• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Analisis Karakteristik Psikometri

2. Reliabilitas

a. Pengertian Reliabilitas

Reliabilitas merujuk pada keakuratan pengukuran dalam menilai kemampuan atau kepribadian individu (Osterlind, 2010). Keakuratan suatu pengukuran ditentukan dengan konsistensi hasil pengukuran dari berbagai penilaian. Semakin konsisten hasil pengukuran, semakin baik reliabilitasnya. Konsep yang dilihat reliabilitas adalah seberapa baik salah satu stimulus (misalnya aitem) pada alat ukur menggambarkan stimulus secara keseluruhan alat ukur. Menurut Coaley (2010), suatu alat ukur harus memiliki konsistensi, sehingga hasil alat ukur dari satu subjek memiliki nilai yang relatif tidak berbeda setiap kali alat ukur digunakan. Tetapi, tidak ada alat ukur yang benar-benar akurat.

b. Metode Estimasi Reliabilitas

Sebelum melakukan uji koefisien reliabilitas, pertama-tama kita harus menentukan metode yang akan digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas yaitu:

1) Metode Tes-Ulang

Asumsi dalam metode tes-ulangadalah tes yang sama digunakan pada peserta tes yang sama pada rentang waktu yang berbeda dan menggunakan administrasi yang sama (Osterlind, 2010). Ketika tes digunakan dua kali, koefisien reliabilitas yang paralel akan terpenuhi. Tenggang waktu menjadi hal yang sangat penting dalam tes-ulang, karena mempengaruhi reliabilitas (Coaley, 2010). Tetapi, metode tes-ulang memiliki beberapa kelemahan. Peserta tes cenderung akan berubah dalam beberapa aspek (misalnya pada sifat) di antara sesi tes. Hal ini dapat menyebabkan eror karena adanya tenggang waktu, yang rentan pada pengukuran perilaku yang cenderung berubah karena perubahan waktu (Azwar, 2003). Metode tes-ulang juga terkesan kurang praktis karena tester harus kembali menghubungi peserta tes untuk mengikuti tes selanjutnya (Coaley, 2010).

2) Metode Bentuk Paralel dan Bentuk Alternatif

Asumsi dari metode bentuk paralel adalah mengembangkan tes yang memiliki aitem yang ekuivalen, misalnya indeks kesukaran aitem setara. Korelasi di antara kedua tes tersebut kemudian akan digunakan untuk mengestimasi reliabilitas tes. Dengan menggunakan metode ini, efek carry-over akan berkurang karena menggunakan dua tes yang berbeda. Rentang waktu antara tes pertama dan tes kedua juga tidak menjadi peranan penting. Walaupun begitu, mengembangkan bentuk tes yang paralel sangat sulit dan memerlukan

17

dengan tes yang akan dievaluasi. Sesuai dengan apa yang dikemukakan Osterlind (2010), kesulitan penggunaan pengukuran yang paralel adalah mengidentifikasi pengukuran dengan tepat (ekuivalen terhadap tes yang akan dievaluasi). Hal ini yang menyebabkan metode bentuk alternative muncul. Namun, metode ini memiliki kesamaan, yaitu menggunakan alat ukur lain sebagai pembanding. Hal yang membedakan antara metode bentuk alternatif dan metode bentuk paralel adalah cara mendapatkan alat ukurnya. Metode bentuk paralel menggunakan alat ukur yang dikembangkan sendiri, sedangkan metode bentuk alternatif tidak.

3) Metode Konsistensi Internal

Cara lain yang dapat digunakan ketika tidak ada bentuk alternatif tes lain adalah dengan menggunakan metode konsistensi internal. Metode ini digunakan dengan membagi tes menjadi n bagian (n ≥ 2). Ketika tes dibagi menjadi dua, asumsi yang didapat adalah kedua tes yang dibelah ekuivalen.

Menurut O’Connor (dalam Javali, Gudaganavar, & Shodan, 2011), semakin homogen atau ekuivalen aitem-aitem dalam belahan tes, semakin tinggi reliabilitasnya. Metode ini disebut sebagai metode split-half. Administrasi tes dilakukan satu kali saja, sehingga menghemat waktu. Selain itu, efek carry-

over dapat diminimalisir. Biasanya masalah yang muncul terdapat pada tes

(misalnya korelasi antar belahan tes rendah), tidak pada peserta tes.

Cara pembelahan tes tergantung pada jenis dan fungsi tes yang bersangkutan (Azwar, 2003). Cara pembelahan tes yang dipilih akan menentukan formula apa yang akan digunakan untuk menghitung koefisien

a) Pembelahan Cara Random

Pembelahan cara random dapat dilakukan dengan mengambil beberapa aitem secara acak untuk dimasukkan ke belahan pertama dan belahan kedua. Namun, perlu diingat bahwa pembelahan cara random hanya dapat digunakan jika tes yang dibelah memiliki aitem yang homogen, baik dari segi isi maupun dari segi kesukaran aitem.

b) Pembelahan Ganjil Genap

Pembelahan ganjil genap dapat dilakukan dengan mengambil aitem-aitem bernomor ganjil dimasukkan ke belahan pertama dan aitem-aitem bernomor genap dimasukkan ke belahan kedua. Pembelahan cara ini digunakan dengan asumsi apabila aitem-aitem yang disusun dalam suatu tes memiliki urutan-urutan tertentu, seperti kesukaran aitem, sehingga setelah tes dibelah, setiap belahan memiliki isi yang setara.

c) Pembelahan Matched-Random Subsets

Pembelahan matched-random subsets digunakan pada tes yang telah diukur tingkat kesukaran aitem dan korelasi antar aitem tes. Aitem-aitem tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik kartesius dengan sumbu x untuk koefisien korelasi antar aitem dan sumbu y untuk indeks kesukaran aitem. Dengan meletakkan aitem-aitem tersebut, dapat dilihat aitem-aitem yang berdekatan memiliki tingkat setara, sehingga ketika dibelah, belahan pertama dan belahan kedua memiliki tingkat setara.

19

c. Formula Estimasi Koefisien Reliabilitas

Pada metode konsistensi internal, terdapat beberapa formula (rumus) yang digunakan dalam mengestimasi koefisien reliabilitas, yaitu Formula Spearman- Brown, Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson, dan Koefisien Alpha.

1) Formula Spearman-Brown

Asumsi pemakaian formula ini adalah ketika tes dibagi dua secara random, kedua belahan harus memiliki distribusi normal dengan mean dan standard

deviation yang setara (Azwar, 2003). Umumnya, cara pembelahan tes

dilakukan dengan pembelahan ganjil genap atau matched-random subsets. Perlu diingat bahwa formula ini dipakai ketika korelasi antar kedua belahan tes memiliki nilai yang tinggi. Jika tidak, koefisien reliabilitas yang dihasilkan cenderung memiliki nilai yang rendah (underestimasi). Rumus Spearman- Brownadalah:

··· (1) Keterangan:

koefisien reliabilitas

koefisien antara kedua belahan tes 2) Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson

Ketika tes tidak dapat dibelah menjadi dua belahan sama besar (karena aitem dalam tes sedikit), maka formula ini dapat digunakan. Pembelahan tes dilakukan dengan membelah sebanyak jumlah aitem. Ada 2 rumus Kuder- Richardson, yaitu:

··· (3) Keterangan:

= proporsi populasi yang menjawab aitem benar (atau aitem pertama). = proporsi populasi yang menjawab aitem salah (atau aitem kedua). = banyak aitem dalam tes.

= varians skor tes. = mean dari tes.

Rumus muncul karena rumus cenderung menghasilkan

komputasi yang lebih panjang (karena menggunakan korelasi antar aitem), sedangkan rumus hanya menggunakan nilai mean (Osterlind, 2010). Namun, rumus cenderung menghasilkan koefisien reliabilitas yang lebih rendah daripada rumus .

3) Koefisien Alpha

Ketika belahan tes yang dikorelasikan belum tentu memenuhi asumsi paralel, koefisien Alpha dapat digunakan. Tetapi, jika asumsi paralel tidak dapat terpenuhi, estimasi reliabilitas cenderung underestimasi. Jadi, ketika alat ukur memiliki koefisien reliabilitas yang cukup tinggi, akan ada kemungkinan koefisien reliabilitas yang lebih tinggi bisa dicapai. Tetapi, jika alat ukur memiliki koefisien reliabilitas yang rendah, akan ada kemungkinan bahwa reliabilitas alat ukur tersebut rendah atau asumsi ekuivalen tidak terpenuhi (Allen & Yen dalam Azwar, 2003).

21

Koefisien Alpha dapat dipakai ketika tes dibelah dua, tiga, hingga sebanyak jumlah aitem, dengan asumsi ekuivalen terpenuhi. Rumus koefisien Alpha yang digunakan adalah:

··· (4) Keterangan:

= banyak aitem dalam tes. = varians skor tes.

d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas

Menurut Osterlind (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi hasil reliabilitas, yaitu:

1) Efek atenuasi

Koefisien reliabilitas tidak pernah kurang dari koefisien validitas. Karena itu, jika koefisien reliabilitas rendah, koefisien validitas juga akan rendah. Rendahnya koefisien validitas yang disebabkan oleh rendahnya koefisien reliabilitas disebut efek atenuasi (Azwar, 2003).

2) Efek dari panjang tes pada estimasi reliabilitas

Semakin banyak aitem dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien reliabilitas. Aitem-aitem yang membentuk tes memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang dibentuk menjadi satu tes. Sehingga semakin banyak aitem yang menggambarkan karakteristik tersebut, akan semakin rinci gambaran konstruk seutuhnya. Jumlah aitem yang diperlukan agar mencapai nilai reliabilitas yang baik adalah lebih dari lima puluh aitem (Javali, dkk., 2011).

3) Heterogenitas kelompok

Semakin bervariasi kelompok dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien reliabilitasnya. Hal ini dikarenakan kelompok yang memenuhi asumsi heterogenitas cenderung memiliki pilihan-pilihan aitem yang berbeda-beda pula. Sedangkan, ketika setiap orang memiliki pilihan-pilihan aitem yang sejenis (tidak ada perbedaan), maka alat ukur tersebut memiliki koefisien reliabilitas 0,0 (Murphy & Davidshofer, 1994).

e. Hubungan Reliabilitas dan SEM

SEM muncul karena reliabilitas alat ukur tidak dapat menggambarkan secara tepat apakah interpretasi hasil alat ukur benar-benar merepresentasikan subjek yang mengikuti tes. SEM adalah indikator yang melihat adanya perbedaan skor tampak dan skor murni (Osterlind, 2010). Konsep SEM muncul karena dalam pengukuran bisa saja terjadi eror. Dengan adanya konsep ini, dapat diketahui bahwa tingginya reliabilitas hasil alat ukur menunjukkan sedikitnya eror yang dihasilkan, dan demikian juga sebaliknya (Coaley, 2010). Semakin tinggi nilai SEM, maka koefisien reliabilitas akan semakin rendah.

SEM juga menunjukkan variasi hasil skor tes yang mungkin dicapai karena adanya eror pengukuran (Murphy & Davidshofer, 1994). Dengan adanya SEM, interval kepercayaan dapat dibentuk. Interval kepercayaan digunakan sebagai indikator terhadap seberapa akurat skor murni dari hasil alat ukur. Namun, kelemahan SEM adalah penggunaannya tidak selalu setara pada semua skor tes. Nilai SEM cenderung kecil pada skor ekstrim dan besar pada skor rata-

23

f. Interpretasi Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik ketika koefisien reliabilitas dari hasil pengukuran alat ukur tinggi. Tetapi, koefisien reliabilitas yang memuaskan tidak dapat ditentukan. Menurut Azwar (2003), hal ini dikarenakan koefisien reliabilitas yang didapat berdasarkan perhitungan hanya merupakan estimasi dari reliabilitas yang sesungguhnya, dan hanya berlaku pada kelompok subjek yang diukur saja. Selain itu, setiap alat ukur memiliki tuntutan tingkat reliabilitas minimal yang berbeda-beda, sehingga interpretasi koefisien reliabilitas alat ukur tidak dapat lepas dari fungsi dan tujuan pengukuran. Murphy & Davidshofer (1994) mengemukakan bahwa reliabilitas yang tinggi diperlukan ketika tes digunakan untuk membuat keputusan terhadap seseorang (misalnya penempatan posisi kerja) dan ketika individu dari kelompok yang setara dikelompokkan ke dalam satu kategori baru. Sedangkan reliabilitas yang rendah diperbolehkan ketika tes yang digunakan hanya sebagai pendahuluan/permulaan dan ketika tes digunakan individu dari populasi random akan dikategorikan ke dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut Bartam (dalam Coaley, 2010), tes IQ biasanya memiliki reliabilitas lebih dari 0,9, sedangkan pada tes kepribadian dan inventori memiliki reliabilitas berkisar 0,7 hingga 0,9.

Besarnya sampel yang digunakan juga menjadi faktor penting dalam koefisien reliabilitas. Tidak cukup jika jumlah sampel yang mengikuti tes kurang dari 30 (Coaley, 2010). Kline (dalam Coaley, 2010) juga mengatakan tidak cukup juga jika jumlah sampel kurang dari 100. Nunally (dalam Coaley, 2010) mengatakan jika sampel yang digunakan mencapai 500, maka 95% dapat

Ketika menginterpretasi koefisien reliabilitas, terdapat dua hal yang perlu dipahami (Azwar, 2003), yaitu:

1) Estimasi reliabilitas tes pada satu kelompok subjek dalam situasi tertentu akan menghasilkan koefisien yang tidak sama pada kelompok subjek lain dalam situasi yang lain.

2) Koefisien reliabilitas hanya mengindikasikan besarnya inkonsistensi skor hasil pengukuran tes, bukan menyatakan sebab-sebab inkonsistensi tersebut secara langsung.

B. Edwards Personal Preference Schedule

Dokumen terkait