• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)

3.8. Teknik Analisis Data

4.1.4 Regresi dengan Variabel Pemoderasi 2

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi; Uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

4.1.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot. Uji normalitas yang pertama dilakukan adalah berdasarkan grafik secara histogram yang terlihat pada gambar 4.7.

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015) Gambar 4.7

Gambar Grafik Histogram (Data Asli)

Berdasarkan gambar 4.7 terlihat bahwa pola distribusi normal, akan tetapi jika kesimpulan normal atau tidaknya data hanya dilihat dari grafik histogram, maka hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.

Metode lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal.

Jika distribusi data residual normal, maka garis yang akan menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas dengan melihat normal probability plot dapat dilihat dalam gambar 4.8 berikut:

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015) Gambar 4.8

Normal Probability Plot (Data Asli)

Berdasarkan grafik profitabilitas pada gambar 4.8 di atas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal karena distribusi data residualnya mengikuti arah garis diagonal (garis normal). Pengujian normalitas data secara analisis statistik dapat dilakukan dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov.

Data yang terdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi di atas 0.05.

Sedangkan, data yang tidak berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi dibawah 0.05 (Ghozali,2007:12).

Tabel 4.13

Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 63

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std.

Deviation .25185417

Most Extreme Differences

Absolute .196

Positive .103

Negative -.196

Kolmogorov-Smirnov Z 1.557

Asymp. Sig. (2-tailed) .061

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015)

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Data Asli) diatas, terlihat bahwa data telah terdistribusi dengan normal yang mana terlihat bahwa nilai signifikansi diatas 0.05 yaitu sebesar 0. dan nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 1.557.

4.1.4.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi dimana prasyarat dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada uji multikolinearitas ini dapat dilihat melalui nilai inflation factor (VIF) dan Tolerance.

Tabel 4.14

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

COMM .990 1.010

ABSLNSIZECOMM .989 1.011

LNSIZE .997 1.003

a. Dependent Variable: CSR

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015)

Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance, apabila VIF melebihi angka 10 atau Tolerance kurang dari 0.10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinearitas, sebaliknya apabila VIF kurang dari 10 atau Tolerance lebih dari 0.10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas.

Dalam penelitian ini data yang digunakan dalam uji multikolinearitas ini adalah data dari variabel independen. Berdasarkan tabel 4.14. diatas diketahui masing-masing nilai VIF berada dibawah 10, dan nilai Tolerance diatas 0.1, maka da pat dipastikan data dari variabel independen tidak terjadi multikolinearitas.

4.1.4.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot, dengan dasar analisis (Ghozali, 2005:139).

1. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan pada gambar 4.9 berikut:

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015) Gambar 4.9

Grafik Scatterplot

Pada grafik scatterplot diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.

4.1.4.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 atau sebelumnya (Ghozali, 2005). Jika terjadi korelasi dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, peneliti menggunakan Durbin-Watson (DW test). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Kriteria pengujian dengan hipotesis tidak ada autokorelasi adalah sebagai berikut, Menurut Santoso kriteria autokorelasi ada 3, yaitu:

1. Nilai D-W di bawah -2 berarti diindikasikan ada autokorelasi positif.

2. Nilai D-W di antara -2 sampai 2 berarti diindikasikan tidak ada autokorelasi.

3. Nilai D-W di atas 2 berarti diindikasikan ada autokorelasi negatif.

Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15

Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .291a .085 .038 .25818 1.012

a. Predictors: (Constant), LNSIZE, COMM, ABSLNSIZECOMM b. Dependent Variable: CSR

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015)

Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson dengan menggunakan SPSS maka diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1.012 yang berarti berdasarkan kriteria Durbin-Watson hasil tersebut tidak terjadi autokorelasi.

4.1.4.5 Model Regresi dengan Variabel Moderating

Hasil regresi linear dengan variabel moderating pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan CSR dengan Ukuran Dewan Komisaris yang ditunjukkan pada tabel 4.16 berikut:

Tabel 4.16 Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .663 .330 2.007 .049

COMM .020 .048 .052 .414 .680

ABSLNSIZECOMM -.109 .047 -.288 -2.298 .025

LNSIZE .005 .019 .034 .269 .789

a. Dependent Variable: CSR

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (Agustus 2015) Y = 0.663 + 0.005LNSIZE + 0.020COMM + e

Berdasarkan hasil analisis regresi lienar dengan variabel moderating yang digunakan untuk menguji variabel moderating apakah menguatkan hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa variabel selisih ABSLNSIZECOMM memiliki signifikansi sebesar 0.025 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ukuran Dewan

Komisaris memoderasi hubungan antara Ukuran Perusahaan dengan Pengungkapan CSR.

Dokumen terkait