• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.3 Banjir

2.3.2 Renaturalisasi Sungai

Untuk mencegah terjadinya banjir pada daerah perkotaan mengingatkan kita pentingnya merenaturalisasi sungai-sungai yang ada. Menurut Maryono (2000), renaturalisasi adalah usaha koreksi terhadap kesalahan konsep hidraulik murni pada pembangunan wilayah sungai dekade lalu dan sekaligus menghambat laju pembangunan sungai dengan konsep hidraulik murni yang sekarang masih sering dilakukan.

Di Swiss renaturalisasi ini sering disebut river revitalization, di kawasan Eropa

lain disebut river restoration, sedangkan di Amerika dan Kanada disebut

renaturalization. Renaturalisasi didefenisikan sebagai usaha mengembalikan kondisi sungai atau wilayah air ke kondisi natural atau paling tidak mendekati, setelah sebelumnya dilakukan koreksi terhadap berbagai pembangunan seperti sodetan, pelurusan, penanggulangan, penalutan, pemindahan sungai, maupun penutupan alur.

Selanjutnya menurut Maryono (2000), tujuan renatulisasi adalah untuk meningkatkan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati wilayah sungai, meningkatkan konservasi air di hulu, meningkatkan retensi ekologi hidraulik sepanjang sungai, menurunkan intensitas banjir di hilir, menanggulangi kekeringan, kelongsoran di hulu serta meningkatkan kualitas air sungai. Lokasi renaturalisasi harus dipilih secara selektif sehingga apa yang terjadi dapat terkontrol dengan baik.

Namun di era keterbukaan ini mudah-mudahan usulan ini bisa menjadi entry point untuk merevisi kekurangan-kekurangan konsep lama yang dampaknya sedang

dirasakan hari ini. Sebagian orang menganggap bahwa konsep renaturalisasi ini bersifat Eropa Sentris sehingga mengkhawatirkan ketetapan aplikasinya di Indonesia. Mereka lupa bahwa pelurusan, sodetan dan pembuatan tanggul adalah juga produk Eropa 300 tahun silam. Pada prinsipnya renaturalisasi, konservasi, dan konsep back to nature merupakan konsep yang sebenarnya sudah dianut secara tradisional oleh bangsa-bangsa di dunia termasuk di Indonesia.

Berdasarkan kajian Maryono (2000), disajikan berbagai macam metode renaturalisasi yang sedang giat dilakukan di beberapa Negara Eropa, Kanada, Amerika, dan Jepang. Diharapkan metoda-metoda ini dapat diimplementasikan di Indonesia. Di antara metode tersebut ada yang membuka kembali tanggul yang menutup oxbow sungai lama atau mengaktifkan oxbow menjadi sungai lagi tanpa harus menutup sungai sodetan, menanami bantaran dan tebing sungai yang telah diluruskan dengan berbagai vegetasi, menginisiasi sungai yang diluruskan menjadi meander, membangun pulau buatan di sungai, dan memperlebar bantaran banjir di sepanjang sungai.

Mengaktifkan tanggul sodetan atau oxbow buatan (Gambar 2.7) di sungai bekas pelurusan sodetan biasanya disebut danau oxbow buatan (initial oxbow lake). Sedangkan oxbow lake adalah danau oxbow natural hasil proses alamiah terputusnya meander sungai setelah ratusan tahun terjadi penggerusan. Energi kelebihan atas putusnya meander secara alamiah ini akan diredam meander-meander lain di bagian hulu-hilirnya.

Gambar 2.7 Mengaktifkan Tanggul Sodetan atau Oxbow Sumber: Maryono, 2000

Danau oxbow buatan merupakan penggal ekosistem sungai yang mati, airnya diam, kualitas airnya jelek dan sering menjadi sarang nyamuk, selain biasanya menjadi tempat pembuangan sampah masyarakat. Lambat laun oxbow buatan ini akan dangkal dan tertutup sedimen, baik sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya maupun endapan sisa-sisa vegetasi. Akhir dari perkembangan oxbow baik alamiah maupun hasil sodetan adalah berupa hutan moor atau dijadikan areal persawahan, industri dan pemukiman oleh penduduk setempat.

Cara renaturalisasi oxbow adalah dengan membuka kembali tanggul pembatas oxbow dengan sungai utama. Dengan dibukanya tanggul pemisah, aliran air sungai akan melewati oxbow kembali, di samping air masih dapat melewati sungai sodetan yang ada. Aliran air yang kembali ke danau oxbow akan mengurangi kecepatan air ke hilir sehingga resiko banjir juga berkurang. Sementara konservasi air di hulu dapat ditingkatkan dan ekosistem daerah sungai oxbow akan hidup kembali. Menanami

kembali bantaran tebing dengan vegetasi setempat akan meningkatkan kualitas ekosistem dan retensi air banjir sehingga menjamin stabilitas tebing sungai (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Penanaman Bantaran dan Tebing dengan Vegetasi Sumber: Maryono, 2000

Berikutnya adalah menginisiasi meander. Sungai yang telah diluruskan dapat dimeanderkan lagi dengan cara menginisiasi meander di berbagai tempat secara berselang-seling. Sarana inisiasi ini dapat dipakai vegetasi setempat atau kombinasi bronjong batu dan vegetasi. Secara simultan maka sungai yang bersangkutan akan

membentuk meander atau berkelok-kelok lagi, diservifikasi flora dan fauna

meningkat, banjir dihulu berkurang.

Memperlebar daerah bantaran banjir dan memanjangkan sungai (Gambar 2.9) juga bisa dilakukan. Daerah bantaran banjir (flood plain) yang biasanya berubah menjadi areal pertanian atau dibuat talud memanjang dan diuruk dapat

direnaturalisasi dengan membuka kembali talud, tanggul, atau mengeruk kembali timbunan yang ada.

Gambar 2.9 Pelebaran daerah bantaran sungai untuk konsentrasi hulu Sumber: Maryono, 2000

Di samping itu pada bantaran-bantaran yang sempit diperlebar secara proporsional. Areal terbuka bantaran sungai dapat dibiarkan sebagai kolam retensi bantaran atau direvegetasi dengan tanaman yang sesuai. Cara ini sangat efektif untuk menahan banjir dan meningkatkan konservasi air di hulu. Membangun pulau-pulau buatan (lihat Gambar 2.10) menjadi pilihan lain.

Pulau-pulau sungai buatan pada normalisasi dan pelurusan sungai umumnya dikeruk atau dihilangkan. Dalam renaturalisasi pembuatan pulau-pulau di tengah sungai ini umumnya sangat digemari di Eropa karena merupakan komponen ekologi- hidraulik yang sangat vital dan secara cepat dapat menyediakan lokasi berkembangnya keanekaragaman hayati sekaligus dapat menaikkan retensi hidraulik.

Gambar 2.10 Pulau Buatan pada Daerah Sungai Sumber: Maryono, 2000

Selanjutnya menurut Maryono (2000), untuk membangun pulau di sungai perlu dipelajari dan diteliti karakteristik pulau yang pernah ada dilokasi tersebut. Pulau-pulau buatan di sungai yang paling stabil adalah pulau buatan yang baik bentuk, formasi, maupun tata letaknya di sungai mengikuti karakteristik pulau alamiah yang pernah ada.

Pembuatan pulau ditengah sungai dapat dilakukan dengan cara langsung, yaitu dengan membangun pulau ditengah sungai dan cara tidak langsung yaitu membuat pelebaran di suatu penggal sungai sehingga kecepatan aliran sungai turun., pengendapan ditengah sungai terbentuk, selanjutnya secara simultan terbentuk pulau sungai. Keterlambatan renaturalisasi sungai biasanya banyak mendapat kesulitan misalnya, mahalnya pembongkaran kembali bantaran yang telah di talud dan seterusnya.

Dokumen terkait