LANDASAN TEORI
3.2. Metode Perawatan
3.2.1. Reability Centered Maintenance (RCM)
Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses teknik
logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada
Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah menyadari bahwa konsekuensi
atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya dalam konteks operasi sekarang (present operating).
RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan
Preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari
peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif. Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance (RCM) didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi
dari peralatan beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.
Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan
maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap
reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive maintenance.
Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat
predictive dengan pembagian sebagai berikut:
1. < 10% Reactive. 2. 25% - 35% Preventive. 3. 45% - 55% Predictive.
RCM memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan fungsi. Pemeliharaan fungsi merupakan ciri RCM yang penting dan juga sulit. Sasaran RCM adalah memelihara fungsi sistem (preserve system function).
2. Identifikasi kegagalan. Kegagalan dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Hal yang penting adalah mengidentifikasi bentuk kegagalan khusus pada komponen tertentu yang secara potensial menghasilkan kegagalan fungsi yang tidak diinginkan.
3. Prioritas kebutuhan fungsi. Usaha untuk dapat menentukan keputusan secara sistemik berdasar alokasi budget dan resources. Dengan kata lain semua fungsi tidak diciptakan sama sehingga semua kegagalan fungsi dan komponen yang berhubungan dan bentuk kegagalan tidaklah sama. Sehingga kita ingin untuk memprioritaskan bentuk kegagalan yang penting.
4. Pemilihan preventive maintenance yang effective dan applicable. Dikatakan
applicable bila tugas dapat dijalankan, maka akan melakukan satu dari tiga
alasan untuk melakukan preventive maintenance yaitu mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan dan menemukan kegagalan tersembunyi. Dikatakan
effective bila kita menginginkan sumber kita (fasilitas yang ada) melakukan
tugas tersebut.
Prinsip – Prinsip RCM, antara lain:
1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu sitem/alat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem / alat tersebut sesuai dengan harapan.
2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu komponen mengalami kegagalan.
3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistem/equipment
untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan.
4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.
5. RCM mengutamakan keselamatan (safety) baru kemudian untuk masalah ekonomi.
6. RCM mendefinisikan kegagalan (failure) sebagai kondisi yang tidak memuaskan (unsatisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan. 7. RCM harus memberikan hasil-hasil yang nyata / jelas, Tugas yang dikerjakan
harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (failure) atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akaibat kegagalan.
Tujuan dari RCM adalah:
1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada level-level tertentu dari sistem.
3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.
4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.
Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive
maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun
keuntungan RCM adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien.
2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan.
4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak.
5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. 6. Meningkatkan reliability komponen.
7. Menggabungkan root cause analysis.
Sebelum menerapkan RCM, harus ditentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM terlebih dahulu. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM dijelaskan dalam bagian berikut.
1. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi
Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
a. Pemilihan Sistem
Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
1. Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.
2. Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem.
b. Pengumpulan Informasi
Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis
RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.
2. Pendefenisian Batasan Sistem
Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.
3. Deskripsi sistem dan diagram blok fungsi
Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan system work breakdown structure (SWBS). 4. Fungsi sistem dan kegagalan fungsi
Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kepada kegagalan peralatan karena kegagalan komponen akan dibahas lebih lanjut di tahapan berikutnya (FMEA). Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem.
5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan menganalisis
pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan
level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan-tindakan
perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang kritis. Teknik analisis ini lebih menekankan pada hardware orient atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisis yang dilakukan, dimulai dari peralatan yang mempunyai tingkat terendah dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti memaparkan berbagai kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem dituliskan pada sebuah FMEA Worksheet. Dari analisis ini kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih terhadap komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang tepat.
Hal utama dalam FMEA adalah Risk Priority Number (RPN). RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect (severity), kemungkinan terjadinya
cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect
(occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi
(detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
RPN = Severity * Occurrence * Detection
6. Logic Tree Analysis (LTA)
Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini.
7. Pemilihan Tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut:
a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.
b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya.
Pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance
(RCM) terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Condition Directed (C.D), tindakan yang diambil yang bertujuan untuk
mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.
b. Time Directed (T.D), tindakan yang bertujuan untuk melakukan
pencegahan langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur komponen.
c. Finding Failure (F.F), tindakan yang diambil dengan tujuan untuk
menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.
3.2.2. FFI (Failure Finding Interval) 3
FFI atau Failure Finding Interval juga disebut prediksi atau kondisi berbasis pemeliharaan. Strategi ini bergantung pada kemampuan perawatan untuk mendeteksi potensi kerusakan diawal untuk mengambil tindakan yang tepat. Metode ini dapat menganalisis menggunakan kurva. Kurva umum yang menggambarkan kondisi peralatan sebagai pendekatan kegagalan adalah kurva P-F. Kurva P-F menunjukkan bahwa kegagalan mulai terjadi ketika peralatan memburuk ke titik di mana mungkin dapat dideteksi (P).
3
Lestari, Fitra. 2010. Enhance of Overall Equipment Effective Using Failure Fiding Interval. University Technology Malaysia
Jika kegagalan tidak terdeteksi dan dikurangi, ini terus sampai terjadi kegagalan keras (F). Rentang waktu antara P dan F disebut interval P-F adalah jendela peluang selama inspeksi mungkin dapat mendeteksi kegagalan dekat dan mengatasinya. Interval P-F dapat diukur dalam satuan terkait dengan paparan seperti menjalankan siklus waktu. Setelah interval kegagalan diperoleh, perusahaan dapat melaksanakan perawatan preventif terhadap peralatan yang ada. Interval P-F dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. P-F curves and P-F intervals
Adapun langkah-langkah perawatan dengan menggunakan metode FFI dapat dilihat pada flowchart berikut ini .
Gambar 3.3. Flowchart Maintenance Using FFI