G. Analisis Data
2. Analisis Data Deskriptif
Hasil jawaban siswa dalam tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis dianalisis untuk menelaah langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal. Hasil analisis tersebut juga diperkuat oleh data hasil skala self-efficacy, wawancara, dan observasi. Setelah data kualitatif terkumpul dan dianalisis, kemudian hasilnya dideskripsikan untuk melihat tingkat berpikir kritis dan kreatif matematis berdasarkan model pembelajaran dan kategori kemampuan awal siswa untuk mendukung, memperjelas, dan/atau melengkapi hasil analisis kuantitatif.
Tabel 3.21
Pengujian Hipotesis
Masalah Uji
Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, ditinjau dari: a) keseluruhan dan b) kategori kemampuan awal siswa (atas, tengah, bawah)?
Uji-t
Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, ditinjau dari: a) keseluruhan dan b) kategori kemampuan awal siswa (atas, tengah, bawah)?
Uji-t
Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis matematis dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?
Korelasi Pearson
Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis matematis dengan self efficacy siswa?
Koefisien Kontingensi
Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dengan self-efficacy siswa?
Koefisien Kontingensi Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan
dengan faktor kategori kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa?
ANOVA Dua Jalur Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan
dengan faktor kategori kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?
ANOVA Dua Jalur Apakah self-efficacy siswa yang mendapatkan Discovery Learning
lebih tinggi daripada self efficay siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) dimensi self-efficacy dan c) kategori kemampuan awal siswa (atas, tengah, bawah)?
Uji Mann-Whitney
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. a. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dalam konteks ini, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi sedang.
b. 1) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori kemampuan atas dan tengah. Pada kategori atas, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning berada pada kualifikasi tinggi dan konvensional berada pada kualifikasi sedang. Pada kategori bawah, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery
Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi sedang.
2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori kemampuan bawah. Dalam konteks ini, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi sedang.
2. a. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dalam konteks ini,
kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi sedang.
b. 1) Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori kemampuan atas dan tengah. Pada kategori atas, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi tinggi. Pada kategori tengah, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning maupun konvensional berada pada kualifikasi sedang.
2) Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan Discovery Learning tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan Pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori kemampuan bawah. Dalam konteks ini, kualitas peningkatan siswa yang memperoleh Discovery Learning berada pada kualifikasi sedang, sedangkan kualitas peningkatan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi rendah.
3. Terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis matematis dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Korelasi yang terjalin berada dalam kategori kuat dan bersifat searah.
4. Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan berpikir kritis matematis dengan self efficacy siswa.
5. Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematis dengan self-efficacy siswa?
6. Ditinjau dari interaksi antara faktor pembelajaran dan kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis, disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan kategori kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal ini dapat diartikan bahwa keefektifan dari kedua pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
tidak dipengaruhi oleh kemampuan awal siswa.
7. Ditinjau dari interaksi antara faktor pembelajaran dan kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan kategori kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal ini dapat diartikan bahwa keefektifan dari kedua pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis tidak dipengaruhi oleh kemampuan awal siswa.
8. a. Secara keseluruhan self-efficacy siswa yang memperoleh Discovery
Learning lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional. Dalam konteks ini, self-efficacy siswa yang memperoleh Discovery Learning berada pada kualifikasi tinggi dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi sedang.
b. 1) Self-efficacy dimensi magnitude siswa yang memperoleh Discovery Learning tidak lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy dimensi magnitude siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Namun dalam konteks ini, self-efficacy siswa yang memperoleh
Discovery Learning berada pada kualifikasi tinggi dan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi sedang.
2) Self-efficacy dimensi strength siswa yang memperoleh Discovery Learning lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy dimensi strength siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Dalam
konteks ini, self-efficacy siswa yang memperoleh Discovery Learning berada pada kualifikasi tinggi dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi sedang.
3) Self-efficacy dimensi generality siswa yang memperoleh Discovery Learning lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy dimensi generality siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Dalam konteks ini, self-efficacy siswa yang memperoleh Discovery
Learning berada pada kualifikasi tinggi dan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi sedang.
c. 1) Self-efficacy siswa kategori atas yang memperoleh Discovery Learning lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy siswa kategori
atas yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2) Self-efficacy siswa kategori tengah yang memperoleh Discovery Learning tidak lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy siswa
kategori tengah yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3) Self-efficacy siswa kategori bawah yang memperoleh Discovery Learning tidak lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy siswa
kategori bawah yang memperoleh pembelajaran konvensional.
B. Rekomendasi
Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Meskipun secara keseluruhan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa yang memperoleh Discovery Learning lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran komvensional, kualitas peningkatan pada kedua kelas berada pada kualifikasi sedang. Kualitas paningkatan yang masih dalam satu kualifikasi ini mengindikasikan perbedaan peningkatan yang tidak terlalu jauh. Salah satu penyebabnya adalah konteks masalah yang kurang tepat untuk siswa, sehingga siswa sulit untuk memahami tujuan permasalahan yang diberikan. Guru perlu lebih seksama dalam mengkorelasikan antara jenis dan konteks masalah yang diangkat dalam Discovery Learning dengan skema yang dimiliki siswa. Dengan kata lain, guru dituntut untuk lebih mengenal karakteristik siswa. 2. Pada kategori atas dan tengah, peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematis siswa yang memperoleh Discovery Learning lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kualifikasi peningkatannya berada pada rentang kualifikasi sedang dan tinggi. Melalui temuan ini, dapat direkomendasikan:
a. Dari segi efisiensi, agar Discovery Learning diimplementasikan kepada siswa yang memiliki kualifikasi yang baik atau sangat baik, atau dengan kata lain diberikan kepada siswa yang pintar.
b. Dari segi efektifitas, agar dicari formulasi Discovery Learning yang tepat sehingga dapat Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan matematis dengan signifikan.
3. Discovery Learning menggunakan durasi yang lebih lama dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional. Jadi disarankan, Discovery Learning diterapkan pada topik-topik matematika yang esensial, dan dengan persiapan yang betul-betul matang. hal lain yang perlu diperhatikan adalah agar siswa diberikan waktu untuk dapat meneliti persoalan yang diberikan, sehingga siswa cukup yakin untuk dapat menyelesaikannya.
4. Permasalahan yang diajukan kepada siswa sebaiknya dibuat lebih sederhana dan sesuai dengan skema siswa sehingga mudah dipahami siswa. Artinya guru sebaiknya betul-betul mengenal karakteristik siswanya dengan baik. 5. Bagi peneliti selanjutnya agar menganalisis kekurangan dari penelitian ini
dan menyempurnakannya. Misalnya dapat dipertimbangkan untuk melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar dengan mempertimbangkan peringkat sekolah sebagai variabel kontrolnya. Serta menelaah pengaruh dari pembelajaran ini terhadap kemampuan berpikir matematis lainnya.
The Evolution of CPSB’s Approach: The Birth of CPS Version 6.1TM
. (2008). The
Creative Problem Solving Group. Inc. [online] tersedia: http://www.cpsb. com /resources/downloads/public/Versions_of_C PS.pdf.
Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Anderson, L.W., & Krathwohl, D. R. (Eds.) (2001). A Taxonomy for Learning,
Teaching and Assessing: A revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman.
Arends, R, I. (2008a). Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar, Edisi
Ketujuh, Buku Satu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
___________. (2008b). Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar, Edisi
Ketujuh, Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bailin, S. (2002). Critical Thinking and Science Education. Science and
Education, 11(4) 361-375.
Balim, A. G. (2009). The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills. Eurasia Journal Of Education Research. Issue 35, 1-20.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change. Psychological Review. Vol. 84, No. 2, 191-215.
Bandura, A.(1989). Human Agency in Social Cognitive Theory. American
Psychologist. Vol 44, No. 9.
Bandura, A. (1994). Self-efficacy. Dalam V.S. Ramachaudran (Ed), Encyclopedia of Human Behavior. Vol. 4, 71-81. New York: Akademic Press.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and Company.
Bandura, A. (2006). Guide for Constructing Self Efficacy Scales. Bagian dari buku Self Efficacy Belief of Adolescent, Chapter. 14, pp. 307-337.
Barbot, B., Besançon, M., & Lubart, T. I. (2011). Assessing Creativity in the Classroom. The Open Education Journal, 4, (Suppl 1:M5) 58-66.
Berding, J. W. A. (2000). John Dewey’s participatory philosophy of education: Education, experience and curriculum. [Online] tersedia: http://www.socsci.
kun.nl/ped/whp/histeduc/misc/dewey01.html.
Beyer, B. K. (1985), Critical Thinking: What Is It?. Social Education 49/4: 270-276.
Bicknell, H. T., & Hoffman, P. S. (2000). Elicit, Engage, Experience, Explore:
Discovery Learning in Library Instruction. Reference Services Review.
28(4), 313-322.
Borg, W. R., & Gall, M. D. (1989). Educational Research, An Introduction: Fifth
Edition. New York: Longman.
Branca, N. A. (1980). Problem Solving as A Goal, Process and Basic Skill. Dalam S. Krulik, & R. E. Reys (Eds). Problem Soving in School Mathematics. Washington, DC: NCTM.
Branden, N. (1969). The Psychology of Self-Esteem. New York: Bantam.
Brookhart, S. M. (2001). How to Assess High-Order Thinking Skills in Your
Classroom. Alexandria, Virginia USA: ASCD.
Bruner, J. (1960). The Process of Education. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Bruner, J. (1966). Toward a Theory of Instruction. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Bruner, J. (1973). Going Beyond the Information Given. New York: Norton. Bruner, J. (1983). Child's Talk: Learning to Use Language. New Yo rk: Norton. Bruner, J. (1986). Actual Minds, Possible Worlds. Cambridge, MA: Harvard
University Press.
Bruner, J. (1990). Acts of Meaning. Cambridge, MA: Harvard University Press. Bruner, J., Goodnow, J., & Austin, A. (1956). A Study of Thinking. New York:
Wiley.
Cartronova, J. A. (2002). Discovery Learning for The Century: What Is It
and How Does It Compare to Traditional Learning In Effectiveness In
Century?. Action Research Exchange Journal, Volume 1 No. 1. Valdosta, Georgia-USA.
Castillo, K. S. (2008). Discovery Learning vs Traditional Instruction in the
Secondary Science Classroom; The role of Guided Inquiry. SED 610 Issues
in Secondary Science and Technology Education. [online] Tersedia: http:// www.csun.edu/~ksc63842/Posistion_paper.pdf.
Cotton, K. (1997). Teaching Thinking Skills. School Improvement Research Series. [online] Tersedia: http://www.nwrel.org/scpd/sirs/6/cu11.htm.
Crowl, T. K., Kaminsky, S., & Podell, D. M. (1997) Educational Psychology:
Windows on Teaching. Madison, WI: Brown and Benchmark.
Dewey, J. (1997). Democracy and Education. New York: Simon and Schuster. Ennis, R. H. (1985). A Logical Basis For Measuring Critical Thinking Skills.
Educational Leadership, 43(2), 44–48.
Ennis, R. H. (1989). Critical Thinking And Subject Specificity: Clarification And Needed Research. Educational Researcher, 18(3), 4–10.
Ennis, R. H. (1993). Critical Thinking Assessment. Theory Into Practice, Volume 32, No. 3.
Facione, N. C., & Facione, P. A. (1994). The “California Critical Thinking Test” and The National League for Nursing Accreditation Requirement in Critical Thinking.(ERIC Document reproduction Service No. ED 380 509).
Facione, P. A. (1990). Critical thinking: A Statement Of Expert Consensus for
Purposes of Educational Assessment And Instruction. Millbrae, CA: The
California Academic Press.
Facione, P. A. (2000). The Disposition Toward Critical Thinking: Its Character, Measurement, and Relation to Critical Thinking Skill. Informal Logic,
20(1), 61–84.
Facione, P. A. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae, CA: Measured Reason and The California Academic Press.
Fasco, D. Jr. (2001). Education and Creativity. Creativity Research Journal, Vol. 13, No. 3 & 4, 317-327.
Fatah, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended.
Disertasi Doktor Jurusan Pendidikan Matematika pada SPS-UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Fitriani, A. D. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMA melalui Model Pembelajaran Means-Ends Analysis. Disertasi Doktor Jurusan Pendidikan Matematika pada SPS-UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Forster, M. (2004). Higher Order Thinking Skills. Research Developments, Vol. 11, Art. 1.
Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Cetakan ketujuh. ALFABETA: Bandung.
Giannakopulos, P., & Buckley, S. (2009). Do Problem Solving, Critical Thinking
and Creativity Play a Role in Knowledge Management? A Theoretical Mathematics Perspective. Proceedings of the 10th European Conference of
Knowledge Management. Academic Conference.
Ghozali, I. (2008). Desain Penelitian Discovery Learningtal. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halpern, D. F. (1998). Teaching Critical Thinking For Transfer Across Domains: Dispositions, Skills, Structure Training, And Metacognitive Monitoring.
American Psychologist, 53(4), 449–455.
Haryadin, S. N. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Laps-Heuristic (Logan
Avenue Problem Solving-Heuristic) terhadap Peningkatan Kemampuan pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Haylock, D. W. (1987). A Framework for Assessing Mathematical Creativity in School Children. Education Studies in Mathematics, 18(1), 59–74.
Haylock, D. (1997). Recognizing Mathematical Creativity in School Children.
International Reviews on Mathematical Education, 29(3), 68–74.
Helie, S., & Sun, R. (2008). Knowledge Integration in Creative Thinking. Proceedings of the 2008 Annual Conference of the Cognitive Science Society, Washington, DC. pp.1681 -1686. Dipublikasikan oleh The Cognitive Science Society. July.
Helie, S., & Sun, R. (2010). Incubation, Insight, and Creative Problem Solving: A Unified Theory and A Connectionist Model. Psychological Review, Vol.117, No.3, pp.994-1024.
Hudgins, B., & Edelman, S. (1986). Teaching Critical Thinking Skills to Fourth and Fifth Graders Through Teacher-Led Small-Group Discussions. Journal
Husain, R. T. (2013). Penerapan Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Qur’an Hadits Di MTs Kiayi Modjo Kecamatan Limboto Barat. Jurnal Ilmu Pendidikan
Pedagogika. Vol. 04, No. 01, Maret.
Ibrahim, M., & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.
Innabi, H. (2003) Aspect of Critical Thinking in Classroom Instruction of
Secondari School Mathematics teacher in Jordan. Proceeding dari
konferensi internasional The Decidable and the Undecidable in
Mathematics Education. Brno, Czech Republic, September.
Isaksen, S. G., Dorval, K. B., & Treffinger, D. J. (2011). Creative Approaches to
Problem Solving: A Framework for Innovation and Change, 3rd Edition.
SAGE Publication.
Isrok’atun. (2010). Creative Problem Solving Matematis. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa" pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Isrok’atun. (2014). Situation-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa. Disertasi UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Jong, T. D. (2011). Scientific Discovery Learning with Computer Simulation of
Conceptual Domains. [online] Tersedia: tecfa.unige.ch/tecfa/teaching/aei/pa piers deJong.pdf .
Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Design Theoris and Models: An Overview
of Their Current Status. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher
Hillsdale, New Jersey.
Kemendikbud. (2012). Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. (2013a). Kurikulum 2013 Disesuaikan dengan Tuntutan
Perbandingan Internasional. [online] diposting pada Rabu, 15/05/2013,
tersedia: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/1334.
Kemendikbud. (2013b). Pendekatan Saintifik. Pelatihan Pendampingan Kurikulum 2013. Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan.
Kemendikbud. (2013c). Strategi Discovery Learning. Slide Presentasi dalam Pelatihan Pendampingan Kurikulum 2013. Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan.
Kirschner, P., Sweller, J., & Clark, R. E. (2004). Why Unguided Learning Does Not Work: An Analysis of the Failure of Discovery Learning, Problem-Based Learning, Experiential Learning and Inquiry-Problem-Based Learning.
Educational Psychologist, May 8.
Klahr, D., & Nigam, M. (2004). The Equivalence of Learning Paths in Early Science Instruction: Effects of Direct Instruction and Discovery Learning.
Psychological science. 15 (10).
Krismiati, A. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Berpikir Kreatif Geometri Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabry Geometry II.
Disertasi Doktor Jurusan Pendidikan Matematika pada SPS-UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Lai, E. R. (2011). Critical Thinking: A Literatur Review. Pearson. [online] tersedia: http://www.pearsonassessments.com.
Leeuw, K. V. D. (1998). Creative Thinking in Mathetmatics. Reviu buku Selter, C., & Spiegel, H. (1997). Wie Kinder rechnen [how children calculate] Leipzig etc.: Ernst Klett Grundschulverlag, 1997. 160 p. Paperback qto. ISBN 3 12 199098 5. The Journal Philosophy for Children. (1998). Vol 2, 48-49.
Lewis, A., & Smith, D. (1993). Defining High Order Thinking. Teory Into
Practice, 32(3), 131-137.
Liang, P. S. (1977). Discovery Learning VS Reception Learning, Paradigm: Impilcation for the Classroom Teacher and The Researcher. Singapore
Mathematical Society Medley. Volume 5 Issue 2.
Lipman, M. (1988). Critical Thinking—What Can It Be?. Educational
Leadership, 46(1), 38–43.
Machmud, T. (2013) Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Pemecahan Masalah
Matematis dan Self-efficacy Siswa SMP melalui Pendekatan Problem-Centered Learning dengan Strategi Scaffolding. Disertasi UPI Bandung.
Tidak diterbitkan.
Maman, U. (2012). Apa Itu Berpikir?. [online] tersedia: http://waetuo.word press. com/2012/03/10/apa-itu-berfikir/.
Maslow A. H. (1987). Motivation and Personality (3rd ed.). New York: Harper & Row.
Matlin, M, W. (1994). Cognition 3rd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Mayer, R. (2004). Should There Be A Three-Strikes Rule Against Pure Discovery Learning? The Case For Guided Methods Of Instruction. American
Psychologist, 59(1), 14–19.
McPeck, J. E. (1990). Critical Thinking And Subject Specificity: A Reply To Ennis. Educational Researcher, 19(4), 10–12.
Minium, E. W., King, B. M., & Bear, G. (1993). Statistical Reasoning In
Psychology And Education, Third Edition. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Mitchell, W. E., & Kowalik, T.F. (1999). Creative Problem Solving. NUCEA: Genigraphict Inc.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Arora, A. (2011). TIMSS 2011
International Result in Mathematics. Lynch School of Education, Boston
College: International Study Center.
Mulyana, T.(2008). Kemampuan berpikir Kritis dan Kreatif. [online], tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19510 1061976031-TATANG_MULYANA/File_24_Kemampuan_Berpikir_Kritis _dan_Kreatif_Mate matik.pdf.
Nickerson, R. S. (1986). Reasoning. Dalam R. F. Dillon & R. J. Sternberg, Cognition and Instruction pp. 343-373. Orlando, FL: Academic Press. Norris, S. P., & Ennis, R. H. (1989). Evaluating Critical Thinking. Pacific Grove,
CA: Critical Thinking Press & Software.
Nuraeni, S. N. (2011). Penggunaan Model Connected Mathematics Task (CMT)
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi Pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
OECD. (2003a). The PISA 2003 Assessment Framework: Mathematics, Reading,
Science and Problem Solving Knowledge and Skills. PISA, OECD
Publishing.
OECD. (2003b). The definition and selection of competencies (DeSeCo):
Executive summary of the final report. OECD Publishing. [online] Tersedia:
OECD. (2012a). Excellence through Equity: Giving Every Student the Chance to
Succeed (Volume II). (2012). PISA 2012 Results in Focus What
15-year-olds know and what they can do with what they know. Organisation for Economic Co-operation and Development.
OECD. (2012b). Ready to Learn: Students' Engagement, Drive and Self-Beliefs
(Volume III). (2012). PISA 2012 Results in Focus What 15-year-olds know
and what they can do with what they know. Organisation for Economic Co-operation and Development.
OECD. (2012c). What Makes Schools Successful? Resources, Policies and
Practices (Volume IV). (2012). PISA 2012 Results in Focus What
15-year-olds know and what they can do with what they know. Organisation for Economic Co-operation and Development.
OECD. (2012d). What Students Know and Can Do: Student Performance in
Mathematics, Reading and Science (Volume I). (2012). PISA 2012 Results
in Focus What 15-year-olds know and what they can do with what they know. Organisation for Economic Co-operation and Development.
Papert, S. (2000). What’s The Big Idea?: Toward A Pedagogy Of Idea Power.
IBM Systems Journal. 39(3/4), 720-729.
Patrick, J. H. (1986). Critical Thinking In The Social Studies. ERIC Digest No. 30. [online]. Tersedia: http://ericae.net/db/digs/ed272432.htm.
Paul, R. W. (1992). Critical thinking: What, Why, and How?. New Directions for
Community Colleges, 1992(77), 3–24.
Paul, R. W., & Elder, L. (2006). Critical Thinking: The Nature Of Critical And Creative Thought. Journal of Developmental Education, 30(2), 34–35. Piaget, J. (1954). Construction of Reality in the Child. New York: Basic Book. Piaget, J. (1973). To Understand is to Invent. New York: Grossman.
Poincaré, H. (1913). The Foundations of Science. New York: The Science Press. Polya, G. (1957). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method.
Garden City, NY: Doubleday.
Polya, G. (1962). Mathematical Discover: On Understanding, Learning and
Teaching Problem Solving (Vol. 1). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.
Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi, dan Self- Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran dengan
Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi UPI Bandung. Tidak