• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kabupaten Lahat

Kabupaten Lahat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, Keppres No. 141 Tahun 1950, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) No. 03 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950. PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Tingkat I Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Lahat resmi sebagai daerah Tingkat II hingga sekarang dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan dirubah UU No. 32 Tahun 2004 menjadi Kabupaten Lahat. Kabupaten Lahat mempunyai luas wilayah 6.586 km2. Secara administratif, sebelah utara Kabupaten Lahat berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Muara Enim, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Pagar Alam dan Kabupaten Manna Provinsi Bengkulu, sebelah barat dengan Provinsi Bengkulu dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim.

Secara astronomis Kabupaten Lahat terletak antara 3,25 derajat sampai dengan 4,15 derajat Lintang Selatan, 102,37 derajat sampai dengan 103,45 derajat Bujur Timur. Kabupaten Lahat beriklim tropis dengan rata-rata suhu udara maksimum 30,47 derajat celsius dan rata-rata suhu udara minimum 22,16 derajat celsius. Ketinggian wilayah Kabupaten Lahat bervariatif mulai dari 100 sampai dengan 1.000 meter dpl (di atas permukaan laut). Kecamatan yang paling rendah dari permukaan laut adalah Kecamatan Merapi Timur dengan ketinggian 100 sampai dengan 150 meter dpl sedangkan kecamatan yang paling tinggi adalah Kecamatan Tanjung Sakti dengan ketinggian 900 sampai dengan 1.000 meter dpl, dengan rata curah hujan 251,27 mm dan kelembaban udara 78,5% serta rata-rata kecepatan angin 4,66 km/jam.

Kabupaten Lahat terdiri dari 21 kecamatan yaitu Kecamatan Lahat, Merapi Barat, Merapi Timur, Merapi Selatan, Pulau Pinang, Gumai Ulu, Pagar Gunung, Kota Agung, Tanjung Tebat, Mulak Ulu, Pajar Bulan, Jarai, Muara Payang, Gumay Talang, Pseksu, Kikim Timur, Kikim Barat, Kikim Selatan, Kikim Tengah, Tanjung Sakti Pumu dan Kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Dipilih Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur sebagai lokasi penelitian adalah pertama, di dua kecamatan tersebut populasi masyarakat yang tergolong

58

keluarga miskin cukup besar; kedua, masyarakatnya masih homogen terdiri dari penduduk asli; ketiga, kedua kecamatan tersebut merupakan perwakilan dari dua suku besar di Kabupaten Lahat yaitu suku Besemah dan Suku Lematang yang secara budaya banyak memiliki perbedaan.

Kecamatan Mulak Ulu

Kecamatan Mulak Ulu mempunyai batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pulau Panggung Semendo Kabupatem Muara Enim, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pagar Gunung, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Tebat dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Agung. Luas wilayah Kecamatan Mulak Ulu sebesar 217.09 km2, dengan ibu kota Muara Tiga. Dilihat dari aspek pemerintahan Kecamatan Mulak Ulu terdiri dari 31 desa yaitu Desa Lawang Agung, Mengkenang, Pajar Bulan, Air Puar, Lesung Batu, Pengentaan, Gramat, Datar Dalam, Muara Tiga, Penindaian, Padang Masat, Sengkuang, Suka Nanti, Karang Lebak, Tebing Tinggi, Jadian Baru, Jadian Lama, Talang Berangin, Keban Agung, Padang Bindu, Danau Belidang, Talang Padang, Lubuk Dendan, Penandingan, Durian Dangkal, Talang Jawa, Tanjung Raya, Muara Danau, Tanjung Menang, Talang Gardu dan Desa Babatan. Kategori desa meliputi desa swadaya sebanyak delapan desa, 18 desa swakarsa dan enam desa swasembada. Desa yang dijadikan lokasi penelitian adalah Desa Sengkuang, Desa Datar Dalam, Desa Gramat, Desa Mengkenang, Desa Lesung Batu dan Desa Lawang Agung.

Desa yang terjauh dari ibu kota kecamatan adalah Desa Lawang Agung yang berjarak 20 km dari ibu kota kecamatan atau ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 30 menit. Jarak ibu kota kecamatan dengan ibu kota kabupaten lebih kurang 65 km atau ditempuh dengan kendaraan selama satu jam.

Kondisi wilayah terdiri dari dataran bergelombang 30%, dataran rendah 15% dan berbukit 55%. Lahan produktif terdiri dari tanah sawah setengah teknis 1.992 ha, sawah pengairan sederhana 303 ha, kolam ikan 30 buah, lahan kering terdiri dari tanah pekarangan 15 ha, tanah tegalan 1.440 ha dan tanah perkebunan rakyat 7.541 ha, hutan rakyat 850 ha, hutan lindung 6.295 ha. Lahan lainnya terdiri dari lahan kritis 421 ha, sungai 2.840 ha, pemukiman 114 ha dan perkebunan swasta 5.679 ha. Selesai panen padi masyarakat menanam palawija

59

seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi jalar. Sayuran yang ditanam bersamaan dengan palawija adalah kacang panjang, cabe besar, tomat, terong. Pada perkebunan rakyat ditanam pohon buah-buahan seperti manggis, alpokat, embacang, durian, duku, rambutan, mangga, jeruk, pisang, sukun. Jenis komoditi yang ditanam adalah kopi, karet, kelapa sawit, kemiri, cengkeh, lada, kelapa, kakao dan kayu manis.

Jumlah penduduk ada sebanyak 19.348 jiwa (5.930 kk) terdiri dari laki-laki 10.472 jiwa dan perempuan 8.876 jiwa. Penduduk tergolong keluarga miskin di desa lokasi penelitian sebanyak 240 kepala keluarga. Penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari petani pemilik tanah ada 3.912 kk (12.736 jiwa), petani penggarap ada 296 kk (882 jiwa), buruh tani ada 453 kk (1.359 jiwa), buruh bangunan ada 363 kk (1.989 jiwa), pedagang ada 15 kk (50 jiwa), pegawai negeri sipil/PNS ada 114 kk (350 jiwa), TNI/POLRI ada enam kk (20 jiwa), pensiunan PNS ada 26 kk (53 jiwa), pekerjaan lain termasuk yang tidak bekerja ada 745 kk (1.909 jiwa)

Dilihat dari aspek pendidikan tamat SD ada 11.000 orang, tamat SLTP sederajat ada 300 orang, tamat SLTA sederajat ada 100 orang, D3 lima orang dan tamat S1 ada 10 orang. Tingkat pengangguran cukup tinggi yaitu ada sebanyak 789 orang, yang terdiri dari pencari kerja laki-laki 400 orang dan pencari kerja perempuan sebanyak 389 orang. Permasalahan yang cukup serius yang dihadapi sekarang adalah makin kurangnya minat generasi muda yang relatif berpendidikan untuk menjadi petani. Mereka lebih suka pergi ke kota besar seperti Palembang, Jakarta bekerja di pabrik ataupun perusahaan swasta lain, walaupun penghasilan- nya lebih rendah dari usaha bertani.

Jumlah infrastruktur yang ada berupa jalan provinsi adalah 60 km, jalan kabupaten adalah 20 km dan jalan desa adalah 30 km. Sarana dan prasarana sosial lainnya berupa Taman Kanak-kanak sebanyak dua buah, Sekolah Dasar Negeri ada 16 buah, Madrasah Ibtidaiyah ada satu buah, SLTP Negeri ada empat buah, SLTA Negeri ada satu buah. Sarana kesehatan yang ada berupa dua buah puskesmas dengan jumlah pegawai sebanyak 26 orang yang terdiri dari dokter tiga orang, bidan lima orang, perawat dan staf administrasi 18 orang. Sarana ibadah yang ada berupa mesjid sebanyak 30 buah.

60

Instansi vertikal dan otonom yang ada di Kecamatan Mulak Ulu adalah kantor Camat, cabang Dinas Pendidikan, kantor Urusan Agama dan cabang Dinas Pertanian termasuk di dalamnya Balai Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP3K). Jumlah petugas Penyuluh lapangan di Kecamatan Mulak Ulu sebanyak 13 orang terdiri dari tiga orang PNS dan 10 orang Tenaga Harian Lepas (THL).

Nilai-nilai kegotong-royongan masyarakat masih cukup tinggi hal ini terlihat dari kegiatan antara lain pengurusan pengairan irigasi tradisional, urusan kematian dan urusan kendurian. Pada urusan pengairan irigasi tradisional, warga desa sebelum akan melakukan pengelolaan sawah, mereka melakukan gotong- royong memperbaiki saluran irigasi yang rusak, membersihkan saluran dari rumput liar, lumpur. Kalau salah satu anggota masyarakat meninggal dunia maka kerabat dan masyarakat sekitar akan segera membantu, ada yang menugaskan pemuda untuk kungkunanyaitu bertugas untuk menyampaikan informasi kepada kerabat yang mendapat musibah yang berada di desa lain. Kerabat lain menyiapkan keperluan yang dibutuhkan untuk menyiapkan keperluan makan bagi kerabat yang datang. Karena biasanya keluarga, kerabat yang datang ke tempat musibah ada yang tidak sempat makan. Keperluan makanan dan minuman untuk keluarga, kerabat disediakan di rumah lain yang berdekatan dengan rumah ahli musibah.

Kecamatan Merapi Timur

Kecamatan Merapi Timur mempunyai batas wilayah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Merapi Barat, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lahat. Ibu kota Kecamatan Merapi Timur adalah Lebay Bandung. Jarak ibu kota kecamatan ke ibu kota kabupaten sekitar 40 km atau ditempuh dengan kendaraan selama 45 menit. Luas Wilayah 260.55 km2, desa yang terluas adalah Desa Gedung Agung 51,29 km2, disusul Desa Arahan 47,76 km2, Desa Gunung Kembang 47.42 km2. Desa yang mempunyai wilayah yang paling sempit ialah Desa Sengkuang 4,94 km2 disusul Desa Nanjungan 5,79 km2. Lahan pertanian terdiri dari lahan pertanian padi 340 ha dan lahan lainnya yang ditanami seperti palawija, ubi kayu 212 ha. Lahan

61

perkebunan terdiri dari kebon kelapa 3.500 ha, kebon kopi 73 ha, kebon karet 440 ha. Jumlah penduduk 22.504 jiwa atau 4.500 kk dan yang tergolong keluarga miskin sebanyak 288 kepala keluarga. Mata pencaharian penduduk adalah petani 2.407 jiwa, buruh tani, buruh bangunan dan buruh tambang tipe C 2.578 jiwa, pengrajin 43 jiwa, pedagang 56 jiwa, PNS 118 jiwa dan pekerjaan lainnya 2.407 jiwa

Dilihat dari aspek pemerintahan Kecamatan Merapi Timur terdiri dari 13 desa dan satu kelurahan yaitu Desa Sirah pulau, Desa Prabu Menang, Desa Gunung kembang, Desa Arahan, Desa Banjar Sari, Desa Tanjung Jambu, Desa Muara Lawai, Kelurahan Lebay Bandung, Desa Nanjungan, Desa Gedung Agung, Desa Tanjung Lontar, Desa Sengkuang, Desa Cempaka Wangi, Desa Lematang Jaya. Sarana ekonomi yang ada di Kecamatan Merapi Timur adalah koperasi satu buah, industri rumah tangga berupa besi tempa, anyam-anyaman ada 21 buah, restoran satu buah, warung ada 36 buah dan lainnya ada 30 buah.

Sarana pendidikan berupa SD ada 13 buah, SLTP ada tiga buah, SLTA ada satu buah dan TPA 11 buah. Sarana dan prasarana peribadatan berupa mesjid ada 21 buah, musollah ada 20 buah dan gereja ada dua buah. Lapangan olah raga berupa lapangan sepak bola ada empat buah, lapangan voli ada 26 buah dan meja pimpong ada tujuh buah. Prasarana kesehatan yang ada berupa puskesmas ada enam buah, posyandu ada 10 buah dan didukung oleh petugas dokter satu orang, paramedis ada 22 orang dan dukun bersalin ada lima orang.

Profil Keluarga Miskin Pedesaan Karakteristik Responden Keluarga Miskin

Secara umum latar belakang pendidikan sampel responden kepala keluarga di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur tergolong rendah, ini terlihat di dalam pengelompokkan yaitu tidak tamat SD ada 37 orang (15,4%), tamat SD dan tidak tamat SLTP ada sebanyak 120 orang (50%) dan tamat SLTP ada 83 orang atau sebanyak 34,6% (Tabel 7). Dilihat dari penyebaran latar belakang pendidikan di dua kecamatan tidak ada perbedaan yang mencolok. Tidak tamat SLTP yang cukup besar yaitu di desa-desa lokasi penelitian Kecamatan Merapi Timur sebanyak 70 orang (29,2%) dan Tamat SMP sebanyak 53 orang (22,1%) berada di Kecamatan Mulak Ulu. Kondisi latar belakang pendidikan

62

yang rendah tersebut mencerminkan bahwa suatu kebutuhan dasar masyarakat di bidang pendidikan belum terpenuhi secara minimal.

Tabel 5. Deskripsi responden berdasarkan indikator pendidikan, pekerjaan, pemilikan dan pemenuhan kebutuhan

Kecamatan Mulak Ulu

Kecamatan

Merapi Timur Total

Peubah Kategori Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) Pendidikan Pekerjaan Pemilikan lahan sawah Pemilikan lahan kopi Pemilikan lahan karet Pemilikan ternak ayam Pemenuhan Kebutuhan pokok/bulan

Sangat Rendah (tdk tamat SD) Rendah ( Tdk Tamat SLTP)

Menengah ( Tamat SMP)

Tidak punya pekerjaan tetap Hanya menekuni 1 pekerjaan Menekuni > 2 pekerjaan Sempit (0,4-0,5 ha) Sedang (0,6-1,3 ha ) Luas (1,4 - 3,0 ha) Sempit (0,4 - 0,5 ha ) Sedang (0,6 - 1,3 ha) Luas (1,4 - 2,5 ha) Sempit (0,7 -1,9 ha) Sedang (2,0 - 4,0 ha) Luas (4,1- 5 ha)

Sedikit (20 STA- 45 STayam) Sedang (45 STA – 90 STA) Banyak ( 91 ST-100 STA) Rendah (Rp152.200 -186.720) Sedang (Rp 274.340-361.961) Tinggi (Rp.362.560- 400.700) 17 50 53 1 96 23 83 23 14 104 13 3 89 28 3 117 2 1 75 38 7 7,1 20,8 22,1 0,4 40,0 9,6 34,8 9,6 5,6 43,4 5,4 1,2 37,1 11,7 1,2 48,8 0,8 0,4 31,3 15,9 2,8 20 70 30 0 119 1 78 34 8 98 17 5 116 4 0 118 2 0 110 8 2 8,3 29,2 12,5 0,0 49,6 0,4 32,2 14,2 3,6 40,8 7,1 2,1 48,3 1,6 0,0 49,2 0,8 0,0 45,9 3,3 0,8 37 120 83 1 215 24 161 57 22 202 30 8 205 32 3 235 4 1 185 46 9 15,4 50,0 34,6 0,4 89,6 10 67,0 23,8 9,2 84,2 12,5 3,3 85,4 13,4 1,2 98,2 1,6 0,4 77,2 19,2 3,6 n=240

Dilihat dari aspek pekerjaan menunjukkan sebanyak 215 responden (89,6%) kepala keluarga miskin menekuni satu pekerjaan yaitu sebagai petani pemilik yang mengerjakan sendiri lahan yang dimilikinya dan petani penggarap yang biasanya dengan sistem paruh hasil. Sebanyak 24 responden (10%) kepala keluarga menekuni pekerjaan lain selain bertani yaitu menjadi buruh bangunan, buruh pemecah batu, buruh pada pertambangan tipe C yaitu pertambangan pasir dan batu, buruh musiman di perkebunan sawit, dan hanya satu orang (0,4%) yang tidak memiliki pekerjaan tetap (Tabel 5). Keluarga miskin yang tidak mempunyai pekerjaan tetap adalah petani yang hanya memiliki sawah tadah hujan, apabila

63

musim kemarau panjang, lahan yang dimilikinya tidak bisa diolah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada saat sawah tidak bisa digarap, mereka kerja serabutan dan berpindah-pindah, kadang-kadang menjadi buruh pemecah batu, buruh gali pasir, dan menjadi buruh pemetik kopi musiman. Dari hasil wawancara mendalam dengan sampel responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap diperoleh informasi bahwa kondisi miskin tersebut telah diwariskan oleh leluhur mereka yang juga miskin. Tempat tinggal mereka menumpang di tanah milik kerabat. Luas rumah lebih kurang 40 m2. Bahan rumah terdiri dari atap pangkul yaitu bambu yang dibelah dua, dinding terbuat dari bambu dicacah atau bahasa lokal disebut pelupuh.

Ada perbedaan sistem mata pencaharian antara sampel responden desa-desa penelitian di Kecamatan Mulak Ulu dan desa-desa-desa-desa penelitian di Kecamatan Merapi Timur. Sampel responden di Kecamatan Mulak Ulu mempunyai pekerjaan bertani sawah dan perkebunan kopi. Berkat bantuan irigasi teknis dari pemerintah daerah Kabupaten Lahat mereka sudah dapat panen dua kali setahun. Mereka hanya menggeluti dua bidang tersebut dan sekarang baru mulai mencoba menanam karet. Namun mereka mengolah lahan masih secara tradisional dan belum mempunyai kemampuan untuk menanam komoditas lain. Alasan mereka sangat sederhana kalau lahan kopi diremajakan atau ditebang untuk menanam tanaman jenis baru. Berarti dalam tempo satu musim atau dua musim mereka tidak mempunyai penghasilan.

Sampel responden di Kecamatan Merapi Timur kesehariannya mempunyai pekerjaan bertani sawah tadah hujan dan menyadap karet. Hampir semua responden memiliki kebun karet yang sudah bisa disadap. Berdasarkan wawancara mendalam dengan seorang petani karet di Desa Tanjung jambu diperoleh informasi bahwa untuk menyadap karet dilakukan seminggu tiga kali, mereka berangkat menyadap karet lebih kurang pukul 5,30 pagi. Pagi hari dilakukan penyadapan dan pada siang hari baru getah karet dikumpulkan, kemudian diberi obat putas agar getah menjadi kenyal. Setiap kerja mereka mendapatkan getah 10 kg sampai 15 kg dan langsung dijual kepada pengepul di desa dengan harga Rp. 5.000 per kg. Setelah dikurangi pembelian obat dan biaya transportasi, mereka mendapatkan hasil Rp. 60.000,- per hari dan langsung

64

dibelanjakan untuk keperluan sangat pokok seperti beras, ikan asin, garam, minyak goreng, rokok, kopi, gula untuk keperluan selama dua hari. Menurut responden dari hasil menyadap karet mereka belum bisa menyisihkan untuk membeli barang lain atau menabung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas penyuluh pertanian Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur diperoleh infomasi bahwa penyuluhan pengembangan budidaya tanaman, ternak dan tanaman palawija telah dilaksanakan. Namun masih dihadapkan pada kendala antara lain kurangnya minat petani dalam mengembangkan tanaman atau ternak yang baru mereka kenal. Petani belum terbiasa bekerja disiplin sesuai dengan aturan yang disarankan penyuluh pertanian, belum terbiasa bekerjasama dengan orang atau lembaga di luar komunitas mereka.

Dalam hal pemilikan lahan sawah (Tabel 5), hampir semua responden keluarga miskin di desa penelitian di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur menyatakan memiliki lahan yang sempit. Sebanyak 161 responden (67%) menyatakan memiliki lahan sawah kurang dari 0,6 ha, 57 responden (23,8%) memiliki lahan kategori sedang (0,6-1,3 ha) dan kurang dari 10% responden yang memiliki lebih dari 1,3 ha (Tabel 5). Dilihat dari sebaran pemilikan, tidak banyak perbedaan antara pemilikan lahan sawah petani di desa penelitian Kecamatan Mulak Ulu dan desa penelitian Kecamatan Merapi Timur. Dari pengamatan di lapangan ternyata pengelolaan sawah di Mulak Ulu lebih baik, karena di Mulak Ulu banyak sumber air atau sungai kecil yang dapat dimanfaatkan menjadi sumber air sawah baik yang dikerjakan secara irigasi tradisional maupun dengan teknis irigasi bantuan pemerintah daerah. Produksi hasil sawah per hektar di Mulak Ulu sudah mencapai 3-4 ton per hektar dan dengan sistem irigasi tersebut petani sudah dapat melakukan dua kali musim tanam dalam satu tahun. Sedangkan sawah di Kecamatan Merapi Timur sebagian besar merupakan sawah tadah hujan dengan produksi dua sampai dengan dua setengah ton per hektar dan hanya bisa panen sekali dalam setahun.

Dalam hal Pemilikan lahan kopi keluarga miskin di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur, sebanyak 202 responden (84,2%) menyatakan memiliki lahan kurang dari 1,3 ha, sekitar 30 responden (12,5%) memiliki lahan

65

kategori sedang (1,3-2,7 ha) dan hanya delapan responden (3,3%) memiliki lahan kopi lebih dari 2,7 hektar (Tabel 5). Hampir tidak ada perbedaan sebaran pemilikan lahan kopi yang dimiliki keluarga miskin di Desa penelitian Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur. Perbedaannya hanya kopi di Kecamatan Merapi Timur ditanam di daerah yang relatif iklimnya panas dan tentu produksinya rendah. Sedangkan di Mulak Ulu daerahnya berbukit, udaranya sejuk dan cocok untuk sentra kopi. Di Mulak Ulu per hektar kebon kopi yang telah berusia delapan tahun masih berproduksi antara dua ton sampai dengan tiga ton per hektar. Sedangkan di Merapi Timur hanya berkisar setengah ton sampai dengan satu ton per hektar. Kebiasaan masyarakat memanen kopi yang belum masak mengakibatkan mutu buah kopi di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur kurang dapat bersaing dengan hasil kopi dari daerah lain.

Pemilikan lahan karet keluarga miskin di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur yang tersaji di Tabel 5 menunjukkan, bahwa sebanyak 85,4% responden memiliki kebon karet kurang dari dua ha, 13,4% responden memiliki kebon karet 2-4 ha dan hanya 1,2% responden yang menyatakan memiliki lahan karet lebih dari empat hektar. Untuk Kecamatan Mulak Ulu kebon karet rakyat belum berproduksi karena baru berumur kurang dari dua tahun. Penanaman karet dilakukan keluarga miskin pada lahan kering yang selama ini merupakan lahan tidur yang dipenuhi oleh rumput dan alang-alang. Dilihat dari sebarannya menunjukkan keluarga miskin di Kecamatan Merapi Timur memiliki lahan kebon karet lebih banyak dan telah berproduksi. Kebon karet sudah menjadi andalan bagi masyarakat khususnya keluarga miskin. Mereka sudah dapat menyadap karet tiga kali dalam satu minggu. Penyadapan getah karet sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kalau selesai menyadap kemudian hujan turun maka produksi menurun. Masyarakat lebih senang kalau menyadap karet pada musim yang hujannya kurang.

Data kepemilikan ternak keluarga miskin menunjukkan, bahwa umumnya (98%) responden punya ternak ayam kategori rendah (20-45 satuan ternak ayam/STA), sekitar 1,6% responden memiliki ternak ayam kategori sedang (45-90 STA) dan hanya satu responden (0,4%) memiliki ternak ayam karegori tinggi (91-100 STA). Hampir semua sampel responden, baik di desa penelitian Kecamatan

66

Mulak Ulu maupun di desa penelitian Kecamatan Merapi Timur menyatakan bahwa beternak ayam hanya merupakan sampingan, sehingga pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional yaitu dilepas di pekarangan dan dibebaskan mencari makan sendiri di kebun atau di sawah. Hasil ternak biasa digunakan untuk keperluan di luar keperluan pokok sehari-hari seperti untuk berobat, transport anak sekolah, untuk acara hajatan.

Dilihat dari pemenuhan kebutuhan per bulan keluarga miskin di desa penelitian Kecamatan Mulak Ulu dan desa penelitian Kecamatan Merapi Timur, menunjukkan 77% responden mengeluarkan uang per bulan kategori rendah (Rp 152.200-Rp 186.720) dengan rata-rata tanggungan keluarga lima orang, 19,2% responden menyatakan kategori sedang, yang mengaku pengeluaran per bulannya antara Rp 274.340-Rp 361.961 dan hanya 3,8% responden yang pengeluaran antara Rp 362.560- Rp 400.700 perbulan (Tabel 5).

Hampir semua sampel responden keluarga miskin di desa penelitian baik di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur menyatakan mengutamakan mengeluarkan biaya untuk keperluan pemenuhan kebutuhan bahan pokok seperti beras, ikan asin, minyak goreng, garam, terigu, biaya berobat ke puskesmas, biaya sosial kemasyarakatan seperti sumbangan untuk kerabat yang akan menyelenggarakan syukuran, kematian, kerabat yang sakit dan biaya transportasi ke pasar hari pekan yang diselenggarakan satu minggu sekali oleh pemerintah kecamatan. Keperluan sayuran, ubi kayu, mereka tidak membeli karena mengambil di kebun sendiri.

Karakteristik Wilayah

Dilihat dari aspek tingkat isolasi wilayah di desa penelitian di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur menunjukkan 12 sampel responden (51,3%) menyatakan setuju dan kurang setuju kalau dikatakan desanya sukar di jangkau dari ibu kota kecamatan, karena mereka merasakan bahwa kendaraan umum sudah hampir setiap hari datang ke desa mereka dan 115 sampel responden (47,6%) menyatakan setuju dikatakan desanya masih sulit dijangkau dari ibu kota kecamatan (Tabel 6). Hal ini cukup dimaklumi bahwa pada dua kecamatan lokasi penelitian ada desa yang masuk ± delapan km dari jalan besar seperti Desa Gramat, Desa Sengkuang di Kecamatan Mulak Ulu letaknya jauh dari jalan raya.

67

Untuk masuk ke desa tersebut perlu hati-hati karena di samping jalan menuju desa masih berupa pasir dan batu, juga banyak lobang-lobang besar. Demikian juga Desa Nanjungan dan Tanjung Lontar Kecamatan Merapi Timur lebih kurang 10 km dari jalan provinsi dan hanya dua responden yang menyatakan tidak setuju dikatakan desanya sulit dijangkau dari ibu kota kecamatan. Daerah Kecamatan Merapi Timur tergolong daerah dataran rendah yang dilewati oleh sungai-sungai kecil yang bermuara ke Sungai Lematang. Bebarapa desa seperti Lebay Bandung kalau musim hujan biasa dilanda banjir kiriman, tetapi masyarakat sudah terbiasa

Dokumen terkait