• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serapan anggaran Badan Karantina Pertanian tahun 2012 - 2016 berfluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Serapan Anggaran Badan Karantina Pertanian TA 2012 – 2016

URAIAN SERAPAN TA 2011 – 2015 2012 2013 2014 2015 2016*) PAGU (Rp) 734,303,739,000 807,354,242,000 604,699,761,000 749,498,063,000 894,424,353,000 REALISASI (Rp) 623,122,158,005 755,271,997,838 583,724,337,022 710,051,956,135 848,409,848,021 PERSENTASE 84.86 93.55 96,58 94,74 94,86

Catatan : *) Pemotongan Rp 35 M masih diperhitungkan sebagai pembagi. Apabila Rp 35 M tidak diperhitungkan sbg pembagi, serapan = 98,72%

Adapun anggaran Badan Karantina Pertanian dan realisasinya berdasarkan jenis belanja TA 2016 dengan sebagai berikut :

No Satker/ Kode Jenis Belanja Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % 1. 51 Blj. Pegawai 251,602,736,000 250,401,277,400 99,53 2. 52 Blj. Barang 380,223,198,000 353.714.573.837 93,63 3. 53 Blj. Modal 262,598,419,000 244.293.996.785 93,03 Total 894,424,353,000 848,409,848,021 94,86

Sedangkan anggaran dan realisasinya per kegiatan utama sebagai berikut :

Kode Program/Kegiatan Utama Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % Peningkatan Kualitas karantina Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati 894,424,353,000 859,424,353,000 976,685,338,000 848,409,848,021 94,86 98,72 1818 Peningkatan Kepatuhan Kerjasama dan Pengembangan Sistem Informasi 10,952,334,000 9,486,564,000 10,409,610,000 9,395,454,184 85,78 99,04 1819 Peningkatan Sistem Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani 7,227,012,000 5,662,253,000 8,357,436,000 5,483,776,662 75,88 96,85

54

1820 Peningkatan Sistem

Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati

8,781,316,000 7,077,303,000 10,088,340,000 6,971,200,851 79,39 98,50 1821 Dukungan manajemen

dan dukungan teknis lainnya 78,851,113,000 72,703,097,000 89,852,591,000 71,821,669,981 91,08 98,78 1822 Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Laboratorium Uji Standard an Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian 37,951,582,000 35,613,749,000 40,267,264,000 35,107,468,073 92,51 98,58 1823 Peningkatan kualitas pelayanan Karantina dan Pengawasan Keamanan Hayati 750,660,996,000 728,881,387,000 817,710,097,000 719,630,278,270 95.87 98.73

Keterangan : Pagu dan serapan apabila pemotongan Rp 35 M diperhitungkan (cetak biru) dan pagu awal sesuai Perjanjian Kinerja (cetak merah)

Pada tahun 2016 terjadi 3 kali pemotongan anggaran sehingga pagu Badan Karantina Pertanian yang awalnya Rp. 976,685,338,000 (sesuai Perjanjian

Kinerja) menjadi Rp 894,424,353,000 (Pagu Akhir). Berdasarkan pagu

akhir tersebut, apabila pagu pemotongan Badan Karantina Pertanian tidak dijadikan pembagi, maka capaian serapan anggaran tahun 2016 (98,86%) jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015 (94,74 %). Hal ini karena telah dilakukan rekonsiliasi kegiatan lingkup satker Barantan secara periodik, sehingga dapat melakukan pergeseran atau pengumpulan anggaran anggaran yang tidak terserap. Hasil pergeseran anggaran antar satker maupun hasil pengumpulan sisa-sisa anggaran yang tidak teserap kemudian direvisi, sehingga anggaran lebih optimal digunakan.

Apabila melihat trend serapan anggaran tahun 2015 dan 2016 antara target dengan realisasi polanya sudah cukup baik mengingat telah mengikuti pola serapan target (tidak menumpuk dibelakang), seperti terlihat pada gambar berikut :

Uraian Serapan (%)

JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEP OKT NOV DES

Target 8.33 16.67 25 33.33 41.67 50 58.33 66.67 75 83.33 91.67 100

2015 3.8 8.03 13.56 22.23 28.49 36.9 48.5 57.47 63.71 72.71 84.16 94.74

55

Gambar 11. Trend Serapan Anggaran Tahun 2015 dan Tahun 2016

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan anggaran yang diberikan Badan Karantina Pertanian TA 2016 maka digunakan perbandingan antara realisasi pagu maupun fisik kegiatan dengan rumus sebagaimana terlampir. Hasil perhitungannya bahwa efisiensinya = 10,25% dengan nilai efisiensi 75,62%. Sedangkan berdasarkan perhitungan dengan aplikasi PMK 249/2011 bahwa nilai kinerja Badan Karantina Pertanian = 93,57 %.

Hambatan /Kendala dan Solusinya

Apabila capaian keenam indikator semuanya telah memenuhi target bahkan melebihi. Namun demikian masih diketemukannya OPTK A1 berdasarkan hasil pemantauan daerah sebar OPTK TA 2016 menjadi permasalahan tersendiri terhadap tugas dan fungsi Badan Karantina Pertanian.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kinerja Badan Karantina Pertanian terhadap permasalahan yang masih muncul , antara lain :

Terkait dengan sasaran ke-1 yaitu “meningkatnya efektifitas pengendalian resiko masuk, tersebar dan keluarnya HPHK dan OPTK” sampai saat ini yang masih perlu mendapatkan perbaikan adalah 3 aspek, yaitu : Kebijakan, SDM

dan Sarana/Prasarana Tindakan Karantina yang saling berkaitan satu dengan

yang lainnya .

Seperti diketahui bahwa secara geografis Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terletak diantara 2 benua yaitu Asia dan Australia. Resiko masuk dan menyebarnya HPHK dan OPTK ke dalam wilayah RI dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan frekuensi sertifikasi yang terus meningkat sampai dengan tahun 2016. Disisi lain jumlah

56

petugas karantina masih belum sebanding dengan jumlah pintu-pintu pemasukan

dan pengeluaran yang menjadi kendali tugas dan fungsi Badan Karantina Pertanian. Bahkan total SDM Badan Karantina pertanian pada tahun 2016 cenderung menurun bila dibandingkan tahun 2015 karena pensiun, meninggal dunia serta terkena punishment, sedangkan tahun 2016 tidak ada penerimanaan pegawai.

Apabila melihat sarana dan prasarana tindakan karantina, Badan Karantina Pertanian terus melakukan upaya perbaikan dengan melihat keterbatasan anggaran yang ada di UPT. Apalagi pada tahun 2016 telah dilakukan kebijakan pemotongan anggaran. Hal ini sedikit banyak dapat mempengaruhi kualitas dari pelaksanaan tindakan 8 P (Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan, Penahanan, Penolakan, Pemusnahan dan Pelepasan) di pintu-pintu pemasukan/ pengeluaran..

Dari aspek kebijakan perkarantinaan dan keamanan hayati masih perlu terus dilakukan upaya pelengkapan dan perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan karantina hewan dan karantina tumbuhan yang masih terhutang yang merupakan turunan dari PP 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan serta PP 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Menurut data yang ada terdapat 10 pasal yang belum ditindaklanjuti dalam bentuk Permentan terkait dengan Karantina Hewan serta terdapat 4 pasal yang belum ditindaklanjuti dalam bentuk Permentan terkait dengan Karantina Tumbuhan. Sampai saat ini Revisi Undang-Undang No 16 Tahun 1992 belum selesai (sebetulnya ditargetkan tahun 2016), sebagai penguatan kebijakan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Badan Karantina Pertanian.

Dalam rangka perbaikan kualitas untuk mengendalikan risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian sebagai berikut :

1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Karantina Pertanian dengan terus mengasah dan meningkatkan kompetensinya sebagai petugas karantina melalui diklat teknis, pendidikan formal S-2/S-3 sesuai bidang tugas dan fungsinya, mengikut sertakan petugas karantina dalam even-even strategis baik nasional maupun internasional (Workshop, Seminar, Short Course terkait dengan Karantina) 2) Melakukan identifikasi dan prioritas pembangunan atau renovasi terhadap

tempat-tempat pemasukan yang menjadi titik kritis dalam upaya pengendalian risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK, seperti sarana dan prasarana pemeriksaan laboratories, sarana dan prasarana tindakan perlakuan dan pemusnahan.

3) Berupaya mendorong penyelesaian beberapa konsep kebijakan karantina hewan, karantina tumbuhan yang posisinya masih di Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.

4) Pengembangan kebijakan pengendalian impor dengan melakukan analisis risiko ke Negara asal, seperti : Pre Shipment Inspection (PSI), Pest Free Area (PFA),

57

Pest Free Production Side (PFPS), Registrasi Laboratorium di Negara Mitra

Dagang.

Terkait dengan sasaran ke-2 yaitu meningkatnya kualitas pelayanan tindakan

karantina dan pengawasan keamanan hayati terhadap ekspor MP HPHK dan OPTK dan keamanan hayati yang sampai saat masih perlu mendapatkan

perhatian antara lain adalah kurangnya kualitas dalam melakukan tindakan perlakuan terhadap komoditas ekspor sehingga mendapatkan Notification of Non

Compliance (NNC). Namun jumlah NNC yang diterbitkan dari Negara tujuan TA

2016 masih aman apabila dibandingkan dengan target NNC sesuai dengan Indikator Kinerja Utama.

Adapun masih munculnya NNC ini kemungkinan salah satunya karena pelaksanaan tindakan karantina khususnya perlakuan yang dilakukan oleh pihak ketiga tidak standar sehingga dimungkinkan masih ada ditemukan serangga hidup di Negara tujuan. Sehingga perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

1) Peningkatan efektifitas pengawasan untuk produk-produk pertanian ekspor terutama yang memerlukan tindakan perlakuan karantina.

2) Peningkatan kuantitas dan kompetensi terhadap petugas-petugas karantina yang melakukan pengawasan perlakuan karantina

3) Terus melakukan kajian-kajian terhadap alternative perlakuan selain dengan metil bromide

Terkait dengan sasaran ke-3 yaitu meningkatnya kepatuhan dan kepuasan

pengguna jasa karantina pertanian yang masih perlu mendapatkan perhatian

antara lain : bahwa masih adanya kasus-kasus pelanggaran terhadap UU Nomor 16 Tahun 1992, seperti maraknya pemasukan media pembawa HPHK/OPTK secara illegal. Hal ini karena tidak sebandingmya antara jumlah petugas karantina dengan rentang kendali garis pantai yang ada. Untuk menjaga pintu-pintu yang telah ditetapkan saja keperluan petugas karantina masih kurang, apalagi terhadap pintu-pintu yang belum ditetapkan. Untuk mengupayakan solusi terhadap permasalahan tersebut sebetulnya sudah dilakukan secara bertahap termasuk pada tahun 2016, antara lain :

1) Pengembangan kerjasama dengan instansi terkait untuk koordinasi pengawasan karantina, yaitu : PKS BARANTAN - TNI AD tanggal 5 April 2016 dan PKS

BARANTAN – TNI AL tanggal 20 Mei 2016. Sehingga tahun 2017 perlu

dikembangkan dan diperkuat untuk koordinasi pengawasan di daerah zona rawan pemasukan illegal / Pos Lintas Batas Negara (PLBN)

2) Pengembangan dan penguatan kerja sama perkarantinaan secara regional dengan BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia dan Phillipine).

3) Pengembangan kebijakan terkait pengawasan dan penindakan

4) Penguatan sumber daya secara bertahap baik dari aspek sumber daya manusia serta sarana dan prasarana terutama di pintu-pintu yang rawan dengan pemasukan illegal. Selain itu dalam aspek kelembagaan diperlukan adanya struktur di bidang pengawasan dan penindakan maupun intelijen pada organisasi UPT Badan Karantina Pertanian

58

Laporan Kinerja Badan Karantina Pertanian 2016 ini memberikan gambaran tentang pencapaian kinerja Badan Karantina Pertanian berdasarkan target-target yang tersurat dalam Indek Kinerja Utama (IKU) Badan Karantina Pertanian. Laporan ini merupakan wujud dari transparansi dan akuntabilitas Badan Karantina Pertanian dalam melaksanakan berbagai kewajiban dalam rangka pembangunan pertanian.

Apabila dilihat capaian kinerja dari sasaran yang ada dan telah dilakukan perhitungan secara kuantitatif maka untuk sasaran program ke-1, ke-2 dan ke-3 termasuk Sangat Berhasil. Namun demikian keberhasilan kinerja juga perlu ditingkatkan kualitasnya dan tentunya kegagalan wajib diperbaiki di tahun-tahun mendatang. Beberapa permasalahan/hambatan serta strategi pemecahan masalah sebagai upaya peningkatan kinerja, antara lain :

Dalam rangka perbaikan kualitas untuk mengendalikan risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian sebagai berikut :

1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Karantina Pertanian dengan terus mengasah dan meningkatkan kompetensinya sebagai petugas karantina melalui diklat teknis, pendidikan formal S-2/S-3 sesuai bidang tugas dan fungsinya, mengikut sertakan petugas karantina dalam even-even strategis baik nasional maupun internasional (Workshop, Seminar, Short Course terkait dengan Karantina)

2) Melakukan identifikasi dan prioritas pembangunan atau renovasi terhadap tempat-tempat pemasukan yang menjadi titik kritis dalam upaya pengendalian risiko masuk, menyebar dan keluarnya HPHK/OPTK, seperti sarana dan prasarana pemeriksaan laboratories, sarana dan prasarana tindakan perlakuan dan pemusnahan.

3) Berupaya mendorong penyelesaian beberapa konsep kebijakan karantina hewan, karantina tumbuhan yang posisinya masih di Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.

4) Pengembangan kebijakan pengendalian impor dengan melakukan analisis risiko ke Negara asal, seperti : Pre Shipment Inspection (PSI), Pest Free Area (PFA),

Pest Free Production Side (PFPS), Registrasi Laboratorium di Negara Mitra

Dagang.

Adapun masih munculnya NNC ini kemungkinan salah satunya karena pelaksanaan tindakan karantina khususnya perlakuan yang dilakukan oleh pihak ketiga tidak standar sehingga dimungkinkan masih ada ditemukan serangga hidup di Negara tujuan. Sehingga perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

1) Peningkatan efektifitas pengawasan untuk produk-produk pertanian ekspor terutama yang memerlukan tindakan perlakuan karantina.

2) Peningkatan kuantitas dan kompetensi terhadap petugas-petugas karantina yang melakukan pengawasan perlakuan karantina

BAB IV

PENUTUP

59

3) Terus melakukan kajian-kajian terhadap alternative perlakuan selain dengan

metil bromide

Masih sering munculnya kasus-kasus pelanggaran terhadap UU No 16 Tahun 1992, karena tidak sebandingmya antara jumlah petugas karantina dengan rentang kendali garis pantai yang ada. Untuk menjaga pintu-pintu yang telah ditetapkan saja keperluan petugas karantina masih kurang, apalagi terhadap pintu-pintu yang belum ditetapkan. Untuk mengupayakan solusi terhadap permasalahan tersebut sebetulnya sudah dilakukan secara bertahap termasuk pada tahun 2016, antara lain :

1) Pengembangan kerjasama dengan instansi terkait untuk koordinasi pengawasan karantina, yaitu : PKS BARANTAN - TNI AD tanggal 5 April 2016 dan PKS

BARANTAN – TNI AL tanggal 20 Mei 2016. Sehingga tahun 2017 perlu

dikembangkan dan diperkuat untuk koordinasi pengawasan di daerah zona rawan pemasukan illegal / Pos Lintas Batas Negara (PLBN)

2) Pengembangan dan penguatan kerja sama perkarantinaan secara regional dengan BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia dan Phillipine).

3) Pengembangan kebijakan terkait pengawasan dan penindakan

4) Penguatan sumber daya secara bertahap baik dari aspek sumber daya manusia serta sarana dan prasarana terutama di pintu-pintu yang rawan dengan pemasukan illegal. Selain itu dalam aspek kelembagaan diperlukan adanya struktur di bidang pengawasan dan penindakan maupun intelijen pada organisasi UPT Badan Karantina Pertanian

60

LAMPIRAN

64

Lampiran 2

PENGUKURAN KINERJA

Unit Eselon I K/L : Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Tahun : 2016

Sasaran Program Indikator Kinerja Target Realisasi %

Meningkatnya efektifitas pengendalian resiko masuk, tersebar dan keluarnya HPHK dan OPTK

Persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan melalui sertifikasi karantina impor di tempat pemasukan yang telah ditetapkan (Indikator ke-1)

95% 98,775 % 103,97

Persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan melalui sertifikasi karantina antar area di tempat pemasukan yang telah ditetapkan (Indikator ke-2)

87% 87,923 % 101,06

Persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan melalui sertifikasi karantina antar area di tempat pengeluaran yang telah ditetapkan (indikator ke-3) 87% 87,783 % 100,90 Meningkatnya kualitas pelayanan tindakan karantina dan pengawasan keamanan hayati terhadap ekspor MP HPHK dan OPTK dan keamanan hayati

Persentase jumlah sertifikat ekspor yang ditolak oleh negara tujuan melalui tempat pengeluaran yang ditetapkan (indikator ke-4) ≤ 0,1 % 0,0199% 119,20 Meningkatnya kepatuhan dan kepuasan pengguna jasa karantina pertanian

Penurunan persentase kasus pelanggaran perkarantinaan dibanding tahun sebelumnya (indikator ke-5)

5% 46,15 % 120,00

Nilai Indeks Kepuasan

Masyarakat (IKM) (indikator ke-6)

78 83,88 107,54

Jumlah Anggaran Kegiatan Tahun 2016 : Rp 894,424,353,000,- Jumlah Realisasi Anggaran Kegiatan 2016 : Rp 848,409,848,021,-

Dokumen terkait