap penderita gawat paru dengan

(28)

Apache III sebesar 69,32 % dan spesifisiti 79,25 %, serta nilai cut off

pointnya adalah 45.6,7,10

Penelitian mengenai evaluasi sistem skoring APACHE III terhadap

pasien-pasien critical ill pneumonia di ICU belum ada pernah dilakukan di

Medan. Adapun maksud dari penelitian ini untuk menganalisa ketepatan

skoring APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan penderita

critcal ill pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu perlu dilakukan analisa evaluasi sistem skoring APACHE

III untuk mengetahui prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien

pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

1.3 HIPOTESA PENELITIAN

Sistem skoring APACHE III bermanfaat dalam memprediksi prognosis

hidup/ bertahan atau meninggal pasien-pasien pneumonia yang dirawat

(29)

1.4TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui ketepatan skoring APACHE III sebagai prognosis

kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU

dewasa.

1.4.2TUJUAN KHUSUS

a. Untuk mengetahui nilai cut off point skor APACHE III terhadap

prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang

dirawat di ICU dewasa.

b. Untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas skor APACHE

III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien

pneumonia di ICU dewasa.

c. Untuk mengetahui nilai duga (predictive values) skor APACHE III

terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien

pneumonia di ICU dewasa.

d. Untuk mengetahui rasio kemungkinan (likelihood ratio) skor

APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan

pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa.

e. Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien

pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

(30)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

a. Sistem skoring kriteria APACHE III dapat dijadikan pedoman

dalam menentukan kemungkinan prognosis pasien-pasien

pneumonia di ICU dewasa.

b. Nilai skor prognosis APACHE III dapat dijadikan penuntun dalam

menilai prediksi seberapa besar peluang pasien-pasien

pneumonia mendapatkan kesembuhan dari perawatan di ICU

dewasa.

c. Memperoleh data dan informasi bagi penelitian berikutnya

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PNEUMONIA DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Severe community-acquired pneumonia (SCAP) merupakan

pneumonia akut berat yang sering masuk dan membutuhkan perawatan

intensif di ICU. Pneumonia komuniti merupakan suatu penyakit infeksi

pernapasan akut yang didapati di luar rumah sakit yang manifestasinya

berupa karakteristik gejala (batuk, adanya dahak, sesak, nyeri dada

pleuritik dan didapati atau tidak perubahan status mental) dengan adanya

gambaran infiltrat baru secara radiologi, juga adanya demam (>38,5oC)

atau hipotermi (< 36oC), dengan adanya peningkatan atau penurunan

jumlah sel darah putih. Sedangkan SCAP adalah pneumonia yang

membutuhkan perawatan ICU terutama ventilasi mekanik yang

disebabkan satu atau beberapa alasan seperti, gagal napas hipoksemia

(PaO2 < 60 mmHg) terhadap pasien dengan pemberian maksimal

oksigen, gagal napas hiperkapnia (pH < 7,25 dengan PaCO2 > 50 mmHg)

atau dijumpainya ketidakmampuan untuk mempertahankan pernapasan

sehingga menyebabkan status mental terdepresi. Beberapa kriteria klinik

terhadap penderita pneumonia yang dapat diidentifikasi sebagai faktor

prognosis buruk seperti, membutuhkan ventilator mekanik, syok,

penurunan kesadaran, keterlibatan multilobus, usia > 65 tahun, frekuensi

(32)

penyerta. Panduan terbaru dari konsensus Infectious Dissease Society of

America (IDSA)/ American Thoracic Society (ATS) telah menyertakan

beberapa kriteria yang menyatakan kriteria beratnya SCAP seperti,

membutuhkan perawatan ventilator mekanik, syok septik, frekuensi

pernapasan > 30/menit, infiltrat multilobar, trombositopenia, leukopenia,

hipotermi dan hipotensi.1,3,5,12,13,14

Severe CAP diperkirakan 10-20% kasus dari CAP yang masuk ke

ICU. Definisi yang sederhana dari SCAP adalah suatu CAP yang

membutuhkan perawatan ICU. American Thoracic Society (ATS)

mempublikasikan kriteria dari SCAP yaitu seperti berikut:

Tabel 1. Kriteria ATS untuk Severe Community-acquired Pneumonia

(SCAP)13

Frekuensi pernapasan > 30 kali per menit saat masuk

Rasio PaO2/FiO2 < 250 mmHg

Membutuhkan ventilasi mekanik

Gambaran radiografi dada melibatkan lobus bilateral atau multipel lobus,

konsolidasi meningkat > 50% dalam 48 jam setelah masuk

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, atau tekanan darah diastolik < 60

mmHg, vasopressor > 4 jam

Produksi urin < 20 ml/ jam, atau total produksi urin < 80 ml selama 4 jam,

(33)

Pasien-pasien critical ill di ICU dapat berupa pneumonia komuniti

dan pneumonia nosokomial. Pneumonia nosokomial adalah infeksi

nosokomial yang paling banyak dijumpai di dalam perawatan ICU, yang

dapat diklassifikasikan sebagai berikut :

- Pneumonia yang didapati di rumah sakit setelah > 48-72 jam masuk

rumah sakit.

- Pneumonia yang didapati di ICU yang terjadi pada pasien-pasien

yang tidak mendapati penanganan dengan ventilator mekanik atau

terhadap pasien yang berhasil bernapas spontan selama > 48 jam setelah

ekstubasi.

- Early Ventilator Assosiated Pneumonia (VAP) yang didapati

terhadap pasie-pasien yang mendapatkan penanganan ventilator mekanik

selama 2-5 hari.

- Late VAP yang terjadi terhadap pasien-pasien mendapatkan

tindakan ventilator mekanik > 5 hari.

Kekerapan infeksi nosokomial saluran napas bawah menempati

urutan kedua setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13-18%.

Pneumonia di perawatan ICU lebih sering dibanding ruangan umum, yaitu

berkisar 42% dan sebagian besar (47%) terjadi pada penderita dengan

ventilator mekanik. Kasus pneumonia secara klinik didefinisikan sebagai

adanya suatu infeksi akut (didapati paling tidak satu dari hal berikut :

adanya demam atau menggigil, temperatur > 38,2oC atau < 35,5oC, hitung

(34)

yang abnormal) dan adanya tanda atau gejala (paling tidak satu dari hal :

suara pernapasan abnormal, takhipnu, batuk, produksi sputum, batuk

darah, nyeri dada atau dispnu, radiologi adanya infiltrat baru).

Pneumonia aspirasi merupakan suatu keadaan penyakit paru yang

disebabkan masuknya cairan abnormal, substansi dan bahan sekresi

endogen baik dari saluran pernapasan atas atau lambung ke saluran

napas bawah. Untuk dapat berkembangnya suatu pneumonia aspirasi

bergantung kepada status kekebalan mekanisme pertahanan tubuh yang

melindungi saluran pernapasan bawah, seperti mekanisme menutupnya

glottis, refleks batuk serta mekanisme pembersihan jalan napas itu sendiri.

Faktor resiko terhadap terjadinya pneumonia aspirasi beberapa

diantaranya seperti keadaan pembiusan, penurunan kesadaran / status

mental dan juga terhadap pemakaian selang makanan, ventilator dan lain

sebagainya.15

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan sistem skoring APACHE

III yaitu skor berkisar 0 – 299, dengan tingginya skor mengindikasikan

lebih beratnya penyakit dan meningkatkan resiko kematian pada saat

masuk ICU. Validasi skor yang menyatakan beratnya penyakit seperti,

usia pasien, kondisi komorbid penyakit dan parameter-parameter fisiologik

seperti, tanda-tanda vital, nilai-nilai kimiawi serologi, nilai gas darah

arterial dan Glasgow Coma Score. Sistem skoring APACHE III

menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa

(35)

a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure,

temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial

O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)

b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin,

hitung sel darah putih)

c. usia

d. variabel penyakit kronik

e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)3,5,17,18,19

2.2SISTEM SKORING APACHE III SEBAGAI SISTEM SKORING

BERAT PENYAKIT

Berkisar tahun 1980 beberapa intensivis memutuskan untuk

membuat skoring beratnya penyakit terhadap pasien-pasien yang dirawat

di intensive care unit (ICU) dengan maksud membandingkan populasi dan

mengevaluasi hasil akhirnya (outcome prognosis). Hasil akhir (outcome

prognosis) dari suatu perawatan intensif bergantung dari berbagai faktor /

keadaan yang ada yang didapati pada hari pertama masuk ICU dan juga

bergantung terhadap penyebab sakitnya sehingga dirawat di ICU. Sistem

skoring beratnya penyakit umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian, sistem

skoring itu sendiri dan model probabilitasnya. Skoring itu sendiri adalah

angka-angka atau sejumlah angka / nilai dimana jika semakin tinggi angka

(36)

Model probabilitas adalah suatu persamaan / analisa yang menghasilkan

kemungkinan prediksi kematian pasien.6,7,9

Model sistem skoring beratnya penyakit telah banyak dipublikasikan,

namun hanya beberapa yang sering dipergunakan. Kebanyakan skor-skor

tersebut dikalkulasi dari pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan

ICU, beberapa diantaranya salah satunya sistem skoring Acute Physiologi

and Chronic Health Evaluation (APACHE). Sistem skoring prognosis ini

telah berkembang untuk mengestimasi kemungkinan kematian terhadap

pasien-pasien dewasa yang masuk ICU. Sistem ini menggunakan

variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit

kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai

dampak terhadap prognosis. 7,9,20,21,22

2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SKORING ACUTE

PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE)

Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington

University Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic

Health Evaluation (APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan

keakuratan dan pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya

penyakit pada pasien-pasien criticall ill. Sistem skoring APACHE yang

pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai variabel terburuk

dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir

(37)

Pada tahun 1985, Knaus dkk memperkenalkan versi sistem skor

APACHE yang lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat

nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12

variabel fisiologik, usia, status pembedahan (pembedahan emergensi /

elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit sebelumnya yang

menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa secara model

regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk

memprediksi kemungkinan kematian. Sistem skoring ini berkembang

dengan cepat digunakan luas di seluruh dunia, telah banyak digunakan

dalam bidang administrasi, perencanaan, quality assurance,

membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan terhadap

grup-grup uji klinik.

Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif

terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika

Serikat pada tahun 1988 – 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam

skoring APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk

dalam 24 jam pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap

17 variabel fisiologik, Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia

dan tujuh kondisi komorbid penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor

untuk menilai beratnya penyakit critical ill di ICU yang dikalkulasikan

terhadap variabel-variabel usia pasien, adanya kondisi komorbid penyakit,

investigasi laboratorium dan fisiologik yang terburuk dalam 24 jam

(38)

riwayat penyakit kronik mencapai nilai 47. Dalam 24 jam pertama masuk

rawatan, 17 variabel fisiologik dicatat dan dapat mencapai nilai sampai

252. Nilai skor total dikombinasikan dengan asal perawatan sebelumnya

serta diagnosis ICU secara prinsipal, hasilnya diolah ke dalam persamaan

suatu logistik regresi.7,9,20,22

Tabel 2. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai tanda

tanda vital dan abnormalitas laboratorium.23

(39)

Serum

Tabel 3. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai

abnormalitas neurologik.23

Mata buka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal

Motor

(40)

Mata tidak membuka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal

Motor

Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara tak jelas

Tabel 4. Sistem scoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai gangguan keseimbangan asam basa.23

pCO2

pH

<25 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 >60

(41)

Tabel 5. Sistem skoring APACHE III untuk nilai skor usia dan skor komorbid penyakit kronik .23

Usia 0

Komorbid Penyakit Kronik Skor/Nilai

AIDS 23

Gagal Hati 16

Limpoma 13

Kanker Metastasis 11

Leukemia/Multipel myeloma 10

Immun Kompromais 10

Sirosis 4

Kemampuan secara objektif mengestimasi kemungkinan resiko

kematian atau kemungkinan lainnya yang penting dalam mengevaluasi

prediksi prognosis merupakan suatu hal yang berkembang dalam

penelitian klinis. Berdasarkan metode validasi yang dipergunakan,

akurasi dari model prognosis diakses dengan mengukur seberapa baik

model menentukan pasien-pasien yang hidup dan mati dan seberapa

besar hubungan prediksi dan kematian pasien yang diobservasi.

Kesanggupan suatu sistem skoring prognosis memprediksi secara

akurat kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien yang masuk ke ICU

adalah berdasarkan kondisi-kondisi berikut ; ketersediaannya data,

pengumpulan data yang akurat dan reproduksibel, analisa prediktif dapat

mengatur sekumpulan kasus yang terdefinisi sebagai usia, komorbiditas,

diagnosis, beratnya penyakit serta kontrol terhadap penentuan

keberhasilan, seperti pemilihan pasien yang ada, analisa prediktif adalah

(42)

perbedaan yang didapat dalam peyebab rata-rata kematian diantara

beberapa subgrup / populasi.24

2.4PREDIKSI SISTEM SKORING APACHE III DI ICU

Klinisi dapat secara akurat memprediksi hasil akhir terhadap

perawatan pasien-pasien berat (critical ill patients) dan mendapatkan hasil

akhir prognosis yang lebih akurat. Menganalisa dan mengukur beratnya

penyakit serta prognosis terhadap pasie-pasien yang dirawat di ICU

sangatlah penting dikarenakan :

- kualitas perawatan pasien di antara ICU tidak dapat

dibandingkan tanpa adanya pengukuran indeks objektif dari

beratnya penyakit.

- prediksi sistem skoring dapat menentukan suatu fondasi yang

stabil untuk penelitian masalah efisiensi terapi serta

memperkecil dampak perekonomian di ICU.

- Sistem skoring prediksi dapat memplot masalah-masalah

penyakit critical ill dan membantu klinisi dalam membuat

keputusan.

Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai

angka untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka

tersebut lalu didiskribsikan melalui suatu formula matematika sebagai

(43)

prediksi akurasinya. Didapati 2 (dua) karakteristik dalam menilai akurasi

sistem prediksi, yaitu diskriminasi dan kalibrasi.

- Diskriminasi menjelaskan keakurasian dari prediksi yang

didapat, sebagai contoh, ketika instrumen skoring

memprediksi kematian berkisar 90 %, diskriminasi adalah

tepat jika kematian yang diobservasi adalah juga 90 %.

- Kalibrasi menjelaskan bagaimana instrumen memperforma

keseluruhan data untuk prediksi kematian, sebagai contoh

suatu instrumen prediksi dapat menghasilkan kalibrasi yang

tinggi jika dapat secara akurat memprediksi kematian.

Didapati 2 (dua) hal penting secara prinsip dalam mengakses hasil

performa instrumen yang baik. Pertama, instrumen harus mengukur /

menghasilkan suatu hasil akhir yang penting. Sebagai suatu contoh,

kebanyakan sistem skoring ICU menilai hasil kematian, sebenarnya hal

menarik lainnya telah berkembang dalam mengakses lamanya perawatan

(long-term mortality) dan status fungsional lainnya. Kedua, instrumen

skoring haruslah mudah digunakan / diaplikasikan sepanjang didapatinya

kelengkapan data-data terhadap pasien-pasien critical ill.24,25,26

Knauss dkk meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap

pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap

17.440 pasien yang dirawat pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di

Amerika Serikat pada tahun 1991, mendapatkan rata-rata skor APACHE

(44)

ICU dan berkisar 10.929 pasien dewasa yang masuk ICU di Spanyol

mendapatkan persentase resiko kematian sebesar 82,3%.27 Bastos PG

dkk di Brazil pada 10 ICU dan 1734 pasien mendapatkan prediksi resiko

kematian signifikan lebih rendah dibanding hasil yang diobservasi

(p<0,0001), standardized mortality ratios (SMRs=1,67).28 Jeong Ihnsook

dkk (2003) memprediksi akurasi skor beratnya penyakit dengan APACHE

III di ICU Korea terhadap 850 bed mendapatkan terhadap resiko prediksi

0,5 didapati skor APACHE III 66, sensitiviti 0,72, spesifisiti 0,91. Penelitian

ini menunjukkan akurasi prediksi menghasilkan diskriminasi yang lebih

baik.29 Paulo Antonio Chiavone dkk (2003) mengevaluasi APACHE II pada

ICU di Sao Paolo, Brazil mendapatkan dari 521 pasien, skor APACHE II

16,7 ±7,3 dimana semakin tinggi skor semakin tinggi angka kematian,

rata-rata prediksi kematian 25,6% dan rata-rata kematian yang terekam

adalah 35,5%.30

Jin Hwa lee dkk, Seoul 2007 mengenai hasil akhir dan faktor

prognosis CAP, mendapati keseluruhan kematian 56%, faktor independen

kematian termasuk PaCO2 < 45 mmHg, urine output < 1,5 L dan tingginya

skor APACHE.5 Hideo Uno dkk, Jepang 2007 terhadap penderita VAP

nosokomial di ICU dengan kasus kontrol mendapati skor APACHE II 30,2

± 5,3 vs 20,4 ± 5,8.31 Shahla shiddiqui dkk, Karachi, Pakistan 2004

meneliti skor APACHE II terhadap prediksi tipe dan virulensi sepsis,

mendapati skor menengah sebesar 13–16 terhadap 15 pasien dari 36

(45)

prognosis terhadap CAP pneumokokus pneumonia, mendapati nilai sor

APACHE II 0-10, 2%, 11-20, 14%, 21-30, 75% dan 100% (pada 3 pasien)

skor > 30.33Juranko Kolak, Zagreb, Kroasia 2005 terhadap penelitian

mengenai kontrol bakterial pneumonia selama ventilator mekanik,

mendapatkan skor APACHE berkisar ≥ 15-27 yang berhubungan dengan

pertumbuhan kuman gram negatif.34 Jordi relo dkk, Tarragona, Spanyol

2003 terhadap insiden pneumonia nosokomial oleh karena ventilator

mekanik, mendapatkan skor APACHE II sebesar 16 (kisaran 3-33).18

Jeremy M Khan dkk, Kansas City, US 2006, mengevaluasi skor APACHE

III terhadap kejadian pneumonia nosokomial oleh ventilator mekanik,

mendapati skor 68±31 terhadap 87-150 pasien/tahun (kuartil I), skor

70±32 terhadap 151-275 pasien/tahun (kuartil II), 74±33 , 276-400

pasien/tahun (kuartil III), skor 78±34 dari 401-617 pasien/tahun (kuartil

IV).35 Silverose Ann, Manila, Filipina, 2004, mendapati skor APACHE III

terhadap kejadian late onset VAP sebesar 16,73±7,39 (berkisar 4-38,

p=0,661) terhadap 60 pasien yang mendapatkan ventilator mekanik

selama > 5 hari. Analisa statistikal univariat menunjukkan skor APACHE III

didapati lebih tinggi terhadap late onset VAP.36

Rajnish Gupta dkk mengevaluasi skor APACHE II terhadap

pasien-pasien dengan masalah respirasi di Institute tuberculosis & respiratory

disease di New Delhi, India tahun 2003 mendapati rata-rata nilai skor

12,87 ± 8,25 atau berkisar 1 – 47, didapati sebanyak 287 (87 %) yang

(46)

APACHE II berkisar masing-masing 11,34±6,75 (range 1-37) dan

23,09±10,01 (range 5-47) dari 330 pasien.11 CK Lee dkk (2002)

mengaplikasikan APACHE skor terhadap penderita yang masuk ke ruang

gawat darurat dan resusitasi di Hongkong mendapatkan dari 88 pasien, 13

(15 %) meninggal dan 75 (85 %) bertahan. Faktor signifikan berhubungan

dengan kematian termasuk usia, mean arterial pressure, tekanan darah,

frekuensi pernapasan, pH arteri, serum sodium, Glasgow Coma Score dan

chronic health points. Dengan menggunakan analisis logistik regresi

mendapatkan prediksi yang kuat terhadap kematian dimana nilai cut off

score > 28 , sensitiviti 100,0 % (95 % CI 100,0 – 100,0) spesifisiti 68 % (95

% CI 56,2 – 78,3), positive likelihood rasio 3,13, positive prediktive value

35,1, dan negative likelihood rasio 100,0.37 Hsu CW dkk (2001) di Korea

membandingkan skor APACHE II dan III terhadap pasien gagal napas

yang masuk ICU, mendapatkan kedua skor secara signifikan

menunjukkan tingginya skor berhubungan dengan tingginya kematian.

Sistem APACHE III menunjukkan diskriminasi yang lebih tinggi nilainya

dibanding APACHE II. Variabel-variabel oksigenasi, mean artery pressure,

frekuensi pernapasan, konsentrasi serum kreatinin dan Glassgow Coma

Scale memainkan peranan yang penting dalam memprediksi survival

(47)

2.5KERANGKA KONSEP

Pasien-pasien Pneumonia dengan atau tanpa gagal

napas

(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian adalah penelitian kuantitatif non eksperimental

berupa observasional analitik dengan pendekatan perspektif logitudinal

studi.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H

Adam Malik dan RS Pirngadi Medan selama kurun waktu 3 bulan atau

sampel telah terpenuhi.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi Target

Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa

3.3.2 Populasi Terjangkau

Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa ≥ 24

jam.

3.3.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi

(49)

3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus yaitu :

n = Zα2PQ

d2 dimana :

 Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang nilainya tergantung

pada nilai α yang ditentukan, α = 0,05  Zα = 1,96

 P = Nilai sensitifitas yang didapati dari kepustakaan sebesar

70 %. (Wiweka dkk,2003)

 Q = 1 – P = 0,30

 d = penyimpangan yang dapat diterima sebesar 10%

n = 1,962 . 0,70 (0,30) 0,12

n = 80,6 ≈ 81

besar sampel yang dievaluasi minimal sebanyak 81

3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

3.5.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien-pasien penderita pneumonia (CAP/HAP/pneumonia

aspirasi) dewasa usia ≥ 20 tahun yang masuk dan dirawat

di ICU dewasa.

b. Lama rawatan ICU ≥ 24 jam.

c. Pencatatan dan observasi nilai terburuk skor APACHE III dalam

(50)

3.5.2 Kriteria Eksklusi

a. Edema paru kardiogenik

b. Atelektasis

c. Pasien-pasien dari rawat inap yang sebelumnya sudah

mengalami koma berkepanjangan.

d. Pasien-pasien dari IGD rujukan ICU rumah sakit lain yang

sebelumnya sudah mengalami koma berkepanjangan.

3.6 PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Pasien-pasien pneumonia yang masuk ICU dilakukan observasi

pengamatan dan pencatatan skor APACHE III dalam 24 jam

pertama.

2. Observasi lama rawatan dan prognosis hasil akhir perawatan

(outcome prognosis), sembuh (keluar perawatan ICU) atau

meninggal.

3. Hasil pengamatan prognosis kemungkinan hidup atau meninggal

berdasarkan waktu per jamnya.

(51)

3.6.1 KERANGKA OPERASIONAL

SAMPEL Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

NILAI SKOR APACHE III

ANALISA STATISTIK

LAMA RAWATAN

HIDUP/ BERTAHAN

DATA

MENINGGAL

HASIL PENELITIAN - Nilai cut off point skor APACHE III - Nilai persentase sensitifitas dan spesifisitas

skor APACHE III

- Nilai predictive values skor APACHE III - Nilai likelihood ratio skor APACHE III - Nilai survival life prognosis pneumonia di

ICU

PASIEN-PASIEN

(52)

3.7 VARIABEL PENELITIAN

3.7.1 Variabel bebas

Skor APACHE III penilaian terburuk 24 jam pertama pasien

pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) yang masuk dan dirawat di

ICU dewasa.

3.7.2 Variabel terikat

Hasil akhir prognosis pasien pneumonia (CAP/HAP/pneumonia

aspirasi) saat keluar rawatan, hidup / bertahan atau meninggal dari ICU

dewasa.

3.8 DEFINISI OPERASIONAL

1. Pasien-pasien pneumonia di ICU (CAP/HAP/pneumonia aspirasi)

adalah pasien-pasien dewasa berusia ≥ 20 tahun yang masuk dan

dirawat di ICU dewasa ≥ 24 jam.

2. Sistem skoring APACHE III adalah sistem untuk menganalisa

prognosis (sembuh/keluar perawatan ICU atau meninggal) terhadap

pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk dan dirawat di ICU

dewasa.

3. Skor APACHE III adalah skor pencatatan terburuk dalam 24 jam

pertama terhadap pasien-pasien critcal ill yang masuk ICU, yang

(53)

4. Skor Fisiologik Akut adalah skor pencatatan dan observasi terburuk

untuk nilai tanda-tanda vital, abnormalitas laboratorium, status

neurologik dan keseimbangan asam basa yang nilainya berkisar 0 –

252.

5. Prognosis perawatan adalah hasil akhir perawatan (outcome

prognosis), keluar dari perawatan ICU, hidup/ bertahan atau meninggal.

6. Nilai AaDO2 (Alveolar Arterial Oxygen Gradient) didapat dengan

menggunakan rumus AaDO2 = (7,13 x FiO2) – (paCO2/0,8) – (paO2)

3.9 MANAJEMEN DAN ANALISA DATA

- Untuk karakter-karakter subjek penelitian disajikan dalam bentuk

tabulasi.

- Untuk mendapatkan nilai cut off point skor APACHE III dianalisa dengan

Receiver Operating Curve (ROC).

- Untuk mendapatkan nilai persentase sensitiviti dan spesifisiti skor

APACHE III dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker

Sensitivitas = a: (a+c)

Spesifisitas = d: (b+d)

- Untuk mendapatkan nilai duga (predictive values) dengan menggunakan

rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker

Nilai prediksi positif = a: (a+b)

(54)

- Untuk mencari likelihood ratio dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2

dan Cat Maker RK positif = a/(a+c) : b/(b+d), RK negatif = c/(a+c) :

d/(b+d).

- Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien pneumonia

(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian pada sejumlah total 81 subjek penderita

pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) dari sejumlah 62 subjek dari

rawatan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan 19 subjek dari rawatan

ICU dewasa RSU Pirngadi Medan yang dilakukan pencatatan dan

observasi prognosis sesuai kriteria sistem skoring APACHE III secara

perspektif longitudinal studi dan hasilnya dianalisa secara statistik

disajikan sebagai berikut.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapati subjek penderita

terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 44 (54,3%) daripada perempuan

sebanyak 37 (45.7%) subjek.

Berdasarkan karakteristik umur subjek penelitian didapati umur

termuda 20 tahun dan tertua 84 tahun dan dikelompokkan menjadi

kelompok umur 20 – 29 tahun, kelompok umur 30 – 39 tahun, kelompok

umur 40 – 49 tahun, kelompok umur 50 – 59 tahun dan kelompok umur ≥

60 tahun. Subjek penelitian terbanyak dijumpai pada kelompok umur ≥ 60

tahun yaitu sebanyak 27 (33,3%) dan terendah pada kelompok umur 30 –

39 tahun yaitu sebanyak 7 (8,6%). Rata-rata umur subjek penelitian

(56)

Asal rawatan subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok

asal rawatan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan kelompok asal rawatan

ruang rawat, dijumpai subjek asal rawatan IGD lebih banyak dari asal

rawatan ruang rawat yaitu masing-masing sebanyak 43 subjek (53,1%)

dan 38 subjek (46,9%).

Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) sesuai kriteria sistem

skoring APACHE III, dijumpai hasil akhir rawatan (prognosis) subjek

penelitian yang meninggal/ mati lebih besar dibanding subjek penelitian

yang hidup/ bertahan, yaitu masing-masing sebesar 61 (75,3%) dan 20

(24,7%).

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik  Jumlah  Persentase 

   (n)  (%) 

Jenis Kelamin       

Laki‐laki  44  54,3 

Perempuan  37  45,7 

Kelompok Umur       

20 ‐29 tahun  10  12,3 

30 ‐ 39 tahun  8,6 

40 ‐ 49 tahun  12  14,8 

50 ‐ 59 tahun  25  30,9 

≥ 60 tahun  27  33,3 

Asal Rawatan     

IGD  43  53,1 

Ruang Rawat  38  46,9 

Hasil Akhir       

(Prognosis)     

Hidup  20  24,7 

(57)

Rata-rata nilai skor APACHE III yang didapat berkisar 58,30

(SD17,66). Rata-rata nilai skor fisiologik akut yang didapat berkisar 51,53

(SD17,27). Rata-rata lama rawatan yang didapat berkisar 80,92 jam (3,37

hari).

4.2 Hasil akhir rawatan (prognosis) berdasarkan karakteristik jenis

kelamin, kelompok umur dan asal rawatan

Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara skor APACHE III

hari pertama rawatan dengan hasil akhir rawatan (prognosis) subjek

penelitian keluar dari ICU. Prognosis buruk bila terjadi kematian. Dugaan

kematian pasien-pasien critical ill pneumonia (CAP/HAP/pneumonia

aspirasi) yang masuk di ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui besarnya

peluang pasien memperoleh kesembuhan dari perawatannya.

Pengamatan follow up hasil akhir rawatan (prognosis) subjek

penelitian hidup/bertahan atau mati/ meninggal sesuai kriteria sistem

skoring APACHE III, berdasarkan karakteristik jenis kelamin dari hasil

akhir rawatan (prognosis) sebanyak 20 subjek yang hidup/ bertahan

dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 12 (60,0%) daripada

subjek perempuan sebanyak 8 (40,0%) dan terhadap 61 subjek yang mati/

meninggal dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 32 (52,5%)

(58)

Tabel 7. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis)

berdasarkan karakteristik jenis kelamin

Jenis 

Kelamin  Total 

 

Hasil Akhir  

  

(Prognosis)   

   Hidup (n,%)  Mati (n,%)    

Laki‐laki  12 (60,0)  32 (52,5)  44 (54,3) 

Perempuan  8 (40,0)  29 (47,5)  37 (45,7) 

Total  20 (100,0)  61 (100,0)  81 (100,0)  x2= 0,345 df= 1 p=0,557

Pengamatan hasil akhir rawatan (prognosis) hidup/ bertahan dan mati/

meninggal subjek penelitian berdasarkan kelompok umur dimana

prognosis buruk adalah terjadinya kematian. Hasil akhir rawatan

(prognosis) mati/ meninggal dari sebanyak 61 subjek yang mati/

meninggal dapat dilihat pada kelompok umur ≥ 60 tahun dijumpai kejadian

prognosis kematian terbesar sebanyak 21 (34,4%) subjek. Pada kelompok

umur 30 – 39 tahun dijumpai prognosis kematian terendah yaitu sebanyak

4 (6,6%) orang. Hal ini menunjukkan didapatinya kecenderungan

(59)

Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis) dengan

karakteristik kelompok umur

Umur  Hidup  Mati  Total 

(Thn)  (n, %)   (n, %)  (n, %) 

20 – 29  1 (5,0)  9 (14,8)  10 (12,3) 

30 – 39  3 (15,0)  4 (6,6)  7 (8,6) 

40 – 49  2 (10,0)  10 (16,4)  12 (14,8) 

50 – 59  8 (40,0)  17 (27,9)  25 (30,9) 

≥ 60  6 (30,0)  21 (34,4)  27 (33,3) 

Total  20 (100,0)  61 (100,0)  81 (100,0)  x2=3,625 df=4 p=0,459

Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik

asal rawatan subjek penelitian dari 61 subjek dengan prognosis mati/

meninggal dijumpai terbanyak berasal dari IGD sebanyak 35 (57,4%)

subjek daripada yang berasal dari ruang rawat sebanyak 26 (42,6%)

subjek. Sedang dari 20 subjek prognosis hidup/ bertahan dijumpai

terbanyak berasal dari ruang rawat sebanyak 12 (60,0%) daripada 8

(40,0%) yang berasal dari IGD.

Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis) dengan

karakteristik asal rawatan

Asal Rawatan  Hidup  Mati  Total 

   (n, %)  (n, %)  (n, %) 

IGD  8 (40,0)  35 (57,4)  43 53,1) 

Ruang Rawat  12 (60,0)  26 (42,6)  38 (46,9) 

(60)

4.3 Hasil akhir rawatan (prognosis) dengan skor APACHE III, skor

fisiologik akut dan lama rawatan

Skor APACHE III hubungannya dengan hasil akhir rawatan

(prognosis) hidup/ bertahan atau mati/ meninggal pasien-pasien critical ill

pneumonia di ICU, dari 81 subjek yang diikuti didapati dari 20 subjek

prognosis hidup didapati nilai rata-rata skor APACHE III berkisar 35,85

(SD 6,30) dan dari 61 subjek yang mati didapati berkisar 65,65 (SD13,42).

Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis

Prognosis  Jumlah 

Rata‐rata  Skor APACHE 

III 

Standar  Deviasi 

   (n)       

Hidup  20  35,85  6,30 

Mati  61  65,65  13,42 

t=-13.407 p=0,0001

Skor fisiologik akut dalam hubungannya dengan hasil akhir rawatan

(prognosis), dari 20 subjek yang hidup/ bertahan didapati nilai rata-rata

berkisar 29,55 (SD 7,11) dan dari 61 subjek yang mati/ meninggal

didapati berkisar 58,73 (SD 12,95). Terdapat perbedaan skor APACHE III

(61)

Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis

Prognosis  Jumlah 

Rata‐rata  Skor Fisiologik 

Akut 

Standar  Deviasi 

   (n)       

Hidup  20  29,55  7,11 

Mati  61  58,73  12,95 

t=-12.694 p=0,0001

Lama rawatan yang diamati dalam hubungannya dengan prognosis

hidup/ bertahan atau mati/ meninggal terhadap subjek penelitian, yaitu

terhadap 20 subjek prognosis hidup/ bertahan didapati rata-rata lama

rawatan berkisar 86,04 (SD 83,60) jam (3,48 hari). Lama rawatan dari 61

subjek penelitian yang mati/ meninggal didapati rata-rata berkisar 79,32

(SD 86,82) jam (3,30 hari). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan antara

prognosis hidup dan mati. p=0,767

Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis

Prognosis  Jumlah  Rata‐rata 

Standar  Deviasi 

   (n)  (Jam)  (Jam) 

Hidup  20   86,04  83,60 

Mati  61  79,32  86,82 

t=0,297 p=0,767

4.4 Ketepatan skor APACHE III dengan hasil akhir rawatan

(prognosis)

(62)

values) dan nilai likelihood ratio. Dari sebanyak 81 subjek yang diamati

didapati skor APACHE III mulai dari nilai terendah skor APACHE III ≥ 25

(SA1) dan tertinggi skor APACHE III ≥ 105 (SA17) yang telah dilakukan

analisa statistik hasilnya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 13. Skor APACHE III, nilai sensitiviti, spesifisiti, nilai prediksi dan

likelihood ratio

Skor 

APACHE III  Sensitiviti  Spesifisiti

Nilai  Prediksi  

Nilai 

Prediksi   Likelihood   Likelihood 

   (%)  (%)  Positif (%)  Negatif (%) 

Dari hasil analisa statistik terhadap masing-masing skor APACHE III yang

didapat dari nilai skor terendah ≥ 25 (SA1) dan terbesar ≥ 105 (SA17)

ternyata yang menunjukkan hasil sensitiviti dan spesifisiti yang nilainya

(63)

Dari cut off skor APACHE III pada skor ≥35 (SA3) dilakukan analisa

dengan uji tabel 2x2 didapati perbedaan yang bermakna antara prognosis

yang hidup dan mati, yaitu dimana pada skor APACHE III < 35 didapat

prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 9 (45,0%) dan 1 (1,6%)

dan pada skor ≥ 35 prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 11

(55,0%) dan 60 (98,4%).

Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off skor 35 terhadap prognosis hidup

dan mati

Skor APACHE 

III         Prognosis    

  Mati  Hidup 

   n, %  n, % 

<35  1 (1,6%)  9 (45,0%) 

≥35  60 (98,4%)  11 (55,0%) 

Total  61 (100,0%)   20 (100,0%) 

X2=26,168 df=1 p=0,0001

4.5 Analisis Kesintasan Kaplan Meier terhadap hasil akhir rawatan

(prognosis) dengan skor APACHE III dengan interval waktu

pengamatan

Analisa statistik untuk melihat perkiraan kejadian prognosis buruk/

kematian dengan waktu pengamatan yang mana tujuannya melihat

seberapa lama perkiraan lama bertahan (survival life) pasien-pasien

(64)

kesintasan (survival analysis) dengan metode Kaplan Meier dan hasilnya

seperti pada tabel berikut.

Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival analysis) prognosis

pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa

Interval  Waktu  

Jumlah  Subjek 

Jumlah 

Kematian  Proporsi  

Proporsi  Kumulatif  Pengamatan  Pada Awal  Selama  Survival  Survival Pada 

(24 Jam)  Interval  Interval     Akhir Interval 

Hasil analisa kesintasan survival analysis di atas selanjutnya dituangkan

dalam bentuk kurva tabel kehidupan / lama bertahan (survival life) yang

(65)

Gambar 1. Kurva tabel kehidupanprognosis pasien-pasien pneumonia

dengan kriteria APACHE III di ICU dewasa.

Pada analisa kesintasan dengan metode Kaplan Meier ini, dimana lama

interval pengamatan yang ditetapkan selama 2 minggu, didapati hasil

perkiraan lama bertahan (survival life) yaitu pada median 68,118 jam (2,83

hari) yang artinya 50% subjek penelitian diperkirakan dapat bertahan

hidup/ survival sampai pada interval waktu 68,118 jam ( 2,83 hari).

Dari analisa berdasarkan nilai cut off skor APACHE III didapat

pada skor APACHE III ≥ 35 (SA3) yang mana untuk melihat peluang

perbedaan antara progosis hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, hasil

analisis log-rank test dengan p=0,002 didapati perbedaan yang signifikan

(66)

antara prognosis yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal

pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa, seperti

tertera pada kurva dibawah ini.

Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan cut off

Skor APACHE III ≥ 35

LAMA RAWATAN P

R O B A B I L I T A S

Gambar

Tabel 3. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai
Tabel 4. Sistem scoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai 23
Tabel 5. Sistem skoring APACHE III untuk nilai skor usia dan skor komorbid penyakit kronik .23
Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

POKJA Pembangunan Jembatan Gunung Lingai Lempake Tepian UNIT LAYANAN PENGADAAN.

Aplikasi Bioteknologi Bidang Pengolahan Pangan- Beberapa contoh Bioteknologi tradisional di bidang pangan misalnya, tempe dibuat dari kedelai menggunakan jamur

In this paper, we bring forward a compact and hybrid feature description method, in order to guarantees desirable classification accuracy of the corners on the building roof

Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot 100 bulir empat varietas tanaman padi dengan bobot tertinggi terdapat pada varietas Inpari 32 yang berbeda nyata dengan varietas

dilakukan dengan menetapkan bilangan pembagi pemilih (BPP) DPR. Penetapan BPP DPR berdasarkan atas Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu Anggota

Kedelapan bakteri yang digunakan mampu tumbuh dengan baik pada media alternatif dengan tiga bakteri yang memiliki masa sel tertinggi yaitu CRB 17, 46 dan 49,

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan Bidang Jasa Lainnya (Advertising) dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada

Penentuan kriteria kultivar yang memberikan respon positip dan negatif terhadap inokulasi rhizobium dilihat dari kemampuan fiksasi nitrogen didasarkan pada rerata hasil