• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II REGULASI PENGANGKUTAN ORANG DAN BARANG DI

C. Regulasi Pengangkutan Orang dan Barang Setelah

Penerbangan yang mempunyai kerakteristik dan keunggulan sendiri, perlu dikembangkan agar mampu meningkatkan pelayanan lebih luas baik domestik dan internasional. Pengembangan penerbangan ditata dalam satu kesatuan sistem dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan prasarana dan sarana penerbangan, metoda, prosedur dan peraturan sehingga berdaya gunaserta berhasil guna.

Undang-undang No.15 tahunn 1992 mengenai penerbangan perlu disempurnakan guna menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan paradigma dan lingkungan strategis, termasuk otonomi daerah, kompetii ditngkat nasional dan global, peran serta masyarakat, persingan usaha, konvensi internasional tentang penerbangan, perlindungan profesi, serta perlindungan konsumen.

Oleh sebab itu dirasakan perlu untuk mengganti undang-undang No.15 tahun 1992 mengenai penebangan dagan undang-undang No. 1 tahun 2009 mengenai penerbangan. Diperbaharui undang-undang ini disebabkan untuk melengkapi undang-undang sebelumnya serta menyempurnakan undang-undang sesuai dengan pekembangan jaman.

Dalam undang-undang No.1 tahun 2009 penyelengaraaan penerbangan bertujuan untuk mewujudkan penerbangan yang tertib , tertur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persiangan uasaha yang tedak sehat, serta memperlancar arus perpindahan orang dan/ atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam

rangka memperlancar kegiatan perkonomian nasional. Dalam undang-undang No. 1 tahun 2009 ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan mentri dan peraturan pelaksana lainnya.

Undang-undang No.l Tahun 2009 sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena Undang-undang tersebut secara komprehensif telah mengatur berlaku secara extra teritorial, kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan, keselamatan dan keamanan, asuransi pesawat udara, investigasi kecelakaan, pembentukan majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum, berbagai jenis angkutan udara, modal perusahaan, persyaratan memeliki pesawat udara, komponen tarif penumpang, pelayanan bagi penyandang cacat, pengangkutan barang berbahaya, ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang, pengirim barang, pihak ketiga, tatanan kebandar udaraan, fasilitas navigasi penerbangan, otoritas bandar udara, pelayanan bandar udara, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, penegakan hukum, penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur, budaya keselamatan penerbangan, penanggulangan tindakan melawan hukum dan berbagai ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur. Tulisan ini bermaksud menguraikan aspek pengaturan tarif angkutan udara.

Pada era reformasi kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Syarat untuk mendirikan perusahaan penerbangan sangat mudah. Perusahaan tumbuh dengan pesat, jumlah perusahaan penerbangan swasta dan pemerintah meningkat dengan tajam. Mereka bersaing sangat ketat satu terhadap yang lain, kurang memperhatikan kepentingan penumpang. Kebijakan relaksasi demikian memang menguntungkan bagi penumpang, karena masyarakat dapat menikmati jasa angkutan udara, tetapi juga tidak luput dari dampak negatif. Dampak negatifnya transportasi bus dari Jakarta-Medan gulung tikar, PELNI tidak mampu mengoperasikan kapalnya, sehingga diserahkan kepada TNI-AL.

Dalam Undang-Undang No.l Tahun 2009, tarif angkutan udara berjadwal dalam negeri diatur dalam Pasal 126 sampai dengan Pasal 130 Undang-Undang No.l Tahun 2009. Pada masa reformasi sesuai dengan kebijakan pemerintah campur tangan terhadap tarif khususnya tarif penumpang kelas ekonomi, sedangkan tarif kelas non-ekonomi diserahkan kepada hukum pasar tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah tidak mengatur tarif non-ekonomi, tetapi hanya menentukan persentase dari kapasitas tempat duduk pemerintah merekomendasikan perusahaan angkutan udara berjadwal menyediakan 40% kapasitas tempat duduk untuk non-ekonomi, sedangkan sisanya 60% untuk kelas ekonomi.

Menurut Prof.Dr H.K.Martono.SH.LLM, kebijakan yang terdapat dalam Undang-Undang No. l Tahun 2009 tarif angkutan udara berjadwal dibedakan menjadi 2 (dua) macam masing-masing tarif angkutan udara berjadwal kelas ekonomi yang mengacu pada ideologi sosialis dan tarif angkutan udara berjadwal nonekonomi yang mengacu pada konsep liberal. Dalam konsep sosialis, pemerintah campur tangan dalam penertapan tarif angkutan udara berjadwal, sedangkan dalam konsep liberal pemerintah tidak campur tangan penetapan tarif angkutan udara berjadwal yang diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan angkutan udara berjadwal berdasarkan hukum pasar. Campur tangan pemerintah terhadap penetapan tarif angkutan udara berjadwal tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat banyak, sementara itu kebebasan menentukan tarif yang dilakukan oleh perusahaan angkutan udara berjadwal tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan angkutan udara berjadwal. Tarif jasa maksimum pada rute tertentu dalam negeri atas pelayanan angkutan penumpang kelas ekonomi ditetapkan setelah berkonsultasi dengan asosiasi perusahaan penerbangan nasional dengan mempertimbangkan masukan dari asosiasi pengguna jasa penerbangan dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, biaya ruslan. "Tarif jarak" dimaksudkan besaran tarif per rute penerbangan satu kali penerbangan, untuk setiap penumpang yang merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan tarif jarak serta dengan

memperhatikan kemampuan daya beli, sedangkan pajak dimaksudkan pajak pertambahan nilai (PPn) yang dikenakan sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang berlaku. Tarif jarak terdiri atas biaya pokok rata-rata ditambah dengan keuntungan wajar. Hasil perhitungan tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah merupakan batas atas tarif penumpang kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri. Konsep neo-liberal merupakan gabungan antara konsep sosialis dengan liberal, maka tarif pelayanan penumpang nonekonomi dalam negeri mengacu pada konsep liberal, karena itu pemerintah hanya menentukan prosentase kapasitas (empat duduk kelas non-ekonomi, sedangkan besaran tarif ditentukan oleh perusahaan angkutan udara niaga yang bersangkutan berdasarkan mekanisme pasar. Kebijakan liberal untuk tarif nonekonomi ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan penerbangan dengan memperoleh dana yang lebih besar langsung dari penumpang, sedangkan tarif angkutan udara untuk penumpang tidak berjadwal dan angkutan kargo ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan. Tarif penumpang angkutan udara berjadwal dan angkutan kargo berjadwal luar negeri ditetapkan dengan berpedoman pada hasil perjanjian.

Terkait masalah keselamatan yang dibahas dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan berfokus pada masalah keselamatan yang tidak hanya ditujukan kepada operator penerbangan, tetapi juga terhadap pengguna jasa. Setiap tindakan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan dapat terkena sanksi. Pasal 436 Bab 22 misalnya, mengatur mengenai ketentuan denda dan pidana bagi setiap orang yang membawa peralatan berbahaya dan mengakibatkan kerugian serta kecelakaan pada penerbangan.

Ketentuan tersebut juga berlaku bagi penumpang yang menggunakan telepon genggam saat penerbangan karena berpotensi mengganggu sistem navigasi pesawat. Pada prinsipnya, undang-undang ini memberikan sanksi bagi semua pihak yang meningkatkan risiko penerbangan, baik personal di bidang penerbangan maupun pengguna jasa.

Tanggung jawab dan ganti kerugian diatur di dalam Pasal 240 sampai dengan Pasal 242 Undang-Undang No.1 tahun 2009. Menurut Pasal-pasal tersebut diatur tanggung jawab badan usaha bandar udara dan orang perseorangan warga negara Indonesia. Menurut Pasal 240 Undang-Undang No.1 tahun 2009, badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara. Tanggung jawab tersebut terhadap kerugian (a) atas kematian, (b) musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian Bandar udara.

Resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian atas kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara wajib diasuransikan.

Setiap orang termasuk badan hukum yang tidak mengasuransikan resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian karena kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sertitifikat dan/atau pencabutan sertifikat.

Di samping itu, orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatan mereka.

Undang-Undang yang baru ini juga mengatur tentang perlindungan bagi penerbang. Aparat hukum tidak bisa lagi serta merta menyeret pilot dan teknisi di bidang penerbangan ke jalur hukum bila ada kecelakaan. Undang-Undang No. 1 tahun 2009 mengamanatkan, setiap investigasi kecelakaan harus diselesaikan melalui Majelis Profesi Penerbangan (MPP). Pada Bab XVI tercantum pembentukan Majelis Profesi Penerbangan, hal ini agar tidak terjadi lagi upaya untuk menjadikan pilot penerbangan, teknisi menjadi obyek kriminalisasi, Hal

yang akan menjadi sorotan utama dalam majelis tersebut adalah faktor kelalaian atau human error.

Undang-Undang No.1 tahun 2009 juga mengatur investigasi kecelakaan pesawat udara. Menurut Pasal 357 Undang-Undang No. 1 tahun 2009, pelaksanaan investigasi kecelakaan pesawat udara dilakukan oleh komite nasional yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam pelaksanaan investigasi kecelakaan pesawat udara, komite tersebut independen yang memiliki anggota dipilih berdasarkan standar kompetensi. Komite nasional melakukan investigasi kecelakaan pesawat udara, penelitian, penyelidikan lanjutan, laporan akhir dan memberikan rekomendasi yang segera disampaikan kepada pihak yang terkait dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan dengan sebab yang sama.

Menurut Pasal 358 Undang-Undang No.1 tahun 2009, komite nasional wajib melaporkan segala perkembangan dan hasil investigasi kecelakaan pesawat udara kepada Menteri Perhubungan dan kepada para pihak yang terkait. Sebelum laporan hasil investigasi, konsep laporan akhir harus disampaikan kepada negara tempat pesawat udara didaftarkan, negara tempat perusahaan penerbangan, negara perancang pesawat udara, negara pembuat pesawat udara untuk memperoleh tanggapan, namun demikian keputusan akhir hasil investigasi tetap berada pada komite nasional. Rancangan laporan akhir tersebut harus disampaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak investigasi kecelakaan pesawat udara dilakukan. Dalam hal laporan akhir tersebut belum dapat diselesaikan dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan, maka komite nasional investigasi wajib memberi laporan perkembangan (intermediate report) hasil investigasi setiap bulannya.

Setiap orang dilarang merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara dan mengembil bagian dari pesawat udara yang mengalami kecelakaan atau barang-barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius dengan ancaman hukuman pidana atau denda. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pejabat yang berwenang atau aparat keamaan di lokasi

kecelakaan untuk kepentingan operasi keselamatan penerbangan. Pejabat yang berwenang atau aparat keamanan setempat dapat mengubah letak pesawat udara, memindahkan ke tempat lain, merusak pesawat udara yang mengalami kecelakaan untuk kepentingan keselamatan penerbangan, misalnya kecelakaan pesawat udara yang terjadi di ujung landasan, maka pejabat yang berwenang dapat memindahkan pesawat udara tersebut sebelum diadakan investigasi supaya tidak mengganggu operasi keselamatan penerbangan di bandar udara.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 Konvensi Chicago 1944, komite nasional mempunyai kewajiban untuk investigasi kecelakaan pesawat udara nasional maupun asing yang terjadi di Indonesia. Dalam komite nasional melakukan investigasi kecelakaan pesawat udara asing yang mengalami kecelakaan di Indonesia, maka wakil resmi dari negara (accredited representative) tempat pesawat udara didaftarkan, negara tempat perusahaan penerbangan (operator), negara tempat pesawat udara dirancang dan negara tempat pembuat pesawat udara dapat diikut sertakan dalam investigasi kecelakaan pesawat udara sepanjang hukum nasional mengizinkan. Kedatangan mereka diperlukan, terutama sekali wakil resmi dari negara tempat pesawat udara didaftarkan karena semua dokumen yang berkenaan dengan pesawat udara yang diperlukan tersimpan, sedangkan negara-negara lain yang penting kehadirannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dengan sebab yang sama. Dalam hal pesawat udara Indonesia mengalami kecelakaan di luar wilayah Republik Indonesia, maka komite nasional wajib menghadiri dalam invenstigasi kecelakaan sebagai peninjau dan dapat membantu dokumen-dokumen yang diperlukan untuk investigasi.

Orang perseorangan wajib memberikan keterangan atau bantuan jasa keahlian untuk kelancaran investigasi kecelakaan yang dibutuhkan oleh komite nasional, tidak hanya itu saja semua institusi baik otoritas bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, dan/atau perusahaan penerbangan wajib membantu kelancaran investigasi kecelakaan pesawat udara, sepanjang dapat melakukan bantuan, sesuai dengan kemampuan mereka.

Bilamana terjadi kecelakaan pesawat udara di luar daerah lingkungan kerja bandar udara, pejabat yang berwenang atau aparat keamanan dilokasi kecelakaan pesawat udara wajib melakukan pengamanan terhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan untuk melindungi personel pesawat udara dan penumpangnya, mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak pesawat udara, merusak dan/atau mengambil barang-barang dari pesawat udara yang mengalami kecelakaan. Tindakan-tindakan tersebut berlangsung terus sampai dengan berakhirnya pelaksanaan investigasi lokasi kecelakaan oleh komite nasional.

Masalah lain yang perlu dijelaskan di sini adalah penggunaan hasil investigasi kecelakaan pesawat udara sebagai alat bukti dalam proses peradilan, karena bilamana hasil investigasi digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan akan bertentangan dengan maksud dan tujuan investigasi kecelakaan pesawat udara. Berbicara mengenai hasil investigasi kecelakaan pesawat udara, sering terjadi kontraversial di dalam masyarakat. Kontraversial demikian tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi dalam forum internasional di bawah naungan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) maupun dinegara-negara anggota ICAO seperti di Amerika Serikat dan Belanda.

Mengenai peraturan penerbanga juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 mengenai keamanan dan keselamatan penerbangan. Dalam PP No. 3 tahun 2001 menjelaskan bahwa Keamanan dan keselamatan penerbangan memiliki peranan yang penting dan strategis dalam penyelenggaraan penerbangan sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam satu kesatuan sistem pelayanan keamanan dankeselamatan penerbangan sipil.

Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pendayagunaan, dan pengembangan sistem pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan,

dalam upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur serta terpadu dengan moda transportasi lain.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur ketentuan mengenai sistem keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan operasi pesawat udara, pengoperasian bandar udara, pengaturan mengenai ruang udara, personil keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan kesehatan penerbangan, tata cara penanganan dan pemeriksaan penumpang, bagasi kargo dan pos, pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara, penelitian sebab-sebab kecelakaan pesawat udara, program pengamanan penerbangan sipil serta tarif jasa pelayanan navigasi penerbangan.

Di samping hal tersebut di atas, diatur pula keandalan operasional pesawat udara yang pada dasarnya hanya dapat dipenuhi apabila persyaratan-persyaratan yang menyangkut standar kelaikan udara, rancang bangun pesawat udara, pembuatan pesawat udara, perawatan pesawat udara, pengoperasian pesawat udara, standar kebisingan pesawat udara, penampungan sisa bahan bakar, dan ambang batas gas buang pesawat udara, serta personil pesawat udara, dapat dipenuhi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara. Kondisi angkutan tiga jalur tersebut mendorong dan menjadi alasan penggunaan alat pengangkut modern yang digerakkan secara modern.

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, maka pembangunan di segala bidang sangatlah penting peranannya. Kemajuan dan kelancaran di bidang pengangkutan akan sangat menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan di berbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan.

Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Indonesia. Pemanfaatan ruang udara nasional secara konsitusional telah diatur dalam UUD 1945. Secara tegas dinyatakan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian dikuasai negara adalah bahwa Negara mempunyai hak penguasaan atas kedudukan, peran dan fungsi ruang udara nasional Indonesia dengan memberikan kewenangan kepada Pemerintah, yang perwujudannya meliputi pengaturan, pengurusan, pembinaan dan pengawasan. Pengaturan yang dimaksud tercakup perumusan dan penetapan kebijakan baik umum, pelaksanaan maupun teknis, antara lain perizinan, persyaratan, dan sebagai. Pengendalian dimaksud berupa pengarahan dan bimbingan terhadap

pelaksana baik pemerintah maupun masyarakat. Sedangkan pengawasan agar setiap kegiatan dan/atau usaha yang dilakukan tetap memenuhi ketentuan. Semuanya sebagai dasar dalam pengelolaan ruang udara nasional dan jasa transportasi udara dalam rangka keselamatan dan keamanan baik terhadap peran dan fungsi ruang udara dan kegiatannya.

Pada era pembangunan sekarang ini penyelenggaraan pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut, dan udara. salah satu sarana pengangkutan yang perlu diperhatikan dan sangat penting peranannya adalah pengangkutan udara. Pengangkutan udara adalah suatu kegiatan degan mempergunakan pesawat terbang sebagai alat angkut barang (cargo) maupun penumpang dalam suatu pejalanan atau lebih dari suatu bandara ke bandara lain atau babarapa bandara dalam maupun luar negeri. Pengangkutan udara mempermudah dalam melakukan transportasi antar pulau maupun daerah dengan waktu yang lebih singkat dan ekonomis, karena biaya masih dapat dijangkau oleh masyarakat. Seiring perkembangan teknologi dan jaman, masyarakat juga lebih sering menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutannya baik untuk bepergian dalam sebuah pulau maupun antar pulau. Hal ini terjadi karena adanya efektivitas dalam waktu. Pesawat udara memiliki kecepatan yang melebihi alat pengangkutan yang lain, seperti pengangkutan darat dan laut. Bepergian ke pulau lain atau dalam sebuah pulau yang memiliki jarak jauh, apabila dilakukan dengan menggunakan pesawat udara akan menempuh waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan transportasi darat maupun laut. Semakin banyak orang yang menggunakan fasilitas angkutan udara maka semakin lama semakin banyak bermunculan maskapai penerbangan yang menawarkan fasilitas yang berbeda-beda.

Pentingnya transportasi pada saat ini tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dan keluar negeri, serta berperan sebagai pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah. Menyadari

peran transportasi tersebut, penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam suatu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dan dengan tingkat kebutuhan, selamat, aman, efektif dan efisien.

Tanggung jawab itu akan semakin besar apabila jarak yang ditempuh dalam hal mengangkut penumpang semakin jauh. Untuk itu si penangung jawab biasanya akan berusaha memakai sarana angkutan yang cepat, aman dan biaya yang tidak terlalu tinggi. Pengangkutan melalui udara menjadi salah satu pilihan dalam mengangkut penumpang antar kota maupun antar negara, dengan kemungkinan pertimbangan yang relatif lebih tinggi dari jasa angkutan lainya .

Sarana angkutan udara yang cukup canggih sekarang ini tidaklah menutup kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan. Canggihnya sarana angkutan udara tetap merupakan hasil karya manusia yang tidak selalu sempurna, sehingga tentu saja hal-hal yang tidak diinginkan tersebut biasa terjadi, misalnya kerusakan pesawat udara maupun kecelakaan pesawat udara. Disamping itu juga selama dalam perjalan situasi dan kondisi alam juga sangat mempengaruhi kelancaran pengangkutan udara yang tentu saja hal yang diluar jangkauan manusia untuk mengantisipasinya .

Disisi lain kemajuan pengangkutan udara sangat pesat teknologinya, frekuensinya penerbangan, manajemennya dan lain–lain. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila timbul banyak masalah akibat ketidaksesuaian ordonansi pengangkutan udara dengan kondisi saat ini. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah belum terpenuhinya atau kurangnya peraturan dalam rangka perlindungan hukum bagi pengguna jasa atau pihak lain yang mengalami kerugian sebagai akibat dari kegiatan pengangkutan udara atas kerugian–kerugian yang terjadi. Bagaimanapun yang namanya sebuah kegiatan itu tidak luput dari risiko. Demikian juga halnya dengan pengangkutan udara kemungkinan akan terjadinya kecelakaan itu selalu ada, baik dalam penerbangan domestik maupun penerbangan internasional.

Sedangakan kegiatan utama yang dilakukan oleh pengangkut udara dewasa ini di Indonesia tertuju pada pengangkutan penumpang, sedangkan pengangkutan barang adalah masih menempati, tempat kedua. Dalam ordinansi pengangkutan udara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tidak memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan penumpang tetapi pada penerbangan teratur dapat kita katakana bahwa yang dimaksud dengan penumpang oleh ordonansi tersebut adakah setiap orang yang diangkut oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan, dengan atau tanpa bayaran.

Dokumen terkait