• Tidak ada hasil yang ditemukan

Glulam pertama kali digunakan di Eropa sebagai konstruksi pada auditorium Bassel di Negara Switzerland tahun 1893. Sistem ini dipatenkan sebagai Hertzer System dan digunakan perekat yang tidak tahan air. Jadi penggunaannya terbatas pada kondisi kering saja, menurut pernyataan Moody et al. (1999). Riberholt (2007) telah mengemukakan bahwa pada tahun 1835 dan 1855, di Inggris dan Skotlandia, jembatan kereta api pertama dibangun menggunakan glulam lengkung dengan panjang bentang 18 m dan 36 m. Pada

awal abad 19, glulam lengkung dan balok digunakan sebagai struktur atap, menggunakan perekat casein. Selama perang dunia ke II, kebutuhan membangun bangunan militer yang terdiri dari komponen struktural yang besar, seperti gudang dan hanggar pesawat terbang, menambah ketertarikan terhadap sistem glulam. Perkembangan perekat resin sintetis tahan air mengizinkan penggunaan glulam kayu untuk jembatan dan bangunan eksterior lainnya, menurut Moody et al. (1999). Dikatakan pula bahwa selama tahun 1990-an, produksi glulam semakin berkembang dan diekspor dalam jumlah yang cukup berarti, dikirim ke negara- negara Pacific Rim terutama Jepang.

Struktur glulam pertama diproduksi di New Zealand pada tahun 1957. Dasar terbentuknya industri glulam di New Zealand adalah adanya perkebunan kayu berdaun jarum, Radiata pine dan Douglas fir. Karena banyaknya jumlah Radiata pine, maka struktur glulam banyak menggunakan kayu jenis ini, McIntosh (2008). Perekat yang digunakan adalah melamine-urea formaldehyde. Pada tahun 1965, New Zealand Forest Products membangun gedung 3 (tiga) lantai dari kayu Radiata pine dengan perekat casein untuk komponen interior dan menggunakan perekat resorcynol untuk komponen eksterior.

Di Indonesia, di Aula Barat dan Timur Kampus Institut Teknik Bandung (ITB), pertama kali dibuat struktur glulam dengan sistim laminasi mekanis. Sambungan mekanis untuk menyatukan lamina satu dengan lainnya sebagai pembentuk glulam, digunakan baut. Pada posisi tertentu dipasang klem baja untuk lebih mempererat ikatan antar lamina. PT PAL Surabaya telah membuat lunas kapal terbuat dari kayu dengan sistem laminasi.

Dibandingkan dengan kayu gergajian sebagai material struktural, glulam mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: (1) dimensi: dapat dibuat sebagai produk struktur kayu dengan dimensi yang lebih besar dari komponen kayu gergajian; (2) segi arsitektural: dapat dibuat untuk bentang besar, sebagai material terekspose atau elemen dekoratif; (3) pengkondisian: pengaruh retak dapat diminimalkan, dengan cara pengkondisian papan lamina sebelum digunakan sebagi produk glulam; (4) variasi penampang melintang: dapat didesain dengan penampang melintang yang berbeda sepanjang arah longitunal sesuai dengan kekuatan dan kekakuan yang ditentukan; (5) variasi kelas kayu: dapat disusun dari

papan lamina dengan kelas kayu yang berbeda, spesies kayu juga dapat bervariasi disesuaikan fungsi glulam; (6) ramah lingkungan: pohon berkayu mempunyai kemampuan mudah diperbaharui, relatif memerlukan energi rendah didalam pembuatannya, mampu menyimpan karbon, dan bekasnya dapat digunakan kembali.

Glulam merupakan bahan ideal untuk struktur dengan bentang besar, untuk balok lurus dan tapered dapat digunakan untuk bentang sampai dengan 30 m atau lebih, pernyataan ini dikemukakan oleh Thelandersson (2002). Forest and Wood Products Research and Development Corporation dari Australian Government (2007), mengemukakan bahwa glulam dapat dibuat menjadi komponen struktural dengan dimensi besar dan panjang yang terbuat dari banyak lamina dengan ukuran tipis. Kapasitas kekuatan bertambah dibandingkan dengan kekuatan komponen lamina awalnya, dan laminasi disusun sejajar arah serat. Setelah diadakan pemilihan lamina dengan sedikit cacat, dilakukan perekatan dan diklem secara bersama-sama dengan tekanan tertentu dan dilakukan curing. Dinyatakan pula bahwa kekakuan kayu tidak mempunyai pengaruh dengan adanya proses laminasi, biasanya balok glulam yang dibentuk dari lamina mempunyai MOE sama atau lebih kecil dari balok utuh.

Pengaruh pengurangan kekuatan dapat diminimalkan dengan mengatur distribusi mata kayu (knots), pecah/belah (splits), kemiringan serat (slope of grain) sepanjang komponen. Kekakuan glulam tidak terpengaruh oleh proses laminasi, dan balok laminasi mempunyai kekakuan sama dari kayu pembentuknya. Pada umumnya MOE balok glulam lebih kecil apabila dibandingkan dengan MOE laminasi pembentuknya. Sebagai komponen balok glulam yang mengalami lentur, mata kayu yang besar diletakkan pada daerah mendekati sumbu netral. Hal ini dilakukan karena pada daerah tersebut tegangan lentur yang terjadi adalah kecil. Dengan membuang mata kayu, kayu laminasi akan menjadi bahan yang bebas cacat, penjelasan ini dikemukakan oleh Fank dan Prion (2002). Juga dinyatakan bahwa agar glulam dapat dijamin lurus atau lengkung sesuai dengan desainnya, setelah proses perekatan selesai dilakukan pada seluruh lamina selanjutnya diberikan tekanan atau diklem > 0,7 MPa atau 7,0 kg/cm2. Pada NDS

Commentary (2004) tertulis bahwa balok glulam dibuat dari material kering yang harus dikontrol kualitasnya, termasuk cacat kayu.

Dalam tahap kualifikasi perencanaan perlu ditentukan jenis perekat serta prosedur perekatan yang sesuai, agar memenuhi kekuatan geser rekat antar lapisan seperti yang ditentukan oleh NDS Commentary (2004). Fungsi dari perekatan adalah mengisi ruang kayu, menghasilkan ikatan perekat pada masing-masing komponen yang sama kuat serta membentuk ikatan kohesi diantara komponen. Pada struktur glulam, garis rekat harus cukup kuat dan dapat mempertahankan integritasnya sesuai dengan kelas serta umur yang diharapkan.

Sejak tahun 1960, di Eropa menggunakan perekat sintetis, seperti Urea dan Recorcinol, dimana perekat ini merupakan perekat terbaik. Kemudian akhir-akhir ini digunakan campuran Urea dengan Melamine. Dalam sepuluh tahun terakhir banyak digunakan perekat Polyurethane, yang dikenal sebagai perekat ramah lingkungan, pernyataan yang disampaikan oleh Riberholt (2007). Polyurethane dapat digunakan untuk pembuatan rangka furnitur dan bangunan-bangunan. Usysal dan Özçifçi (2006) memberikan pendapat bahwa Polyurethane dapat digunakan sebagai material perekat dengan kondisi kelembaban jangka panjang, namun tidak direkomendasikan digunakan untuk perekatan material kayu dengan kerapatan tinggi.

Dokumen terkait