• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3. Kateter intravena dan antibiotik

3.13 Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan sistem komputerisasi dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Desain analitik dipakai untuk menganalisis variabel yang diduga berperan. Uji statistik yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik kondisional dan dilakukan penghitungan OR. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, analisis bivariat untuk melihat risiko setiap variabel bebas terhadap variabel tergantung dengan melihat nilai OR, dan analisis multivariat untuk melihat variabel yang paling besar risikonya terhadap kejadian ISK pada neonatus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

BAB 4. HASIL

Penelitian dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Diperoleh sampel 60 neonatus yang terdiri dari 30 neonatus penderita ISK dan 30 neonatus tidak menderita ISK. Total sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 60 neonatus, dibagi menjadi dua kelompok yaitu 30 kelompok kasus dan 30 kelompok. (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Profil penelitian

60 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Penderita ISK (Kasus) n= 30

Tidak menderita ISK (kontrol) n= 30

Neonatus dengan kultur (-) N = 30

Neonatus dengan kultur (+) N = 30

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subjek penelitian Karakteristik Kelompok kasus (n=30) Kelompok kontrol (n=30) Usia (hari), mean (SD)

Usia ibu (tahun), mean (SD) Usia ayah (tahun), mean (SD)

Berat badan lahir (gram), mean (SD) Jenis persalinan, n(%) 7.8 (5.4) 25.9 (3) 27.3 (3.2) 2462 (808.0) 8.9 (7.7) 26.2 (3.7) 28.1 (3.4) 2599 (608.9) - Cesar 12 (40) 15 (50.0) - Pervaginam 18 (60) 15 (50.0)

Rata-rata usia kelompok kasus adalah 7.8 hari, dan kelompok kontrol 8.9 hari. Rata-rata usia ibu saat melahirkan pada kelompok kasus adalah 25.9 tahun, dan kelompok kontrol 26.2 tahun. Rata-rata usia ayah pada kelompok kasus adalah 27.3 tahun, dan kelompok kontrol adalah 28.1 tahun. Rata-rata berat badan lebih tinggi pada kelompok kontrol dan jenis persalinan yang terbanyak adalah pervaginam (tabel 4.1).

Tabel 4.2. Hubungan faktor risiko dengan kejadian ISK (analisa bivariat) Faktor risiko Kasus n(%) Kontrol n(%) OR 95% CI p Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 20 (66.7) 10 (33.3) 16 (53.3) 14 (46.7) 0.571 0.201 – 1.624 0.292 BBLSR (< 1500 g) Ya Tidak 7 (23.3) 23 (76.7) 1 (3.3) 29 (96.7) 8.826 1.012- 76.960 0.023 Kateter intravena dan antibiotik Ya Tidak 28 (93.3) 2 (6.7) 22 (73.3) 8 (26.7) 5.091 0.981-26.430 0.038 Sepsis Ya Tidak 13 (43.3) 17 (56.7) 5 (16.7) 25 (83.3) 3.824 1.150 – 12.713 0.024 Ventilator Ya Tidak 2 (6.7) 28 (93.3) 4 (13.3) 26 (86.7) 2.154 0.363 – 12.764 0.389

Tabel 4.2 menunjukkan analisa bivariat masing-masing faktor risiko dengan kejadian ISK pada neonatus menggunakan uji regresi logistik. Hasil data menunjukkan variabel faktor risiko yang bermakna dengan nilai P < 0.05 adalah sepsis dengan nilai OR 3.824, penggunaan antibiotik dan kateter vena dengan nilai OR 5.091, serta BBLSR dengan OR 8.826, kemudian variabel dengan nilai P < 0.25 dapat dimasukkan dalam analisa multivariat untuk mengetahui variabel yang paling besar faktor risikonya.28 Variabel yang dimasukkan dalam analisa multivariat adalah sepsis, penggunaan kateter vena dan antibiotik, dan BBLSR. Analisa multivariat dilakukan menggunakan uji regresi logistik dengan metode Stepwise Backward Selection.

Tabel 4.3. Hubungan faktor risiko dengan kejadian ISK (analisa multivariat)

*Signifikan

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa variabel faktor risiko ISK yang paling berpengaruh dengan nilai P < 0.05 adalah BBLSR, dan sepsis. Sepsis

Faktor risiko Koefisien Adjust

OR

IPK 95% p

Langkah 1

BBLSR 2.739 15.464 1.484 – 161.169 0.022

Kateter Vena & Antibiotik 1.710 5.531 0.863 – 35.453 0.071

Sepsis 1.659 5.254 1.416 – 19.494 0.013

Langkah 2

BBLSR 2.611 13.608 1.481 – 125.047 0.021*

memiliki OR 5.301 yang berarti neonatus yang sepsis akan berisiko 5.301 kali lebih tinggi menderita ISK dibandingkan dengan neonatus yang tidak sepsis. Berat badan lahir sangat rendah memiliki OR 13.608 yang berarti neonatus dengan BBLSR akan berisiko 13.608 kali lebih tinggi menderita ISK dibandingkan dengan neonatus yang berat lahir > 1500 gram.

Tabel 4.4. Jenis Kuman pada urin dan darah pada kelompok kasus

Jenis Kuman Urin

(n=30) Darah (n=30) Klebsiella pneumonia, n(%) 5 (16.7) 1 (3.3) Enterobacter cloacae, n(%) 2 (6.7) 0 (0) Escherichia coli, n(%) 13 (43.3) 8 (26.7) Streptococcus agalactie, n(%) 9 (30.0) 2 (6.7) Streptococcus faecalis, n(%) 1 (3.3) 0 (0) Streptococcus pyogenes, n(%) 0 (0) 1 (3.3) Acitenobacter baumanii, n(%) 0 (0) 2 (6.7) Acitenobacter junii, n(%) 0 (0) 1 (3.3) Staphylococcus haemolyticus, n(%) 0 (0) 1 (3.3)

Tidak dijumpai pertumbuhan, n(%) 0 (0) 14 (46.7)

Dari tabel 4.4 diketahui bahwa jenis kuman pada urin dan darah yang terbanyak adalah Escherichia coli sebanyak 13 (43.3) dan 8 (26.7).

BAB 5. PEMBAHASAN

Infeksi saluran kemih merupakan penyebab infeksi yang umum pada anak dan bayi. Tidak seperti pada usia dewasa, ISK pada anak akan menyebabkan kondisi medis kronis yang kemudian menyebabkan gangguan ginjal di kemudian hari.3 Kerusakan yang disebabkan ISK dini memiliki komplikasi yang sangat berat, namun gejala klinis seringkali tidak spesifik,7 adapun komplikasi tersebut seperti parut ginjal yang merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal terminal.9 Infeksi saluran kemih pada neonatus seringkali timbul bersamaan dengan sepsis.7 Sehingga sulit menentukan apakah sepsis merupakan sebab atau akibat dari bakteremia.5

Insidensi ISK secara langsung berkaitan dengan adanya beberapa faktor risiko, di antaranya adalah jenis kelamin laki-laki, BBLSR, penggunaan kateter vena dan antibiotik, adanya sepsis dan penggunaan ventilator.5

Pada studi ini dilakukan penilaian faktor risiko pada neonatus terhadap kejadian ISK pada neonatus. Adapun faktor risiko yang dinilai dalam studi ini adalah berat badan lahir sangat rendah dan jenis kelamin laki-laki, yang merupakan faktor risiko klasik,5 juga dilakukan penilaian terhadap faktor risiko lain seperti sepsis, penggunaan kateter vena dan antibiotik, serta penggunaan ventilator. Dasar dari jenis kelamin laki-laki dianggap faktor risiko klasik adalah karena adanya kulup penis pada neonatus sebagai tempat kolonisasi periuretral pada usia awal kehidupan.27

Diagnosis ISK pada studi ini dibuat berdasarkan hasil kultur urin yang diambil dari kantong urin steril. Hal ini dikarenakan pada tempat dilaksanakan studi ini aspirasi suprapubik tidak lazim digunakan pada neonatus mengingat kesulitannya dan angka sukses yang sangat rendah (23% sampai 99%), menimbulkan nyeri, infasif, dan bila dilakukan oleh dokter yang kurang

berpengalaman dapat membahayakan.3,15 Penggunaan spesimen dari

kantong urin steril adalah yang paling mudah dan tidak traumatik.3 Mengingat sterilnya urin, apabila dari aspirasi suprapubik dijumpai satu bakteri saja sudah dikatakan ISK, maka untuk meminimalisasi positif palsu, dalam studi ini digunakan titik potong lebih dari 105/ml koloni bakteri.

Pada analisa bivariat untuk masing-masing faktor risiko, terlihat bahwa BBLSR (OR 8.826, IPK 95% 1.012-76.960), penggunaan kateter vena dan antibiotik (OR 5.091, IPK 95% 0.981-26.430), serta sepsis (OR 3.824, IPK 95% 1.150-12.713) merupakan faktor risiko dan bermakna secara signifikan (p < 0.05 (tabel 4.2). Dari hasil studi didapati bahwa jenis kelamin laki-laki mendominasi pada kelompok kasus yaitu 20 (66.67%) dan sesuai dengan penelitian sebelumnya,5,11 namun dari analisa hasil tidak bermakna dengan p = 0.292, hal ini mungkin dikarenakan jumlah sampel yang kecil.

Pada studi ini penggunaan kateter vena dan antibiotik disatukan dalam penghitungan statistik karena rawatan pada ruang perinatologi yang diindikasikan infus selalu pasien dengan sangkaan sepsis dan kemudian selalu diberikan antibiotik empiris.

Pada analisa multivariat kemudian ditemukan bahwa penggunaan kateter vena dan antibiotik tidak bermakna yang mungkin disebabkan karena faktor risiko tersebut dijadikan satu dalam studi ini, sehingga faktor risiko ISK pada neonatus menurut studi ini adalah BBLSR (OR 13.608, IPK 95% 1.481-125.047) dan sepsis (OR 5.301, IPK 95% 1.506-18.661).

Pada studi ini sepsis merupakan faktor risiko dari ISK, hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya.5,11,29 Dengan belum dapat dipastikannya kejadian ISK atau sepsis yang timbul terlebih dahulu,5 kultur urin memiliki kepentingan dalam penentuan terapi dari ISK dan bakterimia terutama pada tempat dengan fasilitas terbatas.30,31

Pada studi ini didapat BBLSR merupakan faktor risiko dan hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.5 Berat badan lahir sangat rendah berkontribusi dalam terjadinya ISK pada neonatus karena pada keadaan demikian sistem imun sistemik neonatus tidak berkembang secara lengkap.3,5

Hasil studi ini yang menunjukkan bahwa terdapat kaitan erat antara sepsis dengan kejadian ISK. Hal ini dapat dijadikan pedoman bahwa pada neonatus dengan tanda sepsis sebaiknya diperiksa kultur darah dan urin guna mengetahui sensitivitas terapi antibiotik dan jenis kuman yang menyebabkan ISK dikarenakan tingginya resistensi kuman pada ISK neonatus.32

Pada tabel jenis kuman (tabel 4.4) dapat dilihat bahwa jenis kuman pada kultur urin yang dominan pada penelitian ini adalah Escherichia coli

dengan jumlah 13 (43.3%) diikuti dengan Streptococcus agalactie dengan jumlah 9 (30%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dengan jumlah kuman terbanyak adalah E. Coli.5,6,9

Pada studi ini, tidak semua hasil kultur urin menunjukkan hasil kultur darah yang sama. Dari hasil kultur urin dengan Escherichia coli sebanyak tiga belas, didapati delapan (61.5%) pasien dengan hasil kultur darah dengan jenis kuman yang sama. Hal ini juga menunjukkan pada studi ini tidak semua ISK diakibatkan penyebaran hematogen. Hal ini mungkin terjadi karena adanya penurunan sistem imun pada keadaan sepsis.33 Ada bukti bahwa terjadinya suatu keadaan antiinflamasi sistemik berat yang mengikuti onset sepsis.34,35 Hal tersebut akan mendukung mekanisme awal bakteri dalam menyebabkan ISK yaitu infestasi uroepitel,36 dan pada keadaan ini akan terbentuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.11

Pada studi ini didapati Streptococcus agalactie menempati urutan ke dua pada hasil kultur urin. Sreptococcus agalactie adalah nama lain streptococcus grup B. Bakteri ini sering menyebabkan masalah pada kehamilan dan neonatus.37 Bakteri jenis ini lebih sering menyebabkan ISK pada neonatus dibandingkan dengan usia yang lebih tua.3 Transmisi bakteri ini secara vertikal dan dapat mengakibatkan ISK.36 Hal ini sesuai dengan temuan studi ini di mana dari sembilan dengan hasil kultur bakteri tersebut, delapan (88.8%) di antaranya lahir secara pervaginam, menunjukkan adanya

peran transmisi vertikal pada ISK neonatus. Pada hal demikian, dapat diberikan antibiotik intrapartum.38

Kelemahan studi ini adalah masih digunakannya pampers pada pasien rawatan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil, tidak dibedakan waktu pemberian anitbiotik yang mungkin bisa berpengaruh pada hasil kultur darah maupun urin, tidak dilakukannya pengumpulan sampel menggunakan aspirasi suprapubik karena belum sering digunakan pada neonatus di tempat studi dilaksanakan. Studi ini juga memiliki beberapa keterbatasan seperti halnya studi kasus kontrol lainnya di mana adanya kesulitan memilh kontrol yang tepat. Matching sesuai jenis kelamin juga tidak dilakukan karena jenis kelamin termasuk dalam faktor risiko. Bias seleksi dapat terjadi dimana kelompok yang dimasukkan dalam studi ini terbatas pada pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga tidak menggambarkan populasi secara umum.

Dokumen terkait