• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi zuhud di zaman modern

BAB IV: ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN Al-ALU>SI>> TENTANG

B. Relevansi zuhud di zaman modern

77

B. Relevansi Zuhud di Zaman Modern

Zuhud sebagai upaya pembentukan sikap terhadap dunia dimasa modern. Untuk mengungkap hal ini perlu melihat bagaimana sebenarnya masyarakat modern ini

Masyarakat modern ternyata menyimpan permasalahan hidup yang sulit dipecahkan. Rasionalisme, sekularisme, matrealisme, dan lain sebagainya ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketrentaman dalam hidupnya, akan tetapi sebaliknya, menimbulkan kegelisahan hidup ini.

Hossein Nasr menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama

yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekular.24

Dalam kaitannya dengan problema masyarakat modern, maka secara praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Tasawuf dalam hal ini zuhud dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.

24

Komaruddin hidayat, Upaya pembebasan Manusia : Tinjauan Sufistik terhadap manusia Modern Menurut Hossein Nasr (Jakarta : Grafiti pers, 1985) 184

78

Oleh karena itu dalam tasawuf dikenal zuhud sebagai satu maqam untuk menuju jenjang kehidupan tasawuf, namun disisi lain ia merupakan moral Islam. Dalam posisi ini ia tidak berarti suatu tindakan pelarian dari kehidupan dunia nyata ini, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniyah yang akan menagakkannya saat menghadapi permasalahan hidup yang serba matrealistik, dan berusaha menerapkan keseimbangan jiwanya sehingga timbul kemampuan mengahadapinya dengan sikap jantan. Menurut al-Alusi kehidupan ini hanyalah sekedar sarana, bukan tujuan. Seorang zahid mengangambil dunia atau materi secukupnya . tidak terjerat cinta dunia , sebagaimana sikap orang kafir yang digambarkan oleh Allah.

ام ابح لاما نوبح و

“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebih-lebihan.”

Hal ini tidak berarti suatu usaha pemiskinan, akan tetapi dunia dan materi itu dimiliki dengan sikap tertentu, yakni menyiasatinya agar dunia dan materi itu menjadi

bernilai akhirat, semuanya dijadikan sarana beribadah kepada Allah SWT.25

Ketika kita berkaca pada tokoh-tokoh muslim yang kaya tetapi tidak tergiur kekayaanya sendiri yaitu Utsman bin Affan, meskipun Utsman mempunyai harta yang banyak akan tetapi hartanya dikorbankan untuk jalan Allah. Terbutkti ketika

25

79

jumlah Muslim di Madinah bertambah banyak, masjid Nabi Saw terlalu sempit untuk menampung jama’ah itu. Maka Nabi bersabda: “Siapakah di antara kamu yang mau mengorbankan uangnya untuk membesarkan masjid ini ?” Utsman maju ke depan, dan bersedia mengorbankan hartanya di jalan Allah. Dia berkata: “Bukankah Allah memerintahkan kita berkorban dengan harta dan jiwa untuk jalan Allah.” Dia

membeli tanah itu guna melrbarkan masjid Nabi.26

Bahkan pada tahun kesembilan Hijriyah dalam kasus yang lain, sampailah laporan ke tangan Nabi bahwa kaisar Romawi timur sedang bersiap-siap untuk menyerbu ke Madinah, yang dianggap Nabi dapat membahayakan keamanan orang islam. Maka Nabi membuat persiapan perlawanan. Saat itu beliau berseru kepada rakyat agar mengorbankan apa yang dapat diberikan. Lantas Utsman memeberikan

1000 unta, 50 kuda, dan 1000 potong emas.27

.

26

Fazl Ahmad, Utsman Khalifah Ketiga, (Jakarta: Hudaya,1971), 10 27

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zuhud menurut al Alusi yaitu:

1. kondisi mental yang stabil dalam keadaan susah dan gembira. Apabila

dilanda kesusahan hendaknya tidak berlarut-larut dalam kesedihan begitu pula sebaliknya tidak terlalu bahagia ketika dalam keadaan senang.

2. Segala sesuatu yang didapat di dunia hendaknya dipergunakan untuk

ibadah dan mencari akhirat, tetapi perlu diimbangi dengan perhatian terhadap keduniaan.

3. Zuhud pada dunia yaitu menjadikannya sebagai sarana untuk mencari

Ridha Allah dan kebahagiaan akhirat. Maka itu adalah kesenangan dan sarana yang sebaik-baiknya.

Zuhud sebagai upaya pembentukan sikap terhadap dunia dimasa modern. Dalam kaitannya dengan problema masyarakat modern, maka secara praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Tasawuf dalam hal ini zuhud dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.

79

Oleh karena itu perlunya sikap zuhud untuk menerapkan keseimbangan jiwanya sehingga timbul kemampuan menghadapi permasalahan hidup yang serba matrealistik ini dengan sikap jantan..

B. Saran

1. Bagi umat islam, hendaklah mengkaji kembali bagaimana ajaran

al-Quran yang sebenarnya tentang zuhud, sehingga tidak ada kesalah fahaman yang selama ini masih banyak terjadi yang akhirnya mengakibatkan umat islam tertinggal jauh dan mengalami kemunduran.

2. Al-Quran tidak ingin manusia mematikan atau memadamkan nafsunya

terhadap apa yang bersifat materi (duniawi), tetapi Al-Quran ingin

membimbing manusia unutk mengendalikan nafsunya demi

ketenangan dan keselematan hidup baik di dunia maupun akhirat. C. Penutup

Dengan petunjuk Allah dan pertolongannya serta kesungguhan hati, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Harapan dari penulis semoga bermanfaat bagi diri penulis dan para pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa “Tiada Gading yang tak retak” begitu pula dengan penulisan skripsi ini yang banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Unutk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis memohon petunjuk dan perlindungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril. Pilar- Pilar Tasawuf. Jakarta: Kalam mulia, 1990.

Al-Bunny, Djamaluddin Ahmad. Menelusuri Taman-taman Mahabbah Shufiyah.

Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002.

Al-Ghazali, Imam. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Surabaya : Gita Media Press,

2003.

Ali, Atabik dan Muhdhor, Ahmad Zuhdi. Kamus Komtemporer Arab – Indonesia.

Yogyakarta : Pondok Pesantren Krapyak, 1996.

Al-Mahalli, Imam jalaluddin. Tafsir jalalain. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011.

Al-Asfihani. Mu’jam Mufradat li al-Fadh al-Qur’an. Beirut : Daar Kutub

al-Ilmiyah, 1425.

Al-Alusi. Ruh al-Ma’ani juz. Beirut : Dar al-Kitab Ilmiyah, 127H.

Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Tafsir wa al-Mufassirun, juz I . Daral-ma’arif,

1976.

Anwar, Rasihan dan Solihin, Mukhtar. Ilmu tasawuf . Bandung : Pustaka Setia, 2000.

As-Sarraj, Abu Nashr. al-Luma: Rujukan lengkap Ilmu Tasawuf, terj : Samson

Rahman dkk. Surabaya : Risalah Gusti, 2002.

Bakker, Anton. Metode Penelitian. Yogyakarta: Kanisius, 1992

Chozin, Fadjrul Hakam. Cara Mudah Menulis Karya Ilmiyah. Ttp : Alpha, 1997.

Dahlan, Abdul Aziz. “Ajaran”Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta : Ictiar

Baru van Hoeve, 2002.

Echols, John M. dan Shadily, Hasan. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta :

Gramedia, 1988.

Farmawi, Abd al-Hayy al. Metode Tafsir Mawdlu>’i>y. Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 1994.

Fatah, Abdul. kehidupan Manusia Ditengah-Tengah Alam Materi. Jakarta : Rineka Cipta,1996.

Fudholi, Mohammad. Zuhud Menurut Qusyairi Dalam Risalah

Al-Qusyairiyah”, Teosofi Jurnal Fisafat Dan Pemikiran Islam, vol. 01, No. 01, Surabaya, 43, 2011.

Ghazali-al. Kitab Ihya Ulumuddin, Juz, 8 terj: Moh Zuhri, dkk. Semarang : CV.

Asy Sifa, 2003.

Gulen, Fathullah. Kunci-Kunci Rahasia Sufi. Jakarta : Srigunting, 2001.

Hamka. Tasawuf Perkembangan Dan Pemurniannya . Jakarta: Citra Serumpun

Padi,1994.

Jauziyah, Ibnu Qayyim Al. Madarijus Salikhin, jilid 2 terj:kathur Suhardi. Jakarta : Pustaka Al-kautsar, 1999.

Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Al-Hidayah,

2002.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2002.

Muadhiful, Chilmi. “Konsep Zuhud Perspektif Tokoh Muhammadiyah”, Skripsi

tidak diterbitkan (Surabaya : jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2007.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta : Bulan bintang,

Naisaburi, Al-Qusyairi. ar-Risalah al-Qusyairi. Mesir : Dar al-Khair. Rahman, Fazlur. Tema Pokok Al-Quran, terj. Anas Mahyuddin. Bandung :

Pustaka, 1989.

Rifa’I, A. Bachrun dan Hasan Mud’is. Filsafat Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia, 2010.

Quthub, Sayyid. Fi Zhilal al-Quran. Bairut : Daar al-fikr. 1978.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1995.

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati. 2002. Syukur, Amin. Tasawuf Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Simuh. Tasawwuf Dalam Perkembangannya Dalam Islam . Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 1996.

Solihin,M. dan Anwar, Rasihan. Kamus tasawuf . Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.

Solihin, M. Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman. Bandung : Pustaka Setia, 2003. Siregar, Rivay. Tasawuf dari Sufi Klasik ke Neo Sufisme. jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2000.

Dokumen terkait