BAB I PENDAHULUAN
1.7 Relevansi
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari studi analisis pada tugas akhir ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Dapat dijadikan acuan untuk rancangan pembangunan sistem kelistrikan Kalimantan dengan kapasitas 275 kV agar sistem bekerja dengan baik dan stabil.
2. Dapat digunakan sebagai referensi pada penelitian selanjutnya dengan masalah yang terkait.
2BAB II TEORI DASAR
2.1 Definisi Kestabilan Sistem
Definisi dari kestabilan suatu sistem yaitu kemampuan dari suatu sistem tenaga dimana terdapat dua atau lebih mesin sinkron di dalamnya, untuk mempertahankan kondisi normal setelah mengalami gangguan. Kestabilan sendiri merupakan suatu fenomena yang ada pada sistem tenaga yang berkaitan dengan sinkronisasi sistem.
Ketidaksinkronan suatu sistem terdapat pada ketidaksetimbangan suatu pembangkitan, antara daya input mekanis yang ada pada prime mover dengan daya output elektris pada beban. Kedua daya tersebut harus dalam kondisi seimbang.[1]
Dalam kondisi stabil, semua generaror berputar pada kecepatan sinkron. Apabila sistem terjadi gangguan, maka sistem akan keluar dari sinkronisasi. Artinya adanya perbedaan antara daya input mekanis dengan daya output elektris pada generator. Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan percepatan maupun perlambatan pada putaran rotor generator. Kondisi yang seperti ini harus cepat dihilangkan agar sistem tidak keluar dari sinkronisasinya yang mengakibatkan hal fatal seperti blackout. Untuk itu sangatlah penting menganalisa kestabilan suatu sistem, hal ini untuk menghindari adanya kerugian waktu maupun finansial.
2.2 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik
Kestabilan sistem tenaga dapat di definisikan sebagai kemampuan daya listrik sistem dengan kondisi awal yang diberikan untuk dapat memepertahankan dalam keadaan operasi seimbang setelah terjadi gangguan fisik, dengan variabel sistem dibatasi sehingga seluruh sistem tetap utuh.
Berdasarkan paper IEEE yang berjudul definition and classification of power system stability, kestabilan sistem listrik dibagi menjadi 3 kategori yakni, kestabilan sudut rotor, kestabilan tegangan dan kestabilan frekuensi. Berikut ini merupakan gambaran pengklasifikasian kestabilan sistem tenaga yang ditunjukkan gambar 2.1.
Gambar 2.1 Classification of Power System Stability[3]
2.2.1 Kestabilan Sudut Rotor
Stabilitas sudut rotor mengacu pada kemampuan mesin sinkron dari sistem tenaga yang saling berhubungan untuk tetap sinkron setelah mengalami gangguan. Itu tergantung pada kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan antara torsi elektris dan torsi mekanik pada masing-masing mesin sinkron. Ketidakstabilan yang terjadi dapat berupa peningkatan ayunan sudut dari beberapa generator. Stabilitas sudut rotor dibagi dalam dua sub kategori sebagai berikut:
a. Gangguan kecil pada kestabilan sudut rotor
Gangguan kecil pada sudut rotor yakni berkaitan dengan kemampuan sistem daya untuk mempertahankan keadaan sinkron dibawah gangguan kecil. Gangguan timbul dapat dikarenakan dua hal yakni peningkatan
Power System
sudut rotor pada mode non isolasi Karena kurangnya torsi sinkronisasi dan kurangnya torsi redaman sehingga menyebabkan osilasi sudut rotor meningkat.
b. Gangguan besar pada kestabilan sudut rotor
Gangguan besar atau dapat disebut dengan gangguan transient.
Kemampuan sistem untuk mempertahankan dalam keadaan normal beroperasi akibat gangguan parah. Gangguan ini dapat berupa hubung singkat pada saluran atau lepasnya generator pada saat beroperasi.
Kestabilan transien ini berdasarkan tingkat keparahan gangguan tersebut. Ketidakstabilan biasanya membuat sistem menghasilakn sudut rotor baru akibat kurangnya torsi sinkronisasi. Respon sistem yang dihasilkan oleh sudut rotor dipengaruhi oleh hubungan sudut daya.
2.2.2 Kestabilan Tegangan
Suatu kemampuan sistem tenaga listrik dapat kembali dalam keadaan operasi normal setelah terjadinya suatu gangguan.
Ketidakstabilan dapat menyebabkan penurunan maupun peningkatan tegangan pada beberapa bus.
Beberapa faktor yang mengakibatkan ketidakstabilan sistem seperti kehilangan beban pada area tertentu atau lepasnya saluran transmisi. Faktor utama yang mengakibatkan ketidakstabilan yaitu suplai daya reaktif yang meningkat diluar dari kapasitas sumber yang tersedia. Kestabilan tegangan dapat dikategorikan dalam gangguan besar dan gangguan kecil sebagai berikut ini.
a. Gangguan besar kestabilan tegangan
Kestabilan tegangan akibat gangguan besar mengacu pada suatu kemampuan sistem untuk mempertahankan tegangan dalam kondisi normal (stabil) dengan mengikuti gangguan tersebut, seperti lepasnya generator atau kontingensi saluran. Kemampuan untuk kembali dalam keadaan normal ditentukan oleh karakteristik sistem dan beban.
Penentuan kestabilan tegangan gnagguan besar ini membutuhkan pemeriksaan respon non-linear selam aperiode waktu cukup dan interaksi peralatan seperti motor listrik, underload trafo tap changer dan pembatas arus medan generator.
b. Gangguan kecil kestabilan tegangan
Stabilitas tegangan gangguan kecil mengacu pada kemampuan sistem untuk mempertahankan tegangan dalam kondisi stabil setelah terjadi gangguan kecil seperti perubahan pada beban.
2.2.3 Kestabilan Frekuensi
Kestabilan frekuensi mengacu pada kemampuan sistem daya untuk mempertahankan nilai frekuensinya setelah terjadi gangguan yang parah yang menyababkan ketidakseimbangan yang signifikan antara generator dan beban. umunya masalah kestabilan berkaitan dengan, lemahnya koordiansi dari peralatan kontrol atau kurangnya cadangan daya pembangkitan. Kestabilan frekuensi memiliki kategpri gangguan yakni gangguan jangka pendek dan jangka panjang. Gangguan jangka pendek dapat berupa pemadaman beberapa detik pada suatu area yang underfrequency load shedding, seperti menurunnya frekuensi dengan cepat. Ketidakstabilan yang disebabkan oleh kontrol overspeed turbin, kontrol boiler dapat dikatakan fenomena jangka panjang karena gangguan mulai dari puluhan detik hingga beberapa menit.
2.3 Kestabilan Transien
Definisi dari kestabilan transien adalah kemampuan suatu sistem tenaga untuk mempertahankan pada keadaan normal setelah mengalami gangguan besar yang bersifat mendadak.
Kestabilan tarnsien merupakan fungsi dari kondisi operasi dan gangguan. Dalam keadaan gangguan besar seperti pelepasan beban besar atau pembangkitan secara tiba-tiba, kehilangan sebagian saluran transmisi. Hal tersebut akan membuat sistem merasakan kejutan dari gangguan tersebut. Untuk itu kestabilan transien pada sistem harus memiliki cara untuk mempertahankan adanya kejutan akibat gangguan besar.[1]
Studi kestabilan transien ini bertujuan untuk menentukan respon dari suatu sistem tersebut, apakah dapat bisa mempertahankan dalam keadaan normal kembali setelah mengalami gangguan. Gangguan besar tersebut seperti, hilangnya pembangkitan, lepasnya beban besar secara tiba-tiba, starting motor, maupun lepasnya saluran transmisi baik lingkup kecil mapun sebagian.
Masalah kestabilan transien menyangkut gangguan besar yang tidak lagi memungkinkan proses kelinieran, sehingga persamaan tidak linier differensial dan aljabar harus diselesaikan dengan metoda langsung atau dengan prosedur iterasi. Perkiraan yang biasa digunakan untuk transfer daya diberikan oleh:
๐ = ๐
๐ก๐
โ๐ฅ ๐ ๐๐๐ฟ
Dimana,
P = daya (watt)
Vt = tegangan terminal mesin (volt) Vโ = tegangan infinite bus
แต
= sudut rotor (derajat)Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Respon Generator Terhadap Gangguan
Beradasarkan gambar 2.2 diatas, respon generator terhadap adanya gangguan dapat diilustrasikan sebagai berikut, generator bekera pada kondisi normal sebelum mengalami gangguan (titik 1), kemudian terjadi gangguan yang mengakibatkan turunnya daya pada generator, sehingga mengakibatkan percepatan putaran generator dan menimbulkan besarnya sudur rotor semakin besar (titik 2). Pada saat gangguan tersebut hilang, maka daya yang dihasilkan generator akan semakin besar, sesuai dengan sudut rotor (P- del) (titik 3). Dalam keadaan ini maka output generator akan menghasilkan daya lebih besar dibandingkan dengan daya mekanisnya, sehingga mengakibatkan perlambatan pada putaran generator. Bila terdapat torsi lawan yang cukup untuk mengimbangi
putaran dari generator tersebut maka generator akan kembali stabil setelah ayunan pertama dan kembali ke titik kerjanya dalam waktu kurun 0.5 detik, tetapi jika tidak maka putaran rotro generator akan melambat dan menyebabkan generator kehilangan daya dan menjadi tidak stabil.
2.4 Dinamika Rotor dan Persamaan Ayunan[2][1][4]
Pada dasarnya persamaan dari pengaturan gerakan satu mesin rotor merupakan prinsip dasar dinamika yang menyatakan bahwa torsi percepatan (accelerating torque) merupaka hasil perkalian dari percepatan sudut dan momen kelembaman (inertia) rotor. Pada sistem meter-kilogram-second (MKS) persamaannya dapat dituliskan sebagai :
J๐2๐๐
๐๐ก2 = ๐๐ = ๐๐- ๐๐ (2.1) Dimana:
J Momen inersia total dari massa rotor dalam kg-๐2
๐๐ Pergeseran sudut dari rotor terhadap suatu sumbu yang diam dalam radian mekanis (rad)
๐๐ Momen putar elektris atau elektromagnetik, (N-m) ๐๐ Momen putar kecepatan percepatan bersih (net), (N-m)
๐ก Waktu dalam detik (s)
๐๐ Momen putar mekanis atau poros penggerak yang diberikan oleh prime mover dikurangi dengan momen putar perlambatan (retarding) yang disebabkan oleh rugi-rugi perputaran (N-m)
Dari persamaan (2.1) diatas jika torsi mekanis ๐๐ dianggap positif pada generator sinkron, maka mempunyai kecenderungan untuk mempercepat rotor dalam arah putaran ๐๐ yang positif. Jika ๐๐ bernilai negatif, maka hal tersebut menandakan bahwa ๐๐ memiliki kecenderungan untuk memperlambat rotor dalam arah putaran ๐๐ yang positif. Jika ๐๐ sama dengan ๐๐ dan ๐๐ sama dengan nol untuk generator yang bekerja dalam keadaan tetap (steady state), tidak ada percepatan atau perlambatan terhadap massa rotor. Massa yang berputar meliputi rotor dari generator dan prime mover berada dalam keadaan sinkron dalam sistem daya tersebut.
Gambar 2.3 Representasi Rotor Generator dengan Arah Rotasi dari Torsi Mekanik dan Torsi Elektrik
Karena ๐๐ diukur dengan sumbu referensi stasioner pada stator, yang merupakan ukuran mutlak dari sudut rotor, maka untuk mengukur posisi sudut rotor terhadap sumbu referensi yang berputar pada kecepatan sinkron, yang dapat didefinisikan sebagai berikut :
๐๐ = ๐๐ ๐๐ก + ๐ฟ๐ (2.2)
Dimana, ๐๐ adalah pergeseran sudut rotor dalam satuan radian terhadap sumbu yang berputar dengan kecepatan sinkron. ๐๐ ๐ merupakan kecepatan sinkron mesin dalam radian/detik. Dan ๐ฟ๐ adalah sudut pergeseran rotor dalam mechanical radian.
Penurunan persamaan (2.2) diatas dapat didefinisakan sebagai :
๐๐๐
๐๐ก = ๐๐ ๐ + ๐๐ฟ๐
๐๐ก (2.3)
๐2๐๐ ๐๐ก2 = ๐
2๐ฟ๐
๐๐ก2 (2.4)
Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa kecepatan sudut rotor ๐๐๐
๐๐ก
adalah konstan dan kecepatan sinkron hanya saat ๐๐ฟ๐
๐๐ก adalah nol.
Persamaan (2.4) merepresentasikan percepatan rotor diukur pada
mechanical radian per detik kuadrat. Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4) pada (2.1), maka didapatkan :
J๐
2๐ฟ๐
๐๐ก2 = ๐๐ = ๐๐- ๐๐ N-m (2.5) Untuk mempermudah persamaan kecepatan sudut rotor didefinisiakan sebagi berikut:
๐๐ = ๐๐๐
๐๐ก (2.6)
Menurut prinsip dasar dinamika rotor yang menyatakan bahwa daya (P) adalah perkalian antara torsi dengan kecepatan sudut, maka jika persamaan (2.5) dikalikan dengan ๐๐ akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
J๐๐๐2๐ฟ๐
๐๐ก2 = ๐๐ = ๐๐- ๐๐W (2.7) Dimana,
๐๐ : Daya mekanis ๐๐ : Daya elektrik
๐๐ :Daya percepatan yang menyumbang ketidakseimbangan diantara keduanya
Koefisien J๐๐ adalah momentum sudut rotor pada kecepatan sinkron ๐๐ ๐ dan dinotasikan dengan M (konstanta inersia mesin).
Satuan M adalah joule-seconds per mechanical radian, sehingga persamaan juga dapat dituliskan dalam bentuk sebagai beikut:
M๐2๐ฟ๐
๐๐ก2 = ๐๐ = ๐๐โ ๐๐ W (2.8) Dalam data mesin untuk studi stabilitas transien terdapat suatu konstanta yang sering dijumpai yaitu inersia mesin (H) yang didefinisikan dengan,
H = ๐๐๐๐๐๐ก๐๐ (๐๐๐๐๐ฝ๐๐ข๐๐) ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐
๐๐๐ก๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐ ( ๐๐๐ด) (2.9)
H =
Dengan menyelesaikan persamaan untuk mendapatkan nilai M pada persamaan (2.10), didapatkan :
M = 2 ๐ป
๐๐ ๐๐๐๐๐โ MJ/mech rad (2.11) Dengan mensubstitusikan M di persamaan (2.8), didapatkan :
2 ๐ป sebab itu persamaan dapat ditulis sebagai :
2 ๐ป Saat ๐ฟ dalam electrical radians,
๐ป 180f
๐2๐ฟ
๐๐ก2 = ๐๐ = ๐๐โ ๐๐ (2.15) Persamaan (2.15) menjelaskan swing equation mesin berupa persamaan dasar yang mengatur dinamika rotasi dari mesin sinkron pada studi stabilitas.
2.5 Hal yang Mempengaruhi Kestabilan 2.5.1 Short circuit
Gangguan hubung singkat (short circuit) sering terjadi dalam sistem tenaga listrik. Penyebab dari gangguan ini antara lain disebabkan oleh sambaran petir, kegagalan isolasi, gangguan binatang ataupun pohon. Saat terjadi hubung singkat, arus yang mengalir ke titik gangguan akan semakin besar, akibatnya terjadi penurunan secara signifikan tegangan disekitar gangguan. Semakin besar gangguan hubung singkatnya maka semakin besar arus yang mengalir pada titik gangguan, sehingga tegangan akan semakin kecil. Apabila terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan peralatan pada sistem karena arus yang terlalu besar.
2.5.2 Generator outage
Gangguan generator outage atau generator lepas jarang terjadi pada sistem tenaga listrik, dikarenakan penyebab utama bukan dari pembangkitan itu sendiri tapi dari segi mekanis lainnya. Penyebab utama dari gangguan ini yaitu salah satunya adanya pembebanan yang berlebih maupun pelepasan beban secara tiba-tiba. Kedua hal tersebut membuat putaran dari rotor generator akan mengakami percepatan atau perlambatan secara mendadak. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus dalam kurum waktu yang lama, maka generator dapat kehilangan sinkronisasi dan mengakibat keluar dari sistem. Keluarnya salah satu pembangkitan pada suatu sistem interkoneksi akan mengakibatkan respon dari sistem akan mengalami perubahan, sehingga akan menurunnya kehandalan dalam sistem tersebut dan merusak peralatan lainnya.
2.6 Metode Mempertahankan Kestabilan Sistem dari Gangguan[1]
1. Menaikkan Konstanta Inersia Generator
Menaikkan konstanta inertia dalam waktu tertentu akan mengurangi penambahan perubahan sudut ฮด. Semakin besar konstanta inersia mesin, maka akan semakin stabil suatu sistem. Namun hal itu membuat ukuran-ukuran mesin akan semakin besar, yang artinya memerlukan biaya yang besar sehingga tidak ekonomis dalam prakteknya.
2. Menaikkan Tegangan Generator
Pada saat sebelum mengalami gangguan generator mensuplai daya tertentu dengan besar sudut ฮด0, dengan menaikkan nilai tegangan pada generator, maka akan memperbesar daya yang disalurkan genarator, sehingga memperkecil sudut ฮด0. Semakin kecilnya sudut ฮด0, jika terjadi
gangguan, generator dapat berayun lebih lama sebelum sudut kritis kestabilan tercapai. Dengan menaikkan nilai tegangan tersebut, maka perlu memperhitungkan isolasi untuk generator, yang artinya penambahan biaya untuk instalasi generator tersebut, sehingga cara ini relatif kurang ekonomis dalam prakteknya.
3. Menggunakan Peralatan Pemutus Rangkaian Yang Cepat (High Speed Recloser)
Semakin cepat gangguan pada sistem diredam, maka kestabilan sistem tersebut semakin baik. Sesuai kriteria sama luas, sistem hanya akan stabil jika luasan daerah peredaman lebih besar atau sama dengan luas daerah percepatan, dan yang menentukan besarnya masing-masing luasan ini adalah waktu pemutusan saluran yang mengalami gangguan.
Semakin cepat waktu pemutusan, maka luasan daerah percepatan akan semakin kecil, sehingga syarat suatu sistem untuk tetap stabil setelah mengalami gangguan terpenuhi.
4. Menurunkan Reaktansi Seri Saluran
Menurunkan reaktansi seri saluran, dapat memperbesar daya yang disalurkan oleh generator, sehingga dapat meningkatkan stabilitas transien sistem.
2.7 Standar yang berkaitan dengan Kestabilan Transien 2.7.1 Standar UnderVoltage
Standar yang digunakan untuk undervoltage mengacu pada standar PLN, hal ini dikarenakan sistem yang dianalisa adalah kelistrikan Kalimantan mengacu pada standar tersebut. Undervoltage sendiri merupakan penurunan tegangan hingga 90 persen dengan durasi lebih lama dari satu menit. Penurunan tegangan ini diakibatkan beberapa hal yaitu adanya gangguan pada sistem atau pembebanan yang berlebihan.
Berikut standar yang digunakan untuk tugas akhir ini pada kondisi normal.
Tabel 2.1 Standar tegangan menurut PLN Tegangan (kV) Overvoltage Undervoltage
500 +5% -5%
150 +5% -10%
70 +5% -10%
20 +5% -10%
2.7.2 Standar Frekuensi
IEEE C37.106-2003 (Revision of ANSI/IEEE C37.106-1987), merupakan standar yang digunakan untuk operasi abnormal pada pembangkit. Penggerak utama generator seringkali lebih rentan terhadap operasi frekuensi off. Standar ini digunakan untuk sistem yang berfrekuensi 60 Hz, untuk itu perlu koversi standar frekuensi menjadi 50 Hz. Berikut ini ditunjukkan pada gambar 2.2 operasi abnormal untuk steam turbin, dimana daerah batas untuk operasi kontinyu dari turbin uap antara 59.5 Hz dan 60.5 Hz. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa daerah operasi untuk steam turbin hanya diperbolehkan dengan frekuensi 49.5 Hz hingga 10 detik. Daerah terlarang pada gambar yakni daerah yang diarsir, dimana pada daerah tersebut nilai frekuensi yang terlarang dengan batas waktu tertentu.
Tabel 2.2 Standar Frekuensi
Underfrequency limit Overfrequency limit Minimum time
50 โ 49.583 Hz . 50 โ 50.417 Hz . N/A (continuous operating range) 49.5 โ 48.75 Hz . 50.5 โ 51.25 Hz . 3 minutes . 48.667 โ 48.25 Hz . 51.333 โ 51.417 Hz . 30 seconds .
48.167 โ 47.833 Hz . 7.5 seconds .
47.75 โ 47.417 Hz . 45 cycles .
47.333 โ 47.083 Hz . 7.2 cycles .
Less than 47 Hz . Greater than 51.417 Hz Instantaneous trip .
2.7.3 Standar Voltage Sagging[5]
Gangguan kestabilan transien mengakibatkan beberapa faktor sistem mengalami perubahan, salah satunya adalah kedip tegangan atau dikenal sebagai voltage sagging. Kedip tegangan sendiri dapat di definisikan sebagai penurunan tegangan efektif terhadap harga nominalnya selama interval waktu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedip tegangan seperti motor starting, pembebanan sistem yang berlebih atau adanya gangguan pada sistem. Untuk itu
diberikan standar untuk kedip tegangan yang diizinkan, yaitu dalam tugas akhir ini menggunakan standar SEMI F47 sebagai acuan.
Tabel 2.3 Standar Voltage Sag berdasarkan SEMI F47
VOLTAGE SAG DURATION VOLTAGE SAG
Second (s) Milliseconds (ms)
Cycles at 60
hz Cycles at 50 hz
Percent (%) of Equipment Nominal Voltage
<0.05 s <50 <3 <2.5 Not specified 0.05 to 0.2 s 50 to 200 3 to 12 2.5 to 10 50%
0.2 to 0.5 s 200 to 500 12 to 30 10 to 25 70%
0.5 to 1.0 s 500 to 1000 30 to 60 25 to 50 80%
>1.0 s >1000 >60 >50 Not specified
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
3 BAB III
DATA DAN METODOLOGI
Pada bab ini akan dibahas mengenai sistem dan data. Data yang dimaksut meliputi data saluran seperti jarak serta impedansi, data pembangkitan yang dioperasikan dan data beban tiap per dua tahun dari tahun 2022 hingga 2026, hal ini berdasarkan RUPTL tahun 2017-2026.
Pembangkit yang digunakan untuk level tegangan 275kV akan mulai dioperasikan pada tahun 2022, sehingga melakukan simulasi dan study case dimulai pada tahun 2022. Metodologi digunakan untuk mempermudah simulasi serta menganalisa data yang telah diperoleh, serta mempermudah memahami Tugas Akhir ini.
3.1 Sistem Kelistrikan Kalimantan 275kV tahun 2022, 2024 dan 2026
Sistem kelistrikan Kalimantan merupakan sistem yang terinterkoneksi. Pada Tugas Akhir ini akan dibahas sistem interkoneksi Kalimantan dengan Jalur Selatan, meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan-Tengah dan Kalimantan Timur-Utara berlevel tegangan 275kV. Gambaran single line diagram backbone dari sistem ini ditunjukkan pada gambar 3.1. Untuk gambaran single line diagram pada masing-masing area terlampir (lampiran A).
Sei Raya 275 kV Banjarmasin 275 kV
Kalimantan Barat 150 kV
Ketapang 275 kV Sampit 275 kV Palangkaraya 275 kV
Kalimantan Timur - Utara 150 kV
Balikpapan 275 kV Samarinda 275 kV Bontang 275 kV Tanjung Redep 275 kV
Kalimantan Selatan - Tengah 150 kV
Gambar 3.1 Single line diagram backbone
3.2 Data Saluran Backbone Sistem Interkoneksi Kalimantan Jalur Selatan
Data saluran dan data bus digunakan sebagai masukan parameter pada sistem ketika melakukan simulasi. Data dari saluran meliputi data impedansi dan jarak yang ditunjukkan pada tabel 3.1 untuk tegangan 275 kV dan untuk data saluran tegangan 150 kV terlampir (lampiran B).
Tabel 3.1 Data Saluran sistem interkoneksi backbone Kalimantan 275kV
Dari Bus Ke Bus
Jarak
(km) R' X' B'
Sei Raya Ketapang 230 0.0383 0.31 3.55623
Sei Raya Ketapang 230 0.0383 0.31 3.55623
Ketapang Sampit 287 0.0383 0.31 3.55623
Ketapang Sampit 287 0.0383 0.31 3.55623
Sampit Palangkaraya 110 0.0383 0.31 3.55623
Sampit Palangkaraya 110 0.0383 0.31 3.55623
Palangkaraya Banjarmasin 180 0.0383 0.31 3.55623 Palangkaraya Bnajarmasin 180 0.0383 0.31 3.55623
Banjarmasin Balikpapan 370 0.0383 0.31 3.55623
Banjarmasin Balikpapan 370 0.0383 0.31 3.55623
Balikpapan Samarinda 95 0.0383 0.31 3.55623
Balikpapan Samarinda 95 0.0383 0.31 3.55623
Samarinda Bontang 85 0.0383 0.31 3.55623
Samarinda Bontang 85 0.0383 0.31 3.55623
Bontang Tanjung Redep 40 0.0383 0.31 3.55623
Bontang Tanjung Redep 40 0.0383 0.31 3.55623
3.3 Kapasitas Pembangkit Kalimantan tahun 2022, 2024 dan 2026 Data kapasitas pembangkit yang digunakan pada sistem kelistrikan Kalimantan berdasarkan RUPTL tahun 2017-2026 dan Masterplan dapat ditunjukkan pada tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2 Data Pembangkitan Kelistrikan Kalimantan
Pembangkit Kapasitas (MW)
P (MW)
2022 2024 2026
Kalbar 1-1 100 50 50 55
Kalbar1-2 100 55 55 60
Kalbar 2-1 100 40 35 42
Kalbar 2-2 100 OFF 40 40
Kalbar 3-1 65 OFF 35 50
Kalbar 3-2 65 OFF OFF 40
Kalbar 4-1 100 OFF 55 60
Kalbar 4-2 100 OFF 50 60
Kalbar Peaker 1 25 20 20 22
Kalbar Peaker 2 25 20 20 23
Kalbar Peaker 3 25 20 20 22
Kalbar Peaker 4 25 20 25 15
MPP Kalbar 25 20 22 22
MPP Kalbar 1 25 20 20 22
MPP Kalbar 2 25 20 17 20
MPP Kalbar 3 25 20 20 22
P. Kura-Kura 1 25 20 20 10
P. Kura-Kura 2 25 20 17 23
Parit Baru 1 50 30 20 30
Parit Baru 2 50 30 25 25
Parit Baru 3 50 27 25 35
Parit Baru 4 50 30 25 35
Tabel 3.2 Data Pembangkitan Kelistrikan Kalimantan (Lanjutan I)
Pembangkit Kapasitas (MW)
P (MW)
2022 2024 2026
Serawak 2 100 55 60 50
Serawak 3 100 65 60 65
Asam-Asam 1 65 50 50 60
Asam-Asam 2 65 45 45 55
Asam-Asam 3 65 35 35 50
Asam-Asam 4 65 37 35 45
Bangkanai 50 35 35 40
Bangkanai 1 50 35 30 35
Bangkanai 2 50 25 25 20
Bangkanai 3 50 30 30 27
Bangkanai 4 40 20 20 20
Bangkanai 5 25 15 10 15
Bangkanai 6 25 15 10 15
Kalsel 2 100 OFF 40 50
Kalsel 2 100 OFF 45 50
Kalsel FTP 1 100 55 55 60
Kalsel FTP 2 100 60 65 80
Kalsel Peaker 200 OFF 75 80
Kalsel Peaker 200 OFF 80 85
Kalsel 3 100 80 85 80
Kalsel 3 100 80 75 90
Kalsel 1 100 65 75 80
Kalsel 1 100 70 80 80
PULPIS 1 65 50 45 55
PULPIS 2 65 50 45 55
Riam Kanan 100 60 60 65
Tabel 3.2 Data Pembangkitan Kelistrikan Kalimantan (Lanjutan II)
Tabel 3.2 Data Pembangkitan Kelistrikan Kalimantan (Lanjutan III)
3.4 Data Beban Kalimantan tahun 2022, 2024 dan 2026
Data kapasitas beban yang digunakan pada sistem kelistrikan Kalimantan ini berdasarkan RUPTL tahun 2017-2026. Beban pada kelistrikan Kalimantan ini memiliki total 114 beban. Beban ini berupa beban GI (Gardu Induk) di setiap daerah di Kalimantan. Data kapasitas beban ini terlampir (lampiran B).
3.5 Metodologi Simulasi
Metodologi diperlukan sebelum memasuki tahap simulasi dan analisa. Hal ini dikarenakan dalam metodologi meliputi hal-hal yang diperlukan untuk simulasi dan hasil seperti apa yang diharapkan.
Metodologi yang digunakan dalam tugas akhir ini meliputi, Berdasarkan gambar yang ditunjukkan oleh gambar 3.2 maka metodologi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data berdasarkan sistem kelistrikan Kalimantan 275 kV. Data-data tersebut meliputi data pembangkitan, data saluran dan data beban. Setelah pengumpulan data tersebut, maka langkah selanjutnya yaitu pembuatan single line diagram menggunakan software DIgSILENT, yang kemudian dilakukan simulasi aliran daya untuk mengetahui sistem dalam kondisi normal atau tidak.
2. Sebelum melakukan simulasi transien, maka menentukan studi kasus yang akan digunakan untuk analisa transien tersebut.
Kemudian dilakukan simulasi transien berdasarkan studi kasus yang telah ditetapkan. Studi kasus transien meliputi generator outage dan short circuit.
3. Dari hasil simulasi transien, maka akan dianalisa dari respon sudut rotor, respon tegangan dan respon frekuensi. Ketiga
respon tersebut juga akan diamati terhadap perubahan waktu yang telah ditentukan, apakah sistem akan kembali stabil atau tidak. Untuk mengetahui sistem tersebut stabil atau tidak, maka mengacu pada standar yang telah ditetapkan.
4. Hasil simulasi dan hasil data yang telah diamati, maka akan ditarik kesimpulan mengenai kondisi kestabilan akibat gangguan transien pada sistem kelistrikan Kalimantan berlevel tegangan 275 kV.
Start
Pengumpulan Data
Pemodelan Sistem Menggunakan Software DIgSILENT Power Factory
Input data Generator, Transformator,Transmisi
dan Beban
Analisis Load Flow Menggunakan Newton-Raphson
Analisis Kestabilan Transien
Stabil;
V= 275kV,๊+5%,๊-5%;
V= 150kV,๊+5%,๊-10%;
F= 50,5 โ 49,5;
Sistem Stabil
Stop Ya
Tidak
Gambar 3.2 Flowchart metodologi
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
4 BAB IV
HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
4.1 Pemodelan Sistem Kelitrikan Kalimantan
Berdasarkan data-data yang telah ada maka dilakukan pemodelan sistem dalam bentuk Single Line Diagram sistem kelistrikan Kalimantan 275 kV berdasarkan RUPTL 2017-2026 dan Masterplan menggunakan software DIgSILENT. Selanjutnya akan dilakukan studi aliran daya untuk memastikan sistem dalam keadaan normal. Setelah melakukan studi aliran daya, maka akan dilakukan simulasi dan analisis kestabilan transien dengan beberapa kasus yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Analisis kestabilan transien yang akan dilakukan antara lain meliputi generator outage dan short circuit.
Berdasarkan data-data yang telah ada maka dilakukan pemodelan sistem dalam bentuk Single Line Diagram sistem kelistrikan Kalimantan 275 kV berdasarkan RUPTL 2017-2026 dan Masterplan menggunakan software DIgSILENT. Selanjutnya akan dilakukan studi aliran daya untuk memastikan sistem dalam keadaan normal. Setelah melakukan studi aliran daya, maka akan dilakukan simulasi dan analisis kestabilan transien dengan beberapa kasus yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Analisis kestabilan transien yang akan dilakukan antara lain meliputi generator outage dan short circuit.