• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

C. Remaja

kelelahan. Bahkan Rasulullah SAW. membiasakan anak untuk bersemangat dan mengemban tanggungjawab.75

Stanley Hall (dalam Santrock, 1998) usia remaja antara 12 sampai usia 23 tahun. Menurut Yulia dan Singgih D. Gursana proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12 sampai umur 22 tahun.78

Kartini Kartono dalam bukunya, masa remaja mulai umur 13-19 tahun, masa remaja disebut pula sebagai masa-penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniah dan

jasmaniah, terutama fungsi seksual. Yang sangat menonjol pada periode ini ialah:

kesadaran yang mendalam mengenai diri sendiri, dengan mana anak muda mulai meyakini kemauan, potensi dan cita-cita sendiri. Dengan kesadaran tersebut ia berusaha menemukan jalan hidupnya; dan mulai mencari nilai-nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya.79

Masa pubertas ini juga merupakan masa rekonstruksi. Dengan timbulnya kepercayaan-diri, timbul pula kesanggupan menilai kembali tingkahlaku sendiri yang dianggap tidak bermanfaat lagi, untuk digantikan dengan aktivitas yang lebih bernilai. Selanjutnya, melalui banyak kebimbangan dan ketakutan, lambat laun sampailah anak pada kepastian-kepastian baru. Masa ini juga mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

Pada masa pubertas ini merupakan periode perjuangan untuk mandiri (untuk menjadi diri yang berdiri sendiri), anak muda pada usia ini tengah mengalami:

1). Pertentangan-pertentangan batin yang paling memuncak dalam kehidupannya.

78Agoes,Dariyo.(2004).Psikologi Perkembangan Remaja.(Ghalia Indonesia:Bogor)hlm.13

79 Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan)1995. Bandung:Mandar Maju) hlm.148

2). Karena itu masa pubertas ini benar-benar merupakan periode penuh kontras-kontras, badai-badai permasalahan, dan gelora-gelora jiwa yang sering berlawanan.

3). Yang mengakibatkan timbulnya banyak kecemasan dan kebingungan pada anak muda.80

2. Perkembangan Emosi dan Kemandirian Pada Remaja

Sikap, perasaan atau emosi seseorang telah ada dan berkembang semenjak ia bergaul dengan lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan atau emosi itu positif atau negatif merupakan produk pengamatan dari pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik lingkungannya, dengan orang tua dan saudara-saudaranya, serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu produk dari lingkungan yakni lingkungan internal dan eksternal yang juga berkembang, maka sudah tentu sikap, perasaan atau emosi juga berkembang.

Kebutuhan kejiwaan remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan masyarakat dimana ia tinggal. Misalnya kebutuhan akan kebebasan dan kemandirian, merupakan kebutuhan pokok dalam masyarakat maju. Begitu juga kebebasan emosional dan materi merupakan kebutuhan remaja pula pada masa-masa ini. Tidak diragukan lagi, kematangan fisik mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam mengambil keputusan untuk dirinya, sehingga

80 Ibid.hlm.170

dia dapat mencapai kematangan emosional yang terlepas dari emosi orang tua dan keluarganya.81

Goleman (1999), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.82

Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan

81 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan. (1994).Jakarta; CV Ruhama)hlm.18

82Daniel Goleman (1999), Emotional Intelligence: mengapa EI lebih penting daripada IQ.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.

Demikian juga menjadi pribadi yang mandiri atau otonom adalah salah satu tugas perkembangan pada masa remaja. Selama masa remaja anak bergerak meninggalkan ketergantungan yang menjadi karakteristiknya masa kanak-kanak menuju otonomi yang menjadi ciri khasnya masa dewasa. Tetapi perkembangan otonomi ini seringkali disalah artikan. Seringkali otonomi itu dikacaukan dengan pemberontakan, dan menjadi pribadi yang mandiri itu tidak jarang disamakan dengan usaha membangkang terhadap kekuasaan dan dominasi orangtua.83

Tiga tipe otonomi dan perkembangannya, yaitu: Pertama, perkembangan otonomi emosi. Berkaitan dengan perubahan dalam hubungan-hubungan yang akrab, misalnya hubungan anak dengan orangtua. Kedua, perkembangan otonomi perilaku, merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan sendiri dan melaksanakannya. Ketiga, perkembangan otonomi nilai yaitu memiliki prinsip-prinsip tentang apa yang benar dan apa yang salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Remaja yang memiliki kemandirian akan dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.84

Anak mulai mandiri jika anak mulai menemukan dirinya, anak menyadari bahwa iapun seperti orang lain, mempunyai kebebasan berbuat, kebebasan berkehendak, kebebasan melakukan apa yang diinginkan, tidak selalu tunduk

83Dimyati Mahmud (1990).Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Jogjakarta:BPFE.hal.65

84 Ibid, hal.65

kepada orang lain, tidak selalu ikut-ikutan dan tidak harus tergantung kepada orang lain.85

Peran keluarga dan orangtua sangat menentukan perkembangan masa remaja, yang mana pada masa ini remaja mengalami tuntutan akan otonomi dan tanggung jawab sehingga membingungkan dan membuat marah banyak orangtua.

Karena masa remaja memiliki hasrat kebebasan hidup terutama terhadap campur tangan orangtua atau keluarga dalam menentukan keinginannya, tetapi masa ini perlu perhatian khusus dari keluarga untuk membimbing remaja supaya tidak salah jalan dalam mengambil keputusan dalam hidupnya. Remaja ingin memperlihatkan bahwa merekalah bukan orangtua mereka yang bertanggungjawab atas keberhasilan-keberhasilan dan kegagalan-kegagalan mereka.

Remaja membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk melatih dan membahas pengambilan keputusan yang realistis. Banyak keputusan dalam dunia nyata diambil dalam situasi stress yang mengandung faktor-faktor keterbatasan waktu dan perlibatan emosional.86 Oleh karena itu, karena kemandirian tidak berkembang dengan sendirinya pada diri anak. Melainkan membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang-orang dewasa sekitarnya. Remaja diberikan kesempatan untuk belajar mengambil keputusan, memecahkan masalah secara sportif dan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk mengurus dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

85Sujanto, (1996:40)

86 John W. Santrock (2003)..Adolescence, perkembangan Remaja..Erlangga;Jakarta.hal.140

Kemampuan remaja untuk meraih otonomi dan memperoleh kendali atas perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat terhadap keinginan remaja untuk memperoleh kendali. Pada permulaan masa remaja, umumnya individu tidak memiliki pengetahuan untuk mengambil keputusan-keputusan yang tepat dan dewasa dalam semua bidang kehidupan. Ketika remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan kendali di bidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal tetapi tetap terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan-keputusan pada bidang-bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Secara berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan matang secara mandiri. Tetapi remaja tidak hanya sekadar menghindari pengaruh orangtua ke dalam proses pengambilan keputusan yang semuanya mereka lakukan sendiri. Ada keterkaitan yang terus menerus dengan orangtua ketika remaja bergerak menuju dan memperoleh otonomi.

Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut (Kartadinata, 1998). Remaja yang telah mencapai tingkatan mandiri memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Telah memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.

b. Bersikap objektif dan realistis terhadap diri sendiri maupun orang lain.

c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.

d. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri.

e. Menghargai kemandirian orang lain.

f. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.

g. Mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh keyakinan dan keceriaan.87