• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju dewasa, masa ini melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Remaja mulai mengalami perubahan fisik dengan cepat dan terjadi peningkatan yang drastis dalam hal tinggi dan berat badan, perubahan pertumbuhan rambut kemaluan dan wajah serta suara yang lebih dalam. Pada masa ini remaja berupaya untuk mencapai kemandirian dan menemukan identitas merupakan isu yang menonjol. Pikiran remaja berubah menjadi lebih logis, abstrak dan idealis (Santrock, 2011).

Remaja menurut WHO, 1974 (dalam Sarwono, 2011) didefinisikan sebagai:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangannya.

b. Individu juga mengalami perkembangan psikologis dan pola identitas diri dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Adanya peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang sepenuhnya kepada keadaan yang lebih mandiri.

Masa remaja (adolescene) menurut Santrock (2003) adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang dimulai sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia

remaja. Selanjutnya, WHO membagi batasan usia remaja menjadi 2, yakni remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (dalam Sarwono, 2011). Sedangkan menurut Hall (dalam Santrock, 2003), masa remaja usianya berkisar antara 12-23 tahun yang diwarnai oleh pergolakan.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencangkup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Masa remaja diawali dari usia 12 tahun sampai usia 23 tahun yang dibagi dari masa remaja awal dan masa remaja akhir.

2. Karakteristik Remaja Akhir

Pada masa remaja merupakan masa kesempurnaan dan merupakan tahap puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari mementingkan diri sendiri menjadi mementingkan orang lain serta mementingkan harga diri (Muss dalam Sarwono, 2011).

Masa pubertas menampilkan tantangan baru dengan memunculkan perubahan perkembangan, tetapi sebagian besar remaja mampu mengatasi tantangan itu dengan baik. Dunia remaja juga melibatkan tidak hanya pengaruh biologis, tetapi juga pengaruh kognitif dan lingkungan (Block, 1992; Eccles & Buchanan, 1992 dalam Santrock, 2003).

Masa remaja merupakan masa topan dan badai (strum und drang) yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai (Hall, dalam Sarwono, 2011). Menurut pendapat lainnya, masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana

ketegangan emosi meninggi. Pada kenyataannya tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun, benar jika sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu akibat usaha penyesuaian diri pada pola perilaku dan harapan sosial baru. Gessel et al (dalam Hurlock, 1980) mengatakan meskipun emosi remaja seringkali kuat, tidak terkendali dan irasional tetapi pada umumnya dari tahun-ketahun mengalami perbaikan perilaku emosionalnya. Misalnya remaja 17 tahun lebih mudah dan sering marah, mudah dirangsang dan emosinya cepat meledak dan sulit mengendalikan perasaanya sendiri. Sedangkan remaja 21 tahun lebih bisa mengendalikan emosinya, maka periode badai dan tekanan akan berkurang menjelang berakhirnya masa remaja. Remaja yang bisa mengambil keputusan dengan baik, biasanya dalam kondisi yang tenang dan keputusan yang diambil jauh lebih bijaksana. Begitu pula sebaliknya jika remaja dalam kondisi emosi yang tinggi nantinya akan membuat keputusan yang tidak bijaksana. Emosi seringkali dapat menghambat pengambilan keputusan (Paus, 2009; Steinberg, 2008, dalam Santrock, 2012). Seiring berjalannya waktu remaja akan mencapai yang dinamakan kematangan emosi, mereka tidak mudah untuk melupakan emosi atau meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan akan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengunggapkan emosinya dengan cara yang lebih diterima (Hurlock, 1980).

Dalam masa remaja akhir adalah tahap konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan 5 pencapaian, yakni:

a. Memiliki minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah.

d. Terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri (egosentrisme) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Adanya “dinding” yang memisahkan diri sendiri (private life) dengan

mayarakat umum (Blos, dalam Sarwono, 2011).

Menurut Piaget, remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengontruksikan dunia kognitifnya sendiri, dengan demikian informasi yang berasal dari lingkungan tidak hanya sekedar dimasukkan kedalam pikiran mereka. Agar dapat dipahami maka remaja mengorganisasikan pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan yang dirasa penting atau tidak penting dan menggabungkan gagasan-gagasan tersebut satu sama lain. Remaja juga mengadaptasikan pikiran mereka untuk menerima gagasan baru karena informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman mereka (Santrock, 2003). Sebagian remaja membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk berhasil menjadi menjadi dewasa yang matang, namun banyak pula yang tidak berhasil. Perbedaan etnik, budaya, gender, ekonomi, gaya hidup dan lainnya dapat mempengaruhi hidup remaja itu sendiri. Remaja yang hidup di zaman sekarang banyak dihadapkan oleh pilihan yang berbagai macam melalui media dan banyak remaja yang kini semakin

tergoda. Selain itu terdapat beberapa remaja yang kurang mendapat dukungan dari orang yang lebih dewasa (McLoyd dalam Santrock, 2012).

Perkembangan kekuatan pikiran remaja membuka cakrawala kognitif dan sosial yang baru. Remaja dilihat dari teori Piaget masuk kedalam tahapan operasi formal (formal operational) yang memiliki karekteristik yang menonjol yakni, sifatnya yang lebih abstrak dibanding pemikiran operasi konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman yang aktual konkret sebagai tumpuan dalam berpikirnya. Mereka mampu menciptakan situasi fantasi, peristiwa yang murni berupa kemungkinan hipotesis atau hanya berupa abstraksi dan mencoba bernalar secara logis. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja adalah kemampuan mereka dalam memecahkan masalah secara verbal (Santrock, 2003).

Remaja sendiri memiliki tugas dalam masa perkembangannya yakni berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya sebagai sebuah kelompok, maka pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Remaja memiliki kebutuhan untuk diterima dan disukai oleh teman sebaya atau kelompoknya. Maka terkadang sebagaian remaja akan melakukan apapun untuk dapat diterima dalam kelompok seperti bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang popular, maka kesempatan untuk diterima dan menjadi kelompok lebih besar. Demikian pula jika anggota kelompok mencoba minum alkohol, narkoba dan rokok

maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan resiko dan perasaannya sendiri (Hurlock, 1980).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa topan dan badai (strum und drang) yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman yang aktual konkret sebagai tumpuan dalam berpikirnya. Mereka mampu menciptakan situasi fantasi, peristiwa yang murni berupa kemungkinan hipotesis atau hanya berupa abstraksi dan mencoba bernalar secara logis. Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya sebagai sebuah kelompok, maka pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

Dokumen terkait