• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKOMENDASI KEBIJAKAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA – EU

Dalam dokumen KAJIAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA UN (Halaman 35-41)

Hubungan perdagangan antara UE-Indonesia merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. UE merupakan negara pengekspor terbesar di dunia dan menempati proporsi 20% dari nilai perdagangan dunia. Dengan populasi yang mencapai 500 juta jiwa, UE merupakan pasar ekspor terbesar bagi lebih dari 100 negara, tidak terkecuali Indonesia. Bagi Indonesia, UE merupakan negara tujuan utama untuk ekspor non-migas. Selama tahun 2011, total perdaganagan UE-Indonesia mencapai USD 32 triliun dengan surplus perdagangan sebesar USD 2,2 triliun bagi Indonesia3. Sebaliknya, populasi Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa dan terdiri dari masyarakat berpendapatan menengah ke bawah serta letak geografis yang strategis, telah menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat atraktif bagi Uni Eropa. Berdasarkan analisis mengenai kekuatan, kelemahan, hambatan, dan peluang kerja sama antara kedua pihak dalam bab sebelumnya, dapat disampaikan beberapa rekomendasi program dan rekomendasi kebijakan Kementerian Keuangan secara umum terkait kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan Indonesia dan Uni Eropa agar Indonesia dapat memetik manfaat yang optimal dari perlaksanaan kerja sama bilateral dengan Uni Eropa sebagai berikut:

A. Rekomendasi program, yaitu:

1. Perkuat program Trade Support Program (TSP) I dan II

Besarnya potensi perdagangan bilateral antara EU-Indonesia telah mendorong terinisiasinya kerjasama-kerjasama ekonomi antara kedua belah pihak. Tujuan dijalinnya kerjasama EU-Indonesia ini adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia pada perdagangan internasional. Trade Support Program (TSP) I dan II merupakan langkah yang diambil mendorong integrasi Indonesia pada sistem perdagangan internasional. TSP I dan diimplementasikan dari 2005-2008 fokus pada penguatan kapasitas government agencies yang terlibat pada hubungan perdagangan antara UE-Indonesia, yang meliputi Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Standarisasi Nasional4.

TSP II diimplementasikan untuk menjaga kontinuitas program TSP I yang sebelumnya telah dilaksanakan. Fokus program TSP II adalah peningkatan kualitas ekspor Indonesia untuk memastikan pemenuhan kualifikasi standar internasional. Salah satu yang menjadi kendala

3

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/index_en.htm 4

25 utama dalam hubungan perdagangan UE –Indonesia adalah isu mengenai standar kualitas barang ekspor Indonesia yang belum memenuhi kualifikasi Uni Eropa. Sebagai akibatnya, barang-barang ekspor Indonesia yang belum memenuhi standar kualitas tidak dapat dipasarkan di Eropa. Untuk mengatasi hambatan ini, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan memaksimalkan fungsi Quality Infrastructure (QI) yang dapat memastikan bahwa proses dan produk yang diekspor dari Indonesia sesuai dengan standar yang berlaku internasional. Berdasarkan laporan penelitian Indonesia’s Export Quality Infrastructure, menyimpulkan bahwa Quality Infrastructure di Indonesia belum dapat berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakjelasan wewenang dan area tanggung jawab, penggunaan asset yang tidak maksimal, hingga kompetisi di antara institusi pemerintah. Langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan ini dengan meningkatkan traceability. Traceability dapat ditingkatkan apabila setiap institusi yang terkait dalam Quality Infrastructure saling berbagi informasi. Dengan saling berbagi informasi, maka akan dapat teridentifikasi ‘blockage point’ yang menyebabkan terkendalanya barang ekspor Indonesia untuk dipasarkan di Eropa, dan merumuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. Selain itu, dengan akses informasi ini, diharapkan perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat mengembangkan research and development untuk melakukan inovasi-inovasi pada proses produksi sehingga meningkatkan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional. Untuk mendukung hal ini, standar kualitas maupu persyaratan yang berlaku, baik terkait dengan proses teknis maupun produk itu sendiri, harus dapat diakses oleh masyarakat umum, khususnya para pelaku ekspor5.

2. Pembentukan perjanjian bilateral yang ambisius seperti EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)

Untuk memaksimalkan potensi hubungan ekonomi bilateral antara UE-Indonesia dan mencapai kemitraan dan kerjasama dalam jangka panjang, maka perlu adanya suatu perjanjian bilateral yang ambisius antara Indonesia dan Uni Eropa. Adanya indikasi status quo antara kedua belah pihak telah mengurangi efisiensi hubungan ekonomi dan pemanfaatan potensi ekonomi UE-Indonesia. EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnerships Agreement (CEPA) adalah kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan dua arah antara Uni Eropa dengan Indonesia dan meningkatkan investasi Eropa di Indonesia. Secara garis besar, terdapat tiga elemen penting yang dalam mendukung perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa, yaitu: akses pasar, pengembangan kapasitas, fasilitasi perdagangan dan investasi6.

5

Indonesia’s Export Quality Infrastructure 6

26 Perluasan akses pasar dapat dilakukan melalui liberalisasi akses terhadap barang, jasa, dan investasi langsung yang didukung oleh komitmen pemenuhan peraturan dan standar internasional yang meliputi ketentuan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barriers to Trade / TBT), sanitasi dan fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary, SPS) dan hambatan non-tarif (Non Tariff Measures / NTM) serta perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Proses liberalisasi ini mempertimbangkan perbedaan tingkat kemajuan aekonomi antara negara-negara anggota UE dengan Indonesia. Liberalisasi akses terhadap barang telah dilakukan dengan pengurangan hambatan perdagangan (trade barriers) antara UE-Indonesia. Hal ini telah mulai dilakukan dengan adanya rekomendasi penerapan tarif nol bagi 95% jajaran tarif dari sekurang-kurangnya 95% nilai perdagangan yang termasuk dalam jangka waktu maksimum sembilan tahun, dengan tetap mengikutsertakan perlindungan terhadap ketentuan tentang sektor-sektor sensitif. Produk yang tidak atau kurang sensitif harus dipercepat proses liberalisasinya, sedangkan produk yang sensitif diliberalisasikan lebih lambat dengan mempertimbangkan kesiapan Indonesia7.

Dari sisi investasi dan perluasan akses pasar dapat dilakukan dengan pemberian kesempatan yang luas bagi investor secara lokal. Dalam sepuluh tahun terakhir, Asia hanya menerima 1,6% dari total FDI UE. Uni Eropa merupakan sumber FDI terbesar kedua untuk Indonesia. Hingga tahun 2010, total direct investment UE ke Indonesia mencapai USD 70 triliun. UE menempati posisi kedua sebagai sumber FDI bagi Indoonesia, namun presentase FDI UE ke Indonesia masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh pembatasan ekuitas yang terlalu ketat. Selain itu, isu-isu terkait dengan perlindungan HKI, konsistensi peraturan, ketersediaan infrastruktur, dan kebijakan perpajakan juga turut mengurangi motivasi penanaman modal di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, diharapkan akan ada liberalisasi terhadap pembatasan kepemilikan asing, akses bisnis, dan persyaratan konten lokal. Penyempurnaan sistem one-stop service (Pelayanan Perizinan Terpadu) yang telah diimplementasikan pada tahun 2009 juga akan dapat mempercepat alur perizinan pendirian perusahaan asing di Indonesia. Selain itu, pemerintah perlu memberikan perlindungan investasi kepada investor. Adanya inisiatif untuk melakukan Perjanjian Investasi Tunggal (BIT) dapat mempromosikan kepastian hukum bagi investor UE dan Indonesia8.

Upaya pengembangan kapasitas dilakukan dengan tidak hanya berorientasi pada hasil-produk, tetapi harus berorientasi pada hasil-proses, di mana hasil memiliki kapasitas untuk memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan, guna menjangkau pasar Uni Eropa. Isu mengenai standar sanitiasi (SPS) dan teknis (TBT) kembali perlu diperhatikan, sehingga diperlukan dialog

7 Ibid 8

27 yang mencakup tiga level, yaitu: (1) Dialog permanen yang meliputi antar bisnis dengan bisnis dan bisnis dengan pemerintah; (2) Dialog dan komitmen teknis yang melibatkan para penyusun undang-undang untuk berdiskusi bersama-sama guna mengidentifikasi kesempatan yang ada dan memberikan solusi atas hambatan yang dihadapi; dan (3) Kerjasama bidang keuangan, di mana UE memberikan bantuan finansial pada bidang-bidang tertentu utnuk membantu Indonesia untuk memenuhi persyaratan ekspor internasional9. Untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke UE perlu adanya koordinasi antara asosiasi bisnis UE dengan asosiasi bisnis Indonesia sebagai pihak yang memiliki akses informasi mengenai persyaratan dan kebutuhan pelanggan dan konsumen UE. Selain itu, perlu pula adanya mekanisme dukungan teknis dan administrasi terhadap UKM yang memiliki potensi untuk mengekspor ke UE. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan instansi terkait lainnya dapat melakukan program sosialisai dan memfasilitasi penyempurnaan on-line helpdesk kepada para pelaku UKM yang memiliki potensi ekspor namun dengan akses informasi yang terbatas10.

Penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi dapat dilakukan dengan membuka kesempatan investasi dari perusahaan-perusahaan UE pada sektor infrastruktur, pekerjaan umum infrastruktur, dan kerjasama publik/privat (PPP). Selama 2010-2014, kebutuhan Indonesia pada sektor infrastruktur masih sangat besar, diperkirakan sebesar USD 21 triliun. Hal ini membuka kesempatan bagi investor UE yang tertarik untuk melakukan investasi langsung di Indonesia. Indonesia diharapkan memberikan kesempatan bagi investor UE untuk berinvestasi di bidang pekerjaan umum, khususnya di bidang infrastruktur yang digabungkan dengan kerjasama publik-privat (public publik-private partnership / PPP) mengingat infrastruktur yang buruk dapat merupakan penghambat bagi FDI. Namun, untuk dapat menarik minat investor UE untuk berinvestasi di Indonesia, hal yang perlu ditindaklanjuti adalah pengurangan biaya logistik di Indonesia. Selain itu, perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis dan tingkatan dukungan pemerintah yang meliputi pembelian kembali asset, penghasilan minimum, laba komersial yang diharapkan, dll.

Baik upaya pengembangan kapasitas maupun upaya penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi, harus didahului dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas dan dilakukan penyelarasan standar, pengujian, penilaian kesesuaian dan akrediasi. Selain itu juga perlu dibahas langkah-langkah konkret dalam mempromosikan elemen hijau dalam kerangka kebijakan perdagangan dan investasi UE-Indonesia. Sasaran-sasaran berkelanjutan (sustainability) juga perlu dipertimbangakan pengembangan fasilitas dan fasilitas perdagangan.

9 Ibid 10

28 B.Rekomendasi kebijakan Kementerian Keuangan secara umum

1. Peningkatan belanja negara untuk perbaikan infrastruktur

Salah satu yang menjadi kendala dalam perdagangan baik antara Indonesia dengan Uni Eropa maupun dengan mitra dagang lainnya adalah buruknya infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur yang kurang memadai akan meningkatkan biaya logistik dan mengurangi efisiensi secara keseluruhan. Di samping itu, lemahnya infrastruktur di Indonesia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan investor asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mengatasi hambatan ini, rekomendasi untuk arah kebijakan Kementerian Keuangan adalah untuk meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia. Dari tahun 2005 hingga 2012, alokasi belanja negara untuk belanja modal telah mengalami peningkatan, yaitu dari 9,1% pada 2005, 15,5% pada 2011, dan 17,65 pada 201211. Ke depannya, alokasi pada belanja modal ini diharapkan akan mengalami peningkatan sehingga dapat mendukung aktivitas ekonomi pada umumnya dan aktivitas perdagangan pada khususnya. Selain itu, tingginya minat investor UE pada pengadaaan infrastruktur di Inonesia dapat dilihat sebagai peluang bagi Indonesia untuk mendanai kebutuhan infrastrukuturnya. Bersama dengan instansi terkait lainnya, perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan dan kerangka hukum yang memberikan kepastian bagi investor UE yang ingin melakukan investasi pada pengadaan infrastruktur di Indonesia.

2. Keringanan pajak bagi perusahaan yang berinvestasi pada sektor industri tertentu

Pemberian keringanan pajak penghasilan bagi perusahaan yang melakukan investasi pada sektor-sektor prioritas. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan investasi di Indonesia, baik bagi perusahaan domestik maupun perusahaan asing. Melalui kebijakan ini, pihak-pihak yang melakukan investasi pada sektor-sektor prioritas akan diberikan keringanan pajak atas pendapatan investasi yang diterimanya. Untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa, maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan keringanan pajak ini bagi investor yang berinvestasi pada industri perikanan, pertanian, barang elektronik, furnitur dan kosmetik. Dengan keringanan pajak ini, diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor-sektor tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Namun demikian, kebijakan pemberian keringanan pajak ini harus dilakukan secara cermat dan ketat, misalnya, dilihat dari perhitungan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut, jumlah penyerapan tenaga kerja, omset dan penilaian strategis lainnya.

11

Fiscal Policies For Oil and Gas Industry in Indonesia, Fiscal Policy Office, Ministry of Finance of Republic Indonesia

29 3. Pemberian tax holiday bagi industri baru atau atau pelaku industri yang menjadi pionir di

bidangnya secara cermat dan selektif

Pemberian tax holiday bagi industri yang baru muncul atau pelaku usaha yang menjadi pionir pada industrinya. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi pelaku usaha untuk melakukan inovasi kegiatan usaha pada sektor-sektor yang dianggap akan dapat memberikan eksternalitas positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hubungan perdagangan dengan Uni Eropa, maka industri yang direkomendaasikan mendapatkan tax holiday ini adalah industri yang melakukan inovasi yang mempertimbangkan ‘elemen hijau’ (green economics). Hal ini didasarkan pada besarnya perhatian Uni Eropa pada isu green economic sehingga inovasi dengan mempertimbangkan ‘elemen hijau’ ini dapat membuka kesempatan peningkatan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 4. Pengelolaan utang publik

Kebijakan pengelolaan utang publik perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan investment grade surat-surat berharga Indonesia. Hingga tahun 2011, investment grade untuk surat-surat berharga Indonesia berada pada Baa3 (Moody’s), BB+ (S&P), dan BBB- (Fitch)12. Selain penurunan utang publik, beberapa hal yang mendukung rating Indonesia pada level ini antara lain rendahnya defisit anggaran pemerintah, likuiditas eksternal yang menguat dan kinerja ekonomi yang tangguh13. Dengan naiknya peringkat surat utang pemerintah Indoneisa diharapkan akan memberikan sinyal positif bagi dunia internasional mengenai potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga akan menarik minat investor asing, termasuk investor Uni Eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

5. Pembinaan secara berkesinambungan bagi eksportir/UKM yang melakukan ekspor ke Eropa Ketatnya peraturan yang ditetapkan dan tingginya standar yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap produk-produk impor yang masuk ke wilayahnya menyebabkan produk-produk buatan Indonesia tidak dapat berkompetisi di pasar Eropa. Salah satu strategi yang diperlukan agar UMKM/eksportir dapat memasarkan produknya ke wilayah Eropa adalah dengan adanya pendampingan/pembinaan berupa pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan melibatkan stakeholders dari dalam negeri dan kerjasama dengan pihak Uni Eropa. Pendampingan tersebut haruslah berjenjang dan berkelanjutan sebab apabila hanya sporadis maka hasilnya hanya akan berlaku dalam jangka pendek.

12

Fiscal Policies For Oil and Gas Industry in Indonesia, Fiscal Policy Office, Ministry of Finance of Republic Indonesia.

13

30 REFERENSI

Ardie, Tonny A., Dampak Strategis Ekonomi Pasca Perluasan Keanggotaan Uni Eropa. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8515/, diunduh pada 16 Agustus 2012.

Delegation of European Union (2011), Blue Book 2012: EU – Indonesia Development Cooperation 2010 / 2011.

Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2011), Penguatan Kemitraan Indonesia – UE: Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA)

Feldstein, M.S. (2011), The Euro and European Economic Condition, NBER Working Paper Series.

Heryawan, O. dkk (---), Peningkatan Kerjasama Ekonomi Indonesia – Eropa Melalui Kerangka ASEM.

Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011) World Bank (2012), Doing Business in Indonesia 2012.

World Economic Forum (2012), The Indonesia Competitiveness Report 2011: Sustaining Growth Momentum.

World Economic Forum (2012), The Europe 2020 Competitiveness Report: Building a More Competitive Europe.

____, Ekspor Ikan ke Eropa Kian Sulit. 7 Mei 2012.

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/07/090402233/Ekspor-Ikan-ke-Eropa-Kian-Sulit (diunduh pada 15 Agustus 2012)

____, Minyak Sawit Dikeluarkan dari Batasan Impor Eropa.

http://www.tempo.co/read/news/2010/06/23/090257868/Minyak-Sawit-Dikeluarkan-dari-Batasan-Impor-Eropa (diunduh pada 15 Agustus 2012)

____,http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/12/07/03/m6kiu3-investor-asing-keluhkan-keamanan-dan-regulasi (diunduh pada 15 Agustus 2012)

____, Keamanan Investasi jadi Penentu. http://metronews.fajar.co.id/read/90267/61/index.php (diunduh pada 15 Agustus 2012)

____, Laboratorum Pangan Perlu Atasi Hambatan NonTarif, 18 Juli 2012.

http://www.suarapembaruan.com/home/laboratorium-pangan-perlu-atasi-hambatan-nontarif/22392 (diunduh pada 15 Agustus 2012)

____, Kunjungan Kerja Ketua KAN ke Laboratorium LPPMHP dan BPSMB Propinsi Gorontalo, http://www.kan.or.id/?p=1569&lang=id, (diunduh pada 15 Agustus 2012)

Dalam dokumen KAJIAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA UN (Halaman 35-41)

Dokumen terkait