• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Rencana Kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Tahun 2016

3.9 Rencana Kerja Tim Koordinasi Stretagis Sekretariat RAN

3.9.1 Rencana Kebijakan

Beberapa pelaksanaan kebijakan yang akan diselenggarakan oleh Tim Koordinasi RAN pada periode 2016 antara lain:

A. Kebijakan Pendaftaran Tanah Stelsel Positif

Sistem pendaftaran tanah yang dianut Indonesia saat ini adalah sistem pendaftaran tanah negatif/sistem publikasi negatif/stelsel negatif. Sistem ini tidak dapat memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah sehingga masih terdapat peluang pembatalan hak atas tanah. Untuk meningkatkan kepastian hukum diperlukan perubahan sistem pendaftaran tanah nasional dari sistem publikasi negatif menuju sistem publikasi positif. Pada sistem publikasi positif setiap informasi dijamin kebenarannya oleh negara dan bahkan jika terjadi

J a n u a r i 2 0 1 6

kesalahan informasi yang telah dijamin, negara mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan.

Konsekuensi logis penjaminan kebenaran informasi batas bidang tanah, diperlukan juga upaya memastikan setiap batas bidang tanah termasuk batas kawasan hutan dan non kawasan hutan. Publikasi batas kawasan hutan dan non kawasan hutan harus terdaftar (terregistrasi) dan terukur pada skala rinci yang sama pada setiap bidang (persil) yang berkaitan serta dipublikasikan dalam sistem informasi pertanahan. Hal tersebut berimplikasi kepada diperlukannya pengukuran batas kawasan hutan dan non hutan padaskala yang sama untuk dapat memberikan kepastian hukum hak atas bidang tanah yang berbatasan dengan kawasan hutan.

Informasi spasial peta dasar pertanahan diperlukan untuk mengidentifikasi cakupan wilayah nasional yang telah memiliki peta dasar pertanahan. Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial (2014) diketahui luas wilayah nasional Indonesia adalah 189.073.900 Ha. Direktorat Pemetaan Dasar, Badan Pertanahan Nasional sampai dengan tahun 2014 sudah menyusun peta dasar pertanahan dengan cakupan mencapai seluas 25.744.622,01 Ha atau 13,62% dari luas wilayah nasional. Data capaian pembaharuan peta dasar pertanahan untuk tahun 2015 belum dapat dilakukan, karena data tambahan dari BPN belum tersedia sehingga Tim Koordinasi Sekretariat Reforma Agraria Nasional belum dapat menghitung tambahan data di tahun 2015. Belum adanya tambahan data dari Kemen. ATR/BPN dikarenakan terlambatnya proses lelang yang dilakukan oleh Kemen. ATR/BPN.

Selanjutnya untuk cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi, berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Pertanahan dan LP2B-BPN RI diperoleh jumlah bidang kurang lebih 21 juta bidang, namun dari jumlah tersebut hanya 20 juta bidang yang valid untuk dapat dipetakan dan dihitung dalam persentase cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi. Sedangkan sisanya 1 juta bidang menjadi tidak valid untuk dipetakan karena beberapa hal, yaitu: (i) Kesalahan sistem proyeksi; (ii) Terdapat bidang tanah yang berpotongan dengan batas administrasi versi BIG; (iii) Kesalahan data luas tabular pada atribut keterangan bidang.

Perhitungan luas bidang tanah sesuai arahan BIG dalam menghitung luas area untuk seluruh Indonesia menggunakan proyeksi Lambert Cylindrical Equal Area. Dengan demikian, dari data jumlah bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi sebanyak 20 juta diperoleh luas sejumlah 8.182.106 Ha atau 12,5% dari luas kawasan budidaya Indonesia dan enclave (65.337.208 Ha). Area enclave merupakan bidang-bidang tanah yang bertumpukan pada kawasan hutan. Area tersebut ikut dihitung karena mempertimbangkan adanya Peraturan Bersama Empat Menteri (Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Kepala BPN) Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada di Kawasan Hutan yang diterbitkan pada tahun 2014. Dengan Peraturan Bersama tersebut dimungkinkan bidang tanah yang telah diterbitkan sertipikat dapat dikeluarkan dari kawasan hutan.

Terkait tanah adat/ulayat, penggunaan hukum pertanahan nasional tidak dapat dilakukan khususnya pada wilayah ulayat/adat terutama wilayah timur Indonesia, meskipun Indonesia memiliki hukum pertanahan yang mengatur secara jelas mengenai tata cara baik kepemilikan maupun proses jual beli. Adanya perbedaan penggunaan hukum tanah di berbagai wilayah di Indonesia seringkali menimbulkan konflik pertanahan sehingga sistem tenurial dan pola kerjasama pemanfaatan berdasarkan hukum pertanahan nasional tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya matrikulasi penyamaan pemahaman

J a n u a r i 2 0 1 6

konsep terlebih dahulu. Sehubungan dengan adanya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.9/2015 dengan konsep yang menyalahi kaidah hak masyarakat adat dan mencabut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.5/1999, menyebabkan pelaksanaan sosialisasi peraturan perundangan terkait tanah adat/ulayat harus didahului dengan penyelesaian konsep peraturan perundangan berlaku yang mengatur tanah adat/ulayat.

Untuk kebijakan pendaftaran tanah menjadi stelsel positif, pada tahun 2016 akan dilaksanakan beberapa kegiatan yang terdiri atas: (i) Pemantauan perkembangan cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan bidang tanah bersertipikat; (ii) Pelaksanaan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan; (iii) Penyusunan pedoman pelaksanaan tata batas kawasan hutan; dan (iv) Sosialisasi peraturan perundangan terkait tanah adat/ulayat. Kegiatan ini akan melibatkan pihak Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tabel 23 Para Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Kebijakan Pendaftaran Tanah Stelsel Positif

NO PIHAK PERAN

1 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

 Memperbaharui cakupan peta dasar pertanahan dan peta wilayah bersertipikat

 Melakukan pengukuran tanah kawasan hutan pada lokasi pilot project bersama tim dari Kementerian LHK

 Melakukan koordinasi kepada Kanwil BPN dan Kantah dalam pelaksanaan tata batas kawasan hutan

 Melakukan harmonisasi peraturan perundangan terkait tanah adat/ulayat

 Memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi peraturan • perundang-undangan tanah adat/ulayat

2 Kementerian PPN/Bappenas Melakukan koordinasi pembaruan data peta dasar pertanahan dan peta wilayah bersertipikat Menyusun informasi spasial berdasarkan data yang diperbaharui oleh Kementerian ATR/BPN Memfasilitasi koordinasi BPN dan Kementerian

LHK

Merumuskan draft pedoman pelaksanaan publikasi tata batas kawasan hutan

Melakukan koordinasi dalam harmonisasi peraturan perundangan terkait adat ulayat Melakukan koordinasi dengan BPN,

Kementerian LHK, dan Kementerian Dalam Negeri dalam sosialisasi peraturan perundang-undangan tanah adat/ulayat

3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

• Mengidentifikasi batas kawasan hutan pada lokasi pilot project bersama dengan tim dari BPN

• Melakukan pengukuran kawasan hutan pada lokasi pilot project bersama tim dari BPN

4 Kementerian Dalam Negeri  Melakukan koordinasi dalam harmonisasi peraturan perundangan terkait adat ulayat

 Memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang-undangan tanah adat/ulayat

J a n u a r i 2 0 1 6

Kegiatan yang dilakukan di tahun anggaran 2016 merupakan kegiatan koordinasi persiapan proses perubahan sistem pendaftaran tanah menuju sistem stelsel positif, dengan target dan indikator sebagai berikut:

 Pembaharuan informasi spasial peta dasar pertanahan dan peta cakupan wilayah bersertipikat;

 Tersusunnya pedoman pelaksanaan publikasi tata batas kawasan hutan;

 Terlaksananya harmonisasi peraturan perundangan terkait adat ulayat;

 Terlaksananya sosialisasi peraturan perundang-undangan tanah adat ulayat.

Tabel 32 Rencana Kerja Kebijakan Pendaftaran Tanah Stelsel Positif

NO KEGIATAN TARGET TAHUN 2016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Pemantauan

Perkembangan Cakupan Peta Dasar Pertanahan dan Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat Pembaharuan informasi spasial peta dasar pertanahan dan peta cakupan wilayah bersertipikat 2 Publikasi Tata Batas

Kawasan Hutan

Terlaksananya pilot project tata batas kawasan hutan Tersusunnya pedoman pelaksanaan tata batas kawasan hutan 3 Harmonisasi Peraturan Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat Terlaksananya koordinasi harmonisasi peraturan perundangan terkait tanah adat/ulayat Sosialisasi Peraturan Perundangan Tanah Adat/Ulayat Terlaksananya sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat

B. Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform

Kebijakan redistribusi tanah dan access reform atau lebih dikenal sebagai reforma agraria dalam arti sempit merupakan kebijakan yang dirancang untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa permasalahan, seperti: (1) Kelangkaan sumber tanah obyek reforma agraria (TORA) dimana sebagian besar berasal dari tanah kawasan hutan yang dapat dikonversi dan

J a n u a r i 2 0 1 6

tanah terlantar; (2) Data subjek penerima redistribusi tanah belum tersedia dengan baik; (3) Ketentuan tentang tata cara pengaturan (delivery mechanism) pelaksanaan redistribusi tanah belum jelas secara operasional; dan (4) Pengukuran kadastral dan identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) yang belum mencakup seluruh wilayah nasional.

Selain itu pelaksanaan redistribusi tanah belum disertai dengan pemberian akses sumber daya yang cukup kepada masyarakat. Sehingga program redistribusi tanah sebagai bagian dari reforma agraria belum dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat atas tanah yang dimiliki sebagaimana tujuan awal.

Dalam rangka melengkapi kegiatan redistribusi tanah maka pada tahun 2013 telah dilakukan identifikasi kegiatan institusi yang dapat mendukung kegiatan access reform dengan menggunakan data Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang kemudian dilanjutkan dengan berkoordinasi dengan K/L terkait, Pemda dan Direktorat mitra K/L di Bappenas. Pada tahun 2014 kegiatan redistribusi dan access reform dilanjutkan dengan pelaksanaan pilot project reforma agraria (redistribusi dan access reform). Hasil dari pelaksanaan pilot project reforma agraria tersebut digunakan untuk menyusun pedoman pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform. Pada tahun 2015 kegiatan redistribusi dan access reform dilanjutkan dengan monitoring pelaksanaan kegiatan reforma agraria pada lokasi pilot project, sosialisasi reforma agraria, serta koordinasi penyusunan peraturan presiden terkait reforma agraria, dengan melibatkan beberapa pihak di lingkungan Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian/Lembaga (antara lain: Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dll.), dan Pemerintah Daerah.

Tabel 33 Para Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform

NO PIHAK PERAN

1 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

Mengidentifikasi Potensi Tanah Objek Reforma Agraria

Mengidentifikasi tanah yang telah diredistribusi Mengidentifikasi tanah yang telah bersertifikat melalui program sertipikasi lintas K/L sebagai potensi pelaksanaan access reform

Melakukan sertipikasi pada tanah masyarakat di lokasi pelaksanaan kegiatan reforma agraria Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan

reforma agraria akses dan aset

2 Kementerian PPN/Bappenas Merumuskan arah kebijakan redistribusi dan access reform (reforma agraria)

Memfasilitasi koordinasi BPN, K/L terkait, dan Pemda untuk pelaksanaan reforma agraria Merumuskan draftt pedoman pelaksanaan

reforma agraria

Melakukan evaluasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan reforma agraria bersama K/L dan Pemerintah Daerah

Melakukan koordinasi dan pemantauan penyusunan peraturan presiden terkait reforma agraria

J a n u a r i 2 0 1 6

3 Kementerian/Lembaga Mengidentifikasi kegiatan pemberdayaan masyarakat pada lokasi pelaksanaan kegiatan reforma agraria

Melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat pada lokasi pelaksanaan kegiatan reforma agraria

4 Pemerintah Daerah • Mengidentifikasi lokasi pilot project reforma agraria

• Mengidentifikasi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh SKPD

• Mensosialisasikan pelaksanaan program reforma agraria

• Mengkoordinasikan teknis pelaksanaan reforma agraria

Kegiatan yang dilakukan pada tahun anggaran 2016 difokuskan pada pelaksanaan koordinasi pengembangan teknologi pangan dan pertanian untuk selanjutnya akan disusun sebagai bahan pedoman dalam pelaksanaan reforma agraria. Adapun target dan indikator kegiatan tersebut:

 Terlaksananya sosialisasi pelaksanaan reforma agraria;

Terlaksananya monitoring dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria pada lokasi pilot project;

Tersusunnya draft pedoman pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform pada tahap pengembangan teknologi pangan dan pertanian.

Tabel 34 Rencana Kerja Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform No KEGIATAN TARGET TAHUN 2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Persiapan Pelaksanaan Reforma Agraria Terlaksananya sosialisasi pelaksanaan reforma agraria Terlaksananya

monitoring dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria pada lokasi pilot project 2 Pelaksanaan Pilot project Reforma Agraria Tersusunnya draft pedoman pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform pada tahap pengembangan teknologi pangan dan pertanian

C. Kebijakan Penyediaan Tanah bagi Pembangunan Kepentingan Umum

Seiring semakin tingginya intensitas kebutuhan pembangunan serta semakin terbatasnya ketersediaan tanah secara simultan berakibat pada semakin sulitnya optimalisasi

J a n u a r i 2 0 1 6

pemanfaatan penggunaan tanah, khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Pemerintah pun mengalami kesulitan dalam melakukan proses pembebasan lahan, terutama terkait eksekusi pembebasan penguasaan lahan dan pembiayaannya yang menjadi sangat mahal. Itu semua terlihat melalui banyaknya kasus pembebasan lahan yang berlarut-larut. Di sisi lain, hak penduduk lain yang lebih membutuhkan dan mampu memanfaatkan bidang tanah tersebut tidak terpenuhi sehingga potensi kesejahteraan yang akan didapat tidak terwujud.

Melihat kondisi tersebut, dengan memperhatikan Pasal 9, ayat (3), dan Pasal 15, ayat (i) PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, terlihat bahwa negara memiliki kewenangan untuk melakukan pencadangan tanah. Berbeda dengan badan usaha swasta, negara dalam melakukan pencadangan tanah dan memanfaatkan tanah yang dikuasainya tidak terikat waktu karena pada akhirnya setiap bidang tanah yang dikuasai negara akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33, UUD 1945.

Praktik pencadangan tanah secara umum dikenal dengan terminologi Bank Tanah, dan di Indonesia secara luas dilakukan baik oleh badan usaha swasta, BUMD, maupun BUMN. Entitas badan hukum yang mewakili negara secara khusus untuk melakukan pencadangan tanah, atau Bank Tanah itu sendiri, justru belum dimiliki oleh Indonesia. Pada tahun 2014, telah dilakukan kajian terkait pelaksanaan Bank Tanah yang telah berjalan di beberapa negara, serta kajian konsep penerapannya di Indonesia.

Tabel 35 Para Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum

NO PIHAK PERAN

1 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

• Mengidentifikasi konsep pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah

• Mengidentifikasi hasil penyusunan Naskah Akademik Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah

2 Kementerian PPN/Bappenas • Membahas konsep pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah

• Menyusun TOR Naskah Akademik terkait Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah

Dari hasil kajian sebelumnya, pada tahun 2015 akan dilanjutkanpembahasan konsep pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah di Indonesia, dan menyusun TOR Naskah Akademik terkait Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah. Adapun target dan indikator kegiatan:

 Terlaksananya pembahasan konsep pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah di Indonesia

 Tersusunnya TOR Naskah Akademik terkait Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah

Tabel 36 Rencana Kerja Kebijakan Penyediaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum

No KEGIATAN TARGET TAHUN 2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

J a n u a r i 2 0 1 6

No KEGIATAN TARGET TAHUN 2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah di Indonesia pembahasan konsep pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah di Indonesia 2 Penyusunan TOR Naskah Akademik Lembaga Pencadangan Tanah/Bank Tanah Tersusunnya TOR Naskah Akademik terkait Lembaga Pencadangan Tanah/ Bank Tanah

D. Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan

Dalam rangka perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai sehingga dapat mempermudah dalam mengakomodasi dan implementasi kebijakan yang telah disusun. Kondisi proporsi Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan saat ini kurang mendukung pelaksanaan pengelolaan pertanahan, khususnya proporsi juru ukur yang masih sangat kurang yaitu hanya 13% dari keseluruhan pegawai BPN. Memperhatikan tingginya kebutuhan pelayanan pertanahan dan kurangnya jumlah pegawai BPN saat ini, maka perlu disusun kebijakan penerimaan PNS baru yang dapat merubah jumlah dan komposisi PNS menjadi lebih ideal. Dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara yang terbatas dan kebijakan organisasi birokrasi yang efektif dan efisien, beberapa pokok kebijakan yang diusulkan adalah: (i) Jumlah total PNS mencapai sekitar 26.000 orang atau bertambah sekitar 6.000 orang dari posisi Tahun 2012 yang berjumlah 20.184 orang; serta (ii) Komposisi jumlah PNS antara kompetensi juru ukur dengan bukan juru ukur adalah 40 : 60, di mana pada saat ini berada pada proporsi 13 : 87. Pada tahun 2014 telah dilakukan koordinasi untuk menyepakati proporsi ideal SDM BPN yang dibutuhkan, Kebutuhan ideal SDM bidang pertanahan disampaikan melalui surat No. 3248/3.2-1003/IX/2014 perihal Usulan Kebijakan Proporsi SDM Juru Ukur BPN yang ditandatangani oleh Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian, Badan Pertanahan Nasional. Dalam kurun waktu 10 tahun, BPN memperkirakan bahwa prosentase SDM bidang pertanahan yaitu juru ukur sebesar 40% dan non juru ukur sebesar 60%. Jumlah SDM juru ukur hingga 10 Tahun mendatang diharapkan mencapai 8.013 orang dengan jumlah ratarata penerimaan pegawai sebesar 570 orang setiap tahunnya dan jumlah rata-rata pegawai purnabakti sebesar 70 orang. Sedangkan jumlah SDM non juru ukur hingga 10 tahun kedepan diperkirakan mencapai 12.180 orang dengan jumlah rata-rata jumlah penerimaan pegawai sebesar 430 setiap tahunnya dan rata-rata pegawai purnabakti sebesar 860 orang.

Tabel 247 Para Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan

NO PIHAK PERAN

1 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

• Melaksanakan pemenuhan kebutuhan ideal SDM bidang pertanahan

2 Kementerian PPN/Bappenas Melakukan monitoring dan evaluasi penerimaan SDM bidang pertanahan

J a n u a r i 2 0 1 6 NO PIHAK PERAN

pertanahan pada tahun berikutnya

3 Kementerian PAN & RB Mengidentifikasi potensi penyesuaian SDM di BPN Mengidentifikasi kemungkinan pemenuhan

kebutuhan ideal SDM BPN dengan pendanaannya Kegiatan yang dapat dilakukan pada tahun 2016 adalah monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemenuhan jumlah kebutuhan ideal SDM bidang pertanahan pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, dengan mengacu pada hasil kesepakatan yang telah dicapai di tahun 2015. Berikut adalah target dan indikator kegiatan:

 Terlaksananya monitoring dan evaluasi penerimaan SDM bidang pertanahan

Tabel 258 Rencana Kerja Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan

NO KEGIATAN TARGET TAHUN 2016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Identifikasi Kesiapan Penerimaan SDM Bidang Pertanahan Teridentifikasinya kesiapan Kementerian ATR/BPN dalam penerimaan SDM bidang pertanahan 2 Identifikasi Pelaksanaan Penerimaan SDM Bidang Pertanahan Teridentifikasinya pelaksanaan penerimaan SDM bidang pertanahan di Kementerian ATR/BPN

Dokumen terkait