disabilitas berat mendapatkan jaminan pendapatan setidaknya dalam jumlah setara dengan tingkat kemiskinan yang didefi nisikan secara nasional dalam bentuk pensiun
4.3. Kekurangan dari sisi Kebijakan dan Implementas
4.4.1. Rekomendasi umum
4.4.1.1. Penegakan hukum untuk mengurangi penghindaran jaminan sosial
Pelaksanaan UU Ketenagakerjaan dan UU Jaminan Sosial sangatlah penting untuk mencapai tujuan-tujuan perlindungan sosial. Meskipun keanggotaan Jamsostek bersifat wajib, banyak pekerja dan pengusaha yang tidak terdaftar dalam Jamsostek. Tanpa perbaikan signifi kan dalam upaya penegakan hukum, permasalahan yang sama juga akan dihadapi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan berlaku.
Pengawasan dan inspeksi perlu ditingkatkan secara intensif, dan perlu diciptakan mekanisme yang inovatif dan efi sien untuk meningkatkan kapasitas pengawasan. Kita dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain, salah satunya dari sistem TWIN yang diterapkan di Cina. Sistem TWIN menggunakan jaringan petugas lapangan yang mendatangi perusahaan di wilayah perkotaan maupun pedesaan untuk mendata informasi mengenai tenaga kerja, keadaan lingkungan kerja dan lain-lain. Data tersebut dimasukan ke dalam database dan informasi dalam data tersebut dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh lembaga jaminan sosial, dan dengan demikian penghindaran jaminan sosial dapat teridentifi kasi.
4.4.1.2. Dukungan terhadap pembuatan peraturan-peraturan untuk implementasi UU No. 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, khususnya dalam hal:
Perluasan jangkauan ke pekerja informal
Sistem Jaminan Sosial Nasional, berdasarkan UU No. 40/2004 dan UU No. 24/2011, akan menyediakan asuransi kesehatan bagi seluruh warga dan skema jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja melalui BPJS I dan BPJS II. Pekerja di sektor informal, yang saat ini hampir tidak tersentuh oleh skema jaminan sosial, memiliki karakteristik tersendiri yang memberi tantangan dalam mekanisme pendaftaran, pembayaran iuran, dan penyaluran manfaat. Perlu adanya analisis mendalam untuk merancang sistem pendaftaran dan pembayaran yang disesuaikan dengan karakteristik tersebut. Perlu dipertimbangkan untuk memanfaatkan organisasi tertentu misalnya perkumpulan/ asosiasi pekerja berdasarkan jenis pekerjaan atau berdasarkan wilayah ataupun skema asuransi mikro yang dapat berperan sebagai “agen” penghubung bagi badan penyelenggara. Pembelajaran dari program yang pernah/tengah berjalan maupun pembelajaran dari negara lain perlu dipertimbangan dalam merancang skema dan peraturan kedepan.
Untuk mendukung perancangan mekanisme yang efektif, database, dan pemetaan mengenai ekonomi formal perlu dibuat.
10 Pada 2009, ada 898.886 pencairan untuk program jaminan hari tua dan Jamsostek melakukan pembayaran total sebesar Rp 5.789,84 miliar dana jaminan (laporan tahunan Jamsostek 2009).
43
Penyusunan Peta Jalan (roadmap) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) beserta lembaga terkait lainnya (Kemenkes, Bappenas, Kemenakertrans dan lain-lain) tengah menyusun peta jalan untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Upaya bersama dan koordinasi yang erat antarlembaga sangat diperlukan agar peta jalan yang dihasilkan menjadi dokumen yang komprehensif.
4.4.1.3. Perbaikan database dan mekanisme penargetan
Database yang andal serta mekanisme penargetan yang jelas merupakan syarat bagi kesusksesan program perlindungan sosial. Sebagaimana kita ketahui, masih banyak program yang belum memiliki komponen tersebut dan hal ini perlu menjadi perhatian. Program-program yang menyasar kelompok khusus seperti PKSA, JSLU atau JSPACA akan sangat terbantu apabila kedua komponen tersebut diperbaiki. Perlu juga diperhatikan juga bahwa
database memiliki informasi mengenai jenis kelamin, sehingga sensitifi tas jender dalam program dapat dimonitor. Sebagai contoh, dalam konsultasi Penilaian ini sempat diutarakan kekhawatiran adanya bias jender dalam program beasiswa miskin, di mana siswa laki-laki lebih banyak menerima manfaat ketimbang siswa perempuan. Isu-isu semacam ini perlu dipertimbangkan ketika membuat database.
Upaya untuk memperbaiki database telah berjalan, salah satunya dengan dibuatnya basis data terpadu untuk program perlindungan sosial yang berisi informasi mengenai 40 persen pendidik dengan kondisi sosial eonomi terendah (dataset PPLS 2011, dikelola oleh TNP2K). Database yang baru itu dimaksudkan untuk dijadikan dasar penargetan oleh semua program perlindungan sosial. Pengadopsian database tersebut tengah dalam proses, sehingga kegunaannya serta dampaknya terhadap efektifi tas program baru akan terlihat beberapa tahun ke depan. Masih ada beberapa pertanyaan mengenai apakah informasi yang terkandung dalam database tersebut cukup terperinci untuk digunakan oleh semua program, khususnya program yang membutuhkan informasi khusus mengenai sasarannya (misalnya PKSA, JSLU). Selain itu, perlu diingat bahwa penggunaan database harus disertai dengan mekanisme penargetan yang andal.
Hal lain yang perlu diingat mengenai database adalah metode dan frekuensi pembaruan (updating) data. Indonesia merupakan negara besar dengan kondisi sosial-ekonimu yang sangat dinamis, sehingga mekanisme pembaruan data harus responsif.
4.4.1.4. Merancang dan mengujicoba Layanan Satu Atap program-program perlindungan sosial, yang bertujuan untuk:
Mempermudah akses warga terhadap sistem perlindungan sosial
Keterbatasan akses merupakan persoalan yang cukup besar, khususnya untuk orang-orang di sektor informal. Kapasitas PT Askes dan PT Jamsostek, dua BUMN yang akan ditransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, saat ini hanya mengakomodasi sektor formal. Layanan mereka juga belum menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Banyak program perlindungan sosial menghadapi masalah serupa, di mana jangkauan program terhambat terbatasnya akses. Perlu adanya mekanisme untuk memudahkan pendaftaran, pemungutan iuran, dan pembayaran klaim yang bertempat di tingkat lokal dan terjangkau oleh seluruh warga.
Sistem “Layanan Satu Atap” untuk program perlindungan sosial dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut. Sebuah sistem yang ditempatkan di struktur yang sudah ada (misalnya di kecamatan), berfungsi untuk memberi informasi tentang program yang ada kepada masyarakat, melakukan penilaian kerentanan dan keterampilan yang dimiliki calon penerima manfaat, memfasilitasi pendaftaran ke program perlindungan sosial maupun program ketenagakerjaan yang sesuai dengan kondisi mereka, meyimpan dan meperbarui database di wilayah tersebut, dan menggunakan data untuk monitoring dan evaluasi program. Mekanisme ini perlu dirancang dan diujicoba di beberapa daerah sebelum menemukan bentuk yang sesuai.
44 P en ila ia n L an d as an P er lin d u n g an S os ia l B er d as ar ka n D ia log Na si on al d i In d on es ia : : Men u ju L an d as an P er lin d u n g an S os ia l In d on es ia
Memfasilitasi koordinasi untuk menghindari tumpang tindih antar program
Layanan satu atap tersebut menyimpan database mengenai berbagai program dan penerima manfaat di wilayahnya. Hal ini akan memudahkan pelaksana program melakukan penargetan, implementasi serta monitoring yang lebih koheren satu sama lain. Informasi mengenai penerima manfaat dari masing-masing program dapat diuji silang dan diverifi kasi di tingkat lokal, untuk menghindari tumpang tindih.
Mengaitkan perlindungan sosial dengan program-program ketenagakerjaan
Integrasi pelayanan program-program perlindungan sosial dengan program-program ketenagakerjaan di bawah pelayanan satu atap dapat memberi peluang bagi penerima manfaat untuk meningkat secara progresif dari sekedar penerima bantuan sosial dasar, menjadi peserta pelatihan dan penempatan kerja, dan kemudian mendapat (atau menciptakan) pekerjaan yang layak sehingga mereka dapat menjadi peserta jaminan sosial dan membayar iuran. *Catatan: Rekomendasi mengenai studi kelayakan Pelayanan Satu Atap menjadi salah satu kegiatan yang akan dilaksanakan dibawah proyek ILO-Korea yang berjudul “Promoting income security and return to employment for workers in vulnerable employment and the formal sector in ASEAN”.