SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
DEDE SUHENDRI
101301078
▸ Baca selengkapnya: 225 soal tes epps pdf
(2)SKRIPSI
ANALISIS KARAKTERISTIK PSIKOMETRI EDWARDS PERSONAL
PREFERENCE SCHEDULE (EPPS)
Dipersiapkan dan disusun oleh:
DEDE SUHENDRI
101301078
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 16 Juli 2014
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, Psikolog
NIP. 195301311980032001
Dewan Penguji
1. Etty Rahmawati, M. Si. Penguji I/Pembimbing
NIP: 198107252008012013 ______________
2. Ika Sari Dewi, S. Psi, Psikolog Penguji II
NIP: 197809102005012001 ______________
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Analisis Karakteristik Psikometri Edwards Personal Preference Schedule
(EPPS)
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2014
Dede Suhendri
Analisis Karakteristik Psikometri Edwards Personal Preference Schedule (EPPS)
Dede Suhendri1 dan Etty Rahmawati2
ABSTRAK
Tes psikologi telah digunakan hampir dalam setiap bidang kehidupan, sehingga tes psikologi harus memiliki kualitas yang baik. Namun, ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tes. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terus menerus terhadap tes psikologi, sehingga selalu memiliki kualitas baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik psikometri tes kepribadian Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah EPPS masih berfungsi sebagai alat tes kepribadian yang mengukur lima belas manifestasi kebutuhan Murray, yaitu dengan menganalisis bukti validitas berdasarkan struktur internal dan reliabilitas skor komposit. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dokumentasi. Data yang dipakai peneliti adalah data yang didokumentasi oleh Unit Pelayanan Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal menunjukkan bahwa hasil pengukuran dengan menggunakan EPPS tidak valid untuk mengukur kelima belas manifestasi kebutuhan yang diungkap EPPS. Analisis reliabilitas menunjukkan hasil pengukuran EPPS dapat dipercaya. Hasil akhir menunjukkan EPPS merupakan alat tes yang reliabel, tetapi tidak valid untuk mengukur lima belas manifestasi kebutuhan Murray.
Kata Kunci: Edwards Personal Preference Schedule, Reliabilitas Skor Komposit, Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal
1
Psychometric Characteristics Analysis of Edwards Personal Preference Schedule (EPPS)
Dede Suhendri1 and Etty Rahmawati2
ABSTRACT
Psychological tests have been used in almost every area of life, so psychologist tests must have a good quality. However, there are factors that can affect the quality of the tests. Therefore, it is necessary to evaluate psychological tests continuously, so the tests always have a good quality. The purpose of this study is to analyze the psychometric characteristics of the personality test, Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). This is done to find out whether EPPS is still functioning as a personality test which measures fifteen Murray’s manifestation needs, that is by analyzing the validity evidence based on internal structure and the reliability of composite score. This study uses collecting documentation data method. The data researcher use is the data that is documented by P3M Faculty of Psychology University of North Sumatera. The validity evidence of internal structure analysis shows that the measurement’s result using EPPS is invalid to measure the fifteenth manifestation needs revealed
by EPPS. The reliability analysis shows that the measurement’s result of EPPS
can be trusted. The final result indicates that EPPS is a reliable test, but not a valid test to measure fifteen Murray’s manifestation needs.
Keyword: Edwards Personal Preference Schedule, Reliability of Composite Score, Validity Evidence Based on Internal Structure
1
Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera 2
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, saya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa karena berkat karunia dan rahmat-Nya, saya mempunyai kesempatan dan
kesehatan yang baik dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“Analisis Karakteristik Psikometri Edwards Personal Preference Schedule
(EPPS)”.
Peneliti juga telah mendapatkan banyak bimbingan, wawasan, dorongan,
motivasi, nasehat, dan saran dari beberapa pihak selama proses penyusunan
skripsi ini. Oleh sebab itu, peneliti sewajarnya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Etty Rahmawati, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
sabar telah memberikan ilmu dan waktunya dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Lili Garliah, M. Si., psikologi dan Ibu Sri Supriyantini, M. Si., psikolog
selaku dosen pembimbing akademik selama 8 (delapan) semester.
4. Ibu Ika Sari Dewi, S. Psi., psikolog dan Kakak Dina Nazriani, M. A. yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji peneliti serta memberikan
ilmu kepada peneliti.
5. Keluarga saya yang telah mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.
6. Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi
kepada saya untuk mengadakan penelitian di lingkungan institusinya, terutama
Bapak Ferry Novliadi, M. Si. Selaku ketua P3M atas izinnya untuk membantu
dalam penelitian ini.
7. Teman seperjuangan kuliah (Johan, Raja, Steven, Weillon, Jilly, Wieny, Venti,
Veronica, Caroline, Irene, Vivian, Yohanti, Mayritza, dan Vera), terima kasih
banyak.
8. Teman-teman ISEP (Reza Indah, Reza Yoga, Rocky, Mira, Rina, Sonya,
Junika, dan Novira) yang mendukung saya dalam pembuatan skripsi. Terima
kasih banyak.
9. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010
lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
10.Teman-teman 2011 (Edberg, Vilya, Fonds, Puspa, Chindy, Fera, dan Merry)
yang telah banyak memberi dukungan kepada saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11.Abang dan kakak-kakak senior, terutama Bang Agus dan Bang Hitler yang
telah membantu saya menyelesaikan penelitian ini.
12.Seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak
tersebut di atas. Peneliti menyampaikan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang
dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan, fasilitias, waktu, dan pengetahuan
yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala kritik dan
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
1. Manfaat Teoritis ... 7
2. Manfaat Praktis ... 8
BAB II TELAAH PUSTAKA ... 9
A. Analisis Karakteristik Psikometri ... 9
1. Validitas ... 9
a. Pengertian Validitas ... 9
b. Sumber Bukti Validitas ... 10
c. Interpretasi Validitas ... 14
a. Pengertian Reliabilitas ... 15
b. Metode Estimasi Reliabilitas ... 15
c. Formula Estimasi Reliabilitas ... 19
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas ... 21
e. Hubungan Reliabilitas dan Standard Error of Measurement ... 22
f. Interpretasi Reliabilitas ... 23
B. Edwards Personal Preference Schedule ... 24
1. Sejarah EPPS ... 24
2. Manisfestasi Kebutuhan EPPS ... 25
C. Analisis Karakteristik Psikometri EPPS ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Data yang Digunakan ... 29
C. Persiapan Pengambilan Data ... 30
1. Pembuatan Proposal ... 30
2. Persiapan Izin Pengambilan Data ... 30
3. Analisis Data ... 30
D. Metode Pengumpulan Data ... 31
E. Software yang Digunakan ... 31
F. Cara Analisis Data ... 32
1. Analisis Reliabilitas ... 32
2. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal ... 33
A. Deskripsi Umum Data Penelitian ... 36
B. Deskripsi Hasil ... 36
1. Analisis Bukti Validitas berdasarkan Struktur Internal ... 36
a. Uji Kecocokan Model ... 36
b. Analisis Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Aitem Setiap Sub Bagian EPPS ... 38
c. Analisis Aitem EPPS ... 40
2. Analisis Reliabilitas ... 41
C. Pembahasan ... 41
BAB V KESIMPULAN & SARAN ... 45
A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
1. Saran Praktis ... 45
2. Saran Metodologi ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Ukuran-Ukuran GOF ... 35
Tabel 2. Nilai Goodness of Fit EPPS ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai GOF EPPS ... 49
Analisis Karakteristik Psikometri Edwards Personal Preference Schedule (EPPS)
Dede Suhendri1 dan Etty Rahmawati2
ABSTRAK
Tes psikologi telah digunakan hampir dalam setiap bidang kehidupan, sehingga tes psikologi harus memiliki kualitas yang baik. Namun, ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tes. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terus menerus terhadap tes psikologi, sehingga selalu memiliki kualitas baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik psikometri tes kepribadian Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah EPPS masih berfungsi sebagai alat tes kepribadian yang mengukur lima belas manifestasi kebutuhan Murray, yaitu dengan menganalisis bukti validitas berdasarkan struktur internal dan reliabilitas skor komposit. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dokumentasi. Data yang dipakai peneliti adalah data yang didokumentasi oleh Unit Pelayanan Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal menunjukkan bahwa hasil pengukuran dengan menggunakan EPPS tidak valid untuk mengukur kelima belas manifestasi kebutuhan yang diungkap EPPS. Analisis reliabilitas menunjukkan hasil pengukuran EPPS dapat dipercaya. Hasil akhir menunjukkan EPPS merupakan alat tes yang reliabel, tetapi tidak valid untuk mengukur lima belas manifestasi kebutuhan Murray.
Kata Kunci: Edwards Personal Preference Schedule, Reliabilitas Skor Komposit, Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal
1
Psychometric Characteristics Analysis of Edwards Personal Preference Schedule (EPPS)
Dede Suhendri1 and Etty Rahmawati2
ABSTRACT
Psychological tests have been used in almost every area of life, so psychologist tests must have a good quality. However, there are factors that can affect the quality of the tests. Therefore, it is necessary to evaluate psychological tests continuously, so the tests always have a good quality. The purpose of this study is to analyze the psychometric characteristics of the personality test, Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). This is done to find out whether EPPS is still functioning as a personality test which measures fifteen Murray’s manifestation needs, that is by analyzing the validity evidence based on internal structure and the reliability of composite score. This study uses collecting documentation data method. The data researcher use is the data that is documented by P3M Faculty of Psychology University of North Sumatera. The validity evidence of internal structure analysis shows that the measurement’s result using EPPS is invalid to measure the fifteenth manifestation needs revealed
by EPPS. The reliability analysis shows that the measurement’s result of EPPS
can be trusted. The final result indicates that EPPS is a reliable test, but not a valid test to measure fifteen Murray’s manifestation needs.
Keyword: Edwards Personal Preference Schedule, Reliability of Composite Score, Validity Evidence Based on Internal Structure
1
Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Tes psikologi saat ini telah digunakan hampir dalam setiap bidang
kehidupan. Dalam bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk mengetahui
minat dan bakat siswa. Selain itu, tes psikologi digunakan untuk mengetahui
potensi akademik calon mahasiswa yang hendak masuk ke dalam suatu
universitas. Dalam dunia kerja, tes psikologi digunakan untuk menyeleksi calon
karyawan yang sesuai dengan posisi yang tersedia. Dalam bidang klinis, tes
psikologi digunakan terapis untuk menentukan treatment yang sesuai untuk
masalah klien. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai
manfaat tes psikologi sudah semakin meluas, sehingga penggunaannya semakin
meningkat.
Tes psikologi adalah serangkaian aitem-aitem yang menjadi satu kesatuan
untuk mengukur karakteristik atau sifat-sifat manusia yang dapat memprediksi
perilakunya (Kaplan & Saccuzzo, 2005). Menurut Kaplan dan Saccuzzo (2005),
tes psikologi dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kemampuan (ability test) dan tes
kepribadian (personality test). Tes kemampuan digunakan untuk mengukur
kemampuan dalam hal kecepatan, ketepatan, kecerdasan, ataupun ketiganya
sekaligus. Berbeda dengan tes kemampuan, tes kepribadian digunakan untuk
mengungkap sifat-sifat seseorang yang menentukan bagaimana individu tersebut
Melihat tujuan penggunaannya, kedua jenis tes psikologi ini memiliki
fungsi masing-masing yang sama pentingnya. Fungsi kedua tes psikologi yang
penting ini menyebabkan tes kemampuan dan tes kepribadian selalu
diadministrasikan bersama dalam proses perekrutan. Hal ini dikarenakan tes
kepribadian mengungkap aspek yang penting. Ketika seseorang memiliki
kepribadian yang tidak sesuai dengan jabatan kerjanya walaupun memiliki strategi
pemecahan masalah yang sempurna, orang tersebut mungkin dapat melakukan
strategi pemecahan masalah yang tidak efektif. Oleh karena itu, peneliti memilih
tes kepribadian untuk dilakukan penelitian.
Pengukuran terhadap kepribadian sangat penting dilakukan (Pervin,
Cervone, & Oliver, 2005). Selain itu, Pervin, dkk. (2005) mengatakan bahwa
pengukuran terhadap kepribadian penting dilakukan untuk memahami
aspek-aspek yang berbeda dalam setiap individu dan bagaimana hubungan individu
dengan orang lain. Jadi, untuk mengukur kepribadian individu, dapat digunakan
tes kepribadian. Tes kepribadian sering dipakai ketika perusahaan ingin merekrut
karyawan yang ingin bekerja sehingga dapat mengisi posisi pekerjaan yang
tersedia. Pemeriksaan psikologi dengan menggunakan tes kepribadian dapat
digunakan untuk membantu manajemen atau perusahaan untuk mengoptimalisasi
sumber daya manusia (Humanika Consulting, 2014). Selain itu, tes kepribadian
juga digunakan untuk kebutuhan klinis, misalnya pada terapi atau konseling.
Berdasarkan pengamatan peneliti, banyak biro-biro psikologi di Medan yang
menggunakan tes psikologi, misalnya Unit Pelayanan Pusat Penelitian dan
3
USU, Humanika Solutama Consulting, dan Competence Psychological Firm
(CPF). Dengan kata lain, tes kepribadian tentu saja harus memiliki kualitas yang
baik, agar hasil tes tersebut dapat menggambarkan diri individu dengan tepat. Jika
tes psikologi tidak memiliki kualitas yang baik, individu akan mendapatkan
pekerjaan yang belum tentu sesuai dengan kepribadiannya. Tes kepribadian yang
memiliki kualitas buruk juga dapat menyebabkan terapi atau konseling yang
dilakukan tidak berhasil karena salah memberikan treatment.
Saat ini, telah banyak tes kepribadian yang dikembangkan. Edwards
Personal Preference Schedule (EPPS), Sixteen Personality Factor (16PF), PAPI
Kostick, dan masih banyak lagi. Beberapa tes psikologi tersebut sudah pernah
diadaptasi dan digunakan di Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti akan
menggunakan salah satu dari beberapa tes kepribadian tersebut, yaitu Edwards
Personal Preference Schedule (selanjutnya akan disebut EPPS). Berdasarkan
pengamatan peneliti, EPPS digunakan ketika perusahaan ingin menempatkan
calon peserta pada posisi yang tersedia. Unit P3M Fakultas Psikologi USU
memakai EPPS sejak tahun 1999 hingga sekarang (Komunikasi personal dengan
ketua Unit P3M Fakultas Psikologi USU Ferry Novliadi, 19 Desember 2013).
EPPS adalah tes kepribadian yang dikembangkan oleh Allen L. Edwards.
EPPS dikembangkan dengan berdasar pada teori Henry A. Murray mengenai
sistem kebutuhan manusia. EPPS yang dikonstrak pada tahun 1953 berbentuk
inventori kepribadian. Tujuan EPPS dikonstrak adalah untuk mengungkap
ini diadaptasi oleh Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (LPSP3 UI).
Sampai saat ini, EPPS yang digunakan di Indonesia belum pernah direvisi.
Seiring berjalannya waktu, setiap alat tes harus diuji kelayakan, diantaranya
validitas konstrak dan reliabilitas. Alat tes memiliki validitas yang baik ketika
hasil pengukuran tes didukung bukti-bukti yang empiris dan teori-teori yang
rasional. Sedangkan, alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi ketika hasil dari alat
tes yang digunakan dapat dipercaya.
Berdasarkan penelitian Piedmont, McCrae, dan Costa (dalam Gregory,
2004), validitas dan reliabilitas yang dihasilkan EPPS tergolong memiliki nilai
yang baik, yaitu korelasi antara kebutuhan aggressive EPPS dengan Neuroticism
NEO-PI memiliki nilai .47 dan korelasi antara kebutuhan aggressive EPPS
dengan Aggreeableness NEO-PI sebesar -.53, yang menunjukkan validitas
konvergen dan diskriminan yang baik. Berdasarkan penelitian Kaplan dan
Saccuzzo (2005), reliabilitas EPPS berkisar .60 hingga .87 dari 15 kebutuhan yang
diungkap EPPS. Walaupun tergolong baik, validitas dan reliabilitas tersebut
diukur pada tahun 1992 dan 2005. Selain itu, sampai sekarang, peneliti juga
belum menemukan penelitian yang meneliti validitas dan reliabilitas EPPS di
Indonesia.
Bila dilihat dari aitem-aitem EPPS, maka aitem-aitem yang terdapat dalam
EPPS sudah tidak menggunakan bahasa yang digunakaan saat ini. Hal ini
dikarenakan bahasa yang digunakan ketika melakukan adaptasi EPPS adalah
5
dengan bahasa yang digunakan saat ini. Hal ini dapat menyebabkan peserta tidak
mengerti pernyataan dari inventori yang hendak dijawab (komunikasi personal
dengan peserta tes Vilya Sutanto, 14 Desember 2013). Selain itu, peneliti juga
mengambil beberapa sampel aitem untuk analisis bahasa. Analisis kualitatif ini
dilakukan oleh ahli Bahasa Indonesia yang menunjukkan bahwa sampel
aitem-aitem tersebut merupakan kalimat yang tidak efektif. Ketidak efektifan ini berarti
pola kalimat dan penggunaan kosakata tidak sesuai dengan tata cara penulisan
Bahasa Indonesia. Peserta yang mengikuti tes menggunakan EPPS mungkin saja
menjawab sembarangan dan mengakibatkan hasil dari tes tersebut belum tentu
merepresentasikan dirinya sendiri.
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas alat tes,
seperti kebocoran soal (Princen, 2011). Pada saat ini, EPPS telah banyak beredar
bebas di website. Peneliti melakukan browsing dengan menggunakan mesin
pencari. Dengan mengetik kata kunci ‘Tips Mengerjakan EPPS’, peneliti
menemukan banyak website yang mengungkap isi EPPS. Hal – hal yang diungkap
adalah cara pengisian EPPS, letak konsistensi EPPS, bahkan cara melakukan
skoring EPPS. Hal ini tentu saja juga dapat menyebabkan hasil dari EPPS tidak
menggambarkan diri peserta yang mengerjakan EPPS dengan baik.
Melihat EPPS masih terus digunakan di Indonesia tetapi belum pernah
direvisi sejak pertama kali diadaptasi, bahasa yang digunakan sudah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman, dan terdapat kebocoran EPPS di website, timbul
pertanyaan peneliti mengenai EPPS. ”Apakah EPPS masih layak digunakan untuk
bisa menjadi alat tes yang berkualitas baik jika hasil pengukurannya masih valid
dan reliabel. Namun, sejauh ini peneliti belum menemukan adanya rujukan
empiris mengenai kualitas EPPS di Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas,
maka perlu dilakukan analisis karakteristik psikometri pada EPPS untuk
memastikan apakah tes kepribadian ini masih berfungsi sesuai dengan tujuan
EPPS disusun. Baburajan (dalam Kaplan & Saccuzzo, 2005) juga mengatakan
perlu melakukan analisis validitas yang lebih jauh terhadap EPPS. Hal ini memicu
peneliti untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas EPPS. Karakteristik
psikometri yang akan dievaluasi peneliti adalah koefisien reliabilitas dan koefisien
validitas berdasarkan struktur internal.
B. Identifikasi Masalah
EPPS yang digunakan di Indonesia masih tetap digunakan hingga saat ini,
tanpa adanya revisi. Namun, berdasarkan pengamatan peneliti, EPPS yang
digunakan sudah lama tidak direvisi, yang menyebabkan validitas dan reliabilitas
dari EPPS perlu dipertanyakan. Selain belum pernah direvisi, bahasa yang
digunakan EPPS merupakan bahasa yang digunakan pada saat EPPS diadaptas.
Hal ini dapat mempengaruhi kognitif peserta EPPS yang mungkin bingung ketika
mengisi EPPS. Kebocoran alat tes juga dapat terjadi ketika EPPS sudah lama
tidak direvisi. Ketika alat tes yang digunakan sudah tersebar di mana-mana, secara
tidak langsung, orang-orang yang hendak mengerjakan EPPS akan mempelajari
alat tes tersebut sebelumnya. Hal ini mengakibatkan alat tes menjadi tidak valid
7
pada penelitian ini, peneliti akan mengevaluasi bukti validitas berdasarkan
struktur internal dan reliabilitas EPPS.
C. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Seberapa besarkah nilai reliabilitas EPPS untuk mengukur manifestasi
kebutuhan Murray?
2. Apakah EPPS memiliki bukti validitas berdasarkan struktur internal yang
baik?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah EPPS masih
berfungsi sesuai dengan tujuan EPPS dikonstrak, dengan mengevaluasi reliabilitas
dan bukti validitas berdasarkan struktur internal EPPS.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam bidang
Psikologi mengenai karakteristik EPPS, sehingga dapat menginformasikan
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi psikolog
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Analisis Karakteristik Psikometri
1. Validitas
a. Pengertian Validitas
Pada tahun 1989, Messick (dalam Osterlind, 2010) mengemukakan bahwa
validitas adalah evaluasi yang terintegrasi terhadap sejauh mana kesimpulan atau
hipotesis hasil tes didukung oleh bukti-bukti empiris dan alasan-alasan teoritis.
Ketika seseorang melakukan validasi suatu tes, orang tersebut berarti memastikan
sejauh mana bukti-bukti empiris sejalan dengan kesimpulan atau hipotesis dari
hasil tes. Hal tersebut dapat disebut sebagai validity evaluation (Osterlind, 2010).
Menurut Cronbach (dalam Azwar, 2003), proses validasi bukan bertujuan untuk
melakukan validasi tes, tetapi melakukan validasi terhadap kesimpulan data yang
diperoleh. Kesimpulan yang diputuskan harus berdasarkan nilai/hasil tes, serta
asumsi-asumsi yang mendukung kesimpulan tersebut.
Teori skor-murni klasik (Azwar, 2003) mengartikan pengertian validitas
sebagai sejauh mana skor tampak (observed scores) dapat mendekati nilai skor
murni (true scores). Tetapi, skor tampak tidak akan persis sama dengan skor
murni kecuali alat ukur tersebut memiliki validitas sempurna atau pengukuran
tanpa eror. Sedangkan pada buku Standards, validitas berarti derajat sejauh mana
bukti dan teori mendukung interpretasi dari skor tes yang sesuai dengan tujuan tes
Osterlind, 2010). Osterlind (2010) mengungkap tiga aspek dalam validitas.
Pertama, validitas itu berarti menginterpretasikan skor tes dalam situasi assesmen
tertentu, bukan pada alat ukurnya. Kedua, untuk membangun sebuah validitas,
diperlukan proses evaluasi. Ketiga, validitas juga berarti mengeksplorasi bagian
psikologi.
b. Sumber Bukti Validitas
Ada beberapa sumber bukti validitas yang dikemukakan Osterlind (2010),
yaitu bukti validitas berdasarkan:
1) Isi/Konten Tes
Mengevaluasi bukti validitas dari skor tes biasanya selalu menggunakan
informasi mengenai konten dari tes. Hal yang dimaksud adalah content
domain (dalam tes berbasis domain), atau construct (dalam tes yang
mengungkap sifat-sifat laten). Walaupun orang yang mengkonstrak tes
seharusnya membuat deskripsi atau informasi mengenai konstrak tes,
kebanyakan orang tidak menjelaskannya secara detail. Padahal,
informasi-informasi tersebut (misalnya informasi-informasi mengenai fungsi alat tes) sangat
membantu dalam mempertimbangkan konten tes.
Namun, ada beberapa pertimbangan untuk konstrak tes yang bersifat
psikologis, terutama pada tes psikologi yang tidak boleh mengungkap
informasi secara langsung. Agar dapat lebih mudah membuat konstrak tes,
biasanya blueprint digunakan. Dengan blueprint alat tes, evaluasi validitas
11
2) Proses Merespon
Bukti validitas juga bisa didapat dari proses kognitif (merespon) subjek, yaitu
apakah subjek menjawab pertanyaan dari tes berdasarkan pemahaman yang
sesuai dengan tes. Proses respon dapat dievaluasi dengan menggunakan
metode latent variable analyses, structural equation modeling (SEM),
hierarchical linear modeling (HLM), conjectural analysis, path analysis, dan
beberapa tipe dari meta-analyses. Selain itu, metode Taxonomy Bloom juga
dapat digunakan. Tetapi, dalam melakukan evaluasi menggunakan metode ini,
perlu hati-hati juga karena evaluasi proses respon peserta juga dapat menjadi
cara yang mudah dan tidak tepat.
3) Struktur Internal
Mengevaluasi struktur internal dari suatu tes berarti mengevaluasi validitas
secara keseluruhan. Struktur internal ini sama dengan validitas konstrak.
Struktur internal tes tertuju pada pembuatan kesimpulan yang tepat dan
reliabel mengenai konstrak yang dievaluasi. Biasanya struktur internal tes
dievaluasi dengan mengevaluasi teori-teori dasar yang berhubungan dengan
tes. Teori yang dikonstrak dengan baik akan menyediakan dasar yang lebih
baik untuk pengembangan konstrak. Ketika teori diungkap dengan jelas,
aitem-aitem tes cenderung akan dikonstrak lebih baik lagi. Lebih jauh lagi,
ketika teori yang mendasari fokus pada satu dimensi, menentukan konstrak tes
untuk evaluasi dapat lebih teliti. Dengan kata lain, metode psikometri tersedia
untuk mengevaluasi struktur internal tes.
penggunaannya dan informasi apa yang akan diungkap dari tes. Untuk
mengevaluasi struktur internal, terdapat metode-metode psikometris, yaitu:
a) Model Faktor Umum (Common Factor Model)
Salah satu metode yang digunakan dalam model ini adalah Factor
Analysis (analisis faktor). Analisis faktor digunakan ketika terdapat
banyak tes yang terlibat, tetapi koefisien reliabilitasnya tidak mudah untuk
diinterpretasikan. Metode ini dipengaruhi oleh muatan faktor. Muatan
faktor menggambarkan kontribusi/besar muatan varians aitem pada
konstrak tes. Semakin besar muatan faktor, semakin besar kontribusi
varians aitem. Ketika semua variabel memiliki muatan faktor yang tinggi
pada faktor yang dievaluasi dan rendah pada faktor lainnya, maka validitas
konstrak akan semakin baik. Demikian juga, hal ini berlaku sebaliknya.
Berdasarkan tujuannya, ada dua cara untuk mengurangi banyak
variabel menjadi sedikit, yaitu analisis faktor konfirmatori dan analisis
faktor eksploratori. Analisis faktor konfirmatori bertujuan untuk
memastikan konstrak atau sifat yang telah disimpulkan di dalam data.
Peneliti mengidentifikasi variabel yang tidak sesuai dengan tujuan alat
ukur dikonstrak. Hayden, Dixon, Dixon, dan O’Brien (2009) mengatakan
bahwa analisis faktor konfirmatori biasanya digunakan untuk menguji
hipotesis yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan teori atau hasil dari
penelitian sebelumnya. Sedangkan analisis faktor eksploratori bertujuan
untuk memeriksa data baru dengan memadukan variabel-variabel yang
13
analisis faktor konfirmatori digunakan dalam meneliti struktur internal tes,
khususnya memastikan dimensi-dimensi dalam tes.
b) Multitrait-multimethod matrix (MTMM)
Metode ini merupakan suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antar
data atau antar aitem, yang dapat mengungkap bukti validitas untuk
dievaluasi. Dengan metode ini, validitas dapat mengevaluasi persamaan
dan perbedaan antar data (validitas konvergen dan divergen). Dalam
mengevaluasi alat tes, diperlukan tiga tes dengan konstrak yang paralel
dan metode assessment yang berbeda-beda.
Ada beberapa pertimbangan dalam menginterpretasi koefisien
validitas ini. Pertama, perlunya karakteristik spesifik untuk penarikan
kesimpulan. Kedua, koefisien reliabilitas yang dihasilkan harus tinggi.
Ketiga, koefisien validitas konvergen harus lebih besar daripada koefisien
validitas divergen.
4) Hubungan dengan Variabel Lain
Variabel lain yang dimaksud adalah bukti prediktif dan bukti konkuren. Bukti
prediktif adalah indikator yang diambil dari perbandingan antara satu tes
dengan kriteria-kriteria untuk administrasi posttest. Dengan kata lain, bukti
prediktif akan diuji dengan melihat apakah tes tersebut dapat memenuhi
kriteria-kriteria yang diprediksikan untuk posttest (setelah tes diberikan).
Sedangkan bukti konkuren diindikasikan dengan perbandingan antara satu tes
dengan kriteria-kriteria yang paralel dengan tes tersebut. Dengan alasan-alasan
Meskipun validitas yang berhubungan dengan kriteria sudah menjadi
sumber bukti untuk evaluasi validitas, masih belum ada perbedaan dalam
penggunaan bukti prediktif dan konkuren, karena sampai sekarang tidak ada
masalah ketika satu validitas lebih kuat dari validitas lain.
5) Pertimbangan Eksternal
Faktor eksternal yang menjadi bukti validitas adalah face validity atau
validitas tampang. Seorang subjek yang pertama kali melihat suatu alat tes
tidak boleh dihadapkan pada hal-hal yang tidak biasa, karena dapat
menyebabkan validitas tidak baik. Untuk menguji validitas tampang, metode
statistika tidak dapat digunakan. Selain validitas tampang, ada juga validitas
generalisasi yang melihat apakah bukti validitas kriteria dapat
digeneralisasikan pada situasi baru tanpa menguji validitas tersebut lagi.
c. Interpretasi Validitas
Nilai yang menentukan ada tidaknya hubungan antara hasil alat ukur
dengan kriteria lain yang berhubungan dengan pengukuran disebut koefisien
validitas (Osterlind, 2010). Koefisien validitas biasanya diberitahu ketika
melakukan evaluasi validitas. Namun, perlu diingat bahwa koefisien validitas
hanya berlaku pada situasi tes diberikan dan belum tentu berlaku pada situasi
lainnya.
Selain koefisien validitas, konsep yang tidak bisa lepas dari konsep
koefisien validitas adalah Standard Error of the Estimate (SEE). SEE adalah
15
(Azwar, 2003). Alat ukur yang memiliki koefisien validitas yang tinggi akan
memiliki nilai SEM yang kecil (Azwar, 2003). Skor yang diperoleh dari alat ukur
tidak jauh berbeda dari skor sesungguhnya (true scores). Namun, tidak mudah
untuk mendapatkan koefisien validitas yang tinggi, terutama validitas pada alat
ukur yang mengungkap sifat laten. Selain itu, pada kenyataannya, koefisien
validitas tidak akan pernah mencapai atau mendekati angka 1,0.
2. Reliabilitas
a. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas merujuk pada keakuratan pengukuran dalam menilai
kemampuan atau kepribadian individu (Osterlind, 2010). Keakuratan suatu
pengukuran ditentukan dengan konsistensi hasil pengukuran dari berbagai
penilaian. Semakin konsisten hasil pengukuran, semakin baik reliabilitasnya.
Konsep yang dilihat reliabilitas adalah seberapa baik salah satu stimulus
(misalnya aitem) pada alat ukur menggambarkan stimulus secara keseluruhan alat
ukur. Menurut Coaley (2010), suatu alat ukur harus memiliki konsistensi,
sehingga hasil alat ukur dari satu subjek memiliki nilai yang relatif tidak berbeda
setiap kali alat ukur digunakan. Tetapi, tidak ada alat ukur yang benar-benar
akurat.
b. Metode Estimasi Reliabilitas
Sebelum melakukan uji koefisien reliabilitas, pertama-tama kita harus
Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas
yaitu:
1) Metode Tes-Ulang
Asumsi dalam metode tes-ulangadalah tes yang sama digunakan pada peserta
tes yang sama pada rentang waktu yang berbeda dan menggunakan
administrasi yang sama (Osterlind, 2010). Ketika tes digunakan dua kali,
koefisien reliabilitas yang paralel akan terpenuhi. Tenggang waktu menjadi
hal yang sangat penting dalam tes-ulang, karena mempengaruhi reliabilitas
(Coaley, 2010). Tetapi, metode tes-ulang memiliki beberapa kelemahan.
Peserta tes cenderung akan berubah dalam beberapa aspek (misalnya pada
sifat) di antara sesi tes. Hal ini dapat menyebabkan eror karena adanya
tenggang waktu, yang rentan pada pengukuran perilaku yang cenderung
berubah karena perubahan waktu (Azwar, 2003). Metode tes-ulang juga
terkesan kurang praktis karena tester harus kembali menghubungi peserta tes
untuk mengikuti tes selanjutnya (Coaley, 2010).
2) Metode Bentuk Paralel dan Bentuk Alternatif
Asumsi dari metode bentuk paralel adalah mengembangkan tes yang memiliki
aitem yang ekuivalen, misalnya indeks kesukaran aitem setara. Korelasi di
antara kedua tes tersebut kemudian akan digunakan untuk mengestimasi
reliabilitas tes. Dengan menggunakan metode ini, efek carry-over akan
berkurang karena menggunakan dua tes yang berbeda. Rentang waktu antara
tes pertama dan tes kedua juga tidak menjadi peranan penting. Walaupun
17
dengan tes yang akan dievaluasi. Sesuai dengan apa yang dikemukakan
Osterlind (2010), kesulitan penggunaan pengukuran yang paralel adalah
mengidentifikasi pengukuran dengan tepat (ekuivalen terhadap tes yang akan
dievaluasi). Hal ini yang menyebabkan metode bentuk alternative muncul.
Namun, metode ini memiliki kesamaan, yaitu menggunakan alat ukur lain
sebagai pembanding. Hal yang membedakan antara metode bentuk alternatif
dan metode bentuk paralel adalah cara mendapatkan alat ukurnya. Metode
bentuk paralel menggunakan alat ukur yang dikembangkan sendiri, sedangkan
metode bentuk alternatif tidak.
3) Metode Konsistensi Internal
Cara lain yang dapat digunakan ketika tidak ada bentuk alternatif tes lain
adalah dengan menggunakan metode konsistensi internal. Metode ini
digunakan dengan membagi tes menjadi n bagian (n ≥ 2). Ketika tes dibagi
menjadi dua, asumsi yang didapat adalah kedua tes yang dibelah ekuivalen.
Menurut O’Connor (dalam Javali, Gudaganavar, & Shodan, 2011), semakin
homogen atau ekuivalen aitem-aitem dalam belahan tes, semakin tinggi
reliabilitasnya. Metode ini disebut sebagai metode split-half. Administrasi tes
dilakukan satu kali saja, sehingga menghemat waktu. Selain itu, efek
carry-over dapat diminimalisir. Biasanya masalah yang muncul terdapat pada tes
(misalnya korelasi antar belahan tes rendah), tidak pada peserta tes.
Cara pembelahan tes tergantung pada jenis dan fungsi tes yang
bersangkutan (Azwar, 2003). Cara pembelahan tes yang dipilih akan
a) Pembelahan Cara Random
Pembelahan cara random dapat dilakukan dengan mengambil beberapa
aitem secara acak untuk dimasukkan ke belahan pertama dan belahan
kedua. Namun, perlu diingat bahwa pembelahan cara random hanya dapat
digunakan jika tes yang dibelah memiliki aitem yang homogen, baik dari
segi isi maupun dari segi kesukaran aitem.
b) Pembelahan Ganjil Genap
Pembelahan ganjil genap dapat dilakukan dengan mengambil aitem-aitem
bernomor ganjil dimasukkan ke belahan pertama dan aitem-aitem
bernomor genap dimasukkan ke belahan kedua. Pembelahan cara ini
digunakan dengan asumsi apabila aitem-aitem yang disusun dalam suatu
tes memiliki urutan-urutan tertentu, seperti kesukaran aitem, sehingga
setelah tes dibelah, setiap belahan memiliki isi yang setara.
c) Pembelahan Matched-Random Subsets
Pembelahan matched-random subsets digunakan pada tes yang telah
diukur tingkat kesukaran aitem dan korelasi antar aitem tes. Aitem-aitem
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik kartesius dengan sumbu x
untuk koefisien korelasi antar aitem dan sumbu y untuk indeks kesukaran
aitem. Dengan meletakkan aitem-aitem tersebut, dapat dilihat aitem-aitem
yang berdekatan memiliki tingkat setara, sehingga ketika dibelah, belahan
19
c. Formula Estimasi Koefisien Reliabilitas
Pada metode konsistensi internal, terdapat beberapa formula (rumus) yang
digunakan dalam mengestimasi koefisien reliabilitas, yaitu Formula
Spearman-Brown, Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson, dan Koefisien Alpha.
1) Formula Spearman-Brown
Asumsi pemakaian formula ini adalah ketika tes dibagi dua secara random,
kedua belahan harus memiliki distribusi normal dengan mean dan standard
deviation yang setara (Azwar, 2003). Umumnya, cara pembelahan tes
dilakukan dengan pembelahan ganjil genap atau matched-random subsets.
Perlu diingat bahwa formula ini dipakai ketika korelasi antar kedua belahan
tes memiliki nilai yang tinggi. Jika tidak, koefisien reliabilitas yang dihasilkan
cenderung memiliki nilai yang rendah (underestimasi). Rumus
Spearman-Brownadalah:
··· (1)
Keterangan:
koefisien reliabilitas
koefisien antara kedua belahan tes
2) Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson
Ketika tes tidak dapat dibelah menjadi dua belahan sama besar (karena aitem
dalam tes sedikit), maka formula ini dapat digunakan. Pembelahan tes
dilakukan dengan membelah sebanyak jumlah aitem. Ada 2 rumus
··· (3)
Keterangan:
= proporsi populasi yang menjawab aitem benar (atau aitem pertama).
= proporsi populasi yang menjawab aitem salah (atau aitem kedua).
= banyak aitem dalam tes.
= varians skor tes.
= mean dari tes.
Rumus muncul karena rumus cenderung menghasilkan
komputasi yang lebih panjang (karena menggunakan korelasi antar aitem),
sedangkan rumus hanya menggunakan nilai mean (Osterlind, 2010).
Namun, rumus cenderung menghasilkan koefisien reliabilitas yang
lebih rendah daripada rumus .
3) Koefisien Alpha
Ketika belahan tes yang dikorelasikan belum tentu memenuhi asumsi paralel,
koefisien Alpha dapat digunakan. Tetapi, jika asumsi paralel tidak dapat
terpenuhi, estimasi reliabilitas cenderung underestimasi. Jadi, ketika alat ukur
memiliki koefisien reliabilitas yang cukup tinggi, akan ada kemungkinan
koefisien reliabilitas yang lebih tinggi bisa dicapai. Tetapi, jika alat ukur
memiliki koefisien reliabilitas yang rendah, akan ada kemungkinan bahwa
reliabilitas alat ukur tersebut rendah atau asumsi ekuivalen tidak terpenuhi
21
Koefisien Alpha dapat dipakai ketika tes dibelah dua, tiga, hingga
sebanyak jumlah aitem, dengan asumsi ekuivalen terpenuhi. Rumus koefisien
Alpha yang digunakan adalah:
··· (4)
Keterangan:
= banyak aitem dalam tes.
= varians skor tes.
d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas
Menurut Osterlind (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi hasil
reliabilitas, yaitu:
1) Efek atenuasi
Koefisien reliabilitas tidak pernah kurang dari koefisien validitas. Karena itu,
jika koefisien reliabilitas rendah, koefisien validitas juga akan rendah.
Rendahnya koefisien validitas yang disebabkan oleh rendahnya koefisien
reliabilitas disebut efek atenuasi (Azwar, 2003).
2) Efek dari panjang tes pada estimasi reliabilitas
Semakin banyak aitem dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien reliabilitas.
Aitem-aitem yang membentuk tes memiliki karakteristik-karakteristik tertentu
yang dibentuk menjadi satu tes. Sehingga semakin banyak aitem yang
menggambarkan karakteristik tersebut, akan semakin rinci gambaran konstruk
seutuhnya. Jumlah aitem yang diperlukan agar mencapai nilai reliabilitas yang
3) Heterogenitas kelompok
Semakin bervariasi kelompok dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien
reliabilitasnya. Hal ini dikarenakan kelompok yang memenuhi asumsi
heterogenitas cenderung memiliki pilihan-pilihan aitem yang berbeda-beda
pula. Sedangkan, ketika setiap orang memiliki pilihan-pilihan aitem yang
sejenis (tidak ada perbedaan), maka alat ukur tersebut memiliki koefisien
reliabilitas 0,0 (Murphy & Davidshofer, 1994).
e. Hubungan Reliabilitas dan SEM
SEM muncul karena reliabilitas alat ukur tidak dapat menggambarkan
secara tepat apakah interpretasi hasil alat ukur benar-benar merepresentasikan
subjek yang mengikuti tes. SEM adalah indikator yang melihat adanya perbedaan
skor tampak dan skor murni (Osterlind, 2010). Konsep SEM muncul karena
dalam pengukuran bisa saja terjadi eror. Dengan adanya konsep ini, dapat
diketahui bahwa tingginya reliabilitas hasil alat ukur menunjukkan sedikitnya eror
yang dihasilkan, dan demikian juga sebaliknya (Coaley, 2010). Semakin tinggi
nilai SEM, maka koefisien reliabilitas akan semakin rendah.
SEM juga menunjukkan variasi hasil skor tes yang mungkin dicapai
karena adanya eror pengukuran (Murphy & Davidshofer, 1994). Dengan adanya
SEM, interval kepercayaan dapat dibentuk. Interval kepercayaan digunakan
sebagai indikator terhadap seberapa akurat skor murni dari hasil alat ukur.
Namun, kelemahan SEM adalah penggunaannya tidak selalu setara pada semua
rata-23
f. Interpretasi Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik ketika koefisien
reliabilitas dari hasil pengukuran alat ukur tinggi. Tetapi, koefisien reliabilitas
yang memuaskan tidak dapat ditentukan. Menurut Azwar (2003), hal ini
dikarenakan koefisien reliabilitas yang didapat berdasarkan perhitungan hanya
merupakan estimasi dari reliabilitas yang sesungguhnya, dan hanya berlaku pada
kelompok subjek yang diukur saja. Selain itu, setiap alat ukur memiliki tuntutan
tingkat reliabilitas minimal yang berbeda-beda, sehingga interpretasi koefisien
reliabilitas alat ukur tidak dapat lepas dari fungsi dan tujuan pengukuran. Murphy
& Davidshofer (1994) mengemukakan bahwa reliabilitas yang tinggi diperlukan
ketika tes digunakan untuk membuat keputusan terhadap seseorang (misalnya
penempatan posisi kerja) dan ketika individu dari kelompok yang setara
dikelompokkan ke dalam satu kategori baru. Sedangkan reliabilitas yang rendah
diperbolehkan ketika tes yang digunakan hanya sebagai pendahuluan/permulaan
dan ketika tes digunakan individu dari populasi random akan dikategorikan ke
dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut Bartam (dalam Coaley, 2010), tes IQ
biasanya memiliki reliabilitas lebih dari 0,9, sedangkan pada tes kepribadian dan
inventori memiliki reliabilitas berkisar 0,7 hingga 0,9.
Besarnya sampel yang digunakan juga menjadi faktor penting dalam
koefisien reliabilitas. Tidak cukup jika jumlah sampel yang mengikuti tes kurang
dari 30 (Coaley, 2010). Kline (dalam Coaley, 2010) juga mengatakan tidak cukup
juga jika jumlah sampel kurang dari 100. Nunally (dalam Coaley, 2010)
Ketika menginterpretasi koefisien reliabilitas, terdapat dua hal yang perlu
dipahami (Azwar, 2003), yaitu:
1) Estimasi reliabilitas tes pada satu kelompok subjek dalam situasi tertentu akan
menghasilkan koefisien yang tidak sama pada kelompok subjek lain dalam
situasi yang lain.
2) Koefisien reliabilitas hanya mengindikasikan besarnya inkonsistensi skor hasil
pengukuran tes, bukan menyatakan sebab-sebab inkonsistensi tersebut secara
langsung.
B. Edwards Personal Preference Schedule
1. Sejarah EPPS
EPPS dikonstrak pada tahun 1958 dan direvisi pada tahun 1959 (dalam
Indrawati). EPPS dikonstrak untuk mengukur manifestasi kebutuhan yang dibuat
oleh Murray (Edwards; Helms; dalam Gregory, 2004). EPPS menggunakan
format forced-choice. Testee harus memilih satu dari dua pernyataan yang paling
menggambarkan dirinya. Karena adanya masalah social desirability, Edwards
memasangkan kalimat yang tidak berhubungan sama sekali. Sehingga, testee
dapat merasa tidak nyaman ketika mengerjakan EPPS (Gregory, 2004).
EPPS adalah tes ipsative. Dalam tes ipsative, skor keseluruhan tes selalu
sama dalam setiap individu. Ketika ada skor yang lebih tinggi pada satu sub tes,
sub tes yang lain akan memiliki skor yang lebih rendah. Selain itu, dalam tes
ipsative, skor tinggi merupakan skor yang relatif, bukan absolut. Maksudnya, skor
25
2. Manisfestasi Kebutuhan EPPS
Manifestasi kebutuhan yang diungkap Murray (dalam Kaplan & Saccuzzo,
2005) adalah sebagai berikut:
a) Abasement: Untuk menerima tekanan dari luar. Untuk menyerah. Menerima
dilukai, disalahkan, dikritisi, dihukum. Untuk menyerah pada takdir. Untuk
mengakui inferioritas, kesalahan, atau kekalahan. Untuk menyalahkan diri
sendiri. Mencari dan menikmati rasa sakit, hukuman, penyakit, dan ketidak
beruntungan.
b) Achievement: Untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit. Untuk menguasai,
memanipulasi, atau mengorganisasi objek, manusia, atau ide. Untuk
melakukannya dengan cepat dan mandiri. Untuk mengatasi hambatan dan
mencapai tujuan. Untuk menjadi unggul. Untuk melampaui orang lain.
c) Affiliation: Untuk membentuk hubungan pertemanan. Untuk menyapa,
mengikuti, dan tinggal dengan yang lain. Untuk bekerja sama dan
berkomunikasi dengan yang lain. Untuk mencintai, untuk masuk dalam
kelompok.
d) Aggression:Untuk berkelahi. Untuk memukul, melukai, atau membunuh yang
lain. Untuk menghukum, melawan pertentangan.
e) Autonomy: Untuk mendapatkan kebebasan. Untuk menghindari pengekangan.
Untuk menjadi mandiri dan bebas melakukan apapun.
f) Blamavoidance: Untuk menghindari disalahkan, dikucilkan, atau diberi
hukuman dengan mencegah melakukan perilaku tidak baik. Untuk berperilaku
g) Counteraction: Menolak kekalahan dengan berjuang kembali dan membalas.
Untuk memilih tugas tersulit. Untuk melindungi harga diri sendiri.
h) Defendance: Untuk melindungi diri sendiri dari disalahkan atau dilecehkan.
Untuk memberikan penjelasan, alasan. Untuk menghindari ditanya terus
menerus.
i) Deference: Untuk mengagumi dan mendukung atasan. Untuk memuji dan
menghormati. Untuk menurut pada adat istiadat. Untuk meniru atasan.
j) Dominance: Untuk mempengaruhi atau mengontrol orang lain. Untuk
melarang, untuk mengarahkan orang lain. Untuk mengekang, untuk
mengoganisasikan perilaku kelompok.
k) Exhibition: Untuk membuat kesan, untuk dilihat dan didengar. Untuk
menghibur, mengejutkan orang lain.
l) Harmavoidance: Untuk menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan
kematian. Untuk menghindari situasi berbahaya.
m) Infavoidance: Untuk menghindari penghinaan, untuk tidak melecehkan dan
dilecehkan, untuk tidak bertindak karena takut kesalahan.
n) Nurturance: Untuk membantu, atau melindungi orang yang membutuhkan
bantuan. Untuk mengekspresikan simpati.
o) Order: Untuk menyusun sesuatu dalam urutan, untuk mencapai kerapian,
keseimbangan, kebersihan, dan ketelitian.
p) Play: Untuk mencari kesenangan, membahagiakan diri, untuk bermain, untuk
ketawa dan bercanda, untuk menghindari tekanan.
27
s) Sex: Untuk membentuk dan mendapatkan hubungan erotis. Untuk mendapat
hubungan seksual.
t) Succorance: Untuk mencari bantuan, perlindungan, atau simpati. Untuk
bergantung dengan orang lain.
u) Understanding: Untuk menganalisis pengalaman, untuk berpikir abstrak,
untuk menggabungkan ide, untuk mendefinisikan hubungan.
Edwards hanya mengambil dan mengembangkan lima belas kebutuhan, yaitu
Achievement, Deference, Order, Exhibition, Autonomy, Affection, Intraception,
Succorance, Dominance, Abasement, Nurturance, Change, Endurance,
Heterosexual, dan Aggression.
C. Analisis Karakteristik Psikometri EPPS
EPPS merupakan tes kepribadian yang mengukur manifestasi kebutuhan
yang dikemukakan oleh Murray. EPPS saat ini lebih sering digunakan dalam
proses seleksi calon karyawan baru dan dalam penentuan treatment untuk klien.
Oleh karena itu, sebagai tes seleksi dan tes penentu treatment, EPPS harus
memiliki kualitas yang baik. Apabila EPPS tidak memiliki kualitas yang baik,
tentu saja proses seleksi dan pemberian treatment menjadi kurang tepat atau
bahkan salah.
Kualitas suatu alat tes dapat dilihat dari banyak hal. Reliabilitas dan
validitas (dalam hal ini adalah struktur internal) hasil alat tes adalah beberapa dari
banyak hal tersebut. Struktur internal suatu alat ukur sangat penting, karena
EPPS memang menunjukkan manifestasi kebutuhan Murray. Manifestasi
kebutuhan yang dikemukakan Murray adalah achievement, deference, order,
exhibition, autonomy, affiliation, intraception, succorance, dominance, abasement,
nurturance, change, endurance, heterosexuality, dan aggression. Bukti validitas
berdasarkan struktur internal dikatakan baik ketika nilai muatan faktor aitem di
atas 0.50, dengan toleransi paling rendah adalah 0.30 (Azwar, 2003). Sedangkan
reliabilitas EPPS yang baik berarti hasil yang diperoleh dari EPPS memang dapat
dipercaya. Koefisien reliabilitas yang baik untuk tes kepribadian berkisar antara
0.7 hingga 0.9. Ketika EPPS memiliki reliabilitas yang baik dan didukung bukti
validitas berdasarkan struktur internal, maka hasil pengukuran EPPS dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan
kuantitatif dan metode deskriptif. Menurut Creswell (2003), pendekatan
kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan (misalnya mencari tahu hubungan sebab akibat antar variabel),
menggunakan metode eksperimen atau survei, dan mengumpulkan data dengan
alat ukur yang sudah ditentukan sebelumnya yang dilaporkan dalam bentuk data
statistik. Metode deskriptif atau survei adalah metode yang menghasilkan
deskripsi dalam bentuk angka mengenai sikap, opini, atau kecenderungan perilaku
dalam suatu populasi dengan mempelajari sampel dari populasi tersebut
(Creswell, 2003). Menurut Arikunto (2010), peneliti tidak mengubah, menambah,
ataupun memanipulasi objek atau wilayah penelitian dalam penelitian deskriptif.
Penelitian ini akan mendeskripsikan nilai reliabilitas dan bukti validitas
berdasarkan struktur internal EPPS.
B. Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon dari responden
yang mengikuti tes EPPS dalam bentuk lembar jawaban di P3M USU dalam
rentang waktu tahun 2010 sampai 2013. Jumlah respon jawaban yang digunakan
melingkari huruf A dan satu (1) jika melingkari huruf B.
C. Pelaksanaan Penelitian
Tahapan yang akan dilakukan peneliti dalam melaksanakan penelitian,
yaitu:
1. Pembuatan Proposal
Penelitian dimulai dengan merancang proposal, yang terdiri dari Bab I
Pendahuluan, Bab II Telaah Pustaka, dan Bab III Metode Penelitian.
2. Persiapan Izin Penelitian
Peneliti mengurus surat permohonan izin untuk melaksanakan pengambilan
data. Surat izin ini diurus di bagian administrasi pendidikan Fakultas Psikologi
USU, yang kemudian ditujukan kepada Ketua P3M USU. Setelah surat
permohonan izin penelitian dibuat, peneliti mengajukan surat tersebut kepada
P3M USU.
3. Analisis Data
Penelitian dilaksanakan ketika seluruh data hasil EPPS yang pernah dilakukan
P3M USU telah berhasil dikumpulkan. Data-data tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam bentuk tabel-tabel di Microsoft Excel. Setelah
dimasukkan, data-data tersebut dipindahkan ke lembar kerja Program SPSS
dan Program LISREL. Analisis yang dilakukan di Program SPSS adalah
analisis reliabilitas skor komposit. Analisis yang dilakukan di Program
31
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan data,
dengan cara mencari data mengenai variabel melalui catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010).
Dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang telah
didokumentasikan P3M USU. Data tersebut adalah data respon dari responden
yang mengikuti EPPS dalam bentuk lembar jawaban.
E. Software yang Digunakan
Peneliti menggunakan bantuan software komputer dalam melakukan
analisis data. Software komputer yang akan digunakan peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Microsoft Excel yang diproduksi oleh Microsoft Corporation yang
diintegrasikan dalam paket Microsoft Office System 2007. Software ini
digunakan untuk melakukan proses tabulasi skor EPPS dari dokumen P3M
USU.
2. Program SPSS for Windows versi 16.0 yang diproduksi oleh International
Business Machine Corp. Software ini digunakan untuk menganalisis
reliabilitas komposit EPPS.
3. Program LISREL versi 9.1 for Windows Free Trial Edition yang diproduksi
oleh Scientific Software International Inc. Software ini digunakan untuk
diperoleh dengan mengajukan permohonan penggunaan program LISREL
selama 15 (lima belas) hari kepada Scientific Software International Inc.,
sebagai pemegang lisensi LISREL.
F. Cara Analisis Data
Cara analisis data yang dilakukan peneliti dibagi dalam dua tahap, yaitu:
1. Analisis Reliabilitas
Reliabilitas EPPS diukur dengan menggunakan formula koefisien Alpha:
··· (4)
Keterangan:
= banyak aitem dalam tes.
= varians skor tes.
Dilihat dari segi tujuan pengembangan EPPS, reliabilitas EPPS dikatakan
baik ketika koefisien reliabilitas EPPS di atas .70. EPPS merupakan alat ukur
yang digunakan untuk tujuan prediksi dan diagnosis, sehingga harus memiliki
koefisien reliabilitas yang tinggi. Analisis reliabilitas akan dilakukan
menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0.
EPPS merupakan gabungan dari beberapa sub bagian manifestasi
kebutuhan. Oleh karena itu, untuk mengestimasi reliabilitas EPPS, digunakan
reliabilitas skor komposit. Reliabilitas skor komposit adalah reliabilitas skor
gabungan dari setiap bagian dengan memperhitungkan reliabilitas masing-masing
bagian (Azwar, 2003). Reliabilitas skor komposit didapat dengan menambah
33
ini, tes-tes tersebut adalah 15 sub bagian manifestasi kebutuhan EPPS. Semakin
banyak tes digabung, dan semakin tinggi korelasi antar tes, semakin tinggi
reliabilitas skor komposit (Murphy & Davidshofer, 1994). Rumus reliabilitas skor
komposit adalah:
··· (5)
Keterangan:
= reliabilitas skor komposit.
= jumlah tes.
= rata-rata reliabilitas tes.
= rata-rata korelasi antar tes.
2. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal
Analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal dilakukan dengan
menggunakan metode analisis faktor. Jenis analisis faktor yang digunakan adalah
analisis faktor konfirmatori. Hal ini dikarenakan peneliti hanya memastikan,
bukan mengeksplorasi, apakah EPPS masih berfungsi sesuai dengan tujuan EPPS
disusun. Analisis bukti validitas dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori
dilakukan dengan menggunakan program LISREL versi 9.1 for Windows Free
Trial Edition, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Wijanto, 2008):
a) Spesifikasi Model
Pertama kali yang harus dilakukan adalah menspesifikasikan model penelitian
yang akan dianalisis. Instrumen juga disusun berdasarkan variabel-variabel
b) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melihat data sekunder yang sesuai
dengan desain instrumen yang telah dispesifikasikan.
c) Pembuatan program SIMPLIS dan Menjalankannya
Program SIMPLIS dibuat berdasarkan spesifikasi model dan data yang telah
dikumpulkan. Program tersebut dijalankan dengan menggunakan program
LISREL.
d) Analisis Keluaran Program SIMPLIS
1) Memeriksa offending estimate dari standardized loading factor (λ), seperti
negative error variance < 1.0. Jika tidak memenuhi, tambahkan kalimat
”Set Error Variance of (Nama Variabel) to 0.01” pada program SIMPLIS.
2) Memeriksa validitas model pengukuran dengan melihat nilai t pada
standardized loading factor (λ) dari variabel-variabel teramati dalam
model > 1,96 dan standardized loading factor variabel-variabel teramati ≥
0.30. Jika tidak memenuhi, variabel tersebut dapat dikeluarkan atau
dihapus dari model.
3) Memeriksa uji kecocokan keseluruhan model pengukuran dengan melihat
nilai dari ukuran goodness of fit (selanjutnya akan disebut GOF) yang
terdiri dari Goodness-of-Fit Index (GFI), Root Mean Square Error of
Approximation (RMSEA), Non-Normed Fit Index (NNFI), Normed Fit
Index (NFI), Adjusted Goodness of Fit (AGFI), dan Comparative Fit
35
menunjukkan kecocokan yang baik yang sesuai dengan nilai yang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Ukuran-Ukuran Goodness of Fit
Ukuran Goodness of Fit
(GOF) Tingkat Kecocokan yang Bisa Diterima
Goodness-of-Fit Index
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan dokumentasi
P3M Fakultas Psikologi USU. Data sekunder ini adalah respon dari responden
yang mengikuti EPPS yang diperoleh dari lembar jawaban EPPS. Dari 1018
responden, 64 responden tidak menjawab seluruh atiem EPPS. Oleh karena itu,
peneliti hanya menggunakan 954 respon dari responden untuk dianalisis.
B. Deskripsi Hasil
1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal
Analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal EPPS dilakukan
dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan program LISREL versi 9.1 for Windows. Sebelum mengevaluasi
nilai t dan nilai muatan faktor aitem-aitem pada setiap sub bagian manifestasi
kebutuhan EPPS, peneliti harus melakukan uji kecocokan model.
a. Uji Kecocokan Model
Uji kecocokan model dilakukan dengan cara memastikan nilai GOF dari
model menunjukkan nilai yang baik. Nilai GOF yang diperoleh dari hasil analisis
dengan beberapa modifikasi berdasarkan saran dari program, disajikan pada Tabel
37
Keterangan: GF = Good Fit; MF = Marginal Fit; CF = Close Fit
Analisis uji kecocokan model diukur dengan menggunakan 6 (enam)
ukuran GOF, yaitu GFI, RMSEA, NNFI, NFI, AGFI, dan CFI. Ukuran-ukuran
tersebut dijelaskan dengan 3 (tiga) tingkat GOF, yaitu tingkat kecocokan yang
baik (good fit, selanjutnya akan disebut GF), tingkat kecocokan yang cukup
(marginal fit, selanjutnya akan disebut MF untuk ukuran GFI, NNFI, NFI, AGFI,
dan CFI, atau close fit, selanjutnya akan disebut CF untuk ukuran RMSEA), serta
tingkat kecocokan yang tidak cukup (not fit, selanjutnya akan disebut NF).
Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa:
1) Pada ukuran GFI, terdapat 13 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 2 pada
tingkat MF, dan tidak ada satupun pada tingkat NF.
2) Pada ukuran RMSEA, terdapat 13 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 2 pada
tingkat CF, dan tidak ada satupun pada tingkat NF.
3) Pada ukuran NNFI, terdapat 2 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 13 pada
tingkat MF, dan tidak ada satupun pada tingkat NF.
4) Pada ukuran NFI, terdapat 8 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 7 pada
5) Pada ukuran AGFI, terdapat 2 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 13 pada
tingkat MF, dan tidak ada satupun pada tingkat NF.
6) Pada ukuran CFI, terdapat 5 dari 15 sub bagian pada tingkat GF, 10 pada
tingkat MF, dan tidak ada satupun pada tingkat NF.
Tidak adanya sub bagian yang memiliki ukuran goodness of fit pada tingkat NF
menunjukkan bahwa model pengukuran sudah siap untuk dianalisis nilai t dan
nilai muatan faktor aitem-aitem pada setiap sub bagian manifestasi kebutuhan.
Analisis nilai GOF EPPS dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 49.
b. Analisis Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Aitem Setiap Sub Bagian EPPS
Setelah melakukan uji kecocokan model, peneliti kemudian memeriksa
validitas model pengukuran dengan melihat nilai t dan nilai muatan faktor
aitem-aitem pada masing-masing sub bagian manifestasi kebutuhan EPPS. Berdasarkan
hasil analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sub bagian achievement memiliki 58,1% atau 18 dari 31 aitem yang termasuk
dalam kategori aitem yang tidak valid, dan 41,9% atau 13 aitem dalam
kategori aitem yang valid.
2. Sub bagian deference memiliki 93,5% atau 29 dari 31 aitem yang termasuk
dalam kategori aitem yang tidak valid, dan 6,5% atau 2 aitem dalam kategori