• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reduce Emission from Deforestation and Degradation (REDD) Sub model REDD merupakan sub model yang dikembangkan dalam rangka

komparasi terhadap skenario siklus tebang dan pelaksanaannya dikerjakan oleh masyarakat adat, sehingga skema pembayarannya diterima oleh masyarakat dan pemerintah. Simulasi dilakukan dengan penebangan sebesar 20%, sedangkan sisanya 80% dicadangkan sebagai penyerap karbon.

Dengan kebijakan pemerintah Papua yang menyediakan 15% kawasan hutan untuk penyerapan karbon, diharapkan bahwa upaya tersebut dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap perbaikan tingkat pendapatan karena mekanisme perdagangan karbon yang sedang dicanangkan. Proyeksi penerimaan REDD apabila hutan dibiarkan tanpa penebangan untuk masing-masing siklus dengan intensitas 20% dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Proyeksi penerimaan REDD

Proyeksi penerimaan REDD didistribusikan 30% kepada pemerintah pusat untuk kegiatan pemberdayaan dan 70% sebagai tambahan pendapatan masyarakat sebagai pemilik hak ulayat (Tabel 16).

Tabel 16 Proyeksi distribusi manfaat REDD bagi masyarakat dan pemerintah Distribusi Siklus tebang NPV REDD (Rp/ton C) Masyarakat* (Rp/ton C) Pemerintah* (Rp/ton C) 30 1.963.300 1.374.310 588.990 35 1.684.622 1.179.235 505.386 40 1.475.042 1.032.529 442.513

Keterangan : * Masyarakat 70% dan Pemerintah 30%

Komparasi Skenario

Setiap skenario memberikan hasil yang berbeda terhadap besarnya penerimaan masyarakat adat dan pemerintah daerah pada areal IUPHHK PT. BBU baik dari sisi NPV perusahaan, penerimaan masyarakat adat maupun penerimaan pemerintah. Skenario siklus tebang 30 tahun memberikan NPV tertinggi (Tabel 17). Hal ini menunjukan bahwa skenario siklus tebang masih merupakan pilihan yang terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya hutan untuk saat ini. Skenario yang menghasilkan NPV terkecil adalah usaha penjualan karbon melalui mekanisme pengurangan degradasi hutan. Rendahnya penerimaan yang diperoleh malalui skenario REDD ini disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk usaha lebih tinggi bila dibandingkan dengan penerimaan dari penjualan jasa pengurangan emisi karbon. Harga karbon yang layak untuk diusahakan dalam penelitian adalah US$2,5 bila harga kurang, maka NPV yang dihasilkan akan bernilai negatif dan B/C ratio akan kurang dari 1, sehingga tidak feasible.

Tabel 17 Komparasi Skenario Skenario Jangka tebang (thn) NPV Perusahaan (Rp/thn) Penerimaan masyarakat adat (Rp/tahun) Penerimaan Pemerintah Daerah (Rp/thn)** 30 24.134.496.804 603.576.024 2.745.811.110 35 11.347.083.396 504.747.118 2.296.209.476 Siklus tebang 40 5.030.150.301 434.359.863 1.976.001.837 30 - 142.372.886 -35 - 83.378.424 -Perburuan kayu 40 - 51.588.040 -30 120.742.950 84.520.065 36.222.885 35 103.604.130 72.522.891 31.081.239 REDD (Rp/ton C) 40 90.715165 63.500.615 27.214.549

Keterangan : *Asumsi Masyarakat adat 70% pemerintah 30% dari NPV; **tanpa diskon faktor

Kontribusi terhadap ekonomi daerah

Kontribusi terhadap pendapatan daerah mengacu pada besarnya setoran kepada pemerintah dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah serta tambahan pendapatan bagi masyarakat adat. Kontribusi dikomparasi berdasarkan data aktual dan hasil simulasi terhadap dana bagi hasil sumberdaya alam. Hasil simulasi merupakan nilai penerimaan yang berasal dari dana bagi hasil 32% yang menjadi hak bagi daerah penghasil.

Kontribusi yang diberikan berdasarkan skenario siklus tebang sangatlah kecil hanya 0,56% terhadap penerimaan pemerintah daerah (Tabel 18). Penerimaan tersebut berasal dari Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH), dana reboisasi (DR), serta pajak-pajak. Kontribusi tersebut berpeluang untuk terus meningkat karena belum termasuk sub-sektor industri pengolahan hasil hutan primer yang nantinya harus dibuka oleh setiap pemegang IUPHHK di Papua, hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah Papua yang melarang penjualan log ke luar Papua dan mewajibkan setiap HPH/IUPHHK untuk membangun industri primer.

Tabel 18 Kontribusi penerimaan sektor kehutanan dari PT.BBU terhadap Rata-rata Penerimaan Daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan skenario siklus tebang

Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi

Tahun

Penerimaan daerah (Aktual)

(Rp/tahun)

Penerimaan Sektor Kehutanan dari PT.BBU

(Simulasi) (Rp/tahun) Kontribusi terhadap Rata-rata PAD (%) 2005 354.876.971.000 2.745.811.110(1) 0,66 2006 363.489.990.000 2.296.209.476(2) 0,55 2007 528.804.000.000 1.976.001.837(3) 0,48 Rata-rata 415.723.653.667 2.339.343.560 0,56

Keterangan : (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun, (2) siklus 35, (3) siklus 40

Tabel 19 Kontribusi penerimaan sektor kehutanan dari PT.BBU terhadap Rata-rata Penerimaan Daerah Kabupaten Sarmi berdasarkan skenario REDD

Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi

Tahun Penerimaan daerah (Aktual) (Rp/tahun) Penerimaan REDD (Simulasi) (Rp/ton C) Kontribusi terhadap Rata-rata PAD (%) 2005 354.876.971.000 36.222.885(1) 0.009 2006 363.489.990.000 31.081.239(2) 0.007 2007 528.804.000.000 27.214.549(3) 0.007 Rata-rata 415.723.653.667 31.506.224 0.008

Keterangan : (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun, (2) siklus 35, (3) siklus 40

Disisi lain apabila pemerintah dan masyarakat terlibat dalam skema perdagangan karbon melalui REDD, maka kontribusi yang dapat diberikan terhadap rata-rata penerimaan daerah hanya sebesar 0.008% terhadap penerimaan daerah Kabupaten Sarmi (Tabel 19). Walaupun kontribusi yang diberikan relatif kecil namun skema yang ditawarkan perlu menjadi pertimbangan.

Kontribusi pengaturan hasil tidak hanya mengakomodir kepentingan penerimaan pemerintah, tetapi penerimaan masyarakat adat juga disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukan adanya peningkatan jumlah penerimaan kompensasi pada setiap siklus tebang dengan kontribusi rata-rata sebesar 47,91% (Tabel 20).

Tabel 20 Kontribusi penerimaan kompensasi masyarakat adat berdasarkan hasil simulasi dan aktual

Penerimaan Kompensasi Masyarakat

Tahun Penerimaan dari PT. BBU (Aktual) (Rp/thn) Penerimaan kompensasi Masyarakat * (Simulasi) (Rp/thn) Rata-rata Kontribusi (%) 8.129.890.723 (1) 76,63 4.227.616.792 (2) 55,06 2008 1.900.000.000** 2.159.944.992 (3) 12,03 Rata-rata 1.900.000.000 47,91

Keterangan : *Diskon faktor 9%, (1)= penerimaan pada siklus tebang 30 tahun, (2) siklus 35, (3) siklus 40, ** Pembayaran kompensasi pada Masyarakat Distrik Pantai Barat tahun 2008

Walaupun jumlah kompensasi yang diterima terlihat cukup besar, namun nilai tersebut relatif kecil apabila didistribusikan kepada penduduk/ kepala keluarga yang berada pada wilayah tersebut yakni Rp 617.848/ KK/tahun atau Rp 51.457/kk/bulan.

Implikasi Kebijakan dari Simulasi

Pilihan siklus tebang berkaitan erat dengan kontribusi terhadap tambahan penerimaan masyarakat adat dari kompensasi hak ulayat dan penerimaan pemerintah. Walaupun masyarakat dan pemerintah memperoleh nilai tambah akibat aktivitas pemanfaatan kayu, namun bagi perusahan hal tersebut merupakan biaya sehingga mempengaruhi kinerja finansial perusahaan. Hal ini dapat dijadikan instrumen ekonomi sehingga HPH akan lebih termotivasi untuk mengelola hutan yang berada dalam wilayah konsesi secara profesional dan efisien dengan tetap berpegang pada aspek kelestarian produksi, ekonomi dan lingkungan.

Kontribusi yang diberikan metode pengaturan hasil terhadap ekonomi daerah bila dilihat dari penerimaan sektor kehutanan yang disumbangkan PT. BBU relatif masih kecil, namun peluang peningkatannya masih tinggi karena masih terdapat sumber-sumber penerimaan lain di sektor kehutanan yang belum teridentifikasi dalam penelitian ini.

Simulasi juga menghasilkan alternatif skenario perburuan kayu yang dilakukan masyarakat pemilik hak ulayat dan penebang kayu yang berimplikasi terhadap kelestarian ekosistem hutan. Keuntungan yang diterima pemilik kayu tinggi tetapi sumberdaya hutan menjadi tidak lestari. Pada siklus tebang berikutnya, HPH tidak akan melakukan penebangan di areal yang sama karena telah terjadi “double AAC”, hal ini berdampak pada keberlanjutan usaha HPH/IUPHHK. Keadaan ini dapat dijadikan pertimbangan pemerintah untuk melakukan pengelolaan dengan melibatkan masyarakat adat misalnya dengan community logging atau REDD.

Paradigma baru pengelolaan hutan Papua telah menetapkan REDD sebagai bentuk pengelolaan hutan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan penerimaan masyarakat adat dan pemerintah daerah. Simulasi menunjukan bahwa mekanisme REDD mampu memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat,nilai tambah akan diperoleh apabila REDD ini dikombinasikan dengan kegiatan tebang konvensional yang ramah lingkungan.

Secara keseluruhan dari simulasi yang dibangun hak-hak masyarakat adat terhadap kompensasi dari sumberdaya hutan dapat diakomodir, walaupun masih relatif kecil dari nilai yang seharusnya diterima.

Dokumen terkait