• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Analisis Karakteristik Psikometri

4. Reliabilitas

a. Pengertian Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang berasal dari dua kata yaitu rely dan ability, dimana rely memilliki arti percaya atau mempercayakan sedangkan ability memiliki arti kemampuan. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan reliabilitas, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna: sejauh mana hasil suatu tes/ pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2007)

Crocker dan Algina (2005) menjelaskan bahwa pada dasarnya reliabilitas menggambarkan derajat konsistensi, yaitu :

”a reliability term refers to the degree to which individuals deviation scores, or z-scores, remain relatively consistent over repeated

administration of the same test or alternate test forms”.

Reliabilitas suatu tes ditunjukkan oleh taraf konsistensi skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama atau minimal setara, dalam kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2005). Konsepsi mengenai reliabilitas berkaitan dengan derajat konsistensi antara dua perangkat skor tes, maka formula reliabilitas selalu dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Azwar, 2007). Menurut Gregory (2000), reliabilitas dalam pengukuran psikologis menunjukkan atribut konsistensi dari pengukuran itu sendiri. Hanya sedikit dari pengukuran behavioral yang benar-benar reliabel, dan reliabilitas itu sendiri bersifat kontinum. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas pada dasarnya merupakan ketetapan atau derajat konsistensi performansi relative dari individu yang dikenai tes ketika diberikan tes yang sama secara berulang atau tes yang parallel.

Tujuan dari sebuah pengetesan adalah untuk mengetahui true score seseorang yang bersifat latent. Karena bersifat latent, maka skor ini tidak pernah diketahui secara pasti nilainya dan yang paling mungkin dilakukan untuk mengetahui true score ini adalah membuat perkiraan melalui observed score.

Observed score adalah skor individu yang diperoleh dari pengetesan. Faktor yang

adalah kondisi yang tidak sesuai atau tidak relevan dengan maksud tes (Anastasi & Urbina, 1997). Ada dua jenis error yang sering terjadi, yaitu:

1) Systematic error yaitu kecenderungan individu untuk memperoleh skor

yang tinggi semua atau rendah semua. Sifat eror ini selalu konstan. Sumbernya adalah karakteristik fisik individu, proses tes/ tes yang tidak berkaitan dengan konstruk yang ingin diukkur. Misalnya alat ukur rusak, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dll.

2) Unsystematic error (random error), yaitu kecenderungan individu

memperoleh skor yang tidak tetap, terkadang baik, terkadang buruk. Error ini bersifat random. Ada berbagai hal yang dapat menimbulkan

random error, antara lain kelelahan memori subjek dan naik turunnya

suasana hati, dll.

b. Jenis-jenis Pendekatan Estimasi Reliabilitas

Estimasi terhadap tingginya reliabilitas dapat dilakukan melalui berbagai metode pendekatan, dimana masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi alat ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan segi-segi praktisnya (Azwar, 2007)

Menurut Azwar (2007), secara tradisional terdapat tiga macam pendekatan reliabilitas yaitu :

1) Pendekatan Tes Ulang (tes-retest)

Pendekatan ini menunjukkan konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu dan menghasilkan koefisien reliabilitas yang dinamakan koefisien stabilitas. Prinsip estimainya adalah menyajikan tes dua kali pada satu kelompok subjek

dengan tenggang waktu tertentu. Asumsinya adalah bahwa suatu tes yang reliable tentu akan menghasilkan skor tampak yang relative sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. Semakin besar variasi perbedaan skor subjek antara kedua pengenaan tes, berarti semakin sulit untuk mempercayai bahwa tes itu memberikan hasil ukur yang konsisten (Azwar, 2007)

Dalam prakteknya, pendekatan ini memiliki keterbatasan yaitu kurang praktis dalam pelaksanaan tes sebanyak dua kali, dan besarnya kemungkinan terjadi efek bawaan (carry-over effects) dari satu pengenaan tes ke pengenaan te syang kedua. Artinya dalam hal ini besar kemungkinan terjadinya proses pembelajaran bagi subjek dan hal ini akan mempengaruhi terhadapa skor hasil tes yang kedua kalinya.

2) Pendekatan Bentuk-Paralel (alternate-forms)

Pendekatan bentuk paralel merupakan pengenaan dua bentuk tes pararel dalam waktu yang bersamaan pada satu kelompok subjek. Jadi pendekatan ini hanya dapat dilakukan apabila tersedia dua bentuk instrumen yang dapat dianggap memenuhi asumsi parallel. Salah satu indicator terpenuhinya asumsi paralel adalah setaranya korelasi antara skor kedua instrument tersebut dengan skor suatu ukuran lain.

Tentu saja untuk dapat paralel kedua bentuk instrumen harus disusun dengan tujuan mengukur objek psikologis yang sama, berdasarkan blue-Print (pola-rancangan) yang sama dan spesifikasi yang sama pula.

Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah sulitnya menyusun dua alat ukur yng memenuhi persyaratan parallel atau sejajar. Selain kelemahan di atas,

pendekatan ini juga memiliki kelebihan, yaitu dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya efek bawaan.

3) Pendekatan Konsistensi Internal (Internal-Consistency)

Pendekatan konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subjek (single-trial

administration). Pendekatan ini mengatasi kelemahan pada pendekatan tes-retest

dan alternate-forms.

Pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan untuk melihat konsistensi antar-aitem atau antar bagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap aitem diperoleh dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan, bisa dua belahan, tiga belahan dan bahkan belahan sebanyak aitem. Membelah tes prinsipnya adalah mengusahakan agar antar belahan memiliki jumlah aitem sama banyak, taraf kesulitan seimbang, isi sebanding, dan memenuhi ciri-ciri paralel .

Bentuk dan sifat alat ukur serta banyaknya belahan yang dibuat akan menentukan teknik perhitungan koefisien reliabilitasnya. Ada beberapa teknik komputasi reliabilitas konsistensi internal diantaranya: Formula Spearman-Brown, Formula Rulon, Formula Alpha, Formula-formula Kuder-Richardson, Formula Kristof, Formula Analisis varians dan sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai penggunaan berbagai formula tersebut:

1. Spearman-Brown

Formula komputasi Spearman-Brown merupakan formula koreksi terhadap koefisien korelasi antara dua bagian tes dan dirumuskan sebagai berikut (Azwar, 2005):

S-B

= r

xx’

=

(10)

Keterangan:

rxx’ = Koefisien reliabilitas Spearman-Brown r1.2 = Koefisien korelasu antara dua belahan

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, pembelahan tes dilakukan dengan cara gasal-genap dan matched-random subtes dan menghasilkan dua bagian yang paralel satu sama lain dan korelasi antara kedua belahan paralel tersebut cukup tinggi.

2. Rulon

Rulon (1939) mempersoalkan reliabilitas tes yang dibelah menjadi dua belahan. Jika sekiranya belahan tersebut setara maka secara teori skor subjek pada perangkat belahan pertama dan skor perangkat belahan kedua akan sama. Jika skor-skor pada kedua perangkat itu tidak sama, maka itu terjadi karena kesalahan/kekeliruan pengukuran. Berdasarkan atas pemikiran ini maka diusulkan rumus reliabilitas tes sebagai berikut (Suryabrata, 2005):

r

xx’

= 1- s

d2

/s

x2 (11) Keterangan:

sd2 = Varians perbedaan skor kedua belahan 2

d = Perbedaan skor kedua belahan

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi τ-equivalent.

3. Koefisien alpha belah dua

Formula koefisien alpha untuk estimasi reliabilitas belah dua dirumuskan sebagai berikut:

rxx’ = 2 (12)

Keterangan:

= varians pada belahan 1 = varians pada belahan 2 = varians total skor tes

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi τ-equivalent, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait.

4. Koefisien alpha belah lebih dari dua

Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi tes ke dalam dua belahan saja. Cara-cara pembelahan dapat diperluas pemakainnya untuk membagi tes menjadi beberapa belahan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap bagian hanya berisi satu aitem saja.

Untuk tes yang dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang masing- masing berisi aitem yang berjumlah sama banyak kita dapat menggunakan formula alpha dengan rumus:

α = (13)

Keterangan : = banyaknya belahan tes = varians belahan j; j = 1, 2…k = varians skor tes

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, setiap belahan memiliki aitem yang relatif setara, paralel setidaknya memenuhi asumsi τ-equivalent, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait.

5. Flanagan

Flanagan menganggap bahwa varians-varians pada perangkat-perangkat belahan tes merupakan varians kekeliruan pengukuran. Maka untuk tes yang dibelah menjadi dua bagian setara reliabilitasnya adalah sebagai berikut:

rxx’ =2 (14)

Keterangan: = varians pada belahan 1 = varians pada belahan 2 = varians total skor tes

6. Kuder-Richardson 20 (KR-20)

KR 20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes. Rumusan formula KR-20 adalah:

KR-20 (15)

Keterangan : = Banyaknya aitem dalam tes = Varians skor tes

p = Proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu aitem, yaitu banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh subjek yang menjawab aitem tersebut.

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan membelahan tes sebanyak jumlah aitem, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait.

7. Kuder-Richardson 21 (KR-21)

Perhitungan KR-21 menggunakan rata-rata harga p dari keseluruhan aitem. hal inilah yang membedakan antara KR-20 dengan KR-21. Rumusan formula KR- 21 adalah:

(16) Keterangan : = banyaknya aitem dalam tes

= varians skor tes

Untuk mempermudah komputasi, formula KR-21 dapat pula dinyatakan sebagai:

(17)

Keterangan :

Mx = harga rata-rata means skor tes

Penggunaan formula ini hamper sama dengan formula KR-20. Hanya saja yang membedakannya adalah bahwa KR-21 ini digunakan jika tingkat kesulitan aitem-aitem dalam tes relatif setara. Jika digunakan pada alat tes yang tingkat kesulitan yang bervariasi, maka hasilnya akan kurang teliti (Azwar, 2007)

8. Formula untuk Tes Belah Tiga (Formula Kristof)

Komputasi koefisien reliabilitas tes yang telah dibelah menjadi tiga bagian ini didasarkan pada formula estimasi skor murni yang dirumuskan Kristof, yaitu:

(18) Keterangan: S12 = kovarians belahan 1 dan belahan 2

= kovarians belahan 1 dan belahan 3 = kovarians belahan 2 dan belahan 3

Untuk komputasi koefisien reliabilitasnya digunakan rumus dasar reliabilitas, yaitu:

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, membelah tes menjadi 3 bagian, belahan tidak harus sama panjang, jumlah aitem tidak harus sama banyak dengan syarat isi tetap homogen, dan lebih baik digunakan pada subjek dalam jumlah besar.

9. Analisis varians Hoyt

Hoyt (1941) mengembangkan pendekatan analisis varian yang disebut dengan analisis varian Hoyt. Konsep dalam teknik analisis varian Hoyt adalah memandang distribusi aitem keseluruhan subjek sebagai data pada suatu desain eksperimen faktorial dua-jalan tanpa replikasi, yang dikenal pula sebagai item by

subject design. Setiap aitem dianggap sebagai suatu perlakuan yang berbeda

sehingga setiap kali subjek dihadapkan pada suatu aitem seakan-akan berada pada suatu perlakuan yang berbeda, sehingga banyaknya aitem merupakan banyaknya perlakuan.

Dari pola faktorial ini diperoleh harga mean kuadrat antar subjek yang sebenarnya merupakan estimasi terhadap varians skor tes, meankuadrat antar aitem, dan meankuadrat interaksi aitem-subjek yang merupakan estimasi terhadap varians eror, jadi formula reliabilitas Hoyt adalah:

(19)

Keterangan:

= mean kuadrat interaksi aitem x subjek = mean kuadrat antar aitem

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi τ-equivalent,

aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait.

10.Formula Feldt (Formula untuk Tes belah Dua Panjang Tidak Sama)

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, membelah tes menjadi 2 bagian yang tidak sama panjang, jumlah aitem tidak harus sama banyak dengan syarat isi tetap homogen, dan lebih baik digunakan pada subjek dalam jumlah besar. Feldt (1975) menggunakan formula estimasi reliabilitas sebagai berikut:

(20)

Keterangan: = varians skor belahan 1 = varians skor belahan 2

= kovarians skor belahan 1 dan 2 = deviasi standar skor tes

Pada penelitian ini, estimasi koefisien reliabilitas dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal atau satu kali tes dengan teknik komputasi reliabilitas yang digunakan adalah formula Kuder-Richardson (KR’20). Formula KR’20 dipilih karena tingkat kesulitan aitem subtes WA cenderung bervariasi. Jika KR’21 digunakan pada tes yang kesulitan aitem nya cenderung bervariasi, maka hasilnya akan rendah dan tidak cermat (Azwar, 2007)

c. Analisis Koefisien Reliabilitas

Tingkat reliabilitas dari suatu penngukuran ditunjukkan dari koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas memperlihatkan pengaruh dari true score dan

error score terhadap observed score. Secara umum, koefisien reliabilitas dapat

didefinisikan sebagai rasio dari true score variance terhadap total variance dari skor tes (Gregory, 2000). Rentang nilai koefisien reliabilitas adalah antara 0.0-1.0. Pengukuran yang sangat reliabel akan memiliki koefisien reliabilitas mendekati 1.0, sebaliknya yang sangat tidak reliabel akan memiliki koefisien relabilitas mendekati 0.0.

Menurut Anastasi & Urbina (1997), suatu pengukuran dapat dikatakan reliabel apabila memiliki rentang nilai koefisien reliabilitas antara 0.80-0.90. sedangkan menurut Nunnally (2005), pengukuran dapat dikatakan reliabel jika memiliki koefisien reliabilitas diatas 0.70. Murphy & Davidshofer (2003) mengelompokkan nilai koefisien reliabilitas ke dalam beberapa kelompok nilai, yaitu nilai yang tidak dapat diterima (≤ 0.60), nilai yang rendah (0.61 -0.70), nilai moderat (0.71-0.89) dan nilai yang tinggi (≥ 0.90).

d. Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Dalam setiap pengukuran kemungkinan besar akan selalu terjadi error (E) pengukuran yang mengakibatkan skor tampak (X) tidak selalu sama dengan skor murni (T). Jadi untuk mengestimasi nilai skor murni, diperlukan interpretasi dari koefisien reliabilitas. Suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila misalnya, skor tampak (X) berkorelasi tinggi dengan skor murni (T) nya sendiri.

Atau bisa juga ditafsirkan dari tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes yang pararel.

Allen & Yen (dalam Azwar, 2004) menguraikan enam cara untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas ( ), yaitu:

Interpretasi 1 :

= korelasi skor tampak antara dua tes yang pararel.

Interpretasi ini menyatakan bahwa reliabilitas ini ditentukan oleh sejauh mana skor tampak pada dua tes yang parallel berkorelasi. Interpretasi ini menjadi asumsi dasar dalam pendekatan reliabillitas bentuk parallel (Parallel-forms) dan pendekatan reliabilitas bentuk sejajar (alternate-forms).

Interpretasi 2 :

= besarnya proporsi varians X yang dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan .

Interpretasi ini berasal dari penafsiran koefisien determinasi sebagaimana biasanya dilakukan pada penafsiran koefisien korelasi linier Pearson. Interpretasi ini sangat penting artinya dalam menilai apakah suatu koefisien reliabilitas dapat dianggap cukup bermakna atau tidak.

Interpretasi 3

:

=

(21)

Interpretasi ini menyatakan bahwa koefisien reliabilitas merupakan besarnya perbandingan antara varians skor murni dan varians skor tampak pada

suatu tes atau merupakan proporsi varians skor tampak yang berisi varians skor murni.

Bila semua perbedaan yang terjadi pada skor tampak subjek merefleksikan

perbedaan skor murni, yaitu , maka reliabilitas tes tersebut adaal

sempurna dengan koefisien reliabilitas =1. Artinya setiap skor tampak yang diperoleh subjek satu dengan yang lainnya memang perbedaan skor murni mereka, bukan perbedaan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain sebagai sumber error dalam pengukuran itu. jadi semakin kecil koefisien reliabilitas, yaitu semakin jauh dari angka 1, berarti semakin besar error pengukuran yang terjadi. Interpretasi 4

:

=

(22)

Koefisien reliabilitas dalam interpretasi ini merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor tampak dan skor murni.

Interpretasi 5 :

= (23)

Koefisien reliabilitas adalah sama dengan satu dikurangi kuadrat koefisien korelasi antara skor tampak dengan error pengukuran. Semakin besar korelasi antara skor—tampak dengan error pengukuran, akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya.

Interpretasi 6 :

Interpretasi ini mengaitkan reliabilitas dengan varians error dan varians skor-tampak yang dihubungkan dengan homogenitas subjek. Koefisien reliabilitas pada kelompok homogen akan relative lebih rendah dibandingkan pada kelompok yang heterogen.

Skor murni tidak dapat diperoleh secara langsung dan koefisien reliabilitas merupakan salah satu bentuk pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai skor murni. Estimasi atau perkiraan terhadap skor murni kemungkinan besar akan selalu mengandung eror. Sehingga penafsiran terhadap koefisien reliabilitas harus dilakukan melalui penafsiran standard eror pengukuran, dengan rumusan sebagai berikut:

=

(25)

Keterangan :

: Standard error dari pengukuran

Sx : standard deviasi skor : koefisien reliabilitas

Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes, maka kemungkinan kesalahan yang terjadi semakin kecil.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas

Crocker & Algina (2005) menjelaskan bahwa ada 3 hal utama yang secara tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien reliabilitas suatu instrumen, yaitu:

1) Homogenitas Kelompok

Secara umum dapat dijelaskan bahwa dalam suatu kondisi tes, semakin besar homogenitas kelompok berkaitan dengan trait-trait tertentu yang diukur maka indeks reliabilitas akan semakin rendah bila dibandingkan dengan kondisi ketika kelompok sampel lebih heterogen.

2) Batasan Waktu dalam Tes

Tes yang memiliki waktu yang lebih panjang cenderung akan memiliki reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tes yang memiliki waktu yang lebih pendek, terutama pada tes dengan komposisi aitem yang sama. Hal ini dikarenakan performansi subjek pada tes yang lebih panjang waktunya akan lebih maksimal. Sementara pada tes yang memiliki waktu lebih pendek, performansi subjek akan sangat ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kelelahan dan performansi subjek lain yang mengikuti tes tersebut.

3) Panjang Tes

Panjang dari suatu tes sangat bergantung dengan seberapa banyaknya aitem-aitem yang menyususn tes tersebut. Secara umum, semakin banyak aitem yang memiliki kualitas baik dalam suatu tes, maka semakin tinggi pula indeks reliabilitas instrumen tersebut.

Dokumen terkait