• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

4.9. Rekomendasi Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah pada dasarnya merupakan tindakan yang secara terpadu yang bertujuan untuk memberikan manfaat baik secara ekonomi, sehat dan aman bagi masyarakat serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan sampah agar mempunyai nilai untuk dapat diolah menjadi lebih bermanfaat adalah melakukan pengurangan sampah, penanganan sampah, pemanfaatan sampah, dan peningkatan kapasitas.

1. Pengurangan sampah

Kebijakan pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah yaitu :

a. Pembatasan timbulan sampah yang dimulai pada proses produksi yaitu mengembangkan kemasan atau menggunakan produk yang dapat didaur ulang dan terurai di alam. Disamping itu juga masyarakat harus dapat mengurangi penggunaan kantong plastik.

b. Penerapan program 3R (reduce, reuse, dan recycle) dapat diterapkan untuk membatasi bahkan mengurangi banyaknya timbulan sampah. Reduce dapat dilakukan dengan cara mengubah pola hidup konsumtif yang boros menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah, mengurangi penggunaan plastik, dan menggunakan produk yang diisi ulang.

Reuse merupakan penggunaan kembali suatu produk yang telah menjadi sampah tanpa harus melalui pengolahan menjadi bahan yang bermanfaat Reuse dapat dilakukan dengan cara menggunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang - ulang, menggunakan baterai yang dapat diisi kembali, mengembangkan manfaat lain dari sampah. Recycle dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemilahan jenis sampah organik dan non organik.

Jenis sampah kertas, plastik, karet dapat diolah dengan teknologi tertentu sehingga dapat digunakan kembali dalam bentuk yang sama atau berbeda dengan bentuk yang semula. Sedangkan sampah organik dapat diolah menjadi kompos dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mempercepat proses biologi. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu untuk menggalakkan program 3R (reduce, reuse, dan recycle) baik melalui edukasi melalui dunia pendidikan, penyuluhan di tingkat keluarga, dan sosialisasi kepada para pegawai serta seluruh masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik.

2. Penanganan sampah

Penanganan sampah merupakan serangkaian proses pelayanan persampahan yang dimulai dari pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Penanganan sampah akan optimal dilaksanakan jika didukung oleh sarana dan prasarana persampahan, yang selanjutnya akan membutuhkan tenaga kerja.

Permasalahan utama penanganan sampah di Kabupaten Nias Barat adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana persampahan. Program terkait pengelolaan sampah yang telah dilaksanakan adalah penyediaan tong sampah, namun jumlah yang terbatas menyebabkan tumpukan sampah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa masyarakat mengetahui bahwa diperlukan pembangunan tempat pembuangan sampah sementara dan tempat pembuangan akhir sampah sebagai bagian dari proses penanganan sampah.

Komposisi sampah di wilayah perkotaan Lahomi terdiri dari sampah yang membusuk (garbage) yaitu 64 % dan sampah yang tidak membusuk yaitu 36 %.

Rekomendasi metode pengelolaan sampah terhadap sampah yang mudah membusuk (garbage) adalah menjadikan makanan ternak (39,1 %) dan dijadikan pupuk/kompos (12,7 %). Sedangkan untuk sampah yang non organik adalah dibakar (42,7 %) dan ditimbun (15,5 %). Masyarakat di kawasan perkotaan Lahomi mengetahui bahwa sangat diperlukan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, namun dibutuhkan waktu yang lama hingga dapat beroperasi. Bappeda Kabupaten Nias Barat masih melakukan kajian kelayakan lokasi TPA, disamping itu juga yang harus diperhatikan adalah pembebasan lahan.

Oleh karena itu, rekomendais pengelolaan sampah di Kabupaten Nias Barat yang dapat dilaksanakan adalah menyediakan lebih banyak tong sampah menurut jenis sampah nya dan menyediakan tempat pembuangan sampah sementara. Sampah organik akan digunakan kembali oleh masyarakat sebagai makanan ternak dan kompos, selanjutnya sampah yang tidak membusuk (rubbish) akan dikumpulkan dan dibuang di tempat pembuangan sampah sementara kemudian dibakar.

3. Pemanfaaan sampah menjadi kompos

Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Proses pengomposan merupakan proses biologis karena selama proses tersebut, sejumlah mikroba seperti bakteri dan jamur berperan aktif (Unus, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat lebih banyak tidak memilah sampah, namun masyarakat mengetahui bahwa sampah yang mudah membusuk dapat digunakan sebagai pupuk/kompos. Disamping itu juga dikerahui

bahwa komposisi sampah di kawasan perkotaan Lahomi didominasi oleh sampah yang mudah membusuk (garbage) yaitu 64 %. Oleh karena itu pembuatan kompos merupakan salah satu kebijakan dapat diterapkan dengan memanfaatkan teknologi maupun mikroorganisme yang dapat mempercepat proses biologi.

Masyarakat di Kabupaten Nias Barat ada yang memanfaatkan sampah organik sebagai kompos/pupuk, namun pelaksanaannya masih bersifat untuk kebutuhan pribadi dan dilakukan secara sederhana. Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos/pupuk perlu didukung dengan teknologi yang tepat agar produk yang dihasilkan maksimal. Demikian juga dengan pemanfaatan daur ulang sampah non organik memerlukan teknologi yang tepat. Penggunaan teknologi dalam pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk dan pemanfaatan sampah non organik secara daur ulang akan meningkatkan nilai sampah menjadi bermanfaat.

4. Peningkatan Kapasitas

Pengelolaan sampah perlu didukung oleh sumber daya manusia yang baik terutama dalam penerapan teknologi pada proses pengolahan sampah. Peran aktif masyarakat adalah sangat penting karena merupakan penghasil sampah, disamping itu juga masyarakat sebagai pelaksana pengelolaan sampah.

Masyarakat di Kabupaten Nias Barat mengetahui tentang pengelolaaan sampah secara 3R, pemanfaatan sampah organik menjadi kompos dan makanan ternak, tindakan daur ulang terhadap sampah yang tidak membusuk (rubbish), namun pengetahuan tersebut tidak diterapkan dalam pelaksanaan sehari - hari.

Masyarakat yang berpendidikan tinggi, mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang baik akan berperilaku baik dalam pengelolaan sampah. Sedangkan yang

berpendidikan rendah, bekerja sebagai petani dan pedagang, serta berpenghasilan rendah akan berperilaku buruk dalam pengelolaan sampah.

Oleh karena itu, rekomendasi pengelolaan sampah adalah melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang metode pengelolaan sampah yang benar terutama kepada para masyarakat yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah serta yang bekerja sebagai petani dan pedagang maupun kepada para kepala keluarga di setiap rumah tangga. Peningkatan edukasi melalui dunia pendidikan terutama bagi SMA dan SMP untuk dapat memilah sampah dan memanfaatkan kembali sampah perlu diterapkan.

Disamping itu juga perlu peningkatan kualitas sumber daya aparatur negara sebagai penyusun kebijakan pengelolaan sampah. Penyusunan kebijakan juga hendaknya mempunyai pengetahuan tentang pengelolaan sampah terkait dengan metode pengolahan sampah baik secara pengomposan maupun secara daur ulang.

5. Kelembagaan

Sistem pengelolaan sampah perlu dilakukan dengan baik agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu diperluan lembaga/institusi pengelola yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan dalam melakukan pengelolaan sampah. Pembentukan perangkat daerah disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah dengan mengikuti perumpunan urusan wajib dan pilihan (Ditjen Cipta Karya, 2015).

Berdasarkan pada Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa sub urusan persampahan termasuk dalam urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, dan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup. Urusan pemerintahan bidang pekerjaan

umum dan penataan ruang lingkup kabupaten/kota terkait dengan sub urusan persampahan adalah mengembangkan sistem pengelolaan persampahan dalam daerah kabupaten/kota. Sedangkan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup lingkup kabupaten/kota terkait dengan sub urusan persampahan adalah penerbitan izin pendaurulangan sampah/pengelolaan sampah, pengangkutan sampah dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan swasta, pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah yang diselenggarakan swasta.

Lembaga/institusi pengelola persampahan di Kabupaten Nias Barat adalah Dinas Pekerjaan Umum pada Bidang Tata Kota dan Tata Ruang yaitu Seksi Pertamanan dan Kebersihan. Salah satu tupoksi nya yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sampah adalah melaksanakan dan mengendalikan kegiatan teknis operasional tempat pembuangan sampah sementara sampai ke tempat pembuangan akhir. Berdasarkan tupoksi tersebut, maka kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum khsusunya pada Seksi Pertamanan dan Kebersihan tidak optimal, karena masih terdapat penumpukan sampah pada tong sampah yang telah dibagikan dan sampah tersebut tidak pernah sampai di tempat pembuangan akhir sehingga dapat disimpulkan bahwa secara kelembagaan masih belum dapat mengembangkan sistem pengelolaan sampah daerah.

Oleh karena itu pengelolaan sampah terkait dengan kelembagaan adalah tupoksi Seksi Pertamanan dan Kebersihan lebih spesifik pada pengurangan dan penanganan sampah mulai dari sumber sampah, pemilahan sampah, pewadahan, pengangkutan, sampai ke tempat pemrosesan akhir di tempat pembuangan akhir sampah. Sedangkan yang menjadi tupoksi Kantor Lingkungan Hidup terakait persampahan adalah pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah.

Selanjutnya, bahwa sesuai dengan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 2 bahwa

“Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”. Perlindungan lingkungan dari dampak negatif sampah dilakukan secara terpadu yang melibatkan kordinasi seluruh satuan kerja perangkat daerah, peran aktif masyarakat, dan kerjasama dengan pihak ketiga.

Perencanaan program pengurangan dan penanganan sampah yang dimulai dari inventarisasi timbulan sampah dan komposisi sampah dari sumber sampah.

Pemanfaatan sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat melalui program reduce, reuse, recycle, dan pengomposan serta didukung penggunaan teknologi yang tepat. Pengendalian dan pemeliharan dalam pengelolaan sampah yaitu terkait dengan sistem penganggaran dan perizinan program persampahan. Pengawasan dan penegakan hukum secara tegas sesuai dengan yang diamatkan dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah maupun peraturan pemerintah lainnya.

6. Pembentukan bank sampah.

Pengelolaan sampah yang dilaksanakan melalui konsep bank sampah dapat membangun kepedulian masyarakat dalam mengelola sampahnya dan dapat menghasilkan manfaat ekonomi dari sampah. Pengelolaan sampah pada sumbernya dapat mengurangi dan mengendalikan jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir sampah (Purwanti et al, 2015)

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah, bahwa bank sampah merupakan tempat untuk memilah dan mengumpulkan sampah yang masih dapat di daur ulang dan/atau digunakan ulang dan masih memiliki nilai ekonomi. Pelaksanaan bank sampah adalah melalui mekanisme pemilahan sampah dan menyerahankannya ke bank sampah. Selanjutnya akan ditimbang dan dicatat beratnya, kemudian hasil penjualan akan dibukukan ke buku tabungan. Dilaksanakan sistem bagi hasil penjualan sampah yang telah ditabung antara nasabah dan pengelola bank sampah. Besaran bagi hasil yaitu 85

% untuk penabung dan 15 % untuk bank sampah yang akan digunakan operasional bank sampah. Kelembagaan pelaksanaan bank sampah dapat berbentuk koperasi atau yayasan. Jenis sampah yang ditabung adalah kertas, bahan plastik, dan logam.

Pengelolaan bank sampah diawali dengan penyusunan rencana, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Pemerintah berperan memberikan dorongan dalam membentuk, mendampingi, mengawasi sampai akhirnya bank sampah berjalan dan dikelola dengan baik oleh masyarakat melalui koordinasi antar satuan perangkat daerah bersama masyarakat (Wrihatnolo, 2007).

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan pengukuran timbulan sampah di rumah tangga dan non rumah tangga diperoleh hasil bahwa

1. Timbulan sampah rumah tangga yaitu 0,42 kg/orang/hari dan timbulan sampah non rumah tangga yaitu 0,15 kg/orang/hari, sehingga jumlah timbulan sampah di wilayah perkotaan Lahomi adalah 0,58 kg/orang/hari.

Komposisi sampah terdiri dari 64 % sampah yang mudah membusuk (garbage) dan 36 % sampah yang tidak membusuk (rubbish).

2. Hubungan antara demografi terhadap perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah :

a. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan membuat perilaku masyarakat semakin baik dalam pengelolaan sampah.

b. Jenis pekerjaan yang semakin tinggi akan membuat perilaku masyarakat semakin baik dalam pengelolaan sampah.

c. Masyarakat yang mempunyai penghasilan tinggi akan berperilaku baik terhadap pengelolaan sampah.

d. Peningkatan umur tidak akan menambah jumlah yang berperilaku baik dalam pengelolaan sampah sehingga umur tidak terdapat hubungannya terhadap perilaku dalam pengelolaan sampah

e. Perilaku baik maupun buruk dalam membuang sampah dapat dilakukan oleh laki - laki dan perempuan, sehingga antara jenis kelamin dan perilaku tidak terdapat hubungan.

3. Hubungan antara demografi terhadap pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah :

a. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan menambah pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik.

b. Jenis pekerjaan yang semakin baik akan memberikan pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah.

c. Masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi akan memiliki pengetahuan yang baik dalam pengelolaan sampah.

d. Semakin tinggi umur maka pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah akan semakin baik.

e. Pengetahuan yang baik maupun buruk dalam membuang sampah dilakukan oleh laki - laki dan perempuan, jumlah laki - laki dan perempuan yang semakin bertambah tidak menambah pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

4. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah di daerah yaitu :

a. Masyarakat lebih banyak tidak melakukan pemilahan antara sampah yang mudah membusuk (garbage) dan sampah yang tidak membusuk (rubbish) dengan alasan utama tidak tersedianya fasilitas.

b. Perilaku masyarakat yang dominan dilakukan terhadap sampah yang mudah membusuk (garbage) adalah dijadikan makanan ternak, dibuang sembarangan, dan dibuat kompos/pupuk.

c. Perilaku masyarakat yang dominan dilakukan terhadap sampah yang tidak membusuk (rubbish) adalah dibakar, dibuang sembarangan, dan ditimbun.

5. Pengetahuan masyarakat terhadap program pengelolaan sampah yaitu : a. Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa sampah organik dapat

digunakan sebagai kompos/pupuk.

b. Masyarakat kurang mengetahui dan tidak menyadari bahwa dengan cara mengubah pola hidup konsumtif berarti telah mengurangi jumlah sampah (reduce).

c. Masyarakat lebih mengetahui tentang penggunaan kembali sampah yang bisa digunakan dengan tujuan untuk mengurangi sampah (reuse) dan daur ulang sampah (recycle).

d. Masyarakat menganggap bahwa sangat penting untuk membangun tempat pembuangan akhir sampah. Disamping itu juga masyarakat mengetahui bahwa pemerintah belum maksimal melaksanakan program pengelolaan sampah.

e. Program pengelolaan sampah yang telah dilaksanakan pemerintah yaitu sosialisasi dan penyediaan tong sampah.

5.2. REKOMENDASI

Rekomendasi kebijakan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan Lahomi Kabupaten Nias Barat adalah :

a. Perlindungan lingkungan hidup dari dampak negatif sampah melalui program - program yang sistematis dan terpadu meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum yang tegas.

b. Pemerintah daerah harus dapat menyusun dan menetapkan peraturan daerah tentang sistem pengelolaan sampah, pengurangan sampah, dan

penanganan sampah sebagaimana diamanatkan pada Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

c. Pengurangan sampah dilakukan melalui pengggunaan produk/kemasan yang dapat di daur ulang atau terurai di alam serta mengurangi penggunaan kantong plastik. Penerapan program reduce, reuse, dan recycle yang didahului dengan sosialisasi dan penyuluhan kepada para pegawai kantor, edukasi dalam pendidikan, dan pada kepala keluarga.

d. Penanganan sampah dilakukan dengan cara penyediaan lebih banyak tong sampah dan pembangunan tempat pembuangan sampah sementara.

Metode pengolahan sampah dilakukan dengan cara dibakar pada tempat pembuangan sampah sementara.

e. Pemanfaatan sampah yang mudah membusuk sebagai makanan ternak dan pengembangan teknologi pembuatan kompos.

f. Peningkatan kapasitas aparatur negara sebagai penyelenggara pengelolaan sampah. Disamping itu diperlukan program sosialisasi oleh pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan perilaku yang baik dalam pengelolaan sampah.

g. Peningkatan kapasitas kelembagaan institusi pengelola persampahan terkait pembagian urusan persampahan.

5.3. SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah perkotaan Lahomi Kabupaten Nias Barat, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan bahwa : 1. Penentuan komponen demografi umur sebaiknya dikelompokkan menurut

tingkatan umur dari anak - anak, umur produktif (dewasa), umur non

produktif (tua), sehingga penarikan kesimpulan terhadap perilaku dan pengetahuan akan lebih akurat.

2. Penentuan hubungan antara komponen demografi terhadap perilaku dan pengetahuan masyarakat sebaiknya dapat diketahui kekuatan hubungan.

3. Penggunaan tingkat eror pada penelitian selanjutnya terkait pengukuran sampel sampah sebaiknya 1 % s.d. 5 % sehingga memperkecil tingkat kesalahan pengambilan sampel.

4. Pengukuran timbulan sampah sebaiknya dilakukan menurut jenis sampahnya seperti sampah sisa makanan, sisa sayuran, sampah jenis kertas, kain, plastik, dan logam, sehingga dapat diketahui potensi reduksi dari sampah non organik.