• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA KUANTITATIF Tabel 9.1 :

Tabel 9.2.

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN

Judul Penelitian : Akseptabilitas Substantif Peraturan Batas Usia Pensiun di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta Tim Peneliti : Drs. Argo Pambudi, M.Si., Joko Kumoro, M.Si.

Identitas Responden

No Responden Umur

(a) (b) (c) (a) (b) (a) (b) (c) (a) (b) (c) (a) (b)

0-10 10-20 > 20 Punya Tidak Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Tidak berpendapa t Menguntun gkan PNS Menguntungk an Negara/ Pemerintah Meningkatka n karier PNS secara lebih baik

Sudah lelah bekerja, saatnya beristirahat

Memberi kesempatan pada yang lebih muda, pro pada penyelesaian masalah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 16 17

Jumlah 49 32 98 117 62 31 99 49 0 50 44 76 25 49

179 179 179 170 74

Masa Kerja Jabatan (Kesetujuan BUP 58 th) Setuju karena alasan Tidak setuju, karena alasan Pertanyaan-1 : Apakah Bapak/Ibu

setuju dengan peraturan perpanjangan BUP dari 56 ke 58 tahun untuk Pejabat Administrastif ?

2.A : Bila jawaban Pertanyaan-1 Setuju, apa alasannya ?

Pertanyaan-2.B : Bila jawaban Pertanyaan-1 tidak setuju, apa alasannya ?

Dari analisis dan interpretasi data yang terkumpul dan terrekap dalam tabel 9.1 dan 9.2 diatas – dapat ditarik temuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Preferensi PNS tentang Batas Usia Pensiun

Sebagian terbesar responden (51 %) memilih 58 tahun sebagai norma BUP terbaik

(ideal) menurut versi mereka (Gambar 1). Hal ini bermakna bahwa akseptabilitas substantif ketentuan BUP dalam UU No. 5 Tahun 2014 itu tinggi. Namun tidak tinggi

sekali (extreme). Disamping karena tidak ada nuasa penolakan yang menyolok, jawaban sebesar 49 % sisanya tidak bersifat oposisi terhadap ketentuan BUP itu, namun lebih bersifat menambahi (complementary). Kesemuanya tersebar ke dalam 3 kategori yang mengandung makna sendiri-sendiri, sebagai berikut :

a. Pilihan BUP yang lebih rendah dari 58 tahun – sebagaimana ditentukan dalam UU ASN – ada 24 %, terdiri dari pilihan 56 tahun ada 16 % dan kurang dari 56 tahun ada 8 %.

b. Pilihan BUP yang lebih tinggi daripada ketentuan 58 tahun sebagaimana dalam UU ASN ada 19 %. Terdiri dari pilihan 60 tahun ada 18 % dan pilihan 62 tahun 1 %. Sementara itu tidak ada responden yang memilih BUP lebih dari 62 tahun –

opsi lain yang ditawarkan adalah 64 tahun, 66 tahun, 68 tahun dan seterusnya. c. Yang sangat menarik adalah terdapatnya fakta yang menunjukkan ada 6 %

responden memilih opsi BUP tidak perlu diatur secara ketat. Dari 6 % responden itu kebanyakan mereka memberi argumentasi senada, yaitu : Sebaiknya BUP ditentukan pemerintah secara longgar, agar bisa diperpanjang sesuai kebutuhan instansi dan keputusan pensiun itu diserahkan kepada PNS yang bersangkutan.

Interpretasi lebih lanjut menunjukkan bahwa pilihan BUP yang berbeda dari yang sudah ditentukan dalam UU ASN kebanyakan masih berada di sekitar 58 tahun itu juga, yaitu 56 tahun (16 %) dan 60 tahun (18%). Pilihan selain itu (kurang dari 56 tahun dan lebih dari 62 tahun) terlalu kecil untuk layak ditindak-lanjuti. Jadi perbedaan keinginan responden dengan aturan kebijakan yang sudah diambil tidak terlampau besar. Fenomena ini mengisyaratkan adanya keinginan diberlakukannya

fleksibilitas terbatas peraturan BUP di dalam range 56 – 60 tahun yang disesuaikan dengan kebutuhan instansi dan preferensi individu PNS yang bersangkutan.

Pilihan responden cenderung ke arah BUP lebih tinggi – dibandingkan dengan yang ke arah lebih rendah – daripada aturan UU ASN yang sudah diberlakukan. Hal ini mengindikasikan bahwa ada keinginan mereka untuk memperpanjang BUP lebih lama daripada 58 tahun. Hal ini berarti pula potensi untuk intensifikasi SDM PNS di lokasi penelitian masih sangat terbuka. Keinginan meninggalkan struktur birokrasi secara lebih awal (pensiun) di kalangan PNS “lebih lemah” dibanding dengan keinginan mereka untuk terus bekerja (lebih lama) dalam struktur birokrasi. Tinggal sekarang bagaimana manajemen ASN menangkap fenomena ini dan meresponnya dengan program-program pendayagunaan aparatur negara yang lebih intensif.

Gambar 1

Preferensi PNS tentang Batas Usia Pensiun

2. Alasan Kesetujuan atas Kebijakan Perpanjangan BUP

Sebagaimana dibahas dalam Kajian Pustaka ada banyak motivasi yang melatar-belakangi sikap seseorang menerima kebijakan semacam perpanjangan BUP ini, diantaranya adalah : pandangan subyektif bahwa diri mereka masih mampu bekerja, mereka masih ingin bekerja, mereka ingin memberikan kontribusi pada negara, mereka ingin diperlakukan lebih adil dibandingkan dengan PNS lain dengan BUP lebih lama, dan sebagainya. Kajian teoritis tersebut kurang-lebih sejalan dengan preferensi responden ketika diajukan pertanyaan terkait dengan alasan kesetujuan mereka terhadap kebijakan perpanjangan BUP dalam UU No. 5 Tahun 2014 – lihat

Gambar 2. 56 < 56 58 60 62 64 66 68 70 >70 Tidak ditentu-kan Seri1 8% 16% 51% 18% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 6% 8% 16% 51% 18% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 6%

Jawaban Responden atas Pertanyaan :

Menurut pendapat Bapak/Ibu, sebaiknya berapa tahun BUP untuk seorang PNS itu ?

Gambar 2

Alasan Kesetujuan Responden atas Kebijakan Perpanjangan BUP

Data pada gambar 2 memperlihatkan berbagai alasan yang dipilih responden. Ada 3 alternatif jawaban, yaitu (a) Menguntungkan PNS, (b) Menguntungkan Negara/Pemerintah dan (c) Meningkatkan Karier PNS secara lebih baik. Sementara itu jawaban (d) lain-lain – yang bersifat terbuka – tidak ada yang .mengisi (dibiarkan kosong). Jawaban semua responden tentang alasan kesetujuan mereka tersebut mengisyaratkan kepentingan pribadi PNS lebih mengedepan daripada kepentingan

negara/pemerintah. Walaupun ke 3 jawaban tersebut bisa saling melengkapi, artinya

menguntungkan PNS tidak selalu merugikan negara, menguntungkan negara/pemerintah tidak selalu merugikan PNS, dan meningkatkan karier PNS secara lebih baik sama artinya dengan menguntungkan PNS yang bersangkutan dan sekaligus menguntungkan negara/pemerintah, namun dari data ini terlihat mana yang lebih dikedepankan responden. Dengan kata lain data tersebut lebih banyak menggambarkan prioritas kepentingan mana yang lebih dinomorsatukan oleh

Menguntungkan PNS Menguntungkan Negara/ Pemerintah

Meningkatkan karier PNS

secara lebih baik Lain-lain

Seri1 50 44 76 0 50 44 76 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Jawaban Responden atas Pertanyaan : Bila Setuju, apa alasannya ?

29 %

26 %

45 %

yang lebih diprioritaskan/dinomorsatukan terkait dengan kesetujuannya pada kebijakan perpanjangan BUP itu.

Jadi ada warning disini, terkait dengan kebijakan perpanjangan BUP itu negara/pemerintah harus waspada terhadap efektivitas sasaran akhir kebijakan ini. Bisa jadi kebijakan perpanjangan BUP itu hanya dijadikan sebagai kendaraan atau instrumen individu PNS yang bersangkutan untuk meningkatkan keuntungan –

terutama keuntungan ekonomi – nya saja. Sementara peningkatan produktivitas untuk kepentingan negara/pemerintah/publik diabaikan. Padahal peningkatan produktivitas untuk kepentingan negara/pemerintah itulah yang menjadi sasaran utama kebijakan ini.

Mengenai sikap PNS yang lebih mengedepankan kepentingan individu daripada kepentingan negara/pemerintah ini terungkap pula dalam interpretasi atas saran yang mereka ajukan – Gambar 3. Walaupun persentasenya kecil (9 %), terdapat gagasan/saran/keinginan/aspirasi yang menyarankan bahwa sebaiknya BUP disesuaikan dengan permintaan PNS yang bersangkutan. Lebih lanjut, untuk ranah yang lebih luas (ranah kebutuhan instansi), ada pula gagasan yang merekomendasi bahwa sebaiknya BUP itu ditentukan pemerintah secara longgar, bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan instansi (23 %).

Gambar 3

Saran Responden terhadap Peraturan BUP

3. Akseptabilitas Berkorelasi dengan Tingkat Kepatuhan PNS pada Aturan Hukum

Ketika diajukan pertanyaan yang bernuasa kesetujuan responden terhadap peraturan perpanjangan BUP dari 56 ke 58 tahun untuk Pejabat Administrasi, kebanyakan di antara mereka yang dikategorikan setuju ada 72 % – terdiri dari jawaban sangat setuju (17%) dan setuju saja (55 %). Sementara itu responden yang menjawab tidak setuju hanya 27 % saja. Tidak ada responden yang tidak menjawab pertanyaan ini – lihat Gambar 4. Komposisi jawaban responden yang seperti itu secara logis menunjukkan korelasi erat antara variabel akseptabilitas dengan preferensi PNS

tentang BUP yang berada pada range 56 – 60 tahun sebagaimana temuan 1 penelitian ini. Fenomena ini menegaskan kembali bahwa sistem nilai birokrasi yang hierarkhis

117 40

16

0 20 40 60 80 100 120 140

BUP itu harus diatur Pemerintah secara Ketat dalam UU BUP ditentukan pemerintah secara Longgar. Bisa

diperpanjang sesuai kebutuhan instansi BUP sebaiknya disesuaikan dengan permintaan PNS yang

bersangkutan

Jawaban Responden atas preferensi yang ditawarkan : 9 %

23 %

sejalan dengan sistem nilai yang dianut dan dilestarikan dalam kehidupan birokrasi pada umumnya. Setiap insan birokrasi “ditakdirkan” harus patuh dan taat pada aturan hukum yang berlaku dan melaksanakannya, bukan mencari kelemahan aturan hukum itu sendiri – apalagi menolak atau tidak menyetujuinya. Jadi secara normatif

(legalistic-formalistik) maupun empiris substansial kebijakan perpanjangan BUP

tersebut telah diterima oleh kelompok sasarannya. Fenomena ini menjadi pertanda besarnya dukungan aparat birokrasi tersebut pada tahap implementasinya nanti.

Gambar 4

Kesetujuan Responden terhadap Peraturan Perpanjangan BUP dari 56 ke 58 Tahun untuk Pejabat Administrasi

D. PERSOALAN KUALITATIF DARI KACAMATA PEMERINTAH

Wawancara dengan Kepala Bagian Mutasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang merepresentasikan suara kolektif Pemerintah Kota Yogyakarta diperoleh temuan penelitian sebagai berikut :

17% 55% 27% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Tidak berpendapat

Jawaban Responden atas Pertanyaan :

Apakah Bapak/Ibu setuju dengan peraturan perpanjangan BUP dari 56 ke 58 tahun untuk Pejabat Administrastif ?

1. Tinjauan dari kacamata kepentingan pemerintah relatif tidak ditemui persoalan yang berarti terkait dengan implementasi kebijakan perubahan BUP tersebut di lokasi penelitian. Hal ini sejalan dengan perilaku birokrasi pada umumnya, yaitu dituntut patuh pada peraturan per-UU-an yang sudah given. Justru dari ketentuan UU No. 5 tahun 2014 inilah aparatur Pemerintah Kota Yogyakarta menyesuaikan diri dalam berperilaku. Segala ketentuan dalam UU itu sudah dan selalu dipandang sebagai kebenaran yag harus di-tindak-lanjuti. Oleh karena itu secara praktis sudah tidak ada lagi perdebatan yang berkepanjangan mengenai keberadaan kebijakan BUP yang baru tersebut. Bahkan interpretasi pelaksanaannya pun sudah ditentukan secara hirarkhis. Interpretasi tergantung pada pucuk pimpinan organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan dengan mengacu pada petunjuk pejabat administrasi atasannya, seperti misalnya SE Kepala BKN. Sebagai contoh bisa dibaca selengkapnya pada SE Kepala BKN Nomor K.26-30 lV.7 -3199 Tanggal 17 Januari 2OI4 sebagaimana termuat dalam lampiran 4 laporan penelitian ini.

2. Dari sudut pandang internal Pemerintah Kota Yogyakarta, penilaian mereka mengarah pada sikap yang mendukung keberadaan kebijakan BUP dalam UU baru tersebut. Sebagaimana ditunjukkan oleh jawaban informan penelitian ini : a. Kebijakan perubahan BUP dari 56 ke 58 tahun untuk PNS itu menunjukkan

bahwa PNS dewasa ini dianggap masih mampu untuk bekerja sampai usia 58 tahun atau masih produktif.

b. Alasan lainnya adalah bahwa dari pada menambah pegawai baru lebih baik mendayagunakan pegawai lama (PNS yang sudah ada). Pegawai baru harus melalui penyesuaian. Apalagi pemerintah beberapa tahun terakhir ini baru saja

melakukan moratorium penerimaan CPNS. Oleh karena itu perpanjangan BUP dari 56 tahun ke 58 tahun merupakan kebijakan yang tepat.

c. Terkait dengan persoalan akseptabilitas kebijakan BUP itu, jawaban kualitatif dari pejabat bidang kepengawaian itu menunjukkan tingkatan yang baik. Secara umum mereka – para PNS – senang adanya terhadap kebijakan perpanjangan BUP ini, karena pendapatan mereka tidak akan berkurang, paling tidak untuk 2 tahun ke depan. PNS yang memasuki masa pensiun pendapatannya akan jauh berkurang. Berbagai bentuk tunjangan, honorarium akan tidak ada lagi, sementara besaran pendapatannya hanya 75 % dari gaji pokok saja. Oleh karena itu proses sosialisasinya pun mudah. Menurutnya dengan sosialisasi melalui Surat Edaran Kepala BKN dan Kementerian Keuangan saja sudah cukup dan sudah bisa ditindak-lanjuti oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Mulai tahun ini Pemerintah Kota Yogyakarta sudah melaksanakan BUP yang 58 tahun itu (untuk PNS administratif) dan 60 tahun untuk pejabat pimpinan tinggi.

d. Namun demikian dengan dijalankannya peraturan BUP yang baru itu ada sedikit persoalan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta, terutama terkait dengan pengisian jabatan dalam struktur organisasi.

Pemberlakuan peraturan BUP baru itu berdampak dalam jangka 2 tahun ke depan ini jumlah PNS yang akan pensiun berkurang jauh. Biasanya berkisar 400 –500 orang. Dengan diberlakukannya peraturan BUP baru ini paling-paling hanya 150 – 200 orang yang memasuki usia pensiun. Dengan kata lain mulai terjadi penumpukan sejumlah PNS senior di penghujung masa pengabdiannya. Data yang dikemukakan informan, di lingkungan Pemerintah

Pejabat Pimpinan Tinggi – terdapat 305 PNS yang menumpuk. Berdasarkan peraturan lama seharusnya mereka pensiun pada tahun 2014, namun dengan diberlakukannya peraturan BUP baru ini mereka baru akan pensiun pada tahun 2016 nanti.

Dihadapkan dengan rencana pengisian dalam struktur organisasi pemerintah daerah, kondisi penumpukan PNS senior ini “sedikit” mengganggu rencana yang sudah disusun. Di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pengisian jabatan struktural dalam struktur organisasi sudah di-ploting sedemikian rupa. Walaupun tidak dilakukan secara terbuka, sudah ditentukan nominasi. misalnya pejabat A akan memasuki masa pensiun pada bulan Oktober tahun 2015. Terdapat 3 orang PNS yang memenuhi syarat administratif dan kualifikasi untuk regenerasi pejabat struktural tersebut. Namun dengan diberlakukannya peraturan BUP baru itu jumlah PNS yang memenuhi syarat untuk bisa menggantikannya menjadi menjadi 10 orang. Kondisi ini tentu menjadi masalah tersendiri di internal Pemerintah Kota Yogyakarta yang bisa jadi akan berpengaruh pada suasana kerja – yang sedikit menjadi kurang nyaman. Suasana kompetisinya menjadi lebih ketat dan masa tunggu untuk mendapatkan jabatan struktural menjadi lebih lama. Demikianlah hasil penelitian dan pembahasan penelitian tahun I ini.

BAB V

Dokumen terkait