• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Penelitian merupakan penelitian, untuk mengetahui efek albendazole selama 5 dan 7 hari terhadap kesembuhan infeksi trichuriasis digunakan uji kai-kuadrat. Sedangkan untuk mengetahui efek albendazole selama 5 dan 7 hari terhadap jumlah telur T. trichiura digunakan uji t independent, dengan interval kepercayaan 95% dan P < 0,05.

BAB 4. HASIL

Penelitian ini dilakukan pada anak murid SD Negeri No. 053980 Jaring Halus Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan mulai bulan Agustus dan September 2009. Jumlah total murid 435 orang, dari 248 orang murid yang mengembalikan pot, didapatkan 215 anak murid SD positif menderita kecacingan trichuriasis melalui pemeriksaan Kato-Katz. Dari 215 anak murid SD tersebut hanya 124 anak SD yang memenuhi kriteria penelitian, lalu secara acak sederhana dibagi 2 kelompok dengan kelompok I (albendazole dosis tunggal diberikan selama 5 hari) yaitu 62 anak murid SD dan kelompok II (albendazole dosis tunggal selama 7 hari) yaitu 62 anak murid SD. Pada akhirnya kelompok I hanya diikuti oleh 61 anak murid SD dan kelompok II diikuti 60 anak murid SD yang sampai akhir mengikuti penelitian. Profil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Profil penelitian

Dari data yang ditemukan prevalensi kecacingan STH murid SD Negeri No. 053980 Jaring Halus Kecamatan Secanggang didapatkan sebesar 87%. Pada penelitian ini kami mendapatkan sebesar 23.3% infeksi trichuriasis pada murid SD Negeri di Jaring Halus.Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik dasar dari masing-masing kelompok penelitian. Karakteristik murid sekolah dasar kedua kelompok studi tidak berbeda, baik yang mendapatkan terapi albendazole selama 5 hari atau selama 7 hari. Hal ini terlihat dari karakteristik umur (P = 0.816), berat badan (P = 0.645) dan tinggi badan (P = 0.763).

215 anak murid SD positif menderita kecacingan

Anak SD mengikuti penelitian (N=124)

Grup I : Albendazole 400 mg dosis tunggal selama 5 hari (n=62)

Grup II : Albendazole 400 mg dosis tunggal selama 7 hari (n=62)

Murid SD ikut penelitian sampai akhir (n=61)

Drop out (n=1) Drop out (n=2)

91 anak tidak mengembalikan pot untuk pemeriksaan tinja

Randomisasi

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek

Lama pemberian albendazole 5 hari (n=61) 7 hari (n=60) P Umur (tahun) 0.816 Rentang 6 – 14 6 – 13 Rata-rata (SD) 9.5 (1.85) 9.6 (1.71)

Jumlah dan (%) subyek

Laki-laki 30 (51.72) 28 (48.28) 0.925 Perempuan 31 (49.21) 32 (50.79) Rata-rata (SD) berat (kg) 22.3 (5.53) 21.8 (4.18) 0.645 Rata-rata (SD) tinggi (cm) 124.9 (9.88) 124.4 (8.96) 0.763 Trichuris egg (eggs/g feces) 0.001 Rentang 46 – 6900 46 – 3036 Rata-rata (SD) 372.9 (962.60) 516.7 (624.99)

Jumlah telur trichiuris 0.001 Rentang 2 – 300 2 – 132

Rata-rata (SD) 16.2 (41.85) 22.5 (27.17)

Dari karakteristik jenis kelamin pada kedua kelompok ini juga tidak berbeda (P = 0.925). Pada hasil jumlah pengeluaran telur dan jumlah telur T. trichiura terdapat perbedaan diantara kedua kelompok (P < 0.05).

Tabel 4.2 memperlihatkan angka kesembuhan anak murid sekolah dasar yang mendapatkan terapi albendazole selama 5 hari dengan albendazole selama 7 hari, dosis tunggal.

Tabel 4.2. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi trichiuriasis sampai pengamatan 4 minggu

Kesembuhan

Sembuh Tidak sembuh P

n % n %

Albendazole 5 hari (minggu ke 1) 24 39.3 37 60.7 0.001 Albendazole 7 hari (minggu ke 1) 52 86.7 8 13.3

Albendazole 5 hari (minggu ke 2) 42 68.9 19 31.1 0.017 Albendazole 7 hari (minggu ke 2) 53 88.3 7 11.7

Albendazole 5 hari (minggu ke 3) 54 88.5 7 11.5 0.163 Albendazole 7 hari (minggu ke 3) 58 96.7 2 3.3

Albendazole 5 hari (minggu ke 4) 57 93.4 4 6.6 0.365 Albendazole 7 hari (minggu ke 4) 59 98.3 1 1.7

Terapi albendazole selama 5 hari dibandingkan dengan 7 hari memberikan hasil yang berbeda pada minggu pertama dan kedua pengobatan. Dilihat dari Tabel 4.2 pada pengamatan minggu pertama setelah terapi selama 5 hari

menunjukkan kesembuhan sebanyak 39.3% dibandingkan dengan pemberian selama 7 hari di mana kesembuhannya sebanyak 86.7% (P = 0.001). Pada pengamatan minggu kedua setelah terapi selama 5 hari kesembuhan naik menjadi 68.9% dan terjadi kenaikkan kesembuhan pada terapi selama 7 hari sebesar 88.3% (P = 0.017).

Sedangkan pengamatan minggu ketiga juga terjadi kenaikan kesembuhan dari terapi 5 hari sebesar 88.5% dan terapi selama 7 hari 96.7% (P = 0.163). Pengamatan pada minggu keempat pada terapi 5 hari kesembuhan menjadi lebih tinggi yaitu 93.4% dan terapi 7 hari yaitu 98.3% (P = 0.365).

Perbedaan pemberian terapi selama 5 dan 7 hari menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama (P = 0.001) dan minggu kedua (P = 0.017), sedangkan pada pengamatan minggu ketiga tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna diantara dua kelompok tersebut (P = 0.163) dan minggu keempat (P = 0.365).

Tabel 4.3. menunjukkan penurunan telur selama penelitian terhadap terapi albendazole selama 5 dan 7 hari.

Tabel 4.3. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari terhadap penurunan telur T.trichiura

Albendazole Penurunan telur

Rata-rata (SD)

P

5 hari 6.6 (11.30) 0.001 7 hari 20.3 (23.77)

Pada pemberian albendazole 5 dan 7 hari didapati penurunan telur yang berbeda bermakna (P = 0.001) dengan penurunan telur rata-rata albendazole 5 hari sebesar 6.6 dan albendazole 7 hari sebesar 20.3.

Tabel 4.4 menunjukkan perbandingan tingkat kesembuhan dari total semua anak yang mendapat pengobatan setiap minggu setelah terapi

Tabel 4.4 Perbandingan tingkat kesembuhan setiap minggu setelah terapi

Lama pemberian Tingkat Kesembuhan (%)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

5 hari 39.3 68.9 88.5 93.4

7 hari 86.7 88.3 96.7 98.3

Dari tabel 4.4 didapati bahwa tingkat kesembuhan setelah pemberian terapi albendazole 5 dan 7 hari semakin meningkat setiap minggunya. Mulai dari

minggu pertama didapati tingkat kesembuhan 39.3% dari total anak yang diterapi hingga pada minggu ke empat setelah terapi angka kesembuhan menjadi 93.4% untuk pemberian albendazole selama 5 hari. Pada pemberian albendazole 7 hari, minggu pertama tingkat kesembuhannya 86.7% dan pada minggu keempat 98.3%.

Tabel 4.5 Gejala-gejala yang timbul selama pengamatan pemberian albendazole 5 dan 7 hari

Gejala Lama pemberian albendazole P

5 hari (n=61)

7 hari (n=60)

Jumlah dan (%) subyek

Anoreksia 0 (0) 0 (0) 0.001 Insomnia 0 (0) 0 (0) Mual 1 (1.6) 0 (0) Pusing 2 (3.3) 1 (1.7) Mulut kering 0 (0) 3 (5.0) Sakit kepala 0 (0) 0 (0) Diare 0 (0) 1 (1.7)

Tabel 4.5 menunjukkan gejala-gejala yang timbul selama pemberian albendazole pada saat penelitian, dijumpai perbedaan bermakna diantara kedua kelompok (P = 0.001), pada pemberian albendazole 7 hari didapati

anak yang mengeluhkan mulut kering sebanyak 3 orang (5.0%), diare 1 orang (1.7%), pusing 1 orang (1.7). Pemberian albendazole selama 5 hari hanya 2 orang anak yang mengeluhkan pusing (3.3%) dan 1 orang mengeluhkan mual (1.6%).

BAB 5. PEMBAHASAN

Pada penelitian sebelumnya, prevalensi trichuriasis di Sumatera Utara pada tahun 1995 didapatkan 78.6%.23 Pada penelitian ini kami mendapatkan angka yang lebih rendah yaitu sebesar 23.3% infeksi trichuriasis pada murid SD Negeri di Jaring Halus. Dari data didapat bahwa kecacingan yang terjadi disebabkan oleh Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura ataupun salah satunya, infeksi tunggal A. lumbricoides sebesar 6.2%.

Faktor lingkungan seperti iklim Indonesia yang beriklim tropis menjadikannya daerah dengan tingkat infeksi STH yang tetap tinggi.3 Data yang diperoleh tahun 2005 mengatakan bahwa prevalensi infeksi STH di Indonesia lebih dari 50% untuk anak-anak usia sekolah.1

Terjadinya angka kecacingan yang cukup tinggi bisa disebabkan oleh perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Suatu penelitian yang memeriksa anak-anak dari lima komuniti di Madras, India menemukan bahwa prevalensi dan intensitas kecacingan akan sangat lebih tinggi pada daerah desa nelayan dimana anak-anak tidak memakai alas kaki, tidak mempunyai kamar mandi dan kurangnya air bersih.25 Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk serta higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi.1,4,5,14 Hal ini mendukung penelitian kami bahwa SD Jaring Halus merupakan daerah desa nelayan yang harus ditempuh dengan perahu. Untuk sampai ke dermaga harus

berjalan sekitar 1,5 jam dari kota Stabat kemudian menaiki perahu sekitar 45 menit untuk mencapai Desa Jaring Halus, desa ini tidak bisa ditempuh dengan perjalanan darat.

Desa Jaring Halus hanya memiliki satu sekolah dasar yang mempunyai fasilitas sekolah yang kurang memadai untuk air bersih terutama kamar mandi, serta desa yang sebagian besar penduduknya mempunyai kondisi ekonomi yang rendah. Anak-anak bersekolah hanya sedikit memakai sepatu dan untuk keseharian tidak memakai sepatu atau sandal untuk berjalan-jalan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, Indonesia mengatakan bahwa bahwa prevalensi kecacingan yang tinggi berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi. Anak-anak yang memiliki kamar mandi di rumah, tinggal di rumah dengan lantai semen selalu menggunakan sandal memiliki tingkat prevalensi yang rendah.24

Infeksi cacing dapat mengganggu tumbuh kembang anak dengan timbulnya gangguan proses belajar, malnutrisi juga pada aktivitas anak sehari-hari.26 Salah satu mekanisme bagaimana infeksi cacing dapat mengganggu status nutrisi penderita kecacingan adalah dengan mengganggu absorpsi dan pencernaan sehingga terjadi malnutrisi dan malabsorpsi serta terjadinya respon inflamasi yang mengganggu selera makan penderita kecacingan.27 Pada penelitian ini status gizi baik pada kedua kelompok sampel yang diteliti. Status gizi baik pada sampel penelitian

ini diterangkan oleh rendahnya beban cacing yang tercermin dari derajat intensitas trichuriasis yang diderita.28

Pengobatan infeksi trichuriasis dengan dosis tunggal albendazole 400 mg selama ini tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. pada sebagian besar kasus trichuriasis pengobatan dengan albendazole dosis tunggal dikatakan tidak efektif.14,29 Dosis yang berulang sering diperlukan untuk mencapai kesembuhan terhadap infeksi cacingan pada sebagian kasus.29 Pada penelitian ini kelompok yang mendapatkan albendazole 5 hari berturut (kelompok 1) memberikan angka kesembuhan yang rendah yaitu 39.3% pada minggu pertama, pada kelompok yang mendapatkan albendazole 7 hari berturut (kelompok 2) angka kesembuhannya tinggi yaitu 86.7% pada minggu pertama. Pemeriksaan pada minggu kedua ternyata didapati peningkatan kesembuhan pada kedua kelompok, pada kelompok 1 memiliki angka kesembuhan 68.9% dan kelompok kedua 88.3% (tabel 4.2). Angka penurunan telur juga didapatkan tinggi sebesar 20.3% pada kelompok 2 dan 6.6% pada kelompok 1 (tabel 4.3).

Hal ini sesuai dengan penelitian di Thailand yang menyatakan bahwa pengulangan dosis yang diberikan berturut lebih efektif untuk kesembuhan dan penurunan jumlah telur terhadap trichuriasis.14 Data dari Cape Town di Afrika Selatan mendapati pemberian albendazole dengan dosis lebih besar menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi 23% (400mg), 56% (800 mg), 67% (1200 mg) serta penurunan telur yang tinggi pula 96.8%, 99.3% dan

99.7% terhadap trichuriasis.7 Suatu laporan kasus dari Brazil mendapati penyembuhan terhadap pasien yang mengalami infeksi trichuriasis berat tidak memberikan kesembuhan pada pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari, tetapi pada pemberian albendazole 5 hari berturut memberikan kesembuhan pada pasien tersebut.30 Hal ini sedikit berbeda dengan hasil yang ditemukan pada penelitian albendazole di Sumatera Utara pada tahun 1995 menunjukkan efektivitas yang tinggi. Albendazole400 mg dosis tunggal yang dipakai memberikan angka kesembuhan dan penurunan telur masing-masing sebesar 93.48% dan 99.69% terhadap trichuriasis.24 Penelitian lain di Peru menunjukkan angka kesembuhan terhadap trichuriasis sebesar 58% untuk infeksi ringan dan penurunan telur sebesar 98.4% dengan pemberian albendazole 400 mg dosis tunggal.31 Pemberian albendazole lainnya yang telah diteliti seperti pada penelitian di Nigeria melaporkan penurunan tingkat prevalensi dari 84% menjadi 41.7%.32 Peneliti yang sama pada tahun 2007 kembali melaporkan angka penurunan telur sebesar 56.1%.33 Suatu systematic review masih merekomendasikan pemakaian albendazole untuk mengatasi semua jenis infeksi STH dikarenakan memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi.34

Pemberian albendazole sebagai antihelmintik tidak saja membunuh stadium dewasa dari nematoda tetapi juga membunuh atau mensterilkan telur dan larva.6,9,18 Telur T. trichiura yang sudah mendapat albendazole tidak akan menjadi telur yang fertilized dan tidak akan mengkontaminasi kembali

lingkungan, hal ini menjadi pertanyaan mengapa setiap penelitian infeksi kecacingan penurunan jumlah telur masih tetap dinilai. Efektivitas masih dikatakan baik bila angka penurunan telur tinggi tanpa disertai angka kesembuhan yang tinggi. Angka penurunan telur dianggap cukup karena menunjukkan penurunan beban cacing sehingga transmisi menjadi lebih jarang.35 Antihelmintik yang digunakan pada kedokteran hewan mengatakan efektivitas dari antihelmintik ditentukan selama penentuan dosis dan konfirmasi penelitian dari penurunan jumlah cacing, dan keberhasilan penelitian ditentukan dari pengurangan jumlah telur. Dua indikator yang menentukan efektivitas antihelmintik pada pengobatan manusia adalah angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur.36

Pada pengamatan tingkat kesembuhan pada penelitian ini ditemukan pada minggu ketiga untuk kelompok 1 sebesar 88.5% dan kelompok 2 sebesar 96.7% dan pada minggu keempat untuk kelompok 1 sebesar 93.4% dan kelompok kedua sebesar 98.3% (table 4.4), menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok dan kedua minggu ini (P > 0.005). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Cape Town, Afrika Selatan yang mendapati pengulangan terapi tidak menghasilkan angka kesembuhan yang bermakna setelah tercapai efek yang berbeda disetiap dosisnya.7 Penelitian di Bangladesh mendapatkan jumlah telur T. trichiura kembali meningkat pada hari pemantauan ke 10 setelah pemberian albendazole dosis berulang selama 3 atau 5 hari.37 Penelitian di Uganda mendapatkan angka

kesembuhan yang rendah pada pemberian albendazole 400 mg dosis tunggal pada minggu pertama dan kedua terapi tetapi memberikan angka penurunan telur yang tinggi.38

WHO menganjurkan waktu pengamatan setelah pemberian antihelmintik yang dianjurkan idealnya adalah 10 sampai 14 hari. Interval pengamatan yang lebih lama akan memberikan angka efektivitas yang lebih rendah karena terjadi maturasi dari cacing-cacing yang masih berada di stadium immature. Cacing stadium immature tidak ikut terbunuh pada pemberian antihelmintik sehingga telur akan kembali dihasilkan setelah cacing matur.36 Peningkatan kembali jumlah telur yang diamati ini juga mengindikasikan albendazole mungkin bisa menghambat produksi telur T. trichiura, akan tetapi inhibisi ini hanya bersifat sementara dan hilang dalam 2 minggu.37,38

Pada penelitian ini didapati efek samping yang dikeluhkan oleh anak-anak selama pemakaian albendazole 5 hari berturut yaitu mual pada 1 orang anak dan pusing pada 2 orang anak, selama pemakaian albendazole 7 hari berturut didapati keluhan pusing pada 1 orang anak, mulut terasa kering pada 3 orang anak dan diare pada 1 orang anak (table 4.5). Semua efek samping ini hilang dalam 1 hari tanpa diberi pengobatan. Efek samping pemberian albendazole selama 3 hari, 5 hari dan 7 hari pada suatu penelitian di Thailand hanya didapati sakit kepala, pusing dan susah tidur.8 Hal ini dijumpai juga pada penelitian di Medan Tembung pemakaian albendazole dosis tunggal

selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari dijumpai sakit kepala pada 2 orang murid.39 Pemberian albendazole memberikan efek samping yang sangat jarang, hanya gejala gastrointestinal (termasuk diare, nyeri epigastrial, muntah secara keseluruhan).40 Suatu systematic review hanya mendapatkan kejadian efek samping sebesar 0.14% pada penggunaan albendazole dosis tunggal.12

Dari penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan antara lain diagnostik trichuriasis di penelitian ini juga hanya melalui pemeriksaan Kato-Katz tunggal. Akurasi pemeriksaan Kato-Katz dalam mendeteksi infeksi STH sangat dipengaruhi variasi ekskresi telur cacing dari hari ke hari berikutnya. Pada suatu penelitian mengenai sensitivitas dan spesifisitas Kato-Katz sebagai alat pemeriksaan di Amerika Serikat disarankan pemeriksaan beberapa spesimen untuk meningkatkan akurasi metode ini.41 Penelitian ini juga tidak melakukan blinding pemberian terapi, sehingga ada kemungkinan terjadinya bisa dalam pengukuran dan interpretasi hasil penelitian.

Dokumen terkait