• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekapitulasi dokumentasi penelitian

Nama Gambar

Flavor Panili merk “Diva”

Uji Ambang Batas

Fraksi Stearin

Fraksi Olein

Alat dan Bahan Pembuatan Margarin

130 Nama Gambar Penetrometer Sentrifuse Rotovisco Uji Organoleptik Margarin

PENGEMBANGAN PRODUK

SPREADABLE MARGARIN BERAROMA PANILI

SKRIPSI

BELINDA PRISKA CHENTYA DEWI

F24070135

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PRODUCT DEVELOPMENT OF VANILLA-FLAVORED SPREADABLE MARGARINE

Belinda Priska Chentya Dewi and Adil Basuki Ahza

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +6281315166500, E-mail: belind_exc@yahoo.co.id

ABSTRACT

Margarine is one of the water in oil (w/o) emulsion products. Margarine is usually made by plant-based oil. Palm oil and its fractions are widely used for the manufacture of margarine. As the second largest producer of palm oil in the world, Indonesia has great potential to develop margarine products. One of those potentially to be developed is vanilla-flavored spreadable margarine (VFSM). Vanilla flavor is one of the most preferred and widely used in food manufacture. To develop VFSM, this research divided into three steps, i.e., preliminary research, process of margarine making, and analysis. This research is carried out using a completely randomized factorial design. The preliminary research includes characterization of raw materials, determination of vanilla odor threshold, and determination of range treatment in stearin olein ratio. VFSM made from refined bleached deodorized palm olein and palm stearin. The process of VFSM-making includes mixing, homogenizing, packaging, and tempering. There are 9 formulation of spreadable margarine, i.e., three of stearin olein ratio (60%: 40%, 50%: 50%, 40%: 60%) and three concentration of vanilla flavor (0009%, 0012%, 0015%). Physical, chemical, and sensorial characteristics of the VFSM were then analyzed, i.e., the stability, physical (color, spreadibility, consistency), chemical (acid number, iodine number, peroxide number), and organoleptic (rating and hedonic rating test). The results indicated that all of margarine formulas have a good of stability (more than 85%), physical, and chemical characteristics. Based on analysis of variance (ANOVA), the stearin olein ratio did not interact with the concentration of vanilla flavor (p>0.05). All of margarine formulas are also have a good quality of intensity and good acceptability. Based on analysis of stability, physical, chemical, and organoleptic, margarine with stearin olein ratio of 50%:50% and flavor vanilla concentration of 0.012% was selected as the best formula. This formula has similar sensory characteristics, but it has better physical and chemical characteristics than the commercial product.

BELINDA PRISKA CHENTYA DEWI. F24070135. Pengembangan Produk Spreadable Margarin Beraroma Panili. Di bawah bimbingan Adil Basuki Ahza. 2011.

RINGKASAN

Margarin pada awalnya ditujukan sebagai pengganti mentega. Penampilan, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi dibuat hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan salah satu produk emulsi air dalam minyak (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak. Minyak sawit dan fraksi-fraksinya banyak digunakan untuk pembuatan margarin. Sebagai produsen terbesar kedua kelapa sawit di dunia. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produk margarin. Hal ini juga dibuktikan oleh tingginya produksi margarin di Indonesia. Produksi margarin dalam negeri cukup besar, meskipun beberapa tahun mengalami penurunan produksi yang dikarenakan persaingan di pasar margarin dari tahun ke tahun semakin ketat. Penurunan produksi margarin ini tidak diikuti oleh penurunan nilai jual margarin tersebut yang terbukti nilainya dari tahun ke tahun semakin besar, sehingga pengembangan produk margarin masih memberikan peluang yang besar. Konsumsi margarin di Indonesia juga cukup tinggi. Oleh karena itu, pengembangan produk margarin cukup potensial untuk dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk margarin beraroma panili dari fraksi stearin dan fraksi olein Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) atau minyak sawit yang dimurnikan dan menghasilkan formula terbaik dari perlakuan perbandingan stearin olein serta perlakuan pemberian flavor panili. Parameter mutu yang diukur adalah sifat-sifat fisik, kimia, stabilitas, dan organoleptik dari produk margarin tersebut, dengan acuan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar Universitas (PAU) untuk pembuatan margarin, Laboratorium Minyak Seafast Center IPB untuk analisis konsistensi, Laboratorium Evaluasi Sensori PAU untuk pengujian organoleptik, Laboratorium L3 untuk analisis fisik penetrasi produk margarin, dan Laboratorium Kimia-Biokimia, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB untuk analisis kimia produk margarin.

Penelitian pengembangan produk margarin beraroma panili ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan, yang meliputi karakterisasi bahan baku yang digunakan, penentuan ambang batas (threshold) flavor panili yang digunakan, dan penentuan rentang perbandingan stearin olein yang digunakan. Tahap kedua adalah produksi margarin untuk menentukan formula terbaik dari perlakuan perbandingan stearin olein serta perlakuan pemberian konsentrasi flavor panili. Formula yang digunakan dalam pembuatan margarin ini didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Tahap ketiga adalah analisis stabilitas, fisik (warna dengan alat Chromameter CR 300, daya oles dengan alat penetrometer pobe corong, karakteristik fluida dengan alat Rotovisco RV 20), kimia (bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod), dan organoleptik (uji rating terhadap daya oles, aroma, kehalusan serta uji rating hedonik terhadap daya oles, warna, rasa, aroma, keseluruhan) dari setiap formula margarin. Formula margarin terbaik dan terpilih didasarkan dari hasil terbaik dari keempat analisis yang dilakukan terhadap produk margarin.

Margarin beraroma panili dibuat dari fraksi olein dan stearin minyak sawit yang telah dimurnikan dan berbagai konsentrasi flavor panili dengan rancangan percobaan faktorial, dua perlakuan dengan masing-masing tiga taraf. Karakterisasi bahan baku yang dilakukan terhadap karakteristik kimia (bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod) menunjukkan bahan baku yang digunakan bermutu baik dan sesuai dengan standar yang digunakan. Penentuan ambang batas panili dilakukan oleh 30 panelis terhadap 10 seri konsentrasi flavor panili: 0%, 0.003%, 0.006%, 0.009%, 0.03%, 0.06%, 0.09%, 0.3%, 0.6%, dan 0.9%. Melalui metode frekuensi, ambang mutlak atau ambang deteksi ditentukan ketika 50% dari populasi sudah dapat merasakan stimulus yang diberikan, yaitu pada konsentrasi flavor 0.006% (60 ppm). Ambang pengenalan terjadi pada konsentrasi flavor panili 0.0095% (95 ppm), ditentukan dengan metode Best Estimate Threshold (BET) yang dihitung menggunakan rata-rata geometris dari dua data saat terjadi transisi kesan dari 0 ke +. Berdasarkan hasil ini ditetapkan tiga konsentrasi flavor yang akan digunakan yaitu 0.009%, 0.012%, dan 0.015%. Penentuan rentang perlakuan perbandingan stearin olein dilakukan secara objektif dengan alat penetrometer terhadap 11 perbandingan: 100%:0%, 95%:5%, 90%:10%, 85%:15%, 80%:20%,

75%:25%, 70%: 30%, 65%:35%, 60%:40%, 55%:45%, dan 50%:50%. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dipilih tiga perbandingan stearin olein yaitu 60%:40%, 50%:50%, dan 40%:60%.

Pembuatan margarin meliputi proses pencampuran, homogenisasi, pengemasan, dan tempering. Bahan-bahan yang digunakan antara lain fase minyak (stearin dan olein dari minyak sawit yang dimurnikan), air, flavor panili, garam, emulsifier Gliserol monostearat (GMS), stabilizer Carboxy Methyl Cellulose (CMC), antioksidan Butylated hydroxyanisole (BHA), antioksidan Tertiary Butylhydroquinone (TBHQ), dan pewarna kuning telur. Fase minyak dibuat dengan persentase sebesar 82% dari total jumlah bahan yang digunakan dan sisanya sebesar 18% merupakan fase air. Masing-masing fase dihomogenkan dengan alat homogenizer berkecepatan 4000 rpm selama 30 detik. Fase cair terdiri atas air, garam, pewarna, dan flavor panili. Fase minyak terdiri atas campuran stearin olein, antioksidan, emulsifier GMS, dan stabilizer CMC. Setelah homogen, fase air dan fase minyak dicampurkan dan diaduk di dalam wadah gelas dengan menggunakan homogenizer berkecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Homogenizer ini dapat mengubah dua fase cairan yang immisible menjadi suatu emulsi melalui proses pencampuran dan pengecilan ukuran droplet. Homogenizer yang digunakan dimodifikasi dengan diselimuti air dingin bersuhu 17-22oC selama 15 menit Penyelimutan dengan air dingin dimaksudkan untuk melakukan proses kristalisasi lemak melalui proses pendinginan. Produk emulsi yang dihasilkan kemudian dikemas di dalam cup plastik berbahan polipropilen (PP) dan terakhir produk di-tempering atau didiamkan pada suhu 7-10oC selama 2x24 jam. Pendiaman margarin dimaksudkan untuk menstabilkan tekstur dan plastisitas dari produk margarin yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa kesembilan formula margarin mempunyai stabilitas, karakteristik fisik, dan karakteristik kimia yang baik. Berdasarkan uji ANOVA, perlakuan perbandingan stearin dan olein tidak berinteraksi dengan perlakuan pemberian berbagai konsentrasi flavor panili (p>0.05). Kesembilan formula margarin juga mempunyai intensitas mutu dan daya penerimaan yang baik. Berdasarkan analisis stabilitas, fisik, kimia, dan organoleptik yang telah dilakukan dipilih margarin dengan perbandingan stearin olein sebesar 50%:50% dan pemberian konsentrasi flavor panili sebesar 0.012% sebagai formulasi terpilih. Margarin ini memiliki sifat sensori yang mirip produk komersial, namun karakteristik fisik dan kimianya lebih baik daripada produk komersial. Produk margarin terpilih memiliki stabilitas sebesar 90%, nilai Chroma sebesar 38.32, nilai oHue sebesar 90.09o, nilai penetrasi sebesar 24.70 mm, viskositas sebesar 49.13 Pa.s, indeks konsistensi sebesar 78.52 Pa.sn, indeks aliran sebesar 0.955, bilangan asam sebesar 0.2 mg NaOH/ g sampel, bilangan peroksida sebesar 6.66 meq peroksida/kg contoh, dan bilangan iod sebesar 32.37 g iod/100 g sampel.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Margarin pertama ditemukan pada tahun 1870 oleh Mouries Mega di Perancis. Margarin pada awalnya ditujukan sebagai pengganti mentega. Penampilan, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi dibuat hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan salah satu produk emulsi air dalam minyak (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak (Ketaren, 2008). Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Margarin yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibandingkan asam lemak jenuhnya, 13-15% asam lemak jenuh dan 85-87% asam lemak tidak jenuh. Selain itu, bahan lain yang biasa ditambahkan dalam produksi margarin adalah air, emulsifier, fortifikasi vitamin A, D, E, dan K (Kataren, 2008). Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut. Margarin mempunyai titik beku yang tinggi (di atas suhu kamar) dan titik cair sekitar suhu badan (Kataren, 2008).

Minyak sawit dan fraksi-fraksinya banyak digunakan untuk pembuatan margarin. Sebagai produsen terbesar kedua kelapa sawit di dunia (Carrere, 2006), Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produk margarin. Hal ini juga dibuktikan oleh tingginya produksi margarin di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan data produksi margarin di Indonesia. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa produksi margarin dalam negeri cukup besar, meskipun beberapa tahun mengalami penurunan produksi yang dikarenakan persaingan di pasar margarin dari tahun ke tahun semakin ketat. Penurunan produksi margarin ini tidak diikuti oleh penurunan nilai jual margarin tersebut yang terbukti nilainya dari tahun ke tahun semakin besar, sehingga pengembangan produk margarin masih memberikan peluang yang besar.

Tabel 1. Produksi margarin di Indonesia

Tahun Produksi Margarin (kg) Nilai (x 1000 Rp) 2008 45.079.120 873.446.279 2005 36.791.417 126.711.269 2004 86.414.581 190.689.983 2002 108.253.676 403.392.142 Sumber: BPS (2008a, 2005a, 2004a, 2002a)

Konsumsi margarin di Indonesia juga cukup tinggi. Tingginya konsumsi margarin ini tidak terlepas dari penggunaan margarin yang cukup luas, misalnya digunakan untuk membuat roti, kue, bahkan untuk keperluan menumis atau menggoreng (Supriyatna, 2010). Tabel 2 menunjukkan konsumsi margarin oleh penduduk Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa konsumsi margarin rata-rata perkapita oleh penduduk Indonesia cukup tinggi dan konsumsi penduduk perkotaan lebih besar daripada penduduk pedesaan. Tingginya konsumsi di daerah perkotaan tidak terlepas dari gaya hidup masyarakat perkotaan yang lebih sering mengonsumsi roti

2 sebagai makanan utama, khususnya untuk sarapan. Tingginya pengeluaran untuk konsumsi margarin oleh penduduk Indonesia ini menambah peluang pengembangan produk margarin.

Tabel 2. Pengeluaran untuk konsumsi margarin penduduk Indonesia Tahun Konsumsi Perkapita per tahun (ons)

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan 2009 0,816 0,144 0,480 2008 0,960 0,192 0,576 2007 1,488 0,288 0,864 2005 1,296 0,240 0,672 2004 1,248 0,336 0,720 2003 0,816 0,240 0,480 2002 1,536 0,192 0,816 Sumber: BPS (2009, 2008b, 2007a, 2005b, 2004b, 2003a, 2002b)

Konsumsi dan produksi margarin yang tinggi ini membuka peluang yang besar untuk membuat inovasi produk margarin. Salah satunya melalui pengembangan produk margarin beraroma panili. Panili merupakan salah satu flavor yang paling disukai dan banyak digunakan dalam pembuatan makanan (Ruhnayat et.al, 1998). Panili juga merupakan flavor yang cukup sering digunakan dalam pembuatan produk pangan yang berasosiasi di dalam penggunaan margarin seperti produk bakery atau roti-rotian. Margarin mempunyai nilai penggunaan yang cukup tinggi sebagai bahan baku roti-rotian, begitu pula panili yang digunakan sebagai penambah aroma dalam roti-rotian. Jika diproduksi margarin beraroma panili, penambahan flavor panili di dalam produksi roti-rotian dapat ditekan. Tabel 3 menunjukkan nilai penggunaan margarin dan panili sebagai bahan baku roti-rotian. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penggunaan margarin dan flavor panili dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari semakin banyaknya produksi dan pengembangan produk roti-rotian. Margarin beraroma panili tidak hanya terbatas penggunaannya sebagai bahan baku, margarin ini juga dapat digunakan sebagai pengoles pada roti yang siap makan atau keperluan lain seperti menumis atau menggoreng seperti layaknya penggunaan margarin biasa. Margarin yang dikembangkan akan memiliki daya oles yang cukup baik, sehingga dapat digunakan secara langsung sebagai margarin siap makan atau margarin oles. Aroma panili yang khas diharapkan mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk baru margarin.

Margarin beraroma panili ini juga harus memenuhi kriteria mutu dan selera konsumen agar layak diproduksi dan dikonsumsi. Oleh karena itu, pengembangan produk margarin ini juga diikuti dengan analisis berbagai mutu margarin. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia, fisik, stabilitas, dan organoleptik. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat margarin yang ditentukan berdasarkan reaksi spesifik dengan pereaksi tertentu. Analisis fisik dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik margarin yang berkaitan dengan aplikasi dalam pengolahan. Analisis stabilitas dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan penggabungan fase air dan fase minyak di dalam margarin. Analisis organoleptik merupakan salah satu analisis subjektif yang langsung menggunakan panelis untuk menilai margarin yang dihasilkan. Analisis organoleptik yang dilakukan meliputi analisis terhadap karakteristik dari atribut mutu dan analisis terhadap penerimaan atribut dari margarin yang dikembangkan. Analisis yang tepat diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kriteria mutu dari margarin beraroma panili, sehingga dapat dikembangkan margarin beroma panili dengan karakteristik mutu yang baik namun tetap disukai konsumen.

3 Tabel 3. Nilai penggunaan margarin dan flavor panili pada produk roti-rotian

Tahun Margarin Flavor Panili

Jumlah (kg) Nilai (000 Rp) Jumlah (kg) Nilai (000 Rp) 2008 10.978.478 39.287.222 12.889 2.142.281 2007 10.068.870 33.216.060 15.043 745.601 2006 9.956.048 73.733.788 20.190 940.767 2005 610.237 6.330.688 14.895 1.587.546 2003 209.244 2.424.323 16.175 630.633 2002 292.379 2.476.777 22.980 624.531 2000 114.678 726.079 17.585 480.326 Sumber: BPS (2008c, 2007b, 2006, 2005c, 2003b, 2002c, 2000)

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk margarin beraroma panili dari fraksi stearin dan fraksi olein Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) atau minyak sawit yang dimurnikan dan menghasilkan formula terbaik perlakuan perbandingan stearin olein serta perlakuan pemberian flavor panili. Parameter mutu yang diukur adalah sifat-sifat fisik, kimia, stabilitas, dan organoleptik dari produk margarin tersebut, dengan acuan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan formula terbaik dari produk margarin beraroma panili, berbahan dasar fraksi stearin dan fraksi olein Refined Bleached Deodorized Palm Oil

(RBDPO), dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membantu penghematan penggunaan flavor yang berlebih.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1PEMURNIAN MINYAK SAWIT

Minyak sawit pada umumnya dimurnikan terlebih dahulu sebelum dilakukan fraksinasi dan digunakan untuk berbagai keperluan. Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pemurnian minyak sawit meliputi tahap netralisasi (refined), pemucatan (bleached), dan deodorisasi (deodorized). Oleh karena itu, minyak sawit yang dimurnikan biasanya lebih dikenal dengan sebutan RBDPO (Refined bleached deodorized palm oil). Sebelum dilakukan pemurnian, biasanya minyak melewati perlakuan pendahuluan terlebih dahulu. Tujuan perlakuan pendahuluan antara lain untuk menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam, untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi (Ketaren, 2008).

Netralisasi merupakan suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi. Netralisasi dengan menggunakan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu, penggunaan NaOH juga membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi dengan menggunakan NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Hal serupa juga terjadi pada komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid yang hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi (Ketaren, 2008).

Proses pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan merupakan proses penguapan asam lemak bebas langsung tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dengan alat penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyuling dengan letak horizontal. Sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa berlubang tempat menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah dipanaskan pada suhu kurang lebih 240 oC, sehingga asam lemak bebas menguap bersama-sama dengan uap panas tersebut. Hasil sulingan berupa campuran uap air dan asam lemak bebas akan mengembun dalam kondensor pada suhu 70-80 oC. Kerusakan minyak akibat suhu tinggi dihindari dengan menetralkan asam lemak bebas yang tertinggal dengan persenyawaan basa (Ketaren, 2008).

Pemucatan merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai di dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay), dan arang aktif atau juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben yang juga akan menyerap suspensi koloid serta hasil degradasi minyak. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat

5 minyak mencapai suhu 70 - 80 oC dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1.0 – 1.5 % dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau pengepresan dengan filter press. Cara pemucatan dengan bahan kimia banyak digunakan untuk minyak yang akan digunakan sebagai bahan pangan karena lebih baik dibandingkan dengan adsorben. Keuntungan menggunakan bahan kimia adalah hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak bewarna yang tetap tinggal di dalam minyak (Ketaren, 2008).

Deodorisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200 – 250 oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah dengan tetap dialiri uap panas, selama 4 – 6 jam. Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisis minyak oleh uap air. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi sekitar 84 oC dan selanjutnya ketel dibuka serta minyak dikeluarkan (Ketaren, 2008). Gambar 1 menunjukkan proses pemurnian minyak yang biasa dilakukan di industri. Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami kerusakan dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan, dan kemasan yang dipakai (Ketaren, 2008).

6

2.2FRAKSI STEARIN

Stearin merupakan fraksi dari minyak sawit yang berbentuk padat. Fraksi ini merupakan co- product atau hasil samping yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Stearin memiliki slip melting point pada kisaran suhu 45-56°C, sedangkan olein pada kisaran suhu 13- 23°C. Hal ini menunjukan bahwa stearin yang memiliki slip melting point lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Pantzaris, 1994). Stearin hasil fraksinasi yang tidak murni merupakan campuran dari berbagai asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan komponen terbanyak adalah asam palmitat (Ketaren, 2008).

Stearin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan shortening, margarin, dan pasta (Ketaren, 2008). Hal ini juga didukung oleh stearin yang bersifat plastis. Hal utama yang menyebabkan stearin mempunyai sifat plastis dan beku pada suhu ruang adalah tingginya kandungan asam lemak palmitat pada stearin. Karakteristik fisik dari stearin sangat berbeda dengan produk- produk lainnya dari minyak sawit terutama pada parameter titik leleh dan nilai bilangan iod. Dari hasil survey MARDI tahun 1997/1998 (Satiawihardja et.al, 2001), karakteristik fisik dan kimia dari

Dokumen terkait