KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH
EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA
PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA
TESIS
OLEH
IMMANUEL TARIGAN SIBERO
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H ADAM MALIK
MEDAN
KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH
EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA
PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H Adam Malik Medan
OLEH
IMMANUEL TARIGAN SIBERO
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H ADAM MALIK
MEDAN
PERNYATAAN
Judul Tesis : KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Yang menyatakan
Peneliti
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap
prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa
Nama : Immanuel Tarigan Sibero
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Menyetujui Pembimbing
Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) NIP. 19640531.1991002.2.001
Koordinator Penelitian Ketua Program Studi
Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi
& Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi
Prof.Dr.Tamsil S, Sp P(K) Dr.Zainuddin Amir, Sp P(K) NIP.19521101.198003.1.005 NIP. 19540620.198011.1.001
Ketua Departemen
Pulmonologi & Kedokteran Respirasi
TESIS
PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN I KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN
Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap
prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa.
Nama Peneliti : Immanuel Tarigan Sibero
Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi
Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan
Lokasi : Intensive Care Unit (ICU) RSUP H Adam Malik & RSU Pirngadi Medan
Biaya : Rp. 10.550.000,-
Telah diuji pada : Tanggal 25 Juni 2011
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) Sekretaris : Dr. Noni Novisari Soeroso, Sp.P
Penguji : - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)
- Dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H
- Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)
- Dr. Pandiaman Pandia, Sp.P(K)
ABSTRAK
Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang
signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%.
Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap
prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang
dirawat di ICU dewasa.
Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik
perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di
sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi.
Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar
dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor
APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan,
p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut
yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap
terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada
interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat
pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah
sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.
Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik
akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor
APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
Nama : dr. Immanuel Tarigan Sibero
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 Pebruari 1970
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan/Instansi : Dokter Paska PTT :
Alamat : Jl. Setiabudi No. 463 A, Tj. Sari, Medan
KELUARGA
Istri : Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi
Anak : Ivhana Chiselya R Tarigan
Edo Okto Firmansah Tarigan
PENDIDIKAN
1. SD NEGERI NO: 060895 MEDAN : Ijazah 1983
2. SMP NEGERI 8 MEDAN : Ijazah 1986
3. SMA NEGERI 1 MEDAN : Ijazah 1989
4. FAKUTAS KEDOKTERAN UMI MEDAN : Ijazah 2001
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Dokter PTT Puskesmas Tamiai Kab Kerinci, Jambi :2001-2003
2. PPDS Ilmu Peny Paru & Ked Respirasi FK USU :2005-sekarang
PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI
2. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara
PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI
1. Work Shop Keterampilan Bronkoskopi di Padang Panjang
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH
1. Menyajikan makalah pada KONAS XI PDPI 2008 di Bandung
TUGAS
Selama mengikuti pendidikan telah membawakan :
1. Sari Pustaka : 6 buah
2. Laporan Kasus : 5 buah
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Ketepatan Skoring
Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III Terhadap
Prognosis Penderita Pneumonia Yang Dirawat Di Intensive Care Unit
(ICU) Dewasa ”, yang merupakan persyaratan akhir pendidikan keahlian di
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF
Paru RSUP H Adam Malik Medan.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak
baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU,
paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati :
Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp P (K) sebagai Ketua Departemen
Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H
Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu
pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku
yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah, yang mana hal tersebut
Dr. Pantas Hasibuan, Sp P(K) Onk sebagai Sekretaris Departemen
Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H
Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bimbingan,
saran, dorongan dan nasihat yang bermanfaat dalam menjalani dan
menyelesaikan pendidikan.
Dr. H. Zainuddin Amir, Sp P(K) sebagai TK-PPDS dan Ketua
Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK
USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat
berguna sebagai pembangkit semangat untuk maju selama penulis
menjalani masa pendidikan.
Dr. Noni N Soeroso Sp P sebagai Sekretaris Program Studi
Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru
RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan,
pembelajaran serta disiplin yang baik selama mengikuti pendidikan.
Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator
penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi
FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak
memberikan bantuan, dorongan,bimbingan, pengarahan dan masukan
dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.
Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K) yang senantiasa
dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta
selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Dr. Widirahardjo, Sp P(K) yang telah banyak memberikan penulis
bimbingan, saran, dorongan dan nasehat yang bermanfaat dalam
menjalani dan menyelesaikan pendidikan.
Dr. H. Pandiaman Pandia, Sp P(K) yang telah banyak memberikan
bantuan, bimbingan, motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat
selama menjalani masa pendidikan.
Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) sebagai pembimbing penulis yang
banyak memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan dorongan moril
bagi penyelesaian tulisan ini.
Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni,
M.Kes sebagai pembimbing statistik penulis yang telah banyak
memberikan bantuan dan bimbingan serta membuka wawasan penulis
dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Alm. Dr.
Sumarli, Sp P(K), Alm. Dr. Sugito, Sp P(K), Prof. Dr. RS Parhusip, Sp P(K)
dan Dr. Usman, Sp P yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat,
ilmu pengetahuan dan pengalaman klinis selama mengabdi di
Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru
RSUP H Adam Malik Medan yang sangat berguna selama penulis
Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr.
Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira P Tarigan, Sp P, Dr. Bintang YM
Sinaga, Sp P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, Dr. Ucok Martin, Sp P yang
telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama
menjalani pendidikan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP
H Adam Malik Medan, Direktur RSU Pirngadi Medan, Ketua Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H Adam Malik Medan,
Kepala Instalasi Perawatan Intensif RSU Pirngadi Medan yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam
melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
perawat Instalasi Perawatan Intensif RSUP H Adam Malik dan RSU
Pirngadi Medan yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan
penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta
Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran
Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat
inap, ruang bronkoskopi, instalasi perawatan intensif, instalasi gawat
darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik
Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan terima kasih yang
tiada terbalas penulis sampaikan kepada kedua orang tua saya yang telah
berpulang Bapak Kawasen Tarigan dan Ibu Ukur Muli br Ginting serta
Ayah Ibu Mertua yang sangat saya hormati dan cintai Drs. Rezeki Ginting,
Ak dan Dkn.Em.Ir. Menauli Tarigan,MS yang tiada henti-hentinya
memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, kasih sayang dan doa restu
dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Kepada istriku yang tercinta Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi
serta anak-anakku Ivhana Chiselya RT dan Edo Okto Firmansah yang
dengan sabar selalu setia dalam suka dan duka senantiasa memberi
dorongan semangat, motivasi, doa dan cinta kasih serta banyak
pengorbanan, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas
semuanya.
Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan,
kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu,
keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama
ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu
dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Maret 2011 Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB 1. PENDAHULUAN 1 2.2. Sistem Skoring APACHE III Sebagai Sistem Skoring Berat
Penyakit 13 2.3. Sejarah Perkembangan Sistem Skoring Acute Physiology
and Chronic Health Evaluation (APACHE) 14 2.4. Prediksi Sistem Skoring APACHE III di ICU 20
2.5. Kerangka Konsep 25
BAB 3. METODE PENELITIAN 26
3.1. Rancangan Penelitian 26
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 26
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 26
3.4. Perkiraan Besar Sampel 27
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 27
3.6. Pelaksanaan Penelitian 28
4.2 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Asal Rawatan 35 4.3 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Dengan Skor APACHE III, Skor Fisiologik Akut Dan Lama Rawatan 38 4.4 Ketepatan skor APACHE III Dengan Hasil Akhir Rawatan
(Prognosis) 39 4.5 Analisis Kesintasan Kapan Meier Terhadap Hasil Akhir
Interval Waktu Pengamatan 41
BAB 5. PEMBAHASAN 45
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 52
6.1 Kesimpulan 52
6.2 Saran 53
DAFTAR SINGKATAN
AaDO2 : Alveolar-arterial O2 Difference
APACHE : Acute Physiology and Chronic Health Evaluation ATS : American Thoracic Society
CAP : Community Associated Pneumonia FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen
GCS : Glasgow Coma Scale
HAP : Hospital Acquired Pneumonia HR : Hearth Rate
ICU : Intensive Care Unit
IDSA : Infectious Disease Society of America IGD : Instalasi Gawat Darurat
LOD : Logistic Organ Dysfunction MAP : Mean Blood Pressure MBP : Mean Blood Pressure
MODS : Multiple Organ Dysfunction Score MPM : Mortality Prediction Model
ODIN : Organ Dysfunction and Infection System OSF : Organ System Failure
PaCO2 : Carbon-dioksid Arterial Pressure PaO2 : Oxygen Arterial Pressure
ROC : Receiver Operating Characteristic
SA : Skor APACHE III
SAPS : Simplified Acute Physiology Score
SCAP : Severe Community Acquired Pneumonia SMRs : Standardized Mortality Ratios
SOFA : Sequential Organ Failure Assesment TRIOS : Three Day Recalibrating ICU Outcomes
UK : United Kingdom
US : United States
VAP : Ventilator Associated Pneumonia WOB : Work of Breathing
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria ATS untuk SCAP 10
Tabel 2. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut
untuk Nilai Tanda-tanda Vital dan Abnormalitas
Laboratorium 16
Tabel 3. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut
untuk Nilai Abnormalitas Neurologik 17
Tabel 4. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut
untuk Nilai Gangguan Keseimbangan Asam Basa 18
Tabel 5. Sistem Skoring APACHE III Untuk Nilai Skor Usia,
Skor Komorbid Penyakit Kronik 19
Tabel 6. Karakteristik Subjek Penelitian 34
Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Hasil Akhir Rawatan
(Prognosis) Berdasarkan Karakteristik
Jenis Kelamin 36
Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis)
dengan karakteristik kelompok umur 37
Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis)
dengan karakteristik asal rawatan 37
Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis 38
Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis 39
Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis 39
nilai prediksi dan likelihood ratio 40
Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off 35 terhadap
prognosis hidup dan mati 41
Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival life) prognosis
pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva tabel kehidupan prognosis pasien-pasien
pneumonia dengan kriteria APACHE III di
ICU dewasa 43
Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik
Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
(Keluarga Pasien)
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Sebagai Subjek Penelitian
Lampiran 4. Status Subjek Penelitian
Lampiran 5. Tabel Kriteria Sistem Skoring APACHE III
ABSTRAK
Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang
signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%.
Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap
prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang
dirawat di ICU dewasa.
Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik
perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di
sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi.
Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar
dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor
APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan,
p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut
yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap
terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada
interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat
pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah
sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.
Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik
akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor
APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang signifikan,
didapati lebih dari 4 (empat) juta kasus setiap tahunnya di US (United
States), dan menduduki urutan keenam sebagai penyebab kematian
terbesar. Lebih dari 20% pasien pneumonia komuniti (Community
Acquired Pneumonia) masuk rumah sakit, dan terhadap pasien dengan
penyakit lain 10-20% berkembang menjadi pneumonia nosokomial
(Hospital Acquired Pneumonia). Pneumonia komuniti merupakan salah
satu terbanyak dijumpai mengalami severe community acquired
pneumonia (SCAP) sebagai penyebab masuk ke intensive care unit (ICU).
Pneumonia komuniti berat (SCAP) dijumpai berkisar 10-20% dari seluruh
kasus pneumonia yang ada didalam perawatan ICU. Angka kematian di
ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%. Dari suatu penelitian meta
analisis, yang melibatkan sejumlah 33.148 pasien, kematian rumah sakit
didapati sebesar 13,7%, kematian di ICU lebih tinggi mencapai 36,5%.1,2
Infeksi nosokomial merupakan masalah yang sering dijumpai di
rumah sakit. Di US sebanyak 5,7% pasien yang dirawat secara akut
mengalami infeksi nosokomial. Kekerapan infeksi nosokomial saluran
napas bawah menempati urutan kedua setelah infeksi saluran kemih,
dibanding ruangan umum, yaitu berkisar 42% dan sebagian besar (47%)
terjadi pada penderita dengan ventilator mekanik. Kelompok pasien ini
merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat
pneumonia nosokomial. Laporan lain pneumonia nosokomial terjadi
berkisar 22-24% dengan ventilator mekanik di ICU dalam waktu 7,9 hari
setelah pemakaian ventilator mekanik dan menimbulkan kematian sebesar
33-42%. Lama rawatan bertahan terhadap pasien-pasien pneumonia
bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menendez dkk meneliti
lama rawatan pneumonia berdasarkan keadaan klinik dan tipe rumah
sakit, mendapati nilai median lama rawatan berkisar 9 hari. Penelitian di
Singapura oleh Poulose terhadap SCAP di ICU mendapatkan median
lama rawatan 5 hari.2,3
Pneumonia aspirasi menunjukkan suatu kondisi yang sering dijumpai
terhadap pasien-pasien yang masuk dan dirawat di ICU, dimana
kebanyakan sering tidak diduga sebagai penyebab keberadaan
pneumonia. Insiden keberadaannya terhadap penyebab terjadinya
pneumonia komuniti berat di ICU tidak begitu diketahui, dimana rata-rata
angka kematiannya bervariasi dari satu studi ke studi lainnya, berkisar
7,5-62% yang mana kejadian aspirasi pneumonia ini menunjukkan prognosis
yang cenderung lebih buruk.4
Faktor-faktor resiko terpenting terbanyak sebagai penyebab kematian
terhadap kasus-kasus pneumonia sering dijumpai termasuk diantaranya
syok, bakterimia, gagal ginjal, status mental yang terganggu, terapi
antibiotik tidak adekuat dan juga tingginya skor Acute Physiologi and
Chronic Health Evaluation (APACHE).5 Banyak penelitian yang
menjelaskan parameter hemodinamik dalam mengidentifikasi indikator
prognosis terhadap pasien-pasien critical ill. Hubungan sistem skoring
APACHE terhadap pasien-pasien critical ill pneumonia yang masuk ke
ICU dalam 24 jam pertama penilaian, beberapa diantaranya yang
berhubungan, yaitu termasuk perubahan tekanan darah, meningkatnya
frekuensi pernapasan, perubahan status mental serta didapatinya
temperatur yang berfluktuasi. Aspek lain juga berkorelasi dengan
prognosis, yaitu faktor immunosupresi dan penyakit komorbid lainnya.2,5
Sistem-sistem skoring telah banyak dipergunakan dalam menilai
beratnya penyakit terhadap pasien-pasien critical ill yang masuk ke
intensive care unit (ICU) untuk memprediksi faktor resiko prognosis
kemungkinan dapat sembuh (keluar perawatan ICU) atau meninggal dari
perawatan ICU. Sistem-sistem skoring prognosis beberapa diantaranya
seperti Simplified Acute Physiologi Score II (SAPS II), Mortality Prediction
Model II (MPM II), dan Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation III
(APACHE III) adalah beberapa dari sistem-sistem skoring yang ada dan
telah berkembang cepat dalam peranannya untuk memprediksi prognosis
kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ke
ICU.6 Sistem skoring APACHE adalah salah satu sistem skoring
Sistem-sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti
diagnosis, usia, status riwayat penyakit kronik, dan ukuran-ukuran
fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai dampak terhadap
kematian.6,7,8
Perawatan intensif di ruang ICU memerlukan fasilitas sarana,
prasarana, tenaga ahli, pelaksana serta biaya. Pasien-pasien criticall ill
yang masuk ke ICU secara potensial membutuhkan pelayanan dan
penatalaksanaan yang menunjang hidup / lifethreatening support,
haruslah di tatalaksanai dan dimonitor secara ketat untuk mengatasi
masalah kedaruratan keadaan akutnya. Prognosis pasien-pasien critical ill
yang masuk ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui seberapa peluang
kemungkinan pasien mendapatkan keuntungan dari perawatannya.
Keadaan beratnya penyakit berpengaruh terhadap kematian, perawatan
intensif, macam dan jenis intervensi pengobatan, lamanya perawatan
serta biaya. Beratnya penyakit diartikan dan diukur dengan menilai derajat
abnormalitas atau adanya kondisi keadaan patologik serta adanya
intensitas keadaan penyakit yang akut.6,7,8,9,10
Penyakit-penyakit paru / masalah-masalah respirasi merupakan
salah satu penyakit / keadaan yang paling bertanggung-jawab terhadap
kondisi yang memungkinkan mengalami kesakitan dan kematian di dalam
perawatan intensif di ICU. Pneumonia adalah salah satu kasus yang
paling sering dijumpai di ICU. Sistem-sistem skoring yang mana beberapa
kasus pneumonia), beberapa secara garis besar, seperti alveolar-arterial
O2 diffference (AaDO2), tekanan darah partial darah arteri (PaO2),
fraction of inspired oxygen (FiO2) serta juga status keadaan asam basa
dari pasien.5,11
Keadaan akut pasien dapat dipakai sebagai salah satu pedoman
untuk menentukan prognosis pasien yang dirawat di ICU. Knauss dkk
meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap pasien-pasien critical ill
dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap 17.440 pasien yang dirawat
pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di Amerika Serikat pada
tahun 1991. Skor APACHE III banyak dilaporkan pada beberapa jurnal
untuk memprediksi prognosis pasien yang dirawat di ICU.3,6 Penelitian
yang dilakukan oleh Zimmerman dkk di Amerika Serikat pada tahun 1998
terhadap 25.448 pasien mendapatkan hasil yang sangat baik, tidak ada
perbedaan antara prediksi kematian rumah sakit (12,27 %) dengan hasil
yang diamati (12,35 %). Rata-rata prediksi kematian dan yang diobservasi
tidak begitu berbeda signifikan (p<0,1). Penelitian multisenter ini dilakukan
untuk memprediksi hasil perawatan pasien-pasien critical ill di ruang ICU.
Tanumiharja dan Hariadi melakukan penelitian di Surabaya tahun 1993
pada pasien gawat paru mendapatkan hasil , bila skor APACHE lebih
besar dari 64 maka harus diwaspadai dan perlu diambil langkah-langkah
yang lebih intensif. Penelitian di ICU RS Persahabatan, Jakarta oleh
Wiweka dkk pada tahun 2003 terhadap penderita gawat paru dengan
Apache III sebesar 69,32 % dan spesifisiti 79,25 %, serta nilai cut off
pointnya adalah 45.6,7,10
Penelitian mengenai evaluasi sistem skoring APACHE III terhadap
pasien-pasien critical ill pneumonia di ICU belum ada pernah dilakukan di
Medan. Adapun maksud dari penelitian ini untuk menganalisa ketepatan
skoring APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan penderita
critcal ill pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu perlu dilakukan analisa evaluasi sistem skoring APACHE
III untuk mengetahui prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien
pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.
1.3 HIPOTESA PENELITIAN
Sistem skoring APACHE III bermanfaat dalam memprediksi prognosis
hidup/ bertahan atau meninggal pasien-pasien pneumonia yang dirawat
1.4TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui ketepatan skoring APACHE III sebagai prognosis
kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU
dewasa.
1.4.2TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui nilai cut off point skor APACHE III terhadap
prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang
dirawat di ICU dewasa.
b. Untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas skor APACHE
III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien
pneumonia di ICU dewasa.
c. Untuk mengetahui nilai duga (predictive values) skor APACHE III
terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien
pneumonia di ICU dewasa.
d. Untuk mengetahui rasio kemungkinan (likelihood ratio) skor
APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan
pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa.
e. Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien
pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
a. Sistem skoring kriteria APACHE III dapat dijadikan pedoman
dalam menentukan kemungkinan prognosis pasien-pasien
pneumonia di ICU dewasa.
b. Nilai skor prognosis APACHE III dapat dijadikan penuntun dalam
menilai prediksi seberapa besar peluang pasien-pasien
pneumonia mendapatkan kesembuhan dari perawatan di ICU
dewasa.
c. Memperoleh data dan informasi bagi penelitian berikutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PNEUMONIA DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Severe community-acquired pneumonia (SCAP) merupakan
pneumonia akut berat yang sering masuk dan membutuhkan perawatan
intensif di ICU. Pneumonia komuniti merupakan suatu penyakit infeksi
pernapasan akut yang didapati di luar rumah sakit yang manifestasinya
berupa karakteristik gejala (batuk, adanya dahak, sesak, nyeri dada
pleuritik dan didapati atau tidak perubahan status mental) dengan adanya
gambaran infiltrat baru secara radiologi, juga adanya demam (>38,5oC)
atau hipotermi (< 36oC), dengan adanya peningkatan atau penurunan
jumlah sel darah putih. Sedangkan SCAP adalah pneumonia yang
membutuhkan perawatan ICU terutama ventilasi mekanik yang
disebabkan satu atau beberapa alasan seperti, gagal napas hipoksemia
(PaO2 < 60 mmHg) terhadap pasien dengan pemberian maksimal
oksigen, gagal napas hiperkapnia (pH < 7,25 dengan PaCO2 > 50 mmHg)
atau dijumpainya ketidakmampuan untuk mempertahankan pernapasan
sehingga menyebabkan status mental terdepresi. Beberapa kriteria klinik
terhadap penderita pneumonia yang dapat diidentifikasi sebagai faktor
prognosis buruk seperti, membutuhkan ventilator mekanik, syok,
penurunan kesadaran, keterlibatan multilobus, usia > 65 tahun, frekuensi
penyerta. Panduan terbaru dari konsensus Infectious Dissease Society of
America (IDSA)/ American Thoracic Society (ATS) telah menyertakan
beberapa kriteria yang menyatakan kriteria beratnya SCAP seperti,
membutuhkan perawatan ventilator mekanik, syok septik, frekuensi
pernapasan > 30/menit, infiltrat multilobar, trombositopenia, leukopenia,
hipotermi dan hipotensi.1,3,5,12,13,14
Severe CAP diperkirakan 10-20% kasus dari CAP yang masuk ke
ICU. Definisi yang sederhana dari SCAP adalah suatu CAP yang
membutuhkan perawatan ICU. American Thoracic Society (ATS)
mempublikasikan kriteria dari SCAP yaitu seperti berikut:
Tabel 1. Kriteria ATS untuk Severe Community-acquired Pneumonia
(SCAP)13
Frekuensi pernapasan > 30 kali per menit saat masuk
Rasio PaO2/FiO2 < 250 mmHg
Membutuhkan ventilasi mekanik
Gambaran radiografi dada melibatkan lobus bilateral atau multipel lobus,
konsolidasi meningkat > 50% dalam 48 jam setelah masuk
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, atau tekanan darah diastolik < 60
mmHg, vasopressor > 4 jam
Produksi urin < 20 ml/ jam, atau total produksi urin < 80 ml selama 4 jam,
Pasien-pasien critical ill di ICU dapat berupa pneumonia komuniti
dan pneumonia nosokomial. Pneumonia nosokomial adalah infeksi
nosokomial yang paling banyak dijumpai di dalam perawatan ICU, yang
dapat diklassifikasikan sebagai berikut :
- Pneumonia yang didapati di rumah sakit setelah > 48-72 jam masuk
rumah sakit.
- Pneumonia yang didapati di ICU yang terjadi pada pasien-pasien
yang tidak mendapati penanganan dengan ventilator mekanik atau
terhadap pasien yang berhasil bernapas spontan selama > 48 jam setelah
ekstubasi.
- Early Ventilator Assosiated Pneumonia (VAP) yang didapati
terhadap pasie-pasien yang mendapatkan penanganan ventilator mekanik
selama 2-5 hari.
- Late VAP yang terjadi terhadap pasien-pasien mendapatkan
tindakan ventilator mekanik > 5 hari.
Kekerapan infeksi nosokomial saluran napas bawah menempati
urutan kedua setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13-18%.
Pneumonia di perawatan ICU lebih sering dibanding ruangan umum, yaitu
berkisar 42% dan sebagian besar (47%) terjadi pada penderita dengan
ventilator mekanik. Kasus pneumonia secara klinik didefinisikan sebagai
adanya suatu infeksi akut (didapati paling tidak satu dari hal berikut :
adanya demam atau menggigil, temperatur > 38,2oC atau < 35,5oC, hitung
yang abnormal) dan adanya tanda atau gejala (paling tidak satu dari hal :
suara pernapasan abnormal, takhipnu, batuk, produksi sputum, batuk
darah, nyeri dada atau dispnu, radiologi adanya infiltrat baru).
Pneumonia aspirasi merupakan suatu keadaan penyakit paru yang
disebabkan masuknya cairan abnormal, substansi dan bahan sekresi
endogen baik dari saluran pernapasan atas atau lambung ke saluran
napas bawah. Untuk dapat berkembangnya suatu pneumonia aspirasi
bergantung kepada status kekebalan mekanisme pertahanan tubuh yang
melindungi saluran pernapasan bawah, seperti mekanisme menutupnya
glottis, refleks batuk serta mekanisme pembersihan jalan napas itu sendiri.
Faktor resiko terhadap terjadinya pneumonia aspirasi beberapa
diantaranya seperti keadaan pembiusan, penurunan kesadaran / status
mental dan juga terhadap pemakaian selang makanan, ventilator dan lain
sebagainya.15
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan sistem skoring APACHE
III yaitu skor berkisar 0 – 299, dengan tingginya skor mengindikasikan
lebih beratnya penyakit dan meningkatkan resiko kematian pada saat
masuk ICU. Validasi skor yang menyatakan beratnya penyakit seperti,
usia pasien, kondisi komorbid penyakit dan parameter-parameter fisiologik
seperti, tanda-tanda vital, nilai-nilai kimiawi serologi, nilai gas darah
arterial dan Glasgow Coma Score. Sistem skoring APACHE III
menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa
a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure,
temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial
O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)
b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin,
hitung sel darah putih)
c. usia
d. variabel penyakit kronik
e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)3,5,17,18,19
2.2SISTEM SKORING APACHE III SEBAGAI SISTEM SKORING
BERAT PENYAKIT
Berkisar tahun 1980 beberapa intensivis memutuskan untuk
membuat skoring beratnya penyakit terhadap pasien-pasien yang dirawat
di intensive care unit (ICU) dengan maksud membandingkan populasi dan
mengevaluasi hasil akhirnya (outcome prognosis). Hasil akhir (outcome
prognosis) dari suatu perawatan intensif bergantung dari berbagai faktor /
keadaan yang ada yang didapati pada hari pertama masuk ICU dan juga
bergantung terhadap penyebab sakitnya sehingga dirawat di ICU. Sistem
skoring beratnya penyakit umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian, sistem
skoring itu sendiri dan model probabilitasnya. Skoring itu sendiri adalah
angka-angka atau sejumlah angka / nilai dimana jika semakin tinggi angka
Model probabilitas adalah suatu persamaan / analisa yang menghasilkan
kemungkinan prediksi kematian pasien.6,7,9
Model sistem skoring beratnya penyakit telah banyak dipublikasikan,
namun hanya beberapa yang sering dipergunakan. Kebanyakan skor-skor
tersebut dikalkulasi dari pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan
ICU, beberapa diantaranya salah satunya sistem skoring Acute Physiologi
and Chronic Health Evaluation (APACHE). Sistem skoring prognosis ini
telah berkembang untuk mengestimasi kemungkinan kematian terhadap
pasien-pasien dewasa yang masuk ICU. Sistem ini menggunakan
variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit
kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai
dampak terhadap prognosis. 7,9,20,21,22
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SKORING ACUTE
PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE)
Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington
University Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic
Health Evaluation (APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan
keakuratan dan pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya
penyakit pada pasien-pasien criticall ill. Sistem skoring APACHE yang
pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai variabel terburuk
dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir
Pada tahun 1985, Knaus dkk memperkenalkan versi sistem skor
APACHE yang lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat
nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12
variabel fisiologik, usia, status pembedahan (pembedahan emergensi /
elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit sebelumnya yang
menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa secara model
regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk
memprediksi kemungkinan kematian. Sistem skoring ini berkembang
dengan cepat digunakan luas di seluruh dunia, telah banyak digunakan
dalam bidang administrasi, perencanaan, quality assurance,
membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan terhadap
grup-grup uji klinik.
Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif
terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika
Serikat pada tahun 1988 – 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam
skoring APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk
dalam 24 jam pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap
17 variabel fisiologik, Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia
dan tujuh kondisi komorbid penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor
untuk menilai beratnya penyakit critical ill di ICU yang dikalkulasikan
terhadap variabel-variabel usia pasien, adanya kondisi komorbid penyakit,
investigasi laboratorium dan fisiologik yang terburuk dalam 24 jam
riwayat penyakit kronik mencapai nilai 47. Dalam 24 jam pertama masuk
rawatan, 17 variabel fisiologik dicatat dan dapat mencapai nilai sampai
252. Nilai skor total dikombinasikan dengan asal perawatan sebelumnya
serta diagnosis ICU secara prinsipal, hasilnya diolah ke dalam persamaan
suatu logistik regresi.7,9,20,22
Tabel 2. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai tanda
tanda vital dan abnormalitas laboratorium.23
Serum
Tabel 3. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai
abnormalitas neurologik.23
Mata buka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal
Motor
Mata tidak membuka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal
Motor
Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara tak jelas
Tabel 4. Sistem scoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai gangguan keseimbangan asam basa.23
pCO2
pH
<25 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 >60
Tabel 5. Sistem skoring APACHE III untuk nilai skor usia dan skor komorbid penyakit kronik .23
Usia 0
Komorbid Penyakit Kronik Skor/Nilai
AIDS 23
Gagal Hati 16
Limpoma 13
Kanker Metastasis 11
Leukemia/Multipel myeloma 10
Immun Kompromais 10
Sirosis 4
Kemampuan secara objektif mengestimasi kemungkinan resiko
kematian atau kemungkinan lainnya yang penting dalam mengevaluasi
prediksi prognosis merupakan suatu hal yang berkembang dalam
penelitian klinis. Berdasarkan metode validasi yang dipergunakan,
akurasi dari model prognosis diakses dengan mengukur seberapa baik
model menentukan pasien-pasien yang hidup dan mati dan seberapa
besar hubungan prediksi dan kematian pasien yang diobservasi.
Kesanggupan suatu sistem skoring prognosis memprediksi secara
akurat kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien yang masuk ke ICU
adalah berdasarkan kondisi-kondisi berikut ; ketersediaannya data,
pengumpulan data yang akurat dan reproduksibel, analisa prediktif dapat
mengatur sekumpulan kasus yang terdefinisi sebagai usia, komorbiditas,
diagnosis, beratnya penyakit serta kontrol terhadap penentuan
keberhasilan, seperti pemilihan pasien yang ada, analisa prediktif adalah
perbedaan yang didapat dalam peyebab rata-rata kematian diantara
beberapa subgrup / populasi.24
2.4PREDIKSI SISTEM SKORING APACHE III DI ICU
Klinisi dapat secara akurat memprediksi hasil akhir terhadap
perawatan pasien-pasien berat (critical ill patients) dan mendapatkan hasil
akhir prognosis yang lebih akurat. Menganalisa dan mengukur beratnya
penyakit serta prognosis terhadap pasie-pasien yang dirawat di ICU
sangatlah penting dikarenakan :
- kualitas perawatan pasien di antara ICU tidak dapat
dibandingkan tanpa adanya pengukuran indeks objektif dari
beratnya penyakit.
- prediksi sistem skoring dapat menentukan suatu fondasi yang
stabil untuk penelitian masalah efisiensi terapi serta
memperkecil dampak perekonomian di ICU.
- Sistem skoring prediksi dapat memplot masalah-masalah
penyakit critical ill dan membantu klinisi dalam membuat
keputusan.
Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai
angka untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka
tersebut lalu didiskribsikan melalui suatu formula matematika sebagai
prediksi akurasinya. Didapati 2 (dua) karakteristik dalam menilai akurasi
sistem prediksi, yaitu diskriminasi dan kalibrasi.
- Diskriminasi menjelaskan keakurasian dari prediksi yang
didapat, sebagai contoh, ketika instrumen skoring
memprediksi kematian berkisar 90 %, diskriminasi adalah
tepat jika kematian yang diobservasi adalah juga 90 %.
- Kalibrasi menjelaskan bagaimana instrumen memperforma
keseluruhan data untuk prediksi kematian, sebagai contoh
suatu instrumen prediksi dapat menghasilkan kalibrasi yang
tinggi jika dapat secara akurat memprediksi kematian.
Didapati 2 (dua) hal penting secara prinsip dalam mengakses hasil
performa instrumen yang baik. Pertama, instrumen harus mengukur /
menghasilkan suatu hasil akhir yang penting. Sebagai suatu contoh,
kebanyakan sistem skoring ICU menilai hasil kematian, sebenarnya hal
menarik lainnya telah berkembang dalam mengakses lamanya perawatan
(long-term mortality) dan status fungsional lainnya. Kedua, instrumen
skoring haruslah mudah digunakan / diaplikasikan sepanjang didapatinya
kelengkapan data-data terhadap pasien-pasien critical ill.24,25,26
Knauss dkk meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap
pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap
17.440 pasien yang dirawat pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di
Amerika Serikat pada tahun 1991, mendapatkan rata-rata skor APACHE
ICU dan berkisar 10.929 pasien dewasa yang masuk ICU di Spanyol
mendapatkan persentase resiko kematian sebesar 82,3%.27 Bastos PG
dkk di Brazil pada 10 ICU dan 1734 pasien mendapatkan prediksi resiko
kematian signifikan lebih rendah dibanding hasil yang diobservasi
(p<0,0001), standardized mortality ratios (SMRs=1,67).28 Jeong Ihnsook
dkk (2003) memprediksi akurasi skor beratnya penyakit dengan APACHE
III di ICU Korea terhadap 850 bed mendapatkan terhadap resiko prediksi
0,5 didapati skor APACHE III 66, sensitiviti 0,72, spesifisiti 0,91. Penelitian
ini menunjukkan akurasi prediksi menghasilkan diskriminasi yang lebih
baik.29 Paulo Antonio Chiavone dkk (2003) mengevaluasi APACHE II pada
ICU di Sao Paolo, Brazil mendapatkan dari 521 pasien, skor APACHE II
16,7 ±7,3 dimana semakin tinggi skor semakin tinggi angka kematian,
rata-rata prediksi kematian 25,6% dan rata-rata kematian yang terekam
adalah 35,5%.30
Jin Hwa lee dkk, Seoul 2007 mengenai hasil akhir dan faktor
prognosis CAP, mendapati keseluruhan kematian 56%, faktor independen
kematian termasuk PaCO2 < 45 mmHg, urine output < 1,5 L dan tingginya
skor APACHE.5 Hideo Uno dkk, Jepang 2007 terhadap penderita VAP
nosokomial di ICU dengan kasus kontrol mendapati skor APACHE II 30,2
± 5,3 vs 20,4 ± 5,8.31 Shahla shiddiqui dkk, Karachi, Pakistan 2004
meneliti skor APACHE II terhadap prediksi tipe dan virulensi sepsis,
mendapati skor menengah sebesar 13–16 terhadap 15 pasien dari 36
prognosis terhadap CAP pneumokokus pneumonia, mendapati nilai sor
APACHE II 0-10, 2%, 11-20, 14%, 21-30, 75% dan 100% (pada 3 pasien)
skor > 30.33Juranko Kolak, Zagreb, Kroasia 2005 terhadap penelitian
mengenai kontrol bakterial pneumonia selama ventilator mekanik,
mendapatkan skor APACHE berkisar ≥ 15-27 yang berhubungan dengan
pertumbuhan kuman gram negatif.34 Jordi relo dkk, Tarragona, Spanyol
2003 terhadap insiden pneumonia nosokomial oleh karena ventilator
mekanik, mendapatkan skor APACHE II sebesar 16 (kisaran 3-33).18
Jeremy M Khan dkk, Kansas City, US 2006, mengevaluasi skor APACHE
III terhadap kejadian pneumonia nosokomial oleh ventilator mekanik,
mendapati skor 68±31 terhadap 87-150 pasien/tahun (kuartil I), skor
70±32 terhadap 151-275 pasien/tahun (kuartil II), 74±33 , 276-400
pasien/tahun (kuartil III), skor 78±34 dari 401-617 pasien/tahun (kuartil
IV).35 Silverose Ann, Manila, Filipina, 2004, mendapati skor APACHE III
terhadap kejadian late onset VAP sebesar 16,73±7,39 (berkisar 4-38,
p=0,661) terhadap 60 pasien yang mendapatkan ventilator mekanik
selama > 5 hari. Analisa statistikal univariat menunjukkan skor APACHE III
didapati lebih tinggi terhadap late onset VAP.36
Rajnish Gupta dkk mengevaluasi skor APACHE II terhadap
pasien-pasien dengan masalah respirasi di Institute tuberculosis & respiratory
disease di New Delhi, India tahun 2003 mendapati rata-rata nilai skor
12,87 ± 8,25 atau berkisar 1 – 47, didapati sebanyak 287 (87 %) yang
APACHE II berkisar masing-masing 11,34±6,75 (range 1-37) dan
23,09±10,01 (range 5-47) dari 330 pasien.11 CK Lee dkk (2002)
mengaplikasikan APACHE skor terhadap penderita yang masuk ke ruang
gawat darurat dan resusitasi di Hongkong mendapatkan dari 88 pasien, 13
(15 %) meninggal dan 75 (85 %) bertahan. Faktor signifikan berhubungan
dengan kematian termasuk usia, mean arterial pressure, tekanan darah,
frekuensi pernapasan, pH arteri, serum sodium, Glasgow Coma Score dan
chronic health points. Dengan menggunakan analisis logistik regresi
mendapatkan prediksi yang kuat terhadap kematian dimana nilai cut off
score > 28 , sensitiviti 100,0 % (95 % CI 100,0 – 100,0) spesifisiti 68 % (95
% CI 56,2 – 78,3), positive likelihood rasio 3,13, positive prediktive value
35,1, dan negative likelihood rasio 100,0.37 Hsu CW dkk (2001) di Korea
membandingkan skor APACHE II dan III terhadap pasien gagal napas
yang masuk ICU, mendapatkan kedua skor secara signifikan
menunjukkan tingginya skor berhubungan dengan tingginya kematian.
Sistem APACHE III menunjukkan diskriminasi yang lebih tinggi nilainya
dibanding APACHE II. Variabel-variabel oksigenasi, mean artery pressure,
frekuensi pernapasan, konsentrasi serum kreatinin dan Glassgow Coma
Scale memainkan peranan yang penting dalam memprediksi survival
2.5KERANGKA KONSEP
Pasien-pasien Pneumonia dengan atau tanpa gagal
napas
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian adalah penelitian kuantitatif non eksperimental
berupa observasional analitik dengan pendekatan perspektif logitudinal
studi.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H
Adam Malik dan RS Pirngadi Medan selama kurun waktu 3 bulan atau
sampel telah terpenuhi.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.3.1 Populasi Target
Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa
3.3.2 Populasi Terjangkau
Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa ≥ 24
jam.
3.3.3 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi
3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus yaitu :
n = Zα2PQ
d2 dimana :
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang nilainya tergantung
pada nilai α yang ditentukan, α = 0,05 Zα = 1,96
P = Nilai sensitifitas yang didapati dari kepustakaan sebesar
70 %. (Wiweka dkk,2003)
Q = 1 – P = 0,30
d = penyimpangan yang dapat diterima sebesar 10%
n = 1,962 . 0,70 (0,30) 0,12
n = 80,6 ≈ 81
besar sampel yang dievaluasi minimal sebanyak 81
3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
3.5.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien-pasien penderita pneumonia (CAP/HAP/pneumonia
aspirasi) dewasa usia ≥ 20 tahun yang masuk dan dirawat
di ICU dewasa.
b. Lama rawatan ICU ≥ 24 jam.
c. Pencatatan dan observasi nilai terburuk skor APACHE III dalam
3.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Edema paru kardiogenik
b. Atelektasis
c. Pasien-pasien dari rawat inap yang sebelumnya sudah
mengalami koma berkepanjangan.
d. Pasien-pasien dari IGD rujukan ICU rumah sakit lain yang
sebelumnya sudah mengalami koma berkepanjangan.
3.6 PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Pasien-pasien pneumonia yang masuk ICU dilakukan observasi
pengamatan dan pencatatan skor APACHE III dalam 24 jam
pertama.
2. Observasi lama rawatan dan prognosis hasil akhir perawatan
(outcome prognosis), sembuh (keluar perawatan ICU) atau
meninggal.
3. Hasil pengamatan prognosis kemungkinan hidup atau meninggal
berdasarkan waktu per jamnya.
3.6.1 KERANGKA OPERASIONAL
SAMPEL Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
NILAI SKOR APACHE III
ANALISA STATISTIK
LAMA RAWATAN
HIDUP/ BERTAHAN
DATA
MENINGGAL
HASIL PENELITIAN - Nilai cut off point skor APACHE III - Nilai persentase sensitifitas dan spesifisitas
skor APACHE III
- Nilai predictive values skor APACHE III - Nilai likelihood ratio skor APACHE III - Nilai survival life prognosis pneumonia di
ICU
PASIEN-PASIEN
3.7 VARIABEL PENELITIAN
3.7.1 Variabel bebas
Skor APACHE III penilaian terburuk 24 jam pertama pasien
pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) yang masuk dan dirawat di
ICU dewasa.
3.7.2 Variabel terikat
Hasil akhir prognosis pasien pneumonia (CAP/HAP/pneumonia
aspirasi) saat keluar rawatan, hidup / bertahan atau meninggal dari ICU
dewasa.
3.8 DEFINISI OPERASIONAL
1. Pasien-pasien pneumonia di ICU (CAP/HAP/pneumonia aspirasi)
adalah pasien-pasien dewasa berusia ≥ 20 tahun yang masuk dan
dirawat di ICU dewasa ≥ 24 jam.
2. Sistem skoring APACHE III adalah sistem untuk menganalisa
prognosis (sembuh/keluar perawatan ICU atau meninggal) terhadap
pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk dan dirawat di ICU
dewasa.
3. Skor APACHE III adalah skor pencatatan terburuk dalam 24 jam
pertama terhadap pasien-pasien critcal ill yang masuk ICU, yang
4. Skor Fisiologik Akut adalah skor pencatatan dan observasi terburuk
untuk nilai tanda-tanda vital, abnormalitas laboratorium, status
neurologik dan keseimbangan asam basa yang nilainya berkisar 0 –
252.
5. Prognosis perawatan adalah hasil akhir perawatan (outcome
prognosis), keluar dari perawatan ICU, hidup/ bertahan atau meninggal.
6. Nilai AaDO2 (Alveolar Arterial Oxygen Gradient) didapat dengan
menggunakan rumus AaDO2 = (7,13 x FiO2) – (paCO2/0,8) – (paO2)
3.9 MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
- Untuk karakter-karakter subjek penelitian disajikan dalam bentuk
tabulasi.
- Untuk mendapatkan nilai cut off point skor APACHE III dianalisa dengan
Receiver Operating Curve (ROC).
- Untuk mendapatkan nilai persentase sensitiviti dan spesifisiti skor
APACHE III dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker
Sensitivitas = a: (a+c)
Spesifisitas = d: (b+d)
- Untuk mendapatkan nilai duga (predictive values) dengan menggunakan
rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker
Nilai prediksi positif = a: (a+b)
- Untuk mencari likelihood ratio dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2
dan Cat Maker RK positif = a/(a+c) : b/(b+d), RK negatif = c/(a+c) :
d/(b+d).
- Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien pneumonia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian pada sejumlah total 81 subjek penderita
pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) dari sejumlah 62 subjek dari
rawatan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan 19 subjek dari rawatan
ICU dewasa RSU Pirngadi Medan yang dilakukan pencatatan dan
observasi prognosis sesuai kriteria sistem skoring APACHE III secara
perspektif longitudinal studi dan hasilnya dianalisa secara statistik
disajikan sebagai berikut.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapati subjek penderita
terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 44 (54,3%) daripada perempuan
sebanyak 37 (45.7%) subjek.
Berdasarkan karakteristik umur subjek penelitian didapati umur
termuda 20 tahun dan tertua 84 tahun dan dikelompokkan menjadi
kelompok umur 20 – 29 tahun, kelompok umur 30 – 39 tahun, kelompok
umur 40 – 49 tahun, kelompok umur 50 – 59 tahun dan kelompok umur ≥
60 tahun. Subjek penelitian terbanyak dijumpai pada kelompok umur ≥ 60
tahun yaitu sebanyak 27 (33,3%) dan terendah pada kelompok umur 30 –
39 tahun yaitu sebanyak 7 (8,6%). Rata-rata umur subjek penelitian
Asal rawatan subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok
asal rawatan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan kelompok asal rawatan
ruang rawat, dijumpai subjek asal rawatan IGD lebih banyak dari asal
rawatan ruang rawat yaitu masing-masing sebanyak 43 subjek (53,1%)
dan 38 subjek (46,9%).
Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) sesuai kriteria sistem
skoring APACHE III, dijumpai hasil akhir rawatan (prognosis) subjek
penelitian yang meninggal/ mati lebih besar dibanding subjek penelitian
yang hidup/ bertahan, yaitu masing-masing sebesar 61 (75,3%) dan 20
(24,7%).
Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik Jumlah Persentase
(n) (%)
Jenis Kelamin
Laki‐laki 44 54,3
Perempuan 37 45,7
Kelompok Umur
20 ‐29 tahun 10 12,3
30 ‐ 39 tahun 7 8,6
40 ‐ 49 tahun 12 14,8
50 ‐ 59 tahun 25 30,9
≥ 60 tahun 27 33,3
Asal Rawatan
IGD 43 53,1
Ruang Rawat 38 46,9
Hasil Akhir
(Prognosis)
Hidup 20 24,7
Rata-rata nilai skor APACHE III yang didapat berkisar 58,30
(SD17,66). Rata-rata nilai skor fisiologik akut yang didapat berkisar 51,53
(SD17,27). Rata-rata lama rawatan yang didapat berkisar 80,92 jam (3,37
hari).
4.2 Hasil akhir rawatan (prognosis) berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, kelompok umur dan asal rawatan
Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara skor APACHE III
hari pertama rawatan dengan hasil akhir rawatan (prognosis) subjek
penelitian keluar dari ICU. Prognosis buruk bila terjadi kematian. Dugaan
kematian pasien-pasien critical ill pneumonia (CAP/HAP/pneumonia
aspirasi) yang masuk di ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui besarnya
peluang pasien memperoleh kesembuhan dari perawatannya.
Pengamatan follow up hasil akhir rawatan (prognosis) subjek
penelitian hidup/bertahan atau mati/ meninggal sesuai kriteria sistem
skoring APACHE III, berdasarkan karakteristik jenis kelamin dari hasil
akhir rawatan (prognosis) sebanyak 20 subjek yang hidup/ bertahan
dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 12 (60,0%) daripada
subjek perempuan sebanyak 8 (40,0%) dan terhadap 61 subjek yang mati/
meninggal dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 32 (52,5%)
Tabel 7. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis)
berdasarkan karakteristik jenis kelamin
Jenis
Kelamin Total
Hasil Akhir
(Prognosis)
Hidup (n,%) Mati (n,%)
Laki‐laki 12 (60,0) 32 (52,5) 44 (54,3)
Perempuan 8 (40,0) 29 (47,5) 37 (45,7)
Total 20 (100,0) 61 (100,0) 81 (100,0) x2= 0,345 df= 1 p=0,557
Pengamatan hasil akhir rawatan (prognosis) hidup/ bertahan dan mati/
meninggal subjek penelitian berdasarkan kelompok umur dimana
prognosis buruk adalah terjadinya kematian. Hasil akhir rawatan
(prognosis) mati/ meninggal dari sebanyak 61 subjek yang mati/
meninggal dapat dilihat pada kelompok umur ≥ 60 tahun dijumpai kejadian
prognosis kematian terbesar sebanyak 21 (34,4%) subjek. Pada kelompok
umur 30 – 39 tahun dijumpai prognosis kematian terendah yaitu sebanyak
4 (6,6%) orang. Hal ini menunjukkan didapatinya kecenderungan
Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis) dengan
karakteristik kelompok umur
Umur Hidup Mati Total
(Thn) (n, %) (n, %) (n, %)
20 – 29 1 (5,0) 9 (14,8) 10 (12,3)
30 – 39 3 (15,0) 4 (6,6) 7 (8,6)
40 – 49 2 (10,0) 10 (16,4) 12 (14,8)
50 – 59 8 (40,0) 17 (27,9) 25 (30,9)
≥ 60 6 (30,0) 21 (34,4) 27 (33,3)
Total 20 (100,0) 61 (100,0) 81 (100,0) x2=3,625 df=4 p=0,459
Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik
asal rawatan subjek penelitian dari 61 subjek dengan prognosis mati/
meninggal dijumpai terbanyak berasal dari IGD sebanyak 35 (57,4%)
subjek daripada yang berasal dari ruang rawat sebanyak 26 (42,6%)
subjek. Sedang dari 20 subjek prognosis hidup/ bertahan dijumpai
terbanyak berasal dari ruang rawat sebanyak 12 (60,0%) daripada 8
(40,0%) yang berasal dari IGD.
Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis) dengan
karakteristik asal rawatan
Asal Rawatan Hidup Mati Total
(n, %) (n, %) (n, %)
IGD 8 (40,0) 35 (57,4) 43 53,1)
Ruang Rawat 12 (60,0) 26 (42,6) 38 (46,9)
4.3 Hasil akhir rawatan (prognosis) dengan skor APACHE III, skor
fisiologik akut dan lama rawatan
Skor APACHE III hubungannya dengan hasil akhir rawatan
(prognosis) hidup/ bertahan atau mati/ meninggal pasien-pasien critical ill
pneumonia di ICU, dari 81 subjek yang diikuti didapati dari 20 subjek
prognosis hidup didapati nilai rata-rata skor APACHE III berkisar 35,85
(SD 6,30) dan dari 61 subjek yang mati didapati berkisar 65,65 (SD13,42).
Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis
Prognosis Jumlah
Rata‐rata Skor APACHE
III
Standar Deviasi
(n)
Hidup 20 35,85 6,30
Mati 61 65,65 13,42
t=-13.407 p=0,0001
Skor fisiologik akut dalam hubungannya dengan hasil akhir rawatan
(prognosis), dari 20 subjek yang hidup/ bertahan didapati nilai rata-rata
berkisar 29,55 (SD 7,11) dan dari 61 subjek yang mati/ meninggal
didapati berkisar 58,73 (SD 12,95). Terdapat perbedaan skor APACHE III
Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis
Prognosis Jumlah
Rata‐rata Skor Fisiologik
Akut
Standar Deviasi
(n)
Hidup 20 29,55 7,11
Mati 61 58,73 12,95
t=-12.694 p=0,0001
Lama rawatan yang diamati dalam hubungannya dengan prognosis
hidup/ bertahan atau mati/ meninggal terhadap subjek penelitian, yaitu
terhadap 20 subjek prognosis hidup/ bertahan didapati rata-rata lama
rawatan berkisar 86,04 (SD 83,60) jam (3,48 hari). Lama rawatan dari 61
subjek penelitian yang mati/ meninggal didapati rata-rata berkisar 79,32
(SD 86,82) jam (3,30 hari). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan antara
prognosis hidup dan mati. p=0,767
Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis
Prognosis Jumlah Rata‐rata
Standar Deviasi
(n) (Jam) (Jam)
Hidup 20 86,04 83,60
Mati 61 79,32 86,82
t=0,297 p=0,767
4.4 Ketepatan skor APACHE III dengan hasil akhir rawatan
(prognosis)
values) dan nilai likelihood ratio. Dari sebanyak 81 subjek yang diamati
didapati skor APACHE III mulai dari nilai terendah skor APACHE III ≥ 25
(SA1) dan tertinggi skor APACHE III ≥ 105 (SA17) yang telah dilakukan
analisa statistik hasilnya seperti tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 13. Skor APACHE III, nilai sensitiviti, spesifisiti, nilai prediksi dan
likelihood ratio
Skor
APACHE III Sensitiviti Spesifisiti
Nilai Prediksi
Nilai
Prediksi Likelihood Likelihood
(%) (%) Positif (%) Negatif (%)
Dari hasil analisa statistik terhadap masing-masing skor APACHE III yang
didapat dari nilai skor terendah ≥ 25 (SA1) dan terbesar ≥ 105 (SA17)
ternyata yang menunjukkan hasil sensitiviti dan spesifisiti yang nilainya
Dari cut off skor APACHE III pada skor ≥35 (SA3) dilakukan analisa
dengan uji tabel 2x2 didapati perbedaan yang bermakna antara prognosis
yang hidup dan mati, yaitu dimana pada skor APACHE III < 35 didapat
prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 9 (45,0%) dan 1 (1,6%)
dan pada skor ≥ 35 prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 11
(55,0%) dan 60 (98,4%).
Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off skor 35 terhadap prognosis hidup
dan mati
Skor APACHE
III Prognosis
Mati Hidup
n, % n, %
<35 1 (1,6%) 9 (45,0%)
≥35 60 (98,4%) 11 (55,0%)
Total 61 (100,0%) 20 (100,0%)
X2=26,168 df=1 p=0,0001
4.5 Analisis Kesintasan Kaplan Meier terhadap hasil akhir rawatan
(prognosis) dengan skor APACHE III dengan interval waktu
pengamatan
Analisa statistik untuk melihat perkiraan kejadian prognosis buruk/
kematian dengan waktu pengamatan yang mana tujuannya melihat
seberapa lama perkiraan lama bertahan (survival life) pasien-pasien
kesintasan (survival analysis) dengan metode Kaplan Meier dan hasilnya
seperti pada tabel berikut.
Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival analysis) prognosis
pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa
Interval Waktu
Jumlah Subjek
Jumlah
Kematian Proporsi
Proporsi Kumulatif Pengamatan Pada Awal Selama Survival Survival Pada
(24 Jam) Interval Interval Akhir Interval
Hasil analisa kesintasan survival analysis di atas selanjutnya dituangkan
dalam bentuk kurva tabel kehidupan / lama bertahan (survival life) yang
Gambar 1. Kurva tabel kehidupanprognosis pasien-pasien pneumonia
dengan kriteria APACHE III di ICU dewasa.
Pada analisa kesintasan dengan metode Kaplan Meier ini, dimana lama
interval pengamatan yang ditetapkan selama 2 minggu, didapati hasil
perkiraan lama bertahan (survival life) yaitu pada median 68,118 jam (2,83
hari) yang artinya 50% subjek penelitian diperkirakan dapat bertahan
hidup/ survival sampai pada interval waktu 68,118 jam ( 2,83 hari).
Dari analisa berdasarkan nilai cut off skor APACHE III didapat
pada skor APACHE III ≥ 35 (SA3) yang mana untuk melihat peluang
perbedaan antara progosis hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, hasil
analisis log-rank test dengan p=0,002 didapati perbedaan yang signifikan
antara prognosis yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal
pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa, seperti
tertera pada kurva dibawah ini.
Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan cut off
Skor APACHE III ≥ 35
LAMA RAWATAN P
R O B A B I L I T A S