• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Perasaan (Reflection of feeling)

Dalam dokumen Teori dan praktik konseling (Halaman 52-75)

KOMUNIKASI KONSELING

B. Keterampilan Komunikasi Konseling

3. Refleksi Perasaan (Reflection of feeling)

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa cara terbaik untuk menolong konseli adalah merefleksikan pesan terpenting dari apa yang diutarakan konseli. Refleksi perasaan merupakan salah satu keterampilan mikro konseling terpenting. Pada saat-saat tertentu tehnik ini sama dengan parafrase dan juga bisa sangat berbeda. Dikatakan sama karena diantara keduanya mencakup merefleksikan pesan atau informasi dari konseli, dan perbedaan yang mencolok adalah pada hal-hal yang berhubungan dengan perasaan emosional.

Perasaan sangat berbeda dengan pemikiran. Pemikiran berputar di sekitar otak kita. Sedangkan perasaan berhubungan dengan emosi kita. Dengan kata lain, perasaan adalah hal yang sangat mendalam sedangkan pemikiran hanya berada di sekitar kepala dan mereka secara bersamaan dapat membuat suatu sensasi psikologis. Sebagai contoh, seseorang yang merasa tegang secara emosional, biasanya juga akan merasakan peningkatan ketegangan pada otot dan bahu. Adakalanya seseorang berusaha untuk menghindari usaha menggali kecemasan yang dialaminya (sedih, marah, cemas dll) hanya karena ingin menghindari rasa sakit yang biasanya muncul bersama emosi yang kuat.

Budaya kita selalu mengaiarkan agar kita dapat membuat orang lain merasa nyaman dengan cara mendorong mereka untuk menjauhi perasaan sebenarnya. Seperti kita biasa mendengar, “Jangan menangis, nanti semuanya akan baik-baik saja”. Padahal apa yang sedang terjadi adalah konseli ingin menangis sebagai usaha menghilangkan rasa sakitnya. Jika anda ingin menjadi konselor yang efektif, maka anda harus mendorong konseli untuk dapat merasakan apa yang saat ini sedang

dirasakannya. Anda harus membantu konseli untuk mengenali perasaan sedihnya, perasaan marahnya, perasaan kecewanya, perasaan takutnya, dan lain sebagainya. Dengan melakukan itu, berarti anda telah membantu mengenal perasaannya serta bagaimana cara konseli mengatasinya. Proses ini disebut katarsis (cahtarsis).

Konselor yang baru praktik sering mengalami permasalahan dalam membedakan antara perasaan dan pemikiran. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang mempergunakan istilah “rasa” pada saat mereka akan menterjemahkan “pikirannya”. Sebagai contoh, “saya merasa marah”, ini merupakan ekspresi perasaan yang benar. Tetapi pada saat orang mengatakan, “Saya rasa seorang konselor akan menjadi maju jika mereka mau belajar dari pengalaman”. “Rasa” ini bukan merupakan suatu perwujudan perasaan, tetapi lebih pada perwujudan hasil pemikiran. Dengan demikian, lebih baik dikatakan, “Saya pikir seorang konselor akan menjadi maju jika mereka mau belajar dari pengalaman”.

Kata rasa (feel) yang diikuti dengan rentetan kata, secara umum mengekspresikan pemikiran dan bukan perasaan itu sendiri, tetapi jika hanya diikuti oleh satu kata saja, biasanya itu merupakan ungkapan perasaan yang sebenarnya. Sebagai contoh, “saya merasa tertekan”, “Saya marah”, “Saya sangat tertekan”, “Saya bahagia” dan lain sebagainya.

Ketika konselor merefleksikan perasaan konseli, konselor tidak perlu mempergunakan kata “rasa” secara keseluruhan. Sebagai contoh: “anda sedang merasa marah”, “Anda sedang marah”, “anda marah” atau “Anda sedang merasakan bahagia”, “Anda sedang bahagia”, “Anda bahagia”.

Bagi konselor yang sudah berpengalaman, mereka akan merefleksikan perasaan konseli jika diperlukan atau pada saat-saat yang tepat. Terkadang konseli mengatakan secara langsung perasaan yang sedang dialaminya, tetapi adakalanya konseli tidak mengutarakannya secara langsung. Untuk hal tersebut, maka anda harus memperkirakan perasaan konseli sesuai dengan apa yang anda dengar dan sesuai dengan bahasa non verbal yang ditampakkan oleh konseli atau melalui tinggi rendahnya suara.

Pada saat konseli menangis, anda harus berada di sisinya. Anda jangan memberikan kertas tissue (budaya barat) atau memberikan suasana yang tidak nyaman bagi dirinya. Jika anda “mengganggu” proses menangis konseli, maka konseli akan menyembunyikan perasaannya. Hal ini akan membuat konseli tidak dapat secara penuh merasakan perasaannya, sehingga proses pelepasan beban diri atau emosi menjadi terhambat. Terkadang, ketika anda merefleksikan kemarahan konseli dengan mengatakan “Anda marah”, atau “Intonasi suara anda menunjukkan bahwa anda marah”. Jika refleksi perasaan anda benar, maka anda telah membantu konseli untuk merasakan perasaan marahnya.

Sebagai konselor yang efektif, maka anda sebaiknya dapat membantu konseli untuk bisa merasakan emosinya secara penuh dan agar konseli merasa lebih baik sebagai hasil dari katarsis. Melalui katarsis ini, maka tekanan yang kuat pada “alat penanak nasi” dapat menjadi normal kembali, dengan demikian, konseli akan dapat mempergunakan pikiran yang rasional untuk mengatasi masalahnya.

Beberapa Contoh Refleksi Perasaan Contoh 1

Konseli : (Berbicara dengan lambat serta intonasi yang

menurun). Saya selalu berharap bahwa ibu selalu memperhatikan saya. Saya selalu meminta agar ibu dapat mengunjungi saya. Kemarin adalah hari ulang tahun saya, dan ternyata dia tidak datang. Apakah anda tahu bahwa ibu sudah tidak ingat dengan tanggal ulang tahun saya. Saat ini saya berpikir bahwa ibu sudah tidak memperhatikan saya lagi

Konselor : Anda kecewa Anda sakit hati

Contoh 2

Konseli : Pada awalnya, kakak saya mematahkan mesin bor listrik saya. Dia tidak pernah mengakuinya, selanjutnya dia membawa sepeda motor saya tanpa ijin. Saya ingin sekali memukulnya.

Konselor : Anda sangat marah Anda geram

Contoh 3

Konseli : Baru-baru ini saya telah mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan saya saat ini sangat berbeda dengan pekerjaan saya terdahulu. Pimpinannya bersikap baik pada saya. Saya mendapat ruang yang baik. Pendeknya lingkungan kerja saya saat ini sangat kondusif. Saya tidak mengira bahwa saya akan seberuntung ini

Konselor : Anda merasa sangat bahagia Anda bahagia

Beberapa contoh dialog di atas mungkin memberikan gambaran kepada anda tentang sulitnya memperkirakan perasaan konseli melalui petunjuk-petunjuk non verbal yang tidak ditampakkan. Akan semakin mudah bagi anda untuk dapat mengenali perasaan konseli setelah anda menyesuaikan diri anda dengan konseli. Dengan demikian, ketika konseli anda merasa sakit hati, maka anda bisa ikut merasakannya, dan kemudian merefleksikan kembali perasaan konseli tersebut.

Melalui pengalaman pula anda dapat merefleksikan perasaan konseli dengan baik. Terkadang anda bisa merefleksikan dengan singkat seperti, “anda sakit hati”. Tetapi di lain pihak anda dapat mempergunakan ekspresi lain seperti:

“Saya mendapat kesan bahwa anda saat ini sedang sakit hati”. “Dari apa yang anda katakan, saya mengira bahwa anda sangat sakit hati”.

“Saat ini anda sakit hati”.

Secara umum, berikan respon anda secara pendek. Ingat hal terpenting dalam konseling adalah, konseli berbicara banyak dan anda menjadi pendengar yang baik. Respon yang panjang dari konselor akanmenghalangi konseli untuk menggali isu-isu dalam dirinya secara bebas. Jika anda telah menguasai teknik refleksi perasaan dengan baik, maka lihat bagian berikutnya yaitu mengkombinasikan refleksi dengan refleksi perasaan.

4. Parafrase

Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa fungsi utama konselor adalah mendengarkan secara aktif apa yang

diungkapkan oleh konseli. Mendengarkan secara aktif ini secara tidak langsung akan membuat konseli yakin bahwa dirinya didengarkan serta dipahami oleh konselor. Tetapi bagaimanapun juga, pemberian attending melalui penyelarasan perilaku non verbal dan pemberian respon minimal belumlah cukup. Dalam hal ini konselor perlu untuk merespon lebih aktif lagi, dengan melalui suatu tindakan tertentu, dia menggambarkan secara detil isi terpenting dari apa yang dikatakan oleh konseli dan kemudian mengadakan klarifikasi.

Cara efektif untuk melakukan hal di atas adalah dengan mempergunakan suatu keterampilan yang disebut paraphrase. (pharaphrase or reflection of content). Dalam penggunaan keterampilan ini, konselor merefleksikan secara harfiah apa yang telah dikatakan oleh konseli. Konselor tidak mengulang persis sama apa yang dikatakan oleh konseli, tetapi konselor memberikan parafrase.

Hal tersebut di atas mempunyai arti bahwa konselor menangkap pesan terpenting dari apa yang diutarakan konseli dan menyampaikan kembali kepada konseli dalam suatu kalimat atau cara yang lebih jelas. Jika memungkinkan, konselor menyampaikannya dengan kalimatnya sendiri dan bukan melalui kalimat konseli. Di bawah ini ada beberapa contoh parafrase yang dapat membantu anda memahami keterampilan ini.

Contoh Parafrase Contoh 1

Konseli : Saya bertengkar dengan saudara perempuan saya, suami saya tidak berkata apapun dengan saya. Di kantor, pimpinan selalu mencemooh saya, dan lebih parah lagi, teman terbaikku saat ini tidak dapat memahami diriku lagi.

Konselor : Anda mempunyai permasalahan tentang hubungan dengan orang lain (relationship problem)

Contoh 2

Konseli : Kemarin saya telah melakukan banyak

kegiatan, sehingga sepertinya saya tidak mempunyai waktu untuk diri saya sendiri. Saya bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan rasanya sangat berat untuk saya selesaikan dalam satu hari.

Konselor : Kemarin adalah hari yang sibuk bagi anda. Betul begitu?

Contoh 3

Konseli : Rumah itu sudah sangat tua dengan memiliki ruangan yang sangat besar dan memerlukan penataan ulang. Beberapa bagian diantaranya sudah mulai runtuh, dan jika anda berjalan di dalamnya akan tampak beberapa ubin yang telah pecah dan bahkan tercongkel dari tanahnya. Banyak orang mengatakan bahwa itu bukan suatu rumah karena terlalu besar, tua dan terbuka, tetapi itu adalah rumah yang saya senangi.

Konselor : Walupun rumah itu sudah parah, tetapi merupakan rumah yang baik bagi anda.

Apakah anda telah memahami arti dari parafrase? Dalam hal ini konselor, mengatakan kepada konseli dengan suatu cara yang lebih jelas, menggunakan kalimat sendiri dan hal-hal terpenting saia. Apabila metode ini digabung-kan dengan metode respon minimal, maka adigabung-kan dapat memberikan hasil konseling yang memuaskan. Walau tidak menutup kemungkinan metode ini dipergunakan sendiri (tidak menggabungkan metode).

Perlu diingat bahwa parafrase bukan sekedar meniru (membeo atau parroting). Meniru dalam hal ini diartikan sebagai mengulang tiap kata demi kata sesuai dengan apa yang diutarakan konseli. Hal ini dikarenakan parafrase bukan mengulang kata tetapi mengganti pesan inti dari pembicaraan konseli. Lebih lanjut, pengulangan kata akan lebih mengganggu daripada menciptakan hubungan yang baik. Keterampilan ini perlu dilatih oleh konselor. Sebab penggunaan keterampilan ini akan membuat konseli merasa lebih berharga, merasa didengarkan yang pada akhirnya akan membantu konseli untuk mengeksplorasi dirinya.

Dari apa yang telah disampaikan di atas, maka para-frase dapat memenuhi tiga maksud, yaitu a) menyampaikan kepada konseli bahwa konselor bersama/seiring dengan konseli, b) mengkristalisasi komentar konseli dan c) memberi peluang untuk memeriksa kecermatan persepsi konselor

Dalam melakukan parafrase, ada tiga hal yang sebaiknya dijauhi oleh konselor, yaitu a) melakukan analisis, interpretasi atau pertimbangan nilai tentang pesan konseli, b) respon konselor hanya tertuju pada bagian kecil dari pesan konseli, bukan tema utamanya dan c) konselor memakai kata-kata parafrase yang tidak tepat selama proses

wawancara, seperti mempergunakan istilah teknis psikologis yang berlebihan

5. Konfrontasi

Secara umum, kata konfrontasi mengarahkan kita untuk berpikir tentang adanya dua belah pihak yang sedang berlawanan, orang yang berkelahi, kelompok yang berseteru dan lain sebagainya. Istilah konfrontasi dalam pelaksanaan mikro konseling sangat berbeda dengan arti konfrontasi yang sering dipergunakan oleh orang pada umumnya. Keterampilan mikro konfrontasi ini mencakup peningkatan kesadaran diri konseli dengan menyajikan informasi yang dapat membuat konseli sadar akan kekeliruannya dalam usaha mengidentifikasi diri. Dengan kata lain, informasi yang diberikan adalah informasi yang selama ini tidak diketahui oleh konseli, ditolak atau bahkan tidak diinginkan oleh konseli.

Konfrontasi adalah suatu keterampilan tingkat lanjut. Artinya, anda tidak akan dapat memberikan keterampilan konfrontasi jika anda tidak menguasai keterampilan dasar konseling yang telah diajarkan sebelumnya dengan baik. “Baik” di sini mengandung arti bahwa keterampilan dasar tersebut menjadi telah menjadi milik anda, dengan kata lain, jika teknik sebelumnya belum cukup (unsufficient) anda kuasai maka keterampilan konseling berikutnya menjadi tidak perlu (unnecessary) untuk dilaksanakan.

Sebelum melaksanakan teknik konfrontasi, lihatlah dalam diri anda untuk melatih perasaan anda, motif-motif anda, serta tujuan-tujuan anda. Bentuk pertanyaan yang dapat anda lakukan adalah sebagai berikut:

“Apakah saya ingin mengkonfrontasi karena saya tidak sabar?” “Apakah saya ingin mengkonfrontasi karena saya menikmati keterampilan konfrontasi?”

“Apakah saya ingin mengkonfrontasi karena ingin memasukkan nilai saya kepada konseli?”

“Apakah saya marah pada konseli sehingga saya ingin menunjukkannya dengan konfrontasi?

Jika semua jawaban tersebut adalah “ya”, maka konfrontasi tidak perlu dilakukan. Konfrontasi ini dilakukan jika beberapa keterampilan yang telah diberikan tidak bisa menumbuhkan kesadaran konseli. Ada beberapa keadaan di mana konfrontasi perlu dilakukan. Sebagai contoh, konfrontasi perlu dilakukan jika:

a) Konseli menolak isu-isu dasar yang menjadi masalahnya; b) Konseli gagal untuk mengenali perusak dalam dirinya

atau perilaku yang mengalahkannya;

c) Konseli gagal untuk mengenali konsekuensi yang mungkin terjadi akibat perilakunya;

d) Konseli berada “jauh” dari kenyataan;

e) Konseli berbicara tentang masa lalu dan masa depan saja, tanpa mau berbicara tentang kejadian saat ini;

f) Konseli membuat pernyataan yang kontradiksi dengan keadaan dirinya;

g) Konseli selalu mengulang cerita yang sama bagai lingkaran yang tidak berujung;

h) Perilaku non verbal konseli tidak sesuai dengan verbalisasi konseli; dan

i) Konseli memunculkan kemarahannya atau emosi negatifnya kepada konselor.

Contoh-contoh Penggunaan Keterampilan Konfrontasi Contoh 1

Seorang konseli telah berbicara tentang masalah seksualitasnya. Dia mengutarakan permasalahan masalah seksualnya dengan sering dan secara tiba-tiba berubah dengan berbicara masalah-masalah yang sepele dan tidak relevan.

Konfrontasi Konselor:

“Saya bingung dengan ungkapan anda, karena saya mencatat bahwa anda mengutarakan masalah seksualitas anda berulang kali dan tiba-tiba anda berbicara tentang sesuatu yang berbeda”. Komentar:

Catat bagaimana konselor mengekspresikan dirinya dengan “Saya bingung”. Pernyataan konselor ini memberikan rasa takut yang minimal sebagai suatu balikan bagi konseli tentang apa yang diamati oleh konselor. Dalam hal ini konselor tidak memberikan penilaian.

Contoh 2

Konseli datang ke konselor dengan seringkali mengulang perilakunya (menggaruk-garuk kepala)

Konfrontasi:

“Saya mencatat bahwa anda selalu menggaruk-garuk kepala, sehingga saya menyimpulkan bahwa … (akhir sari ringkasan)”. Komentar:

Contoh di atas mengilustrasikan bahwa bagaimana konseli dikonfrontasi tentang pengu-langan perilakunya. Konselor memberikan catatan tentang apa yang terjadi kemudian

memberikan ringkasan. Dengan memberikan konfrontasi ini, konselor dapat meningkatkan kesadaran konseli tentang apa yang terjadi.

Bagaimanapun juga, seringkali setelah konselor memberikan konfrontasi, konseli masih berjalan pada jalur yang sama dan melakukan pengulangan-pengulangan detail. Ini diperlukan konfrontasi yang lebih berat lagi, dengan demikian konselor dapat berkata “Saya mulai putus asa, karena sekali lagi kita berjalan pada jalur yang sama”.

Contoh 3ontoh 3

Konseli mengatakan, “Saya merasa bahagia dengan pernikahan saya”. (Nada tertekan, suara berat dan kepala tertunduk).

Konfrontasi:

“Saya mencatat bahwa suara anda sepertinya menurun dan duduk anda dengan kepala tertunduk pada saat anda menceritakan bahwa perkawinan anda bahagia”.

Komentar:

Pernyataan di atas merefleksikan apa yang diamati tanpa memberikan interpretasi terhadap hasil pengamatannya. Dengan demikian, konseli mempunyai kebebasan untuk membuat interpretasi terhadap balikan tersebut.

Lebih lanjut akan diberikan beberapa panduan umum bagi konselor dalam melaksanakan keterampilan konfrontasi seperti tertera sebagai berikut:

a) kesiapan konseli

Keterampilan konfrontasi hanya digunakan bila terdapat indikasi jika konseli telah siap untuk menerima

konfrontasi. Hal ini tentu saja dengan memperhatikan konsistensi kesiapan konseli.

b) bersifat diskriptif bukan interpretatif

Pemakaian keterampilan konfrontasi ini harus berlangsung seperti sebuah kamera, artinya konselor hanya memberikan laporan fakta bukan ide-ide dari konselor tentang mengapa fakta itu terjadi dan apa maknanya. Hal ini memungkinkan konseli membicarakannya kembali dengan konselor.

c) kejadian baru

Keterampilan konfrontasi ini sebaiknya digunakan pada saat ini. Artinya, pemberian konfrontasi ini diberikan secara langsung setelah konseli berbicara. Bila dilaksanakan dengan segera, maka konseli akan lebih mampu memperoleh kejelasan tentang perasaannya atau pemikirannya secara langsung.

d) sesuatu yang dapat dirubah

Perbedaan yang muncul harus dipertimbangkan oleh konselor. Pada saat itu konselor harus berkeyakinan bahwa konseli dapat berubah, mau untuk berubah dan mampu untuk melakukannya.

e) niat untuk membantu

Pada saat ini konselor sebaiknya mempunyai pemikiran yang obyektif terhadap permasalahan konseli. Jangan sampai terjadi bahwa konfrontasi diberikan karena konselor merasa bosan dengan cerita konseli atau pada perasaan-perasaan konselor yang lain.

f) nyatakan secara spesifik

Sedapat mungkin berikan contoh-contoh yang spesifik dan aktual, terutama pada pernyataan konseli saat

6. Meringkas

Sesuai dengan perjalanan waktu, sangat penting bagi konseli untuk berhenti dan mengulang hal-hal yang telah diungkapkannya. Pengulangan tersebut dapat didorong dengan mempergunakan keterampilan meringkas (summarising). Meringkas akan menggambarkan secara bersama poin-poin pokok yang dibicarakan oleh konseli, dan juga akan mengambil peningkatan perasaan konseli yang akan dideskripsikan. Meringkas bukan berarti mengulang apa yang telah dikatakan oleh konseli, tetapi mengambil poin-poin terpenting/terbaik dari apa yang telah dikatakan konseli dan kemudian menyajikannya sehingga dapat diterima dan kemudian dibicarakan dengan konseli.

Meringkas akan mengklarifikasi apa yang dikatakan oleh konseli dan menyajikannya dalam suatu format yang terorganisasi, sehingga konseli mendapatkan gambaran dirinya. Terkadang, konseli datang ke ruang konseling dengan rasa bingung. Jika kita analogikan kebingungan tersebut seperti seseorang yang berada di dalam hutan yang sangat lebat, dimana dia tidak dapat melihat segala sesuatu di sekelilingnya dengan jelas yang pada akhirnya membuat dia kehilangan arah. Dengan meringkas, maka konselor akan membantu konseli untuk melihat pohon-pohon di sekelilingnya serta ke arah mana yang akan dituju. Di bawah ini disajikan transkrip ringkasan.

Konseli:

“(menarik napas panjang)… yah. Hal itu sangat menyedihkan saya. Saya baru saja berharap dapat melakukan sesuatu untuk merubah kehidupan kakak saya”.

Konselor:

“Anda berharap dapat membantu kakak anda?” (refleksi isi)

Konseli:

“Ya betul. Saya berharap dapat memeluk dia dan mengatakan betapa saya sangat mencintainya.Saya tidak dapat mengatakan bahwa jalan hidupnya salah, tetapi saya ingin mengatakan betapa berartinya dia bagi saya”.

Konselor:

”Anda ingin mengatakan kepadanya betapa anda sangat memperhatikan dia”. (Refleksi isi).

Konseli:

“Ya betul. Saya mengira akan lebih baik jika melihat dia tidak bunuh diri. Saya ingin mengatakan bahwa akan sangat berarti jika dia tetap hidup. (Diam sejenak… menghela napas panjang), Tetapi saat ini sudah terlambat”.

Konselor:

“Anda sedih karena kehilangan kesempatan itu”. (Refleksi perasaan & isi)

Konseli:

“Ya. Oleh karena itu, saya selalu merasa khawatir dengan keadaan dua saudara saya. Seperti anda tahu, betapa saya ingin mengatakan kepada mereka bahwa saya sangat memperhatikan mereka. Tetapi saya tidak dapat melakukannya”.

Konselor:

“Anda telah mengatakan kepada saya betapa anda sangat kuatir kepada saudara anda dan bagaimana cara kakak anda bunuh diri.

Saat ini terlihat anda sangat sedih karena anda tidak dapat mengatakan kepada kakak anda betapa anda sangat memperhatikannya saat dia hidup, dan saat ini anda tidak dapat mengatakan kepada dua saudara anda bahwa anda sangat memperhatikan mereka”. (meringkas)

Konseli:

“Anda benar. Itu adalah masalah saya. Saya berpikir bahwa sudah saatnya saya mengatakan kepada mereka, dan mungkin saya bisa berhenti mengkhawatirkan mereka”.

Meringkas sangat diperlukan selam proses konseling, sehingga konseli dapat mengadakan klarifikasi pemikirannya dan menggabungkan elemen-elemen yang dia katakan dalam suatu bentuk pernyataan yang dia pahami. Ketika proses konseling hampir berakhir, sangat penting bagi konselor untuk memberikan ringkasan, sebab dengan melakukan hal itu, konselor akan “mengikat” pemikiran dan perasaan konseli yang telah diekspresikan. Panduan umum untuk meringkas:

a) adakan refleksi atau attending terhadap berbagai variasi tema dan nada emosional pada saat konseli berbicara; b) gabungkan perasaan dan ide kunci ke dalam pernyataan

yang mempunyai pengertian dasar luas; dan

c) jangan tambahkan ide-ide baru ke dalam ringkasan. Untuk situasi di atas, hal yang harus dipertimbangkan adalah:

a) buat situasi hangat dengan konseli di awal pertemuan; b) fokuskan pemikiran dan perasaan konseli yang bertebaran; c) tidak mendiskusikan hal-hal di luar tema;

d) memeriksa pemahaman konselor terhadap perasaan dan pemikiran yang dimiliki konseli (cek persepsi);

e) mendorong konseli untuk mengeksplorasi tema secara lebih mendalam;

f) menghentikan pertemuan dengan membuat ringkasan; dan g) membangkitkan keyakinan pada konseli bahwa wawancara itu

berlangsung dengan baik.

7. Mengakhiri (Termination)

Seringkali sangat sulit bagi konselor untuk menghentikan proses konseling atau kapan menghentikan proses konseling yang berulang-ulang. Untuk hal tersebut, pada bagian ini kita akan membahas masalah terminasi. Adapun hal-hal yang menyangkut terminasi adalah sebagai berikut:

terminasi untuk konseling individual; kebutuhan akan perjanjian (kontrak);

ketergantungan antara konselor dan konseli; dan terminasi konseling yang berulang-ulang

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: terminasi untuk konseling individual

Dalam praktek konseling, sangat umum jika konseling berjalan dalam jangka waktu yang lama, dan adalah hal yang biasa jika proses konseling itu berjalan selama satu jam. Biasanya, untuk konseling perkawinan atau konseling keluarga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada konseling individual. Dengan kata lain bahwa ada pengecualian untuk pelaksanaan konseling keluarga atau perkawinan.

Dalam proses konseling konselor perlu membuat suatu perjanjian dengan konseli pada saat konseli akan meninggalkan ruang konseling. Perlakuan ini adalah untuk

Dalam dokumen Teori dan praktik konseling (Halaman 52-75)