• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efektivitas Albendazole 5 dan 7 hari pada Infeksi Trichuris trichiura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efektivitas Albendazole 5 dan 7 hari pada Infeksi Trichuris trichiura"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ALBENDAZOLE 5 DAN 7 HARI PADA INFEKSI TRICHURIS TRICHIURIA

ARIDAMURIANY DWIPUTRI LUBIS

087103006/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ALBENDAZOLE 5 DAN 7 HARI PADA INFEKSI TRICHURIS TRICHIURIA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang

Ilmu Kesehatan Anak/MKed Ped pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

ARIDAMURIANY DWIPUTRI LUBIS 087103006/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Penelitian : Perbandingan Efektivitas Albendazole 5 dan 7 hari pada Infeksi Trichuris

trichiura

Nama Mahasiswa : Aridamuriany Dwiputri Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 087103006

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)

Ketua

Dr. Muhammad Ali, SpA(K)

Anggota

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 16 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc (CTM), SpA(K) ………

Anggota: 1. Dr. Muhammad Ali, SpA(K) ………

2. Dr. Endang H. Ganie, DTM&H, SpPar(K) ………

3. Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) ………

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya serta atas ridhaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU

/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di

masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, SpA(K), Msc

(CTM) dan dr. Muhammad Ali, SpA(K),yang telah memberikan bimbingan,

bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan

penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan

Anak FK-USU yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan dalam

(6)

3. Dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter Spesialis Anak FK-USU yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM), Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu

Kesehatan Anak dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu

Kesehatan Anak di FK USU.

5. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, K-GEH, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Kesehatan Anak dan PPDS Ilmu

Kesehatan Anak di FK USU.

6. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan

pada penulis untuk mengikuti pendidikan selama di rumah sakit.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam

pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Kepala Sekolah SD Negeri 053980 Jaring Halus Kecamatan Secanggang,

Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin

dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

9. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu

saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Kak Gema

(7)

Rosa, Schenny, Hendri Wijaya, Badai Buana, Ade Rachmat, Fadli Syahputra,

Ifo Faujiah, Windya Sari, Winra Pratita Terimakasih untuk kebersamaan kita

dalam menjalani pendidikan selama ini.

10. Kak Rani, selaku laboran, yang membimbing serta membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini.

11. Teman-teman terdekat saya yang selalu memberi semangat dan masukan,

Inke, Pocut, Puji, Indri, Mira, Ajeng, Auderina terima kasih banyak untuk

semangatnya.

12. Teman-teman seangkatan saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis

ini.

Teristimewa untuk suami tercinta dr. Wiji Joko Pranoto, yang telah

mendukung, membantu terima kasih atas doa, pengertian, cinta dan kasih sayang,

dukungan serta pengorbanan dengan penuh kesabaran yang telah diberikan selama

penulis menempuh pendidikan. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya untuk kita semua.

Kepada ibunda dr. Rini Ekayati Mediyastuti yang telah memberikan kasih

sayang, motivasi, dan semangat untuk terus belajar. Kepada ayahanda Prof. dr.

Munar Lubis, SpA(K), abang dr. Andriamuri Prima Putra Lubis, SpAn, kakak

Syarifah Yusriani Simanjuntak, adik dr. Arvitamuriany T. Lubis, adik Abdurrahman

Huzaifi Lubis, adik Ahmad Taufiq Alfansyuri Lubis serta seluruh keluarga yang selalu

(8)

dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya kepada kita semua dan segala budi baik

yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah yang Maha

Kuasa.

Medan,

(9)
(10)

BAB 4. HASIL 21

BAB 5. PEMBAHASAN 29

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 36

6.2. Saran 36

Ringkasan 37

Daftar Pustaka 41

Lampiran

1. Personil Penelitian 45

2. Biaya Penelitian 45

3. Jadwal Penelitian 46

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua 47 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 49

6. Formulir Sekolah 50

7. Formulir Murid 51

8. Kuesioner 52

9. Teknik Hapusan Tebal Kato Katz 57

10. Tabel Randomisasi 59

11. Persetujuan Komite Etik 60

12. Riwayat Hidup 61

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Studi observasi dan studi kasus dengan albendazole 10 oral dosis tunggal pada infeksi Ascaris lumbricoides,

Trichuris trichiura dan cacing tambang

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek 23

Tabel 4.2. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari 24 terhadap tingkat kesembuhan infeksi trichiuriasis sampai

pengamatan 4 minggu

Tabel 4.3. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari 26 terhadap penurunan telur T.trichiura

Tabel 4.4. Perbandingan tingkat kesembuhan setiap minggu 26 setelah terapi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus hidup Trichuris trichiura 6

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian 13

Gambar 3.1. Alur penelitian 18

Gambar 4.1. Profil penelitian 22

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

WHO : World Health Organization

STH : soil-transmitted helminth

T. trichiura : Trichuris trichiura

epg : egg per gram

∑ : kumulatif

n : jumlah responden

z : Deviat baku normal untuk 

z : Deviat baku normal untuk 

< : Lebih kecil dari

α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi bila hipotesis nol benar

IK : interval kepercayaan

SD : standar deviasi

BB : berat badan

(14)

ABSTRAK

Latar belakang. Infeksi cacing mengenai semua orang di segala usia, tetapi prevalensi tertinggi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah. Trichuris trichiura adalah salah satu cacing dari soil-transmitted helminths yang banyak menginfeksi anak sekolah. Albendazole menunjukkan beberapa variasi yang luas dalam menyembuhkan dan menurunkan jumlah telur. Beberapa penelitian menunjukkan pengulangan dosis dari albendazole akan meningkatkan keefektivannya.

Tujuan. Untuk membandingkan efektivitas pemberian albendazole 400 mg 5 hari berturut dan tujuh hari berturut terhadap trichuriasis.

Metode. Uji klinis terbuka terhadap anak-anak usia sekolah dasar dilakukan selama Agustus dan September 2009, di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Sampel tinja diperiksa menggunakan metode Kato-Katz sebelum dan sesudah hari ke 7, 14, 21, dan 28 pemberian obat. Kelompok I mendapatkan terapi albendazole 400 mg selama 5 hari berturut dan kelompok II mendapatkan albendazole 400 mg selama 7 hari berturut. Uji Chi-square dan Student’s t test digunakan untuk membandingkan angka kesembuhan dan penurunan telur diantara kedua kelompok.

Hasil. Penelitian ini mengikutsertakan 121 subjek (kelompok I n= 61, kelompok II n= 60). Kesembuhan pada kelompok II menunjukkan angka yang lebih tinggi 86.7% dibandingkan pada kelompok I yaitu 39.3% (P=0.001) pada minggu pertama dan kedua yaitu 88.3% dan 68.9% (P=0.017). Penurunan telur pada kelompok II juga menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 20.3% dibandingkan kelompok I yaitu 6.6% (P=0.001).

Kesimpulan. Albendazole 400 mg lima hari berturut dan tujuh hari menunjukkan efektivitas yang sama tinggi terhadap angka infeksi T. trichiura. Pemberian regimen albendazole 400 mg tujuh hari berturut lebih efektif daripada albendazole 400 mg lima hari dalam penurunan jumlah telur.

(15)

ABSTRACT

Background. The worm infection is almost occurred in all of people at all age, but the high prevelance especially age school children. Trichuris trichiura is one of the most common soil-transmitted helminths that infected school age children. Single dose albendazole showed wide variation in of cure and egg reduction rate. Some studies found repeated dose of albendazole would increase its effectiveness.

Objective. To determine the effectiveness of 400 mg albendazole five consecutive days compare to 400 mg albendazole seven consecutive days against trichiuriasis.

Methods. A randomized, open clinical trial was conducted between August and September 2009 among elementary school children at Jaring Halus, North Sumatera Province. Stool samples were collected before treatment and on day 7,14, 21, and 28 after treatment using the Kato Katz method. Group I received 400 mg albendazole five consecutive days and group II received 400 mg albendazole seven consecutive days. Cure rate and egg reduction rate was compared using Chi-square and Student’s t test respectively.

Result. One hundred and twenty one subjects enrolled (group I n= 61, group II n=60). Treatments for seven days resulted in significantly higher cure rate compared with five days, at first week 86,7% for seven days compared to 39,3% (P=0.001) and second week 88,3% for seven days compared to 68,9% (P=0.017). Egg reduction rates was also statistically better in group I 6.6% (SD 11.30) compared to group II 20.3% (SD 23.77).

(16)

ABSTRAK

Latar belakang. Infeksi cacing mengenai semua orang di segala usia, tetapi prevalensi tertinggi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah. Trichuris trichiura adalah salah satu cacing dari soil-transmitted helminths yang banyak menginfeksi anak sekolah. Albendazole menunjukkan beberapa variasi yang luas dalam menyembuhkan dan menurunkan jumlah telur. Beberapa penelitian menunjukkan pengulangan dosis dari albendazole akan meningkatkan keefektivannya.

Tujuan. Untuk membandingkan efektivitas pemberian albendazole 400 mg 5 hari berturut dan tujuh hari berturut terhadap trichuriasis.

Metode. Uji klinis terbuka terhadap anak-anak usia sekolah dasar dilakukan selama Agustus dan September 2009, di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Sampel tinja diperiksa menggunakan metode Kato-Katz sebelum dan sesudah hari ke 7, 14, 21, dan 28 pemberian obat. Kelompok I mendapatkan terapi albendazole 400 mg selama 5 hari berturut dan kelompok II mendapatkan albendazole 400 mg selama 7 hari berturut. Uji Chi-square dan Student’s t test digunakan untuk membandingkan angka kesembuhan dan penurunan telur diantara kedua kelompok.

Hasil. Penelitian ini mengikutsertakan 121 subjek (kelompok I n= 61, kelompok II n= 60). Kesembuhan pada kelompok II menunjukkan angka yang lebih tinggi 86.7% dibandingkan pada kelompok I yaitu 39.3% (P=0.001) pada minggu pertama dan kedua yaitu 88.3% dan 68.9% (P=0.017). Penurunan telur pada kelompok II juga menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 20.3% dibandingkan kelompok I yaitu 6.6% (P=0.001).

Kesimpulan. Albendazole 400 mg lima hari berturut dan tujuh hari menunjukkan efektivitas yang sama tinggi terhadap angka infeksi T. trichiura. Pemberian regimen albendazole 400 mg tujuh hari berturut lebih efektif daripada albendazole 400 mg lima hari dalam penurunan jumlah telur.

(17)

ABSTRACT

Background. The worm infection is almost occurred in all of people at all age, but the high prevelance especially age school children. Trichuris trichiura is one of the most common soil-transmitted helminths that infected school age children. Single dose albendazole showed wide variation in of cure and egg reduction rate. Some studies found repeated dose of albendazole would increase its effectiveness.

Objective. To determine the effectiveness of 400 mg albendazole five consecutive days compare to 400 mg albendazole seven consecutive days against trichiuriasis.

Methods. A randomized, open clinical trial was conducted between August and September 2009 among elementary school children at Jaring Halus, North Sumatera Province. Stool samples were collected before treatment and on day 7,14, 21, and 28 after treatment using the Kato Katz method. Group I received 400 mg albendazole five consecutive days and group II received 400 mg albendazole seven consecutive days. Cure rate and egg reduction rate was compared using Chi-square and Student’s t test respectively.

Result. One hundred and twenty one subjects enrolled (group I n= 61, group II n=60). Treatments for seven days resulted in significantly higher cure rate compared with five days, at first week 86,7% for seven days compared to 39,3% (P=0.001) and second week 88,3% for seven days compared to 68,9% (P=0.017). Egg reduction rates was also statistically better in group I 6.6% (SD 11.30) compared to group II 20.3% (SD 23.77).

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2005, jumlah anak usia sekolah di Indonesia usia 5 sampai 14 tahun berjumlah 41 568 000 anak, dengan jumlah yang sama yang dianggap mempunyai risiko terhadap infeksi soil transmitted helminth (STH).1 Intensitas dan prevalensi tertinggi dari infeksi A. lumbricoides dan T. trichiura ditemukan di usia anak sekolah.2 Di Indonesia, beberapa spesies cacing yang mempunyai prevalensi tinggi ialah A. lumbricoides, T. trichiura dan N. americanus.3 Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa STH merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi antara 15% sampai 100%.1,4

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, seperti iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan STH. Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk dan higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi.1,4

(19)

obat-obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemik.5

Albendazole merupakan golongan benzimidazole yang mekanisme kerjanya ialah dengan mengganggu biokimia dari nematoda yang rentan. Obat tersebut bekerja secara selektif dan irreversibel dalam menurunkan atau menghambat pengambilan glukosa pada parasit, sehingga mengganggu berbagai stadium perkembangannya.6

Sebuah penelitian randomised controlled trial menggunakan albendazole 400 mg, 800 dan 1200 mg untuk mengobati infeksi T. trichiura, menunjukkan hasil penurunan telur sebanyak 23% pada dosis 400 mg, 56% pada dosis 800 mg, dan 67% pada dosis 1200 mg. Ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis yang dipakai maka semakin banyak terjadi penurunan telur T. trichiura.7

(20)

Pemantauan jumlah telur T. trichiura pascapengobatan dengan albendazole menjadi latar belakang penelitian ini untuk melihat efek pemberian albendazole pada selama 5 dan 7 hari.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka ingin diteliti bagaimana efektivitas albendazole diberikan selama 5 dan 7 hari terhadap penyembuhan dan penurunan jumlah telur T. trichiura?

1.3. Hipotesis

Pemberian albendazole selama 7 hari lebih efektif dibandingkan dengan 5 hari dalam penyembuhan dan penurunan jumlah telur T. trichuria.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk mendapatkan regimen pemberian albendazole yang lebih efektif untuk mengatasi infeksi T. trichiura, sehingga dapat menurunkan angka reinfeksi khususnya oleh T. trichuria.

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trichuris trichiura

Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini juga cacing tambang dan hanya sedikit di bawah askariasis.5 Cacing jantan panjangnya 30 sampai 45 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar, cacing betina panjangnya 35 sampai 50 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul. Telur T. trichiura berukuran lebih kurang 50 kali 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi ovum kemudian berkembang menjadi larva setelah 10 sampai 14 hari.10 Kelembaban tanah dan kelembaban udara juga dapat mempengaruhi perkembangan dan kelangsungan hidup dari telur dan larva. Kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan telur dan pada kelembaban yang rendah sebagian telur T. trichiura tidak akan membentuk embrio.5,11

(23)

kurang 3 bulan; cacing dewasa akan hidup selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan menghasilkan 20 000 telur setiap harinya. 12-15 (Gambar 2.1)

(24)

2.2. Epidemiologi

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Perbedaan prevalensi T. trichiura di daerah perkotaan dan pedesaan menggambarkan perbedaan sanitasi atau densitas populasi, tingkat pendidikan, serta perbedaan sosioekonomi yang juga berperan penting.5,8

(25)

2.3. Gejala Klinis

Bagaimana mekanisme pasti bagaimana T. trichiura menimbulkan kelainan pada manusia belum diketahui, tetapi paling tidak ada dua proses yang berperan yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik. Trauma (kerusakan) pada dinding usus terjadi oleh karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap di daerah sekum. Pada infeksi yang ringan, kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit tetapi dengan masuknya bagian kepala cacing dewasa ke mukosa usus dan menghisap darah, terjadi iritasi dan peradangan mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan mudah terinfeksi bakteri atau parasit lain seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia coli. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya respons imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal, akan tetapi peran imunitas seluler tidak terlihat. Gejala ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai prolapsus rekti.3

(26)

berhubungan dengan usia. Kekurangan nutrisi biasanya lebih berat pada anak yang lebih kecil, dan suplementasi makanan lebih berhasil pada anak usia kurang dari 2 tahun.16

2.4. Diagnosis

Infeksi T. trichiura ditegakkan dengan menjumpai telur dalam feses ataupun cacing dewasa pada feses. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel feses dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram feses.4

Infeksi dapat tidak terdeteksi jika menggunakan metode diagnosis yang kurang sensitif, seperti hapusan tipis tinja direk, dan jika konsentrasi telur di feses terlalu rendah. Pada suatu studi di Bangladesh, terdapat 8% infeksi T. trichiura yang tidak terdeteksi ketika didiagnosis menggunakan metode sedimentasi eter dibandingkan dengan diagnosis dengan memberikan obat antihelmintik yang efektif.8

2.5. Penatalaksanaan

(27)

berhubungan dengan infeksi cacing yang endemik. Berdasarkan meta analisis dari sembilan uji plasebo-kontrol, pemberian albendazole dalam penanganan infeksi T. trichiura didapati angka penurunan telur sebesar 0% sampai 89,7%.5 ( Tabel 2.1)

Tabel 2.1. Studi observasi dan studi kasus dengan albendazole oral dosis tunggal pada infeksi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang5

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Thailand ditemukan bahwa pengobatan dengan albendazole 400 mg selama 3 atau 5 hari menunjukkan penurunan telur T. trichiura yang bermakna dibandingkan dengan penggunaan 400 mg single dose.8

(28)

menurunkan atau menghambat pengambilan glukosa pada parasit, sehingga mengganggu berbagai stadium perkembangannya. Akibatnya cadangan glikogen menjadi habis, sehingga terjadi penurunan atau gangguan dalam produksi adenosine triphosphate (ATP), dan mencapai tahap di mana kadar energi yang inadekuat menyebabkan parasit tidak dapat hidup. Akibatnya terjadi paralisis yang disebabkan habisnya sumber energi eksogen, yang berdampak matinya parasit. Kerja ini berbeda dengan antihelmintik non benzimidazole yang bekerja melalui jalur neuromuskular parasit dan menyebabkan paralisis. Uji eksperimental telah menunjukkan bahwa golongan benzimidazole tidak saja membunuh stadium dewasa dari nematoda tetapi juga membunuh atau mensterilkan telur dan larva.6,9,12

Albendazole tersedia dalam bentuk tablet kunyah dan cairan. Albendazole tersedia dalam sediaan 200 mg dan 400 mg. Absorbsi obat ini di saluran cerna tidak baik sehingga obat ini bekerja langsung terhadap cacing.15

Berdasarkan hasil studi meta analisis, albendazole ditoleransi dengan baik. Pada 11 studi yang menggunakan albendazole, tidak ada dilaporkan efek samping yang signifikan setelah pemberian albendazole. Satu studi di Phillippina melaporkan adanya mual dan diare pada 2 dan 1 individu.11

(29)
(30)

2.6. Kerangka Konseptual

: yang diamati dalam penelitian

Trichuris

trichiura

Albendazole 400 mg

PENURUNAN

PRODUKSI TELUR Menghalangi

Polimerisasi Tubulin Intraluminal

Waktu kontak Bertambah

Gangguan Uptake Glukosa

Sel Parasit

(Cacing Dewasa, Larva, Telur)

(31)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan uji klinis acak terbuka yang membandingkan efektivitas albendazole pemberian 5 hari dibandingkan dengan 7 hari melihat kesembuhan dan penurunan jumlah telur cacing Trichuris trichiura.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SD Negeri No. 053980 Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai September 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

(32)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Untuk menjawab tujuan khusus apakah efek albendazole selama 5 dan 7 hari terhadap kesembuhan infeksi trichuriasis, besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :22

 = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80%

Z = 0,842

P1 = proporsi telur T. trichiura di kelompok 5 hari pengobatan = 0,52 Q1 = 1 – P1 = 0,478

P2 =proporsi telur T. trichiura di kelompok 7 hari pengobatan = 0,35 Q2 = 1 – P2 = 0,647

(33)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Murid SD kelas I sampai VI

2. Dari hasil pemeriksaan Kato Katz didapati telur Trichuris trichiura (+) 3. Selama periode penelitian tidak mengkonsumsi antihelmintik lainnya 4. Tidak pernah mengkonsumsi antihelmintik selama 1 bulan sebelum penelitian

5. Orang tua bersedia mengisi informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi 1. Menolak minum obat

2. Tidak bersedia mengembalikan pot yang berisi tinja untuk pemeriksaan Kato Katz setelah mendapat pengobatan 3. Anak yang sedang menderita demam, diare

3.6. Persetujuan / Informed Consent

(34)

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

1. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner

2. Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada anak-anak yang telah dipilih secara acak

3. Tinja yang terkumpul diperiksa dengan metode pemeriksaan Kato Katz (Lampiran 9)

4. Penderita yang pada tinjanya dijumpai telur T. trichiura, dibagi secara acak dengan menggunakan randomisasi sederhana memakai tabel random ke dalam dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II

5. Kelompok I yaitu anak yang mendapat terapi albendazole 400 mg dosis tunggal selama 5 hari dengan pemberian obat dilakukan oleh peneliti langsung kepada anak tersebut

(35)

7. Tinja kelompok I diperiksa pada hari ke-6, 13, 20 dan 27 apakah masih dijumpai telur cacing T. trichuria

8. Tinja kelompok II diperiksa pada hari ke-8, 15, 21 dan 28 dilihat apakah masih dijumpai telur cacing T. trichiura

9. Dicatat efek samping dari obat, yang timbul saat penelitian.

Gambar 3.1. Alur penelitian

Dinyatakan sembuh dari infeksi T. trichiura

(36)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Lama pemberian albendazole Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Kesembuhan infeksi T. trichiura Ordinal

Jumlah telur T. trichiura Rasio

3.10. Definisi Operasional

1. Infeksi T. trichiura disebutkan bila dijumpai telur T. trichiura pada feses dengan pemeriksaan mikroskopik dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz.

2. Intensitas infeksi T. trichiura dibagi sebagai berikut :23

Cacing Ringan Sedang Berat

Trichuris trichiura 1 – 999 epg 1 000 – 9 999 epg > 10 000 epg

3. Efektivitas obat dilihat dari:

(37)

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

(38)

BAB 4. HASIL

(39)

Gambar 4.1. Profil penelitian

Dari data yang ditemukan prevalensi kecacingan STH murid SD Negeri No. 053980 Jaring Halus Kecamatan Secanggang didapatkan sebesar 87%. Pada penelitian ini kami mendapatkan sebesar 23.3% infeksi trichuriasis pada murid SD Negeri di Jaring Halus.Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik dasar dari masing-masing kelompok penelitian. Karakteristik murid sekolah dasar kedua kelompok studi tidak berbeda, baik yang mendapatkan terapi albendazole selama 5 hari atau selama 7 hari. Hal ini terlihat dari karakteristik umur (P = 0.816), berat badan (P = 0.645) dan tinggi badan (P = 0.763).

215 anak murid SD positif menderita kecacingan

Anak SD mengikuti penelitian (N=124)

Grup I : Albendazole 400 mg dosis tunggal selama 5 hari (n=62)

Grup II : Albendazole 400 mg dosis tunggal selama 7 hari (n=62)

Murid SD ikut penelitian sampai akhir (n=61)

Drop out (n=1) Drop out (n=2)

91 anak tidak mengembalikan pot untuk pemeriksaan tinja

Randomisasi

(40)

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek

Rata-rata (SD) 372.9 (962.60) 516.7 (624.99)

Jumlah telur trichiuris 0.001

Rentang 2 – 300 2 – 132

Rata-rata (SD) 16.2 (41.85) 22.5 (27.17)

(41)

Tabel 4.2 memperlihatkan angka kesembuhan anak murid sekolah dasar yang mendapatkan terapi albendazole selama 5 hari dengan albendazole selama 7 hari, dosis tunggal.

Tabel 4.2. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi trichiuriasis sampai pengamatan 4 minggu

Kesembuhan

Sembuh Tidak sembuh P

n % n %

Albendazole 5 hari (minggu ke 1) 24 39.3 37 60.7 0.001 Albendazole 7 hari (minggu ke 1) 52 86.7 8 13.3

Albendazole 5 hari (minggu ke 2) 42 68.9 19 31.1 0.017 Albendazole 7 hari (minggu ke 2) 53 88.3 7 11.7

Albendazole 5 hari (minggu ke 3) 54 88.5 7 11.5 0.163 Albendazole 7 hari (minggu ke 3) 58 96.7 2 3.3

Albendazole 5 hari (minggu ke 4) 57 93.4 4 6.6 0.365 Albendazole 7 hari (minggu ke 4) 59 98.3 1 1.7

(42)

menunjukkan kesembuhan sebanyak 39.3% dibandingkan dengan pemberian selama 7 hari di mana kesembuhannya sebanyak 86.7% (P = 0.001). Pada pengamatan minggu kedua setelah terapi selama 5 hari kesembuhan naik menjadi 68.9% dan terjadi kenaikkan kesembuhan pada terapi selama 7 hari sebesar 88.3% (P = 0.017).

Sedangkan pengamatan minggu ketiga juga terjadi kenaikan kesembuhan dari terapi 5 hari sebesar 88.5% dan terapi selama 7 hari 96.7% (P = 0.163). Pengamatan pada minggu keempat pada terapi 5 hari kesembuhan menjadi lebih tinggi yaitu 93.4% dan terapi 7 hari yaitu 98.3% (P = 0.365).

Perbedaan pemberian terapi selama 5 dan 7 hari menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama (P = 0.001) dan minggu kedua (P = 0.017), sedangkan pada pengamatan minggu ketiga tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna diantara dua kelompok tersebut (P = 0.163) dan minggu keempat (P = 0.365).

(43)

Tabel 4.3. Hasil analisis bivariat pemberian albendazole 5 dan 7 hari terhadap penurunan telur T.trichiura

Albendazole Penurunan telur

Rata-rata (SD)

P

5 hari 6.6 (11.30) 0.001

7 hari 20.3 (23.77)

Pada pemberian albendazole 5 dan 7 hari didapati penurunan telur yang berbeda bermakna (P = 0.001) dengan penurunan telur rata-rata albendazole 5 hari sebesar 6.6 dan albendazole 7 hari sebesar 20.3.

Tabel 4.4 menunjukkan perbandingan tingkat kesembuhan dari total semua anak yang mendapat pengobatan setiap minggu setelah terapi

Tabel 4.4 Perbandingan tingkat kesembuhan setiap minggu setelah terapi

Lama pemberian Tingkat Kesembuhan (%)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

5 hari 39.3 68.9 88.5 93.4

7 hari 86.7 88.3 96.7 98.3

(44)

minggu pertama didapati tingkat kesembuhan 39.3% dari total anak yang diterapi hingga pada minggu ke empat setelah terapi angka kesembuhan menjadi 93.4% untuk pemberian albendazole selama 5 hari. Pada pemberian albendazole 7 hari, minggu pertama tingkat kesembuhannya 86.7% dan pada minggu keempat 98.3%.

Tabel 4.5 Gejala-gejala yang timbul selama pengamatan pemberian albendazole 5 dan 7 hari

Gejala Lama pemberian albendazole P

5 hari (n=61)

7 hari (n=60)

Jumlah dan (%) subyek

Anoreksia 0 (0) 0 (0) 0.001

Insomnia 0 (0) 0 (0)

Mual 1 (1.6) 0 (0)

Pusing 2 (3.3) 1 (1.7)

Mulut kering 0 (0) 3 (5.0)

Sakit kepala 0 (0) 0 (0)

Diare 0 (0) 1 (1.7)

(45)
(46)

BAB 5. PEMBAHASAN

Pada penelitian sebelumnya, prevalensi trichuriasis di Sumatera Utara pada tahun 1995 didapatkan 78.6%.23 Pada penelitian ini kami mendapatkan angka yang lebih rendah yaitu sebesar 23.3% infeksi trichuriasis pada murid SD Negeri di Jaring Halus. Dari data didapat bahwa kecacingan yang terjadi disebabkan oleh Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura ataupun salah satunya, infeksi tunggal A. lumbricoides sebesar 6.2%.

Faktor lingkungan seperti iklim Indonesia yang beriklim tropis menjadikannya daerah dengan tingkat infeksi STH yang tetap tinggi.3 Data yang diperoleh tahun 2005 mengatakan bahwa prevalensi infeksi STH di Indonesia lebih dari 50% untuk anak-anak usia sekolah.1

(47)

berjalan sekitar 1,5 jam dari kota Stabat kemudian menaiki perahu sekitar 45 menit untuk mencapai Desa Jaring Halus, desa ini tidak bisa ditempuh dengan perjalanan darat.

Desa Jaring Halus hanya memiliki satu sekolah dasar yang mempunyai fasilitas sekolah yang kurang memadai untuk air bersih terutama kamar mandi, serta desa yang sebagian besar penduduknya mempunyai kondisi ekonomi yang rendah. Anak-anak bersekolah hanya sedikit memakai sepatu dan untuk keseharian tidak memakai sepatu atau sandal untuk berjalan-jalan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, Indonesia mengatakan bahwa bahwa prevalensi kecacingan yang tinggi berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi. Anak-anak yang memiliki kamar mandi di rumah, tinggal di rumah dengan lantai semen selalu menggunakan sandal memiliki tingkat prevalensi yang rendah.24

(48)

ini diterangkan oleh rendahnya beban cacing yang tercermin dari derajat intensitas trichuriasis yang diderita.28

Pengobatan infeksi trichuriasis dengan dosis tunggal albendazole 400 mg selama ini tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. pada sebagian besar kasus trichuriasis pengobatan dengan albendazole dosis tunggal dikatakan tidak efektif.14,29 Dosis yang berulang sering diperlukan untuk mencapai kesembuhan terhadap infeksi cacingan pada sebagian kasus.29 Pada penelitian ini kelompok yang mendapatkan albendazole 5 hari berturut (kelompok 1) memberikan angka kesembuhan yang rendah yaitu 39.3% pada minggu pertama, pada kelompok yang mendapatkan albendazole 7 hari berturut (kelompok 2) angka kesembuhannya tinggi yaitu 86.7% pada minggu pertama. Pemeriksaan pada minggu kedua ternyata didapati peningkatan kesembuhan pada kedua kelompok, pada kelompok 1 memiliki angka kesembuhan 68.9% dan kelompok kedua 88.3% (tabel 4.2). Angka penurunan telur juga didapatkan tinggi sebesar 20.3% pada kelompok 2 dan 6.6% pada kelompok 1 (tabel 4.3).

(49)

99.7% terhadap trichuriasis.7 Suatu laporan kasus dari Brazil mendapati penyembuhan terhadap pasien yang mengalami infeksi trichuriasis berat tidak memberikan kesembuhan pada pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari, tetapi pada pemberian albendazole 5 hari berturut memberikan kesembuhan pada pasien tersebut.30 Hal ini sedikit berbeda dengan hasil yang ditemukan pada penelitian albendazole di Sumatera Utara pada tahun 1995 menunjukkan efektivitas yang tinggi. Albendazole400 mg dosis tunggal yang dipakai memberikan angka kesembuhan dan penurunan telur masing-masing sebesar 93.48% dan 99.69% terhadap trichuriasis.24 Penelitian lain di Peru menunjukkan angka kesembuhan terhadap trichuriasis sebesar 58% untuk infeksi ringan dan penurunan telur sebesar 98.4% dengan pemberian albendazole 400 mg dosis tunggal.31 Pemberian albendazole lainnya yang telah diteliti seperti pada penelitian di Nigeria melaporkan penurunan tingkat prevalensi dari 84% menjadi 41.7%.32 Peneliti yang sama pada tahun 2007 kembali melaporkan angka penurunan telur sebesar 56.1%.33 Suatu systematic review masih merekomendasikan pemakaian albendazole untuk mengatasi semua jenis infeksi STH dikarenakan memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi.34

(50)

lingkungan, hal ini menjadi pertanyaan mengapa setiap penelitian infeksi kecacingan penurunan jumlah telur masih tetap dinilai. Efektivitas masih dikatakan baik bila angka penurunan telur tinggi tanpa disertai angka kesembuhan yang tinggi. Angka penurunan telur dianggap cukup karena menunjukkan penurunan beban cacing sehingga transmisi menjadi lebih jarang.35 Antihelmintik yang digunakan pada kedokteran hewan mengatakan efektivitas dari antihelmintik ditentukan selama penentuan dosis dan konfirmasi penelitian dari penurunan jumlah cacing, dan keberhasilan penelitian ditentukan dari pengurangan jumlah telur. Dua indikator yang menentukan efektivitas antihelmintik pada pengobatan manusia adalah angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur.36

(51)

kesembuhan yang rendah pada pemberian albendazole 400 mg dosis tunggal pada minggu pertama dan kedua terapi tetapi memberikan angka penurunan telur yang tinggi.38

WHO menganjurkan waktu pengamatan setelah pemberian antihelmintik yang dianjurkan idealnya adalah 10 sampai 14 hari. Interval pengamatan yang lebih lama akan memberikan angka efektivitas yang lebih rendah karena terjadi maturasi dari cacing-cacing yang masih berada di stadium immature. Cacing stadium immature tidak ikut terbunuh pada pemberian antihelmintik sehingga telur akan kembali dihasilkan setelah cacing matur.36 Peningkatan kembali jumlah telur yang diamati ini juga mengindikasikan albendazole mungkin bisa menghambat produksi telur T. trichiura, akan tetapi inhibisi ini hanya bersifat sementara dan hilang dalam 2 minggu.37,38

(52)

selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari dijumpai sakit kepala pada 2 orang murid.39 Pemberian albendazole memberikan efek samping yang sangat jarang, hanya gejala gastrointestinal (termasuk diare, nyeri epigastrial, muntah secara keseluruhan).40 Suatu systematic review hanya mendapatkan kejadian efek samping sebesar 0.14% pada penggunaan albendazole dosis tunggal.12

(53)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua regimen, albendazole 400 mg lima hari berturut dan tujuh hari, menunjukkan efektivitas yang sama tinggi terhadap angka infeksi T. Trichiura. Pemberian regimen albendazole 400 mg tujuh hari berturut lebih efektif daripada albendazole 400 mg lima hari dalam penurunan jumlah telur.

6.2. SARAN

Diharapkan kepada pemerintah Kabupaten Langkat khususnya Dinas Kesehatan untuk melakukan pengobatan infeksi helminthiasis dengan pemberian obat albendazole secara berkala ke sekolah-sekolah dasar. Penyuluhan mengenai cara pencegahan kecacingan juga diharapkan dapat diselenggarakan secara rutin.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Schistosomiasis and soil transmitted helminths country profile: Indonesia. Diunduh dari :

http://www.who.int/wormcontrol/databank/Indonesia_ncp3.pdf. Diakses

Juni 2008

2. Hadju V, Thaha AR, Agus Z, Jalal F. Effectiveness of deworming in schoolchildren through school feeding in Indonesia. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.230-42

3. Margono SS. Important human helminthiasis in Indonesia. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.22-33

4. Brooker S, Clements AC, Bundy DA. Global epidemiology, ecology and control of soil-transmitted helminth infections. Adv Parasitol. 2006; 62:221-61

5. Keiser J, Utzinger J. Efficacy of current drugs against soil-transmitted helminth infections, systematic review and meta-analysis. JAMA. 2008; 299: 1937-48

6. Venkatesan P. Albendazole. J Antimicrob Chemother. 1998; 41:145-47 7. Adams VJ, Lombard CJ, Dhansay MA, Markus MB, Fincham JE. Efficacy

of albendazole againts the whipworm Trichuris trichiura a randomised controlled trial. SAMJ. 2004;94:972-76

8. Sirivichayakul C, Anant CP, Wisetsing P, Praevanit R, Chanthavanich P, Limkittikul K. The effectiveness of 3,5 or 7 days of albendazole for the treatment of Trichuris trichiura infection. Ann Trop Med Parasitol. 2003; 97:847-53

9. Legesse M, Erko B, Medhin G. Comparative efficacy of albendazole and three brands of mebendazole in treatment of ascariasis and trichuriasis. J East Afr Med. 2004; 81(3): 134-8

10. Pasaribu S, Lubis CP. Trichuriasis (infeksi cacing cambuk). Dalam: Soedarmono SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi & pediatric tropis. Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.h.376-9

11. Urbani C, Palmer K. Drug-based helminth control in Western Pacific countries: a general perspective. Trop Med Int Health. 2001; 6:935-44 12. Horton J. Albendazole: a review of anthelminthic efficacy and safety in

humans. Parasitology. 2000; 121:113–32

(55)

Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.67-71

14. Chwaya HM, Stoltzfus RJ. Helminth infections, growth, and anaemia: lessons from Zanzibar. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.33–42

15. Ismid IS, Margono SS, Abidin SAN. Pengaruh pemberian antelmintik terhadap perkembangan telur trichuris trichiura. Maj Parasitol Ind. 1996; 9:61-6

16. Kvalsvig JD. Parasites, nutrition, child development, and public policy. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.33–42

17. Stephenson LS, Latham MC, Adams EJ, Kinoti SN, Pertet A. Weight gain on Kenyan school children infected with hookworm, Trichuris trichiura and Ascaris lumbricoides is improved following once- or twice-yearly treatment with albendazole. J Nutr. 1993; 123: 656-65

18. Alderman H, Konde-Lule J, Sebuliba I, Bundy D, Hall A. Effect on weight gain of routinely giving albendazole to preschool children during child health days in Uganda: cluster randomised controlled trial. BMJ. 2006; 333: 122-26

19. Kim HT, Tien NV, Dang NT, Tuyet PT, Mai NT, Tan HV et al. Effectiveness of selective treatment in the control of soil-transmitted helminthiases. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.157–67

20. Maisonneuve H, Rossignol JF, Addo A, Mojon M. Ovicidal effects of albendazole in human ascariasis, ancylostomiasis and trichuriasis. Ann Trop Med Parasitol. 1985; 79(1): 79-82

21. Maipanich W, Pubampen S, Sanguankiat S, Nontasut P, Waikagul J. Effect of albendazole and mebendazole on soil-transmitted helminth eggs. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1997; 28(2): 321-5

22. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h.302-30

23. Pasaribu S. Penentuan frekuensi optimal pengobatan massal askariasis dengan albendazole pada anak usia sekolah: Pendekatan model dinamika populasi cacing [disertasi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004. 24. Dewayani BS, Situmeang R, Sembiring T, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis

(56)

Diunduh dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/anal-cahiruddin12.pdf. Agustus 2009

25. Hotez PJ, de Silva N, Brooker S, Bethony J. Soil transmitted helminth infection: the nature, causes and burden of the condition. Working Paper No.3, Disease Control Priorities Project. Maryland: Fogarty International Center, National Institutes of Health; 2003

26. Awasthi S, Bundy DAP, Savioli L. Helminthic infections. Br Med J. 2003;327:431-3

27. Hall A, Hewitt G, Tuffrey V, de Silva N. A review and meta-analysis of the impact of intestinal worms on child growth and nutrition. Maternal and Child Nutr. 2008;4:118-236

28. Stephenson LS, Holland CV, Cooper ES. The public significance of Trichuris trichiura. Parasitol. 2000;121:S73-95

29. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367:1521-32

30. Nascimento-Carvahlo CMC, Gesteira MF, Azul-Neto L, Andrade MQ. Prolonged treatment with albendazole for massive trichuriasis infection. Pediatr Infect Dis J. 2004;23:1070

31. Ortiz JJ, Chegne NL, Gargala G, Favennec L. Comparative clinical studies of nitazoxanide, albendazole and praziquantel in the treatment of ascariasis, trichuriasis and hymenolepiasis in children from Peru. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2002;96:193-6

32. Oyewole F, Ariyo F, Sanyaolu A, Oyibo WA, Fawey T, Monye P, et al. Intestinal helminthiasis and their control with albendazole among primary school children in riverine communities of Ondo State, Nigeria. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2002;33:214-7

33. Oyewole F, Ariyo F, Oyibo WA, Sanyaolu A, Fawey T, Monye P et al. Helminthic reduction with albendazole among school chidren in riverine communities of Nigeria. J Rural Trop Public Health. 2007;6:6-10

34. Reddy M, Gill SS, Kalkar SR, Wu W, Anderson PJ, Rochon PA. Oral drug therapy for multiple neglected tropical diseases, a systematic review. JAMA. 2007;298:1911-1924

35. Horton J. The efficacy of antihelminthics: past, present, future. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.143-55

(57)

37. Hall A, Nahar Q. Albendazole and infections with Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura in children in Bangladesh. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1994;88:110-2

38. Olsen A, Namwanje H, Nejsum P, Roepstroff A, Thamborg SM. Albendazole and mebendazole have low efficacy against Trichuris trichiura in school-age children in Kabale District, Uganda. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2009:1-4

39. Yunus R. Keefektivan albendazole pemberian sekali sehari selama 1, 2 dan 3 hari dalam menanggulangi infeksi Trichuris trichiura pada anak sekolah dasar di kecamatan Medan Tembung [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008

40. Intestinal nematode infections. Dalam: Strickland CT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious diseases. Edisi ke-8. Phildelphia: Saunders, 2000. h.722-4

(58)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Aridamuriany Dwiputri Lubis Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak

FK-USU/RSHAM 2. Anggota Penelitian

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpAK 2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpAK

3. dr. Muhammad Ali,SpAK 4. dr. Fereza Amelia

5. dr. Ifo Faujiah Sihite 6. dr. Windya Sari Nasution

2. Biaya Penelitian

1. Bahan / perlengkapan : Rp. 10.000.000 2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 3.000.000 3. Penyusunan / penggandaan : Rp. 2.000.000 4. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000

(59)

3. Jadwal Penelitian

WAKTU

KEGIATAN

JULI

2009

AGUSTUS

2009

SEPTEMBER

2009

OKTOBER 2009

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan laporan

Pengiriman

Laporan

(60)

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua

Bapak/Ibu Yth,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

“PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ALBENDAZOLE 5 DAN 7 HARI PADA

INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA

yang menyangkut masalah infeksi kecacingan pada anak. Dari penelitian-penelitian

sebelumnya, diketahui bahwa infeksi kecacingan mempunyai pengaruh yang besar terhadap

pertumbuhan maupun perkembangan anak. Infeksi kecacingan tidak saja meningkatkan

angka kesakitan, tetapi juga menyebabkan malnutrisi dan mengganggu kemampuan belajar

pada anak.

Angka kejadian infeksi kecacingan di daerah tropis dan subtropis sangat tinggi, dimana

angka kejadian di Sumatera Utara sendiri mencapai 50%. Infeksi kecacingan yang paling

sering ialah infeksi oleh Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides dan cacing tambang.

Pencegahan dan pengobatan infeksi kecacingan terdiri dari perbaikan sanitasi, edukasi

mengenai higienitas dan pengobatan. Pengobatan yang paling baik pada saat ini ialah

dengan pemberian obat albendazole ataupun mebendazole, yang akan memberi angka

kesembuhan hampir mencapai 100%. Obat ini diketahui tidak hanya membunuh cacing,

tetapi juga larva dan telur. Sehingga pengobatan dengan obat tersebut tidak hanya

menyembuhkan penderita tetapi juga mencegah terjadinya penularan infeksi cacing melalui

tanah. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, hampir tidak pernah dilaporkan efek

samping setelah pemberian obat tersebut. Efek samping yang dapat terjadi ialah

ketidaknyamanan pada perut, yang dapat dihindari dengan pemberian makan sebelum

mengkonsumsi obat. Pemberian pengobatan pada penelitian ini tidak dikutip biaya

sedikitpun.

Bapak/Ibu Yth. Anak dari bapak/ibu akan dijadikan sukarelawan dalam penelitian ini. Untuk

(61)

1. Pada hari 1, anak bapak/ibu akan dibagikan pot kosong sebagai tempat

menampung tinja dari anak bapak/ibu

2. Pada hari 2, pot tersebut akan dikumpulkan dan diperiksa terhadap infeksi

kecacingan

3. Pada hari 3, anak bapak/ibu yang didapati terinfeksi oleh cacing maka akan diberi

pengobatan dengan albendazole dosis tunggal selama 5 atau 7 hari, setelah

sebelumnya telah diberikan snack terlebih dahulu. Pada anak bapak/ibu yang

memang positif menderita infeksi kecacingan, maka akan dibagikan kembali pot

kosong pada hari ke-6 maupun 8 untuk menampung tinja sebagai pemantauan

terhadap efek pengobatan tersebut

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak

bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian

berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, bapak/ibu

dapat menghubungi dr. Aridamuriany D. Lubis (HP. 08126059475) untuk mendapat

pertolongan.

Kerjasama bapak/ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang

belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti : dr.

Aridamuriany D. Lubis.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu

bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak bapak/ibu dalam penelitian

yang telah disiapkan.

Medan, 2009

Peneliti,

(62)

5.Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Alamat : ...

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan kecacingan terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun

Alamat Rumah : ...

Alamat Sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat

ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2009

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Aridamuriany D. Lubis ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...

(63)

6. Survei Infeksi

Trichuris trichiura Formulir Sekolah

Nama Sekolah :

Kecamatan :

Kota :

Total formulir yang diperoleh : dari no. sampai no.

I. Komposisi

Total murid sekolah : Jumlah kelas : Jumlah guru :

II. Sumber Air

Apakah tersedia sumber air di sekolah? Ya / Tidak Tipe sumber air :

Apakah sumber air dekat dengan sekolah? Ya / Tidak Tipe sumber air :

III. Sanitasi

Tersedianya toilet di lingkungan sekolah Ya / Tidak Kondisi :

IV. Kesehatan

Unit kesehatan terdekat : Tipe Jarak km

V. Terapi

(64)

7. Survei Infeksi

Trichuris trichiura Formulir Murid

Status nutrisi : Obese / Overweight / Normoweight / Mild malnutrition/

Moderate malnutrition / Severe malnutrition

(65)
(66)

( ) lain-lain Penghasilan orangtua : Rp.

………/bulan

Tingkat pendidikan orangtua : ayah ibu

( ) ( ) Tidak sekolah

Status nutrisi : obese / overweight / normoweight / mild malnutrition / moderate malnutirtion / severe malnutrition

II. ANAMNESE

1. Apakah anak ada makan obat cacing dalam satu bulan terakhir? A. Ya

B. Tidak

2. Apakah anak pernah keluar cacing? (jika ya, sebutkan bentuk dan warna cacing)

A. Ya B. Tidak

3. Apakah tanda-tanda anak yang terkena penyakit kecacingan?

A. Anak kurus, perut buncit, cengeng walaupun makanya banyak B. Anak senang tidur-tiduran dilantai

C. Anak senang bermain tanah

D. Anak terlihat lincah dan tiak cengeng E. Tidak tahu

4. Bagaimana anak bisa terkena penyakit kecacingan?

(67)

B. Sering buang air besar di sembarang tempat terbuka C. Anak senang jajan

D. Tidak tahu

5. Menurut saudara penyakit kecacingan disebabkan oleh apa?

A. Telur cacing yang menempel di sela-sela jari kaki dan tangan, lalu terikut makanan masuk ke dalam mulut dan sampai di usus

B. Makan daging yang kurang matang dan sayur mentah yang tidak bersih

C. Makanan yang dihinggapi lalat D. Tidak tau

6. Dalam setahun berapa kali anak diberi obat cacing? A. 3 – 4 kali

B. 2 kali C. 1 kali

D. Tidak pernah

7. Bagaimana cara saudara memberi obat cacing pada anak? A. Malam hari setelah selesai makan dan menjelang tidur B. Malam hari sebelum makan

C. Bersama makanan pada malam hari D. Pagi hari sebelum makan

8. Fasilitas buang air besar : A. Jamban umum B. Sungai C. Jamban sendiri D. Lainnya:

(68)

11. Apakah anak mencuci tangan setelah buang air besar? A. Ya, selalu

B. Kadang-kadang

C. Sekali-sekali D. Tidak pernah

12. Apakah anak anda mencuci tangan sebelum dan sesudah makan? A. Ya, selalu

B. Kadang-kadang

C. Sekali-sekali D. Tidak pernah

13. Berapa kali anak mandi dengan sabun dalam sehari? A. Minimal 3 x sehari

B. Minimal 1x sehari C. 2 hari sekali D. 3 hari sekali

14. Apakah saudara sering memperhatikan jari-jari dan kuku anak-anak saudara?

A. Ya, setiap hari B. Selalu

C. Kadang-kadang D. Tidak pernah

15. Apabila terlihat kuku anak anda panjang dan kotor, apa tindakan saudara? A. Memotong kuku anak anda dan membersihkannya

B. Menyuruh anak memotong dan membersihkannya C. Menegur dan memarahi

D. Membiarkan saja

(69)

Pemeriksaan

IV. PEMANTAUAN EFEK SAMPING OBAT

(70)

Lain-lain (dirinci)

9. Teknik Hapusan Tebal Kato-Katz

A. Bahan Yang Diperlukan :

1. Rectangular cardboard (30x40x1.37mm) dengan lubang ditengahnya berdiameter 6mm

2. Wire net (150 MESH) 3. Absobable paper 4. Cellophane strips B. Cara Kerja :

1. Letakan tinja diatas absorbable paper 2. Tekan bagian atas tinja dengan wire net

3. Ambil tinja yang keluar melalui net dan pindahkan kelubang yang ada ditengah cardboard yang diletakkan diatas gelas objek

4. Penuhkan lubang tersebut dengan tinja tadi. Rata-rata berat tinja disini adalah 43,7 mg

5. Dengan hati-hati cardboard diangkat dan tinggallah tinja diatas gelas objek

6. Tinja ditutup dengan kertas cellophane

7. Setelah itu tekan dari atas dengan memakai tutup botol yang terbuat dari karet higga rata dan periksa dibawah mikroskop. Hitung semua telur cacing yang ada diseluruh lapangan pandang

C. Cara Menghitung :

1. Bila X= jumlah telur per slide

(71)

D. Interpretasi (NEPG)

Trichuris trichiura

Ringan : 1-999

(72)
(73)
(74)

BIODATA PENULIS UTAMA

Nama Lengkap : dr. Aridamuriany Dwiputri Lubis

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 29 Juli 1983

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah Blok. i

No. 66 Medan, Sumatera Utara

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Harapan I Medan, tamat tahun 1995

Sekolah Menengah Pertama : SLTP Harapan I Medan, tamat tahun

1998

Sekolah Menengah Umum : SMU 1 Medan, tamat tahun 2001

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat

tahun 2007

RIWAYAT PEKERJAAN : -

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN:

-PENELITIAN

1. Perbandingan efektivitas albendazole 5 dan 7 hari pada infeksi Trichuris trichiura

ORGANISASI

Gambar

Gambar 2.1. Siklus hidup Trichuris trichiura13
Tabel 2.1. Studi observasi dan studi kasus dengan albendazole oral dosis
Gambar 3.1. Alur penelitian
Gambar 4.1. Profil penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian mendapatkan efektivitas albendazole yang lebih tinggi dengan cara meningkatkan jumlah dosis yang diberikan terutama dengan teknik pemberian regimen lebih

mebendazole atau dengan pemberian regimen lebih dari satu hari mendapatkan. efektifitas yang lebih tinggi.Sebuah studi tahun 2013menyatakan

hanya sebesar 28% dengan angka penurunan telur yang bervariasi dari 0%

Efficacy of single and double doses of albendazole and mebendazole alone and incombination in the treatment of Trichuris trichura in school age children in Uganda.. Trans R Soc

1. Pada hari 1, anak bapak/ibu akan dibagikan pot kosong sebagai tempat menampung tinja dari anak bapak/ibu. Pada hari 2, pot tersebut akan dikumpulkan dan diperiksa terhadap infeksi

23 Pada uji klinis acak terbuka di Afrika Selatan dilaporkan bahwa pemberian biskuit yang difortifikasi dengan besi, yodium, dan beta karoten akan meningkatkan status

Bersama surat ini saya beritahukan kepada bapak / ibu ( orang tua / wali murid ) bahwa saya akan memberikan pengobatan terhadap anak bapak / ibu yang saat ini sedang

Jumlah telur rata-rata pergram tinja pada murid yang menjadi peserta penelitian untuk kelompok pemberian obat 1 hari, kelompok pemberian obat 2 hari, dan kelompok pemberian