BAB IV. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut
C. Relevansi Metode Pendidikan Akhlak
Pasal (19) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menjelaskan tentang standar proses pembelajaran yaiitu: 1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 3) setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19, 2005 : 14).
Dalam pasal (20), Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuatsekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19, 2005 : 15).
Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada beberapa metode diantaranya: 1) metode konvergensi (pembiasaan), dimana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik (Armai Arief, 2002 : 111). Pendekatan pembiasaan sangat erat kaitannya dengan aliran Behaviorisme dalam dunia psikologi pendidikan, menurut aliran Behaviorisme, dasar atau keturunan itu tidak ada, hasil pendidikan ditentukan oleh pengaruh yang diterima anak dari dunia sekitarnya. Psikologi individual memandang kecil arti bakat dan keturunan, sedangkan pengaruh lingkungan dan pendidikan lebih diutamakan (Armai Arief, 2002 : 116). Dalam kaitan ini Ibnu Miskawaih berpendirian bahwa masalah perbaikan akhlak bukanlah merupakan bawaan atau warisan, karena jika demikian keadaannya tidak diperlukan adanya pendidikan. Ibnu Miskawaih berpendirian bahwa akhlak seseorang dapat diusahakan atau menerima perubahan yang diusahakan. Jika demikian halnya, maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan adanya cara-cara yang efektif yang selanjutnya dikenal dengan metodologi (Abuddin Nata, 2001 : 22).
2) Metode keteladanan, dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa keteladanan dasar katanya teladan yang berarti: perbuatan atau barang yang patut ditiru atau dicontoh. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.
Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai lat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik (Armai Arief, 2002 : 117).
Untuk menciptakan anak yang berakhlak mulia, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Sehingga sebanyak apapun prinsip yang diberikan tanpa disertai contoh tauladan, ia hanya kan menjadi kumpulan resep yang tak ber makna (Armai Arief, 2002 : 121). Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 44:
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab, maka tidaklah kamu berpikir? (Q.S. Al-Baqarah : 44) (Al-Quran dan terjemahannya, 1990 : 16).
Dari ayat diatas dapat dimabil pelajaran, bahwa seorang guru hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada anak didik, tetapi lebih dari itu ia harus mampu menjadi panutan bagi anak didiknya, sehingga anak didik dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan, oleh karena itu keteladanan merupakan faktor dominan menentukan keberhasilan pendidikan (Armai Arief, 2002 : 122). Dalam kaitan ini Ibnu Miskawaih menjelaskan, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi peserta didik dalam pembelajaran, Adapun pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman berkenaan dengan hukum-hukum akhlak
yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia. Dengan cara ini seseorang tidak akan hanyut kedalam perbuatan yang tidak baik, karena ia bercermin kepada perbuatan buruk dan akibatnya yang dialami orang lain.manakala ia mengukur kejelekan atau keburukan orang lain, ia kemudian mencurigai dirinya, bahwa dirinya juga sedikit banya memiliki kekurangan seperti orang tersebut, lalu menyelidiki dirinya. Dengan demikian maka setiap malam dan siang ia akan selalu meninjau kembali semua perbuatannya, sehingga tidak satupun perbuatannya terhindar dari perhatiaanya (Abuddin Nata, 2001 : 24).
3) Metode pemberian ganjaran, ganjaran dalam bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik dan buruk, kaitannya dengan pendidikan Islam adalh pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik dan pemberian hukuman sebagai jalan terakhir dalam proses pembelajaran. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 148, Allah berfirman:
Artinya: karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan (Q.S. Ali Imron : 148) (Al-Quran dan terjemahannya, 1990 : 100).
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Daud:
Yang artinya suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan shalat) jika mereka telah berusia 10 tahun pisahkan tempat tidurnya (HR. Abu Daud) (Muhammad Al-Ghazali, 1986: 10).
Dalam metode ini Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya,
memandang penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik. Menurut Ibnu Miskawaih, patut pula memberikan pujian kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak. Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Ibnu Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik. Selain pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik. Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga perlu dikecam. Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan buruknya, Ibnu Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun, hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan.
Sebelum anak dapat berfikir logis dan memahami hal-hal abstrak, belum sanggup menentukan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah, orang tua harus memiliki metode yang tepat untuk membina pribadi anak. Sebab pembentukan manusia yang berpribadi luhur adalah melewati proses pembentukan kepribadian, yang tidak bisa tumbuh dengan tiba-tiba dan serta merta, tetapi harus melalui proses. Didalam proses pembentukan kepribadian itulah diperlukan setrategi dan metode yang tepat.
Dalam hal ini Ibnu Miskawaihi mengemukakan bahwa manusia dalam menerima pendidikan bermacam-macam tingkatan. Hal demikian mudah
disaksikan pada anak-anak, karena watak mereka nampak wajar sejak mula perkembangan, terbuka apa adanya tidak diselubungi dengan pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana halnya orang dewasa yang memahami apa yang buruk bagi dirinya lalu ditutup-tutupinya dengan bermacam-macam tipu muslihat dengan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan perangainya itu.
Kita mengetahui dari watak anak serta kesiapan mereka dalam menerima didikan ada diantara mereka yang kasar ada pula yang pemalu, pemurah, kikir, penyayang, keras, dan sebagainya.
Kebermacaman itu kita lihat pula pada orang-orang dewasa dalam menerima didikan budi pekerti utama. Bila kita abaikan perbedaan-perbedaan watak individual ini lalu tidak kita didik sebagaimana mestinya, maka tiap orang akan tumbuh sesuai dengan watak individualnya itu, mungkin dia tumbuh jadi baik atau buruk. Maka disinilah pentingnya pendidikan agama (pendidikan normatif). Agamalah yang dapat meluruskan anak-anak dan mendidik mereka dengan perilaku yang terpuji dan mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima "hikmah". Tanggung jawab orang tualah pelaksanaan pendidikan agama ini dengan berbagai upaya, kalau perlu mempergunakan ancaman hukuman sampai mereka terbiasa hidup beragama.
Setelah menguraikan perbedaan individual manusia dan diperlukannya pendidikan untuk membina perkembangan individual itu, Ibnu Miskawaih kemudian mengemukakan penggunaan thariqun thab'iyyun (metode alamiyah) dalam mendidik. Metode alamiyah itu bertolak dari pengamatan terhadap potensi-potensi insany. Mana yang muncul lahir lebih dahulu, maka
pendidikan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan potensi yang lahir dahulu itu, kemudian kepada kebutuhan potensi berikutnya yang lahir sesuai dengan hukum alam. Potensi yang muncul pertama kali adalah gejala umum yang ada pada tingkat kehidupan hayawani dan nabati, kemudian terus-menerus lahir suatu gejala khusus yang berbeda dengan gejala potensi macam lain sampai menjadi tingkat kehidupan insany. Maka dari itu kata Ibnu Miskawaihi wajib bagi kita memulai dengan hasrat (kecenderungan) akan makan, yang muncul pada diri kita dengan jalan memenuhi kebutuhan kecenderungan, lalu muncul kecenderungan berani dan cinta kemuliaan, kita didik dengan jalan memenuhi kecenderungan, kemudian terakhir lahir kecenderungan kepada ilmu pengetahuan, maka kita didik dengan jalan memenuhi kecenderungan itu.
Urutan kemunculan inilah yang Ibnu Miskawaihi maksudkan metode alami, karena didasarkan proses kejadian manusia, yakni pertama kali embrio lalu bayi kemudian orang dewasa. Potensi-potensi ini lahir berurutan secara alamiyah. Ide pokok dari metode alami Ibnu Miskawaihi ialah bahwa pelaksanaan kerja mendidik itu hendaknya didasarkan atas perkembangan lahir batin manusia. Setiap tahap perkembangan manusia mempunyai kebutuhan phisikologis dan cara mendidik hendaklah memperhatikan kebutuhan ini sesuai dengan tahap perkembangannya.
Dari contoh metode Pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih diatas dapat digaris bawahi bahwa metode yang diterapkan relevan dengan metode pendidikan akhlak saat ini yang menekankan, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan pembentukan, pembiasaan akhlak, pemberian pujian dan hukuman, setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien untuk tercapainya anak didik yang berakhlak sempurna.
Maka dari keseluruhan relevansi pendidikan akhlak anak dalam kitab Tahzibul akhlak yang sudah dibahas diatas dikaitkan dengan kebutuhan pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini adalah membentuk kepribadian utama anak didik dengan memiliki akhlak yang mulia, bertabiat terpuji dan berbudi pekerti yang luhur, hubunganya dengan Tuhan, sesama dan lingkungan. Mempunyai ilmu pengetahuan yang berguna bagi diri sendiri, bangsa dan agama. Dengan kata lain terbentuknya diri sendiri yang seimbang dan utuh.
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang Pendidikan Akhlak Anak Menurut Ibnu Miskawaih, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
i. Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library reseach) yaitu penelitian perpustakaan atau penelitian murni. Penelitian ini bertujuan mengumpulkan data dan informasi dan bantuan bermacam-macam yang terdapat di ruang perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya yang berkaitan dengan pemikiran Ibnu Miskawaih sebagai landasan dalam penelitian. Adapun dalam pengumpulan data ini diambil sumber primer dan sumber sekunder. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode content analysis dan metode interpretasi. Analisis ini sangat berguna bagi penulis untuk mencari peran orang tua dalam pendidikan akhlak anak secara implisit yang ada pada pemikiran Ibnu Miskawaih.
ii. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa: pemikiran Ibnu Miskawaih tentang pendidikan akhlak anak yang mengatakan bahwa watak itu bisa berubah, dan perubahan itu bisa melalui pendidikan dan pengajaran. Juga memaparkan tentang kebaikan dan kebahagiaan, karena Ibnu Miskawaih di dalam meninjau akhlak berdasarkan nilai-nilai kebajikan (al-khairu) untuk mencapai kesempurnaan hidup, maka orang harus mencapai al-khairu terlebih dahulu, kebaikan atau kebajikan merupakan kunci kesempurnaan manusia.95
iii. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa orang tua sangat berperan dalam pendidikan akhlak anak. Menurutnya pendidikan akhlak merupakan konsepsi baku pembentukan pribadi anak, kedua orang tua yang mula-mula tampil untuk melakukan tugas tersebut. Pencapaian kepribadian akhlak yang luhur dan berbudi pekerti, orang tua selaku pendidik mempunyai peran: memberi contoh atau teladan yang baik, memberi nasehat, memberikan perhatian. Beberapa metode pendidikan akhlak anak Ibnu Miskawaih diantaranya : metode alamiah, metode keteladanan dan metode pembiasaan. Adapun relevansi pemikiran Ibnu Miskawaih mengenai peran orang tua dalam pendidikan akhlak anakdiantaranya adalah: akhlak kepada Tuhan, akhlak kepada sesama, akhlak kepada diri sendiri dan akhlak kepada lingkungan.