• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi pendidikan K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Ahmad Dahlan pada masa sekarang

Dalam dokumen KAJIAN TEORIBAB IV PERBANDINGAN KONSEP P (Halaman 48-54)

PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT K.H HASYIM ASY’ARI DAN K.H AHMAD DAHLAN

D. Relevansi pendidikan K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Ahmad Dahlan pada masa sekarang

Pendidikan Islam pada periode sebelum Indonesia merdeka ditandai dengan munculnya dua model pendidikan, yaitu pertama, pendidikan yang diberikan oleh sekolah-sekolah Barat yang sekuler dan tidak mengenal ajaran agama; dan kedua, pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.

Hasil penelitian Steenbrink menunjukan bahwa pendidikan kolonial tersebut sangat berbeda dengan pendidikan Islam Indonesia yang tradisional, bukan saja dari segi metode, tetapi lebih khusus dari segi isi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola oleh Belanda khususnya berpusat pada pengetahuan dan ketrampilan duniawi, yaitu pendidikan umum. Adapun lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi penghayatan agama. 22

Pada tingkat permulaan, isi pendidikan Islam meliputi belajar membaca al-Qur’an, praktik sholat, pelajaran ketuhanan, fiqih, dan ushul fiqih. Menurut Mahmud Yunus, bahwa isi pendidikan Islam pada pondok pesantren meliputi pengajian al-Qur’an, ilmu nahwu, sharaf, fiqih dengan kitab ajurmiah, matan bina, fathul qorib, dan sebagainya.

Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Ilahi dan insani sebagaimana terkandung dalam kitab- kitab ulama terdahulu. Fungsi tersebut melekat pada setiap komponen aktivitas pendidikan Islam. Hakikat tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya penguasaan ilmu agama Islam sebagaimana tertuang dalam kitab-kitab ulama terdahulu serta tertanamnya perasaan beragama yang mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bersamaan dengan lahirnya madrasah-madrasah berkelas yang muncul sejak tahun 1909. menurut penelitian Mahmud Yunus, pendidikan Islam yang kali pertama memiliki kelas dan memakai bangku, meja, dan papan tulis ialah madrasah Adabiah di padang. Madrasah Adabiyah merupakan madrasah pertama

22

di Minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia, yang didirikan oleh Syeh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.23

Hasil penelitian Wirjosukarto menunjukan bahwa Pondok Muhammadiyah yang berdiri sekitar tahun 1920 telah menggunakan system penyelenggaran pendidikan modern yang berbeda dengan pondok pesantren lama. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari enam aspek, yaitu pertama, cara mengajar dan belajar, untuk pesantren lama menggunakan system sorogan dan weton yang hasilnya dianggap kurang efisien, sedangkan dipondok Muhammadiyah dipergunakan system klasikal dengan cara-cara Barat yang hasilnya lebih efisien. Kedua, bahan pelajaran, pada pesantren lama hanya masalah agama semata dan kitab-kitab karya pembaru tidak digunakan, ssedangkan dipondok Muhammadiyah bahan pelajaran tetap agama, tetapi juga diajarkan ilmu pengetahuan umum, kitab-kitab agama dipergunakan secara luas, baik karya ulama klasik maupun ulama modern. Ketiga, rencana pelajaran, pada pesantren lama belum ada rencana pelajaran yang teratur dan integral, sedangkan di pondok Muhammadiyah sudah diatur dengan rencana pelajaran sehiongga efisiensi belajar terjamin. Keempat, pendidikan diluar waktu-waktu belajar, pada pesantren lama waktu belajar terlalu bebas dan kurang terpimpin, sedangkan dipondok Muhammadiyah diselenggarakan dalam asrama yang terrpimpin secara teratur. Kelima, pengasuh pada pesantren lama para pengasuh diliputi oleh alam pikiran lama, sedangkan dipondok Muhammadiyah terdiri atas para ulama yang menganut alam pikiran modern. Keenam, hubungn guru dan murid, pada pesantren lama lebih bersifat otoriter dan kurang demokratis, sedangkan dipondok Muhammadiyah diusahakan suasana hubungan antara guru dan murid lebih akrab, bebas dan demokratis.

Untuk membangun upaya tarbiyah (pendidikan ummat manusia) tersebut, khususnya dinegara Indonesia ini. Maka langkah awal yang digagas Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya membangun system pendidikan muda Muhammadiyah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan

23

ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekscool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah colonial untuk mengajarkan agama Islam dikedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas ditengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Muallimin (Kweekscool Muhammadiyah) dan Madrasah Muallimat (Kweekscool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya. 24

Disamping itu K.H. Hasyim Asy’ari yang telah memperkenalkan pola

pendidikan madrasah di lingkungan pesantren Tebuireng Jombang. Pesantren ini didirikan pada tahun 1899 yang pengajarannya lebih menitikberatkan pada ilmu- ilmu agama dan bahasa Arab dengan system sorogan dan bandungan ditingkatkan dengan menggunakan system klasikal yang terkenal dengan system madrasah.

Dengan demikian posisinya yang sangat sentral dalam jaringan pesantren di Pulau Jawa maka pembaruan yang terjadi di pesantren Tebuireng tersebut cepat menyebar kepesantren-pesantren lain, seperti di Kediri, Kudus, Cirebon, dan Banten. Terlebih-lebih setelah pembentukan organisasi Nahdlatul Ulama pada

tahun 1926 apa yang dilakukan K.H.Hasyim Asy’ari dijadikan model bagi usaha

perkumpulan dalam bidang pendidikan.25

24

Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 504-505 25

58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Jika dilahat dari aspek kandungan dalam kontek pemikiran kependidikan K.H. Hasyim Asyari, secara esensial dapat disimpulkan bahwa peserta didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kesatuan aksi yang menjunjung tinggi nilai-nilai ahlak yang luhur secara integratif.

Konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab, mulai dari tingkatan rendah sampai tingkatan tinggi,ini di buktikan dengan di bangunnya pondok Pesantren Tebuireng yang menghasilkan para ulama besar.

Sedangkan konsep pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah memasukan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah-sekolah yang didirkannya. Ide Dahlan direalisasikan ketika pada tahun 1911 ia membuka sekolah agama di Kauman dengan metode Barat, yaitu menggunakan kursi, bangku serta kertas, walaupun penggunaan metode ini bukanlah yang pertama kali. Namun demikian atas ide Ahmad Dahlan tersebutlah lembaga pendidikan pada waktu itu mulai mengikuti metode yang diterapkannya, serta memasukan pendidikan agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran yang harus diikuti oleh setiap peserta didik. Hal tersebut berlangsung hingga sekarang, dimana lembaga-lembaga pendidikan umum maupun agama menerapkan metode yang diprakarsai oleh K.H. Ahmad Dahlan yaitu menggunakan kursi serta meja sebagai sarana penunjang belajar.

B. Saran-saran

1. Penulis menyarankan agar pendidikan agama tidak hanya diutamakan di pesantren-pesantren tetapi pendidikan agama juga harus mempunyai kontribusi yang cukup bagi sekolah-sekolah.

2. Untuk para pendidik hendaknya selalu berperan aktif dan bisa menjadi tauladan dalam menanamkan nilai-nilai religius yang tinggi terhadap para peserta didik seperti yang telah dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari maupun K.H. Ahmad Dahlan yang telah melahirkan ulama-ulama besar.

60

al-Abrasyi, Athiyah, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), cet.ke- 1

Al-Qothan, Manna, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an, (Mesir: Mansyurat Al-Asyrul Hadits. T.t)

Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Departemen Agama RI, I982)

Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Isalm, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-4 Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. Ke-1

Arifin, MT., Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta:Dunia Pustaka, 1987)

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian,

Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, (Pustaka Firdaus1996)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1991)

Hasbullah, dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada). Edisi revisi

Ihsan, Hamdani dan Ihsan, H.A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 2007)

Jalaluddin dan Said, Usman, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Raja Grapindo Persada 1996),cet. 2

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Al-Majelis Al-A’la Al- Indonesia Li Al- Dakwah Al-Islamiyah, 1972), cet. IX

Khuluq, Lathiful, Fajar Kebangunan Ulama, (LKiS Yogyakarta, 2000)

Mauloeng, Lexy J., Metodologi Pendekatan Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2001)

Muhaimin, Pengembangan kurikulum Pendidikan Agam Islam Di Sekolah, Madrasah, Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet. Ke-1

Nata, Abuddin,Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grapindo Persada)

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasr Pemikiran Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. 1

Poerwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991)

Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2009). Cet 1.

Safwan, Mardanas dan Kutoyo, Sutrisno, K.H. Ahmad Dahlan Riwayat Hidup dan Perjuangan,(Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1999)

Sairin Mth, Weinata., Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, (Jakarta, P;ustaka Sinar Harapan, 1995), Cet. Ke-1

Salam, Yunus, Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan, Amal dan Perjuangannya, (Jakarta, Depot Pengajaran Muhammadiyah, 1968)

Suja, Muhammadiyah dan Pendirinyaa, cet. Ke-2

Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asy’ari., (Jakarta: Lekdis, 2005)

Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)

Syakib, Arsalan Al Amir, Mengapa Kaum Muslimin Mundur,(Jakarta: Bulan Bintang, 1954)

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia., (Jakarta: Hidakarya Agung, 1979),cet ke-2

Dalam dokumen KAJIAN TEORIBAB IV PERBANDINGAN KONSEP P (Halaman 48-54)