• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Albendazole Pemberian Sekali Sehari Selama 1, 2 Dan 3 Hari Dalam Menanggulangi Infeksi Trichuris Trichiura Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keefektifan Albendazole Pemberian Sekali Sehari Selama 1, 2 Dan 3 Hari Dalam Menanggulangi Infeksi Trichuris Trichiura Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN ALBENDAZOLE

PEMBERIAN SEKALI SEHARI SELAMA 1, 2 DAN 3 HARI

DALAM MENANGGULANGI INFEKSI Trichuris trichiura

PADA ANAK SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

TESIS

Oleh

RUSDI YUNUS

047027008/KT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEEFEKTIFAN ALBENDAZOLE

PEMBERIAN SEKALI SEHARI SELAMA 1, 2 DAN 3 HARI

DALAM MENANGGULANGI INFEKSI Trichuris trichiura

PADA ANAK SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUSDI YUNUS

047027008/KT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : KEEFEKTIFAN ALBENDAZOLE PEMBERIAN SEKALI SEHARI SELAMA 1, 2, DAN 3 HARI DALAM MENANGGULANGI INFEKSI

Trichuris trichiura PADA ANAK SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

Nama Mahasiswa : Rusdi Yunus Nomor Pokok : 047027008

Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui Komisi Pembimbing

U

(dr.Endang Haryanti Gani, DTM&H, Sp.ParK) Ketua

U

(dr.Nurfida Khairina Arrasyid, MKes)U U(drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

U

(Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H,U U(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc)

U

MSc(CTM).SpA(K))

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 11 Februari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Endang Haryanti Gani, DTM&H, Sp.ParK. Angota : 1. dr. Nurfida Khairina Arrasyid, MKes.

(5)

ABSTRAK

Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama pada negara berkembang di daerah tropis. Infeksi cacing dapat mengenai semua golongan umur, tetapi prevalensi tinggi terutama pada golongan anak usia sekolah dasar. Trikuriasis merupakan penyakit

infeksi cacing Trichuris trichiura yang diperkirakan mencapai 800 juta kasus

diseluruh dunia.

Dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit kecacingan, pemerintah telah melaksanakan berbagai program pemberantasan penyakit kecacingan, antara lain pemberian obat cacing pada anak usia sekolah dasar, tetapi hasilnya belum cukup memuaskan.

Laporan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian

Albendazole dosis sekali sehari selama 1 hari untuk menanggulangi trikuriasis belum memberikan efek yang optimal. Berdasar kenyataan ini perlu diteliti berapa lama pemberian Albendazole dosis sekali sehari untuk mencapai efek yang optimal

pada penanggulangan infeksi Trichuris trichiura. Dilakukan penelitian pemakaian

Albendazole dosis 400 mg sekali sehari selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari, metode

Clinical Trial prospektip dengan one group pre and post test design di Sekolah Dasar Negeri No.067230, Kelurahan Tembung Kota, Kecamatan Medan Tembung, Kota Madya Medan pada bulan Juni 2007. Dari 559 murid yang ada, 165 murid memenuhi persyaratan penelitian yang kita bagi dalam 3 kelompok pemberian obat. Ada perbedaan bermakna dalam penurunan jumlah telur rata-rata sebelum dan sesudah pengobatan pada ketiga kelompok pengobatan dan penurunan intensitas infeksi pada ketiga kelompok pengobatan.( p= 0,0001 ). Albendazole dosis 400 mg sekali sehari selama 1 hari kurang efektif untuk trikuriasis dengan intensitas sedang dan berat pada ketiga kelompok pengobatan, tetapi albendazole dosis 400 mg sekali sehari selama 3 hari efektif untuk intensitas ringan karena mempunyai Cure Rate

96,65 % dan Eggs Reduction Rate 99,64 %

(6)

ABSTRACT

The worm infection is still becoming a health problem of Indonesian people and some countries in the world especially in the development country in tropical area. The worm infection is almost occurred in all of people at all age, but the high prevalence especially age school children. Trichuriasis is a worm infection disease which is estimated reach 800 million cases in the world.

In the effort of prevention and curation of the worm disease, i.e. by giving antihelminthic drugs for the primary school children, but the result is not satisfied enough.

Some research show that Albendazole dosage one time in a day to cure trichuriasis was not give the optimum effect. Base on the fact, it need to studied how long the Albendazole dosage giving one time in a day to get the optimum effect in the curation of Trichuris trichiura infection. The research used Albendazole dosage 400 mg a day for 1 day, 2 days and 3 days, the Clinical Trial Prospective method with one group pre and post test design at Sekolah Dasar No. 067230, Kelurahan Tembung Kota, Kecamatan Medan Tembung, Kota Madya Medan on June, 2007. From 559 students, 165 students fulfill the the reaserch requirements which is separated in three groups of medicine giving.

There are significant difference in decreasing of eggs quantity before and after medical at 3 groups of medical giving and intensity decreasing of infection at 3 groups.(p=0,0001). 400 mg dosage Albendazole one time a day is not effective for trichuriasis with medium and high intensity at 3 groups of medicine, but 400 mg dosage Albendazole one time a day for 3 days is effective for low intensity because it has 96,65 % Cure Rate and Eggs Reduction Rate 99,64 %.

Keywords :Trichuris trichiura, Infection intensity, Cure Rate, Eggs Reduction

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,

taufiq dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang

merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program

Pascasarjana Magister Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Islam Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis dalam mengikuti pendidikan Program Pascasarjana

Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

Pimpinan Harian Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara atas pemberian

beasiswa kepada penulis dalam mengikuti pendidikan Program Pascasarjana

Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program

Pascasarjana Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

Kepala dan Staf Bagian Parasitologi yang telah memberikan kesempatan dan

dorongan dalam mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Magister Ilmu

(8)

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas

Sumatera Utara, Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM),

Sp.A(K) beserta jajarannya, atas kesempatam, bimbingan dan petunjuk kepada

penulis selama penulis menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu

Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

Kepala Sekolah Dasar Negeri No.067230 Kelurahan Tembung Kota,

Kecamatan Medan Tembung, Kota Madya Medan berserta staf, yang telah

memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk dapat meneliti pada murid

sekolah dasar, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Program

Pascasarjana.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada dr.

Endang Haryanti Gani, DTM&H, Sp.ParK, dr. Nurfida Khairina Arrasyid Mkes dan

Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, sebagai komisi pembimbing, demikian juga

kepada Prof.dr.AA Depari,DTM&H, SpParK dan dr. Daten Bangun,MSc,SpFK

sebagai komisi Pembanding yang telah membimbing dan memberikan pengarahan

kepada penulis dari mulai proposal tesis hingga selesainya pembuatan tesis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan peserta

pendidikan Program Pascasarjana Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas

Sumatera Utara, yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu persatu, yang selalu

(9)

Akhirnya tidak terlupakan penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta

beserta putra-putri tersayang yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa

dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis di

Universitas Sumatera Utara Medan

Berkat Ridho dan Rahmat dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan

tesis ini, semoga apa yang didapat penulis selama pendidikan dan hasil penelitian

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan,

Wassalam,

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………...………..……i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ……….…..…...…...iii

DAFTAR ISI ………..………...……...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ……….…...ix

DAFTAR SINGKATAN ……….……...x

DAFTAR LAMPIRAN ……….……...xi

BAB I: PENDAHULUAN ………...……..……….1

1.1.Latar Belakang ………...…..…………...1

1.2. Perumusan Masalah ……….………...4

1.3. Tujuan Penelitian .……….……….4

1.4. Hipotesa ………….……….……….. …5

1.5. Manfaat Penelitian ………..……..….………5

1.6. Kerangka konsep ………..…...…...….. …6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ………..…………...7

(11)

2.2. Obat Anticacing di Indonesia ………..……...……...12

BAB III : METODE PENELITIAN ……… ………..……..……...15

3.1. Disain Penelitian ………..………..…….…15

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………..………..…...15

3.3. Populasi Terjangkau ………..………..….…15

3.4. Kriteria Inklusi ………..……….…..15

3.5. Kriteria Eksklusi ……….………...16

3.6. Perkiraan Besar Sampel ………..……….16

3.7. Cara Kerja ………..………..17

3.8. Definisi Operasional ………..……….……...19

3.9. Kelompok Perlakuan ………..……….………....20

3.10. Variabel ……...………..…….………...20

3.11. Analisa Statistik ………..…...21

BAB-IV HASIL DAN PEMBAHASAN …..………..……….…….……..22

4.1. Hasil ………..………….…………..22

4.2. Pembahasan ………..………….…………..33

BAB-V KESIMPULAN DAN SARAN ……....………..………...40

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Prevalensi cacing usus sebelum pengobatan ...…..……....22

2. Karakteristik sampel berdasar kelompok pengobatan …….….……...24

3. Karakteristik penderita trikuriasis sebelum pengobatan …….…..……...26

4. Intensitas infeksi sebelum pengobatan pada kelompok pengobatan…....28

5. Jumlah rata-rata telur pada tinja sebelum dan sesudah pengobatan

pada kelompok pengobatan ………...29

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka konsep ………..6

2. Telur Trichuris trichiura matang(isi larva) …………...………...10

3. Cacing dewasa Trichuris trichiura(jantan dan betina ..…….………..10

4. Siklus hidup cacing Trichuris trichiura ... ...……….…….11

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Persetujuan Komite Etik tentang pelaksanaan Penelitian Bidang

Kesehatan ………..43

2. Surat permohonan izin penelitian kepada sekolah SDN 067230 Kecamatan Medan Tembung ……….………..44

3. Surat Pernyataan ……….……….45

4. Flow Diagram for the collection of data in school ……….……….46

(15)

DAFTAR SINGKATAN

C.R : Cure Rate

EPG/TPG : Eggs Per Gram/Telur Per Gram

ERR : Egg Reduction Rate

kg : Kilogram

mg : milligram

mm : millimeter

SD : Sekolah Dasar

Spp : Spesies

STH : Soil Transmitted Helminths

TPG : Telur per gram

UISU : Universitas Islam Sumatera Utara

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

dan beberapa negara di dunia terutama pada negara berkembang di daerah tropis.

Dalam kehidupan sehari-hari cacingan merupakan penyakit yang banyak dijumpai,

terutama pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah. Walaupun infeksi

cacing sangat jarang menimbulkan kematian, tetapi dalam keadaan kronis dapat

menimbulkan masalah di bidang kesehatan, seperti akibat infeksi berat dan kronis

dapat menyebabkan kurang gizi, kurang darah (anemi), yang mana secara tidak

langsung dapat menyebabkan gangguan fisik, gangguan kognitip, gangguan

pertumbuhan anak, penurunan daya kerja dan kuwalitas hidup, serta masa depan dari

penderita. Infeksi cacing dapat mengenai semua golongan umur, tetapi prevalensi

tinggi terutama pada golongan anak usia sekolah dasar. Trikuriasis merupakan

penyakit infeksi cacing Trichuris trichiura yang diperkirakan mencapai 800 juta

kasus di seluruh dunia. Di daerah tropis dan lembab seperti di Indonesia, penderita

dengan infeksi berat dan menahun, terutama pada anak-anak sering dengan gejala

khas, seperti sindroma disentri, anemia, penurunan berat badan, disertai dengan

infeksi mikro organisme lain, bahkan dapat terjadi prolapsus rekti.

Pada negara berkembang termasuk Indonesia infeksi cacing usus yang

(17)

prevalensi yang sangat tinggi terutama pada anak usia bawah lima tahun (Balita)

ataupun golongan anak sekolah dasar.

Dari penelitian pada tahun 1995 didapatkan prevalensi penyakit cacingan yang

ditularkan melalui tanah sebesar 60 – 70%. Anak usia sekolah dasar dan merupakan

kelompok yang rentan terhadap penularan penyakit ini (Subahar R; Mahfudin H;

Ismid IS).

Hasil penelitian tahun 1996 pada anak SD di Jakarta Utara menemukan

prevalensi askariasis 59.6 % dan trikuriasis sebesar 79.64 %. Tinggi rendahnya

penularan penyakit askariasis dan trikuriasis sangat berhubungan erat dengan

pencemaran tanah oleh tinja yang mengandung telur cacing (Subahar R; Mahfudin

H; Ismid IS).

Dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit kecacingan, pemerintah

telah melaksanakan berbagai program pemberantasan penyakit kecacingan, terutama

pada anak usia sekolah dasar. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kepada murid,

guru, dan orang tua murid mengenai penyakit cacingan yang ditularkan melalui

tanah, termasuk penyebab, pencegahan, dan cara penanggulangan serta pemberian

obat cacing.

V.Y.Belizario,ME Amarillo,W.D.Leon tahun 2003 dalam penelitian

pengobatan albendazole dosis tunggal pada anak sekolah dasar di Philipina

(18)

V.J.Adams, Lombard C J, Dhansay M A dkk , tahun 2004 dalam penelitian

pemakaian albendazole dosis tunggal 400 mg pada anak sekolah dasar di Cape

Town Afrika selatan mendapatkan Cure Rate sebesar 23 %.

Legesse M, Erko B, Medhin G, tahun 2004 dalam penelitian pemakaian

albendazole dosis sekali sehari selama 1 hari pada anak sekolah umur 6 tahun

hingga 19 tahun di Ethiopia mendapatkan Cure Rate sebesar 69,8 %.

Sirivichayakul C, Pojjoen Anant C,Wisetsing P dkk, tahun 2003 dalam

penelitian pemakaian albendazole 400 mg sekali sehari selama 3 hari, 5 hari dan 7

hari menyarankan agar pemakaian albendazole 3 hari digunakan untuk infeksi

ringan Trichuris trichiura, sedangkan untuk infeksi berat 5 hingga 7 hari.

Laporan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pemberian Albendazole

dosis sekali sehari selama 1 hari untuk menanggulangi trikuriasis belum

memberikan efek yang optimal. Berdasar kenyataan ini perlu diteliti berapa lama

pemberian Albendazole dosis sekali sehari untuk mencapai efek yang optimal pada

(19)

1.2. Perumusan Masalah

1.2.1Masih rendahnya tingkat keberhasilan pengobatan(Cure Rate)

Albendazole dosis 400 mg sekali sehari terhadap infeksi Trichuris

trichiura.

1.2.2Untuk hal tersebut diatas perlu dibandingkan efektifitas pemberian Albendazole dengan pemberian sekali sehari 400 mg selama 1, 2 dan 3

hari.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui dosis efektif Albendazole dalam menanggulangi

infeksi cacing Trichuris trichiura secara masal.

1.3.2. Tujuan khusus:

1.3.2.1.Untuk mengetahui efektifitas pemberian obat Albendazole dengan cara pemberian dosis sekali sehari selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari dalam

menanggulangi infeksi Trichuris trichiura secara massal.

(20)

1.4. Hipotesa

1.4.1. Ada perbedaan tingkat keberhasilan pengobatan Albendazole dengan pemberian dosis sekali sehari selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari.

1.4.2. Ada perbedaan penurunan intensitas infeksi cacing Trichuris trichiura dengan pemberian Albendazole 400 mg dosis sekali sehari selama 1

hari, 2 hari, dan 3 hari.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mendapatkan terapi yang lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi infeksi Trichuris trichiura secara masal.

(21)
[image:21.612.115.510.179.555.2]

1.6. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Anak SD + infeksi

Trichuris trichiura

Cure rate 2 hr

Cure rate 3 hr

Cure rate 1 hr

Albendazole 1 hari

Albendazole 3 hari Albendazole

2 hari

Behaviour: Pengetahuan Sikap Tindakan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Usus

Manusia merupakan salah satu hospes (tempat hidup) dari beberapa cacing

usus, yang sebagian besar dari cacing ini dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Dari beberapa cacing usus ini sebagian merupakan cacing yang ditularkan melalui

tanah yang disebut “ Soil-Transmitted Helminths “(STH), antara lain Ascaris

lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura,

Strongyloides stercoralis, dan spesies Trichostrongylus (Ganda husada.S,1998 ).

Cacing usus yang ditularkan melalui tanah sangat mudah menginfeksi

masyarakat pada daerah negara berkembang dengan higiene dan sanitasinya masih

kurang, termasuk Indonesia. Dampak infeksi cacing usus yang ditularkan melalui

tanah dan siklus hidupnya perlu dipelajari untuk dapat menentukan cara-cara

pencegahan. Penyebaran infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura

hampir sama, sehingga infeksi kedua cacing ini hampir selalu bersamaan pada orang

yang sama. Demikian juga epidemiologi dari kedua cacing ini hampir sama,

sehingga sering terlihat prevalensi askariasis dengan trikuriasis selalu hampir sama

(PC Beaver,dkk, 1984). Di daerah yang endemis dengan insiden askariasis dan

trikuriasis tinggi, terjadi penularan secara terus menerus. Transmisi ini sangat

dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat menguntungkan pihak parasit, seperti

(23)

Trichuris trichiura

Nama lain cacing ini adalah Trichocephalus dispar atau cacing cambuk.

Manusia merupakan hospes definitif cacing ini dan penyakitnya disebut trikuriasis.

Distribusi cacing ini kosmopolitan, terutama ditemukan pada daerah tropis dan

lembab seperti di Indonesia dan daerah tropis lainnya. Trichuris trichiura

mempunyai bentuk seperti cambuk dengan bagian anterior/ bagian kepala yang lebih

halus dibanding dengan bagian posterior/ bagian ekor. Panjang cacing jantan lebih

kurang 4 cm dengan bagian ujung ekor melengkung, sedangkan cacing betina

mempunyai panjang sekitar 5 cm dan bagian ujung ekor lurus. Cacing dewasa hidup

di sekitar sekum dan kolon asenden dengan bagian anterior yang halus masuk ke

dalam mukosa usus untuk mengambil makanan dan mengisap darah

(Brown.H.W,1978).

Cacing betina dewasa akan menghasilkan telur sebanyak 3.000 – 10.000

butir sehari. Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti

tempayan dengan 2 penonjolan berbentuk knob pada kedua kutubnya . Kulit telur

relatif tebal dengan bagian luar berwarna kekuning –kuningan. dan bagian luarnya

berwarna jernih. Telur yang telah dibuahi akan keluar dari tubuh hospes melalui

tinja. Di atas permukaan tanah telur akan matang dalam waktu 10 – 14 hari

tergantung lingkungan dan iklim yang sesuai, seperti tanah yang lembab dan teduh.

(24)

dalam usus halus dan setelah dewasa cacing ini akan bergerak menuju sekum dan

kolon asenden ( Ichiro Miyazaki, 1991).

Waktu yang diperlukan untuk masa pertumbuhan mulai dari telur matang

yang tertelan hingga menjadi cacing betina yang siap untuk menghasilkan telur lebih

kurang 30 – 90 hari. Secara klinis gejala yang diakibatkan oleh cacing dewasa

dengan bagian kepala yang masuk ke mukosa usus dan mengisap darah, terjadi

iritasi dan peradangan mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan

mudah terinfeksi bakteri / parasit lain, seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia

coli.

Penderita dengan infeksi berat dan menahun, terutama pada anak-anak sering

menunjukan gejala klinis yang nyata seperti diare yang sering diselingi dengan

sindroma disentri dan anemia, berat badan menurun, dan kadang-kadang disertai

dengan prolapsus rektum, gejala ini dapat berjalan bertahun-tahun.

Diagnosa trikuriasis ditegakkan dengan menjumpai telur didalam tinja

(25)
[image:25.612.164.456.123.493.2]

Gambar 2. Telur Trichuris trichiura matang (isi larva)

(26)
[image:26.612.119.503.171.580.2]

(27)

2.2. Obat anti cacing di Indonesia

Banyak sediaan obat anti cacing usus yang beredar di Indonesia antara lain:

1. Piperazine hexahydrate

2. Albendazole

3. Mebendazole

4. Oxantel pamoate

5. Pyrantel pamoate

Albendazole

Albendazole merupakan antihelmintik dengan spektrum yang sangat luas,

termasuk dalam golongan Benzimidazole. Secara farmakologi Benzimidazole

bekerja menghambat mitochondrial fumarate reductase, pelepasan posporilasi dan

mengikat -tubulin, sehingga menghambat kerja polimerisasi(Goodman, 1996).

Pada parasit cacing Albendazole dan metabolit-nya diperkirakan bekerja dengan

jalan menghambat sintesis mikrotubulus, dengan demikian mengurangi pengambilan

glucose secara irreversible, mengakibatkan cacing lumpuh(Bertram.G.K, 2004).

Dengan pemberian per oral Albendazole akan cepat mengalami metabolisme

dalam tubuh menjadi albendazole sulfoxide. Tiga jam setelah pemberian per oral

dengan dosis 400 mg, sulfoxide mengalami konsentrasi maximal sekitar 113 – 367

ng/ml dan waktu paruh plasmanya 8 -12 jam. Bahan metabolisme dikeluarkan dari

tubuh melalui empedu dan urine. Penyerapan Albendazole akan meningkat hingga

(28)

ingin membunuh cacing yang berada di jaringan, maka obat cacing diberikan

bersama makanan, dan bila kita ingin memberantas cacing yang berada di dalam

lumen usus, maka obat cacing diberikan pada waktu sebelum makan / perut kosong

(Bertram.G.K, 2004).

Abendazole dapat bekerja sebagai larvisid dan ovisid. Obat ini disediakan

dalam berbagai bentuk dan nama dagang, seperti:

1. Helben (PT.MECOSIN INDONESIA), kaplet 400mg dan suspensi 200 mg

per 5 ml.

2. Albendazole (INDOFARMA), kaplet mengandung 400 mg.

Albendazole diindikasikan untuk mengobati infeksi cacing usus baik infeksi tunggal

maupun infeksi campuran dari:

1. Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura

3. Necator americanus

4. Ancylostoma duodenale

5. Enterobius vermicularis

6. Strongyloides stercoralis

(29)

Dosis Albendazole

a. Untuk dewasa dan anak-anak dipakai 1 kaplet atau 10 ml suspensi yang

mengandung 400 mg diberikan sebagai dosis tunggal.

b. Pada kasus strongyloidiasis dan taeniasis diberikan 1 kaplet atau suspensi

yang mengandung 400 mg diberikan selama 3 hari berturut-turut.

c. Pengobatan tidak memerlukan puasa atau pemakaian pencahar.

Efek samping Albendazole

Efek samping biasanya ringan dan bersifat sementara. Gangguan saluran

pencernaan, sakit kepala, dizziness, lemas, dan insomnia dapat terjadi pada

beberapa kasus.

Kontra indikasi

Wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui. Hati-hati bila digunakan pada

penderita dengan gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal. Albendazole

[image:29.612.149.487.513.643.2]

sebaiknya tidak diberikan pada anak usia dibawah 2 tahun (Bertram.B.K, 2004).

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan Clinical Trial prospektif dengan one group pre and

post test design (Pratiknya A W, 2001).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2007.

Tempat penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri No.067230 Kelurahan

Tembung Kota, Kecamatan Medan Tembung, Kota Madya Medan, Propinsi

Sumatera Utara.

3.3. Populasi terjangkau

Anak Sekolah Dasar Negeri No.067230 Kelurahan Tembung Kota, Kecamatan

Medan Tembung dengan dijumpainya telur Trichuris trichiura.

3.4. Kriteria inklusi

1. Bersedia makan obat

2. Dijumpai telur Trichuris trichiura dalam tinja

(31)

4. Memenuhi protokol, bersedia untuk pemeriksaan tinja pada waktu yang telah

ditentukan peneliti.

5. Tidak ada penyakit penyerta yang lain.

3.5.Kriteria eksklusi

1. Makan obat cacing dalam masa penelitian

2. Makan obat cacing dua minggu sebelum penelitian

3. Timbul efek samping terhadap obat cacing

4. Tidak bersedia mengisi informed concent

5. Mengalami diare

6. Adanya penyakit infeksi penyerta yang dapat melemahkan evaluasi

pengobatan dalam penelitian

3.6. Perkiraan besar Sampel ( Sudigdo, 2002 ).

-P=1/2 (P1+P2 )

-P1: proporsi penurunan cure rate trikuriasis oleh Albendazole

-P2: proporsi penurunan cure rate trikuriasis oleh albendazole yang

diharapkan (clinical judgment)

{z √2PQ + z √P1Q1 +P2Q2}2

n1 = n2 =n3= ---

(32)

-P1= 0,542 P2 = 0,825

-P= 0,684 Q = 0,316

Q1=1 – P1 = 1 – 0,542 = 0,458

Q2=1 – P2 = 1 – 0,825 = 0,175

Z = 1,96 Z = 0,842

Dari perhitungan diatas, besar sample masing-masing kelompok = 41,17

Jumlah masing-masing kelompok perlakuan ditetapkan = 42 orang

3.7. Cara Kerja

Dilakukan pemeriksaan tinja pada anak sekolah dasar kelas 1 sampai kelas

6. Pemeriksaan tinja dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas

Kedokteran UISU dengan menggunakan metode KATO-KAZT. Semua anak

dengan positif telur Trichuris trichiura dimasukkan dalam peserta penelitian.

Pemeriksaan tinja dinyatakan negatif, bila 3 kali pemeriksaan tinja yang sama

tidak dijumpai telur cacing.

Bahan:

Aplicator stick / spatula dari kayu

Kawat saring ukuran 60 – 105 mesh

Karton tebal 1,37 mm, yang telah dilubangi dengan diameter 6 mm

Kaca benda

(33)

Pinset

Kertas saring

Larutan Kato (Glycerol malachite green)

Letakkan sejumlah tinja di atas kertas saring, ambil kawat saring tekan ke

bawah di atas tinja hingga tinja tersaring di atas kawat saring. Letakkan karton

yang telah dilubangi diatas kaca benda dengan lubang di tengah kaca benda,

ambil tinja yang telah disaring isikan pada lubang karton hingga penuh dan

ratakan permukaan atasnya dengan menggunakan spatula dari kayu. Karton

kita angkat ke atas hingga tinja tertinggal di atas kaca benda. Letakkan plastic

cellophane hydrophilic yang sebelumnya telah direndam dalam larutan Kato

selama 24 jam di atas tinja, tekan ke bawah hingga tinja tipis dan rata. Lapisan

tinja yang kita harapkan diketahui dengan meletakkan tulisan kertas koran

yang dapat dibaca di bawah lapisan tinja. Sediaan kita biarkan selama lebih

kurang 15 menit, kemudian kita baca di bawah mikroskop dengan pembesaran

10 x 10.

Hitung jumlah telur Trichuris trichiura pada semua lapangan pandang secara

sistematis tanpa ada bagian lapangan pandang yang tersisa.

Dihitung kepadatan telur dalam tinja dengan hitungan Egg Per Gram (EPG) /

Telur Per Gram (TPG). Sesuai dengan rekomendasi WHO sediaan yang

diperiksa berdasarkan volume tinja yang diambil dari lubang karton tebal 1,37

(34)

dengan 24. Klasifikasi berat ringannya penderita berdasarkan tuntunan dari

WHO dengan rincian sebagai berikut:

Ringan : Jumlah telur 1 - 999 telur per gram

Sedang : Jumlah telur 1000 - 4999 telur per gram

Berat : Jumlah telur lebih dari 4999 telur per gram (Montressor; 1998)

Pemeriksaan tinja dilaksanakan pada awal pelaksanaan penelitian dan 2

minggu setelah pemberian obat cacing hari pertama, dengan metode sama.

3.8. Definisi Operasional

1. Trikuriasis adalah pasien yang terinfeksi oleh cacing Trichuris trichiura

yang didiagnosa dengan dijumpainya telur Trichuris trichiura pada tinja

atau keluarnya cacing dewasa dari dalam tubuh pasien.

2. Dosis Albendazole adalah 1 tablet yang mengandung 400 mg bahan aktip,

diberikan per-oral, sekali sehari.

3. Intensitas infeksi adalah kepadatan telur per gram tinja yang dipakai

menentukan berat ringannya penyakit secara tidak langsung berdasarkan

ketentuan WHO (Montressor, 1998).

4. Sembuh bila tidak dijumpai telur pada 3 kali pemeriksaan tinja penderita

(35)

3.9. Kelompok Perlakuan

Penelitian terdiri dari 3 kelompok perlakuan sebagai berikut :

1. Kelompok yang mendapatkan Albendazole 1 tablet mengandung 400 mg

diberikan per oral sekali sehari selama 1 hari.

2. Kelompok yang diberikan 1 tablet Albendazole 400 mg per oral sekali

sehari selama 2 hari.

3. Kelompok yang mendapatkan Albendazole 1 tablet mengandung 400 mg

diberikan per oral sekali sehari selama 3 hari.

Pada penelitian ini data tidak terkelompokkan dalam intensitas infeksi secara

proporsional.

3.10.Variabel

Variabel bebas : Albendazole 1 hari, 2 hari dan 3 hari

Variabel tergantung : Eggs Per Gram(EPG), Cure Rate(CR)

(36)

3.11.Analisa Statistik

1. Untuk melihat perbedaan rata-rata telur cacing kelompok yang diberi

pengobatan selama 1 hari, 2 hari, dan 3 hari pada awal penelitian diuji

Anova jika variant populasi sama. Bila variant tidak sama diuji dengan

Kruskal- Wallis.

2. Untuk melihat perbedaan pemberian selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, sebelum

dan sesudah pengobatan digunakan uji t-berpasangan jika data berdistribusi

normal, sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal dengan uji

Wilcoxon.

3. Untuk melihat perbedaan rata-rata jumlah telur cacing pada kelompok

pemberian 1 hari, 2 hari, 3 hari, sebelum dan sesudah pengobatan

digunakan uji t-berpasangan bila data berdistribusi normal, sedangkan

untuk data yang tidak berdistribusi normal dengan uji Wilcoxon.

4. Untuk melihat perbedaan selisih rata-rata jumlah telur cacing akibat

pemberian obat pada masing-masing kelompok diuji dengan Anova.

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Berdasarkan jumlah murid kelas 1 sampai kelas 6 Sekolah Dasar Negeri

No.067240 jl.Benteng Hulu No 40 B Kecamatan Medan Tembung sebanyak 559

murid, hanya 374(66,91%) murid yang bersedia memeriksakan tinjanya. Sedangkan

185 murid tidak memberikan tinja. Pada pemeriksaan tinja pertama terhadap 374

murid yang belum diberikan pengobatan terdapat 273(73%) menderita infeksi

cacing usus dari 4 jenis cacing usus antara lain Trichuris trichiura, Ascaris

[image:37.612.110.516.364.701.2]

lumbricoides, Cacing tambang, dan Hymenolepis nana.

Tabel 1. Prevalensi penderita cacing usus sebelum pengobatan

Parasit Jumlah sampel

n ( % )

Trichuris trichiura

Ascaris lumbricoides

Cacing tambang

Hymenolepis nana

T.trichiura + A.lumbricoides

T.trichiura + A.lumbricoides+ ccg tambang

T.trichiura + H.nana

T.trichiura infeksi tunggal

237(63,37 %)

174(46,52 %)

2(0,53 %)

2(0,53 %)

136(36,33 %)

2( 0,53 %)

2(0,53 %)

(38)

Setelah dilakukan pemberian Albendazole dosis 400 mg sehari terhadap

semua penderita infeksi cacing usus dengan jumlah hari sesuai dengan kelompok

pengobatan yang diambil secara acak, dijumpai adanya efek samping berupa sakit

kepala ringan pada 2 orang murid pada kelompok pemberian obat 3 hari dan gejala

ini hilang pada hari keempat tanpa pemberian obat.

Dua minggu setelah diberikan pengobatan pada ketiga kelompok subjek

penelitian dilakukan pemeriksaan tinja kedua, ada 273 murid yang infeksi cacing

usus memberikan tinja untuk pemeriksaan kedua, dan hanya 165 tinja murid yang

memenuhi persyaratan penelitian.

Dari hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan, 273(73,00%) murid menderita

cacingan dari berbagai jenis cacing usus. Prevalensi cacing Trichuris trichiura

mempunyai angka tertinggi dibandingkan dengan prevalensi cacing usus yang lain

(63,37 %), disusul oleh cacing Ascaris lumbricoides (46,52 %), cacing tambang

(0,53 %) dan cacing H.nana (0,53%). Dari hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan,

273(73,00 %) murid menderita cacingan dari berbagai jenis cacing usus. Dijumpai

adanya infeksi campuran cacing usus antara lain Trichuris trichiura dengan Ascaris

lumbricoides 136(36,33 %), Trichuris trichiura dengan H.nana 2 (0,53 %),

Trichuris trichiura dengan Ascaris lumbricoides dan cacing tambang 2 (0,53 %),

(39)
[image:39.612.112.525.143.553.2]

Tabel 2. Karakteristik sampel berdasar kelompok pengobatan

Karakteristik Obat 1 hari n(%)

Obat 2 hari n(%)

Obat 3 hari n(%)

Total n(%)

Jenis kelamin

Wanita 22(27,8%) 23(29,1%) 34(43,0%) 79(100%)

Pria 23(26,7%) 30(34,9%) 33(38,4%) 86(100%)

Total 45(27,3%) 53(32,1%) 67(40,6%) 165(100%)

Kedudukan kelas

Kelas I 4(18,2%) 12(54,5%) 6(27,3%) 22(100%)

Kelas II 3(8,3%) 20(55,6%) 13(36,1%) 36(100%)

Kelas III 5(20,0%) 11(44,0%) 9(36,0%) 25(100%)

Kelas IV 18(42,9%) 6(14,3%) 18(42,9%) 42(100%)

Kelas V 10(31,3%) 3(9,4%) 19(59,4%) 32(100%)

Kelas VI 5(62,5%) 1(12,5%) 2(25,0%) 8(100%)

Total 45(27,3%) 53(32,1%) 67(40,6%) 165(100%)

Dari 165 murid yang menjadi subjek penelitian, dijumpai 22(27,8%) murid

wanita dan 23(26,7%) murid pria untuk kelompok pemberian obat 1 hari yang

berjumlah 45 orang.Pada kelompok pemberian obat 2 hari dengan jumlah murid 53

(40)

kelompok pemberian obat selama 3 hari yang berjumlah 67 orang terdapat

34(43,0%) murid wanita dan 33(38,4%) murid pria (Tabel 2).

Bila kita lihat kedudukan murid yang menjadi subjek penelitian dalam kelas

berdasarkan kelompok pengobatan, maka terlihat ada 22 murid duduk di kelas satu

dengan 4(18,2%) murid pada kelompok pengobatan 1 hari, 12(54,5%) murid pada

kelompok pengobatan 2 hari dan 6(27,3%) murid pada kelompok pengobatan 3 hari.

Murid yang duduk di kelas dua sebanyak 36 orang , dengan 3(8,3%) murid

pada kelompok pemberian obat 1 hari 20(55,6%) murid pada kelompok pemberian

obat 2 hari dan 13(36,1%) orang pada kelompok pemberian obat 3 hari.

Untuk murid yang duduk di kelas tiga ada 25 murid yang menjadi subjek

penelitian, 5(20,0%) murid pada kelompok pengobatan 1 hari, 11(44,0%) murid

pada kelompok pemberian obat 2 hari dan 9(36,0%) murid pada kelompok

pemberian obat 3 hari.

Murid yang duduk di kelas empat ada 42 murid, 18(42,9%) murid pada

kelompok pengobatan 1 hari, 6(14,3%) murid pada kelompok pemberian obat 2 hari

dan 18(42,9%) murid pada kelompok pemberian obat 3 hari.

Murid peserta penelitian yang duduk di kelas lima ada 32 murid, 10(31,3%)

orang pada kelompok pengobatan 1 hari, 3(9,4%) orang pada kelompok pengobatan

2 hari dan 19(59,4%) orang pada kelompok pengobatan 3 hari.

Sedangkan murid peserta penelitian yang duduk di kelas enam ada delapan

(41)

kelompok pemberian obat 2 hari dan 2(25,0%) orang pada kelompok pemberian

[image:41.612.112.513.228.536.2]

obat 3 hari (Tabel 2).

Tabel 3. Karakteristik penderita trikuriasis sebelum pengobatan Karakteristik

subjek

Obat 1 hr n = 45

Obat 2 hr n = 53

Obat 3 hr n = 67

p

Umur rata-rata

( Tahun )

B.badan rata-rata

( Kg )

T.badan

( Meter )

Jlh telur cacing

( Epg-1: jlh telur

pergram tinja )

9,86 U+U 1,48

25,57 U+U 7,27

1,30 U+U 0,09

1276,36 U+U 1435,66

8,12 U+U 1,34

19,69 U+U 3,79

1,21 U+U 0,08

789,06 U+ U96,38

9,68 U+U 1,39

24,05 U+U 5,29

1,30 U+U 0,09

993,69U+U1389,37

0,0001

0,0001

0,0001

0,168

Test distribution is normal

Dari pengamatan pada subjek penelitian dengan penentuan kelompok yang

diambil secara acak, sebelum pengobatan dapat kita lihat umur rata-rata(tahun)

kelompok pemberian obat 1 hari 9,86 U+U 1,48, kelompok pemberian obat 2 hari 8,12

U

(42)

bermakna umur rata-rata kelompok pemberian obat 1 hari dengan pemberian obat 2

hari, dan ada perbedaan bermakna umur rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari

dengan kelompok pemberian obat 3 hari (p=0,0001).

Berat badan rata-rata(kg) pada kelompok pemberian obat 1 hari 25,57 U+U

7,27, kelompok pemberian obat 2 hari 19,69 U+U 3,79, dan pada kelompok pemberian

obat 3 hari 24,05 U+U 5,29. Ada perbedaan bermakna berat badan rata-rata kelompok

pemberian obat 1 hari dengan pemberian obat 2 hari, dan ada perbedaan bermakna

berat badan rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari dengan kelompok pemberian

obat 3 hari (p=0,0001).

Tinggi badan rata-rata(meter) pada kelompok pemberian obat 1 hari 1,30 U+U

0,09, kelompok pemberian obat 2 hari 1,21 U+U 0,08, dan pada kelompok pemberian

obat 3 hari 1,30 U+U 0,09. Ada perbedaan bermakna tinggi badan rata-rata kelompok

pemberian obat 1 hari dengan pemberian obat 2 hari, dan ada perbedaan bermakna

tinggi badan rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari dengan kelompok pemberian

obat 3 hari (p=0,0001).

Jumlah telur rata-rata pada kelompok pemberian obat 1 hari 1276,36 U+U

1435,66, kelompok pemberian obat 2 hari 789,06 U+ U96,38, dan pada kelompok

pemberian obat 3 hari 993,69U+U1389,37. Ada perbedaan jumlah telur rata-rata

kelompok pemberian obat 1 hari dengan kelompok pemberian obat 2 hari, dan

kelompok pemberian obat 3 hari, tetapi secara statistik tidak bermakna (p=0,168)

(43)
[image:43.612.106.514.139.432.2]

Tabel 4. Intensitas infeksi sebelum pengobatan pada kelompok pemberian obat

Intensitas

Obat 1 hr n ( % )

Obat 2 hr n ( % )

Obat 3 hr n (% )

Total n ( % )

p

Ringan

Sedang

Berat

25(22,3%)

17(36,2%)

3(50,0 %)

41(36,6 %)

12(25,5%)

0(0,0%)

46(41,1%)

18(38,3%)

3(50,0 %)

112(100%)

47(100%)

6(100%)

0,137*

Total 45(27,3%) 53(32,1%) 67(40,6%) 165(100%)

* Chi-Square Tests

Pada pengamatan intensitas infeksi cacing kelompok pemberian obat sebelum

pengobatan terlihat pada kelompok pemberian obat 1 hari terdapat 25(22,3%) orang

dengan infeksi ringan, 17(36,2%) orang infeksi sedang dan 3(50,0 %) orang infeksi

berat. Pada kelompok pemberian obat 2 hari terdiri dari 41(36,6 %) orang dengan

infeksi ringan, 12(25,5%) orang dengan infeksi sedang dan tidak dijumpai infeksi

berat. Sedangkan pada kelompok pemberian obat 3 hari terdiri dari 46(41,1%) orang

dengan infeksi ringan, 18(38,3%) orang dengan infeksi sedang dan 3(50,0 %) orang

(44)
[image:44.612.107.533.158.475.2]

Tabel 5. Jumlah rata-rata telur dalam tinja sebelum dan sesudah pengobatan pada kelompok pengobatan

Kelompok Sebelum Sesudah ERR p

Obat 1 hari N= 45

Ringan Sedang Berat

383,04 U+U 222,94

1862,35 U+U 879,85

5400,00 U+U 392,90

10,40 U+U 7,27

322,82 U+U 197,08

1712,00 U+U 121,17

97,28 % 82,67 % 68,30 %

0,001

Obat 2 hari

N= 53

Ringan Sedang Berat

368,49 U+U 209,26

2226,00 U+U 901,57

-

15,80 U+U 8,96

252,25 U+U 199,96

-

95,71 % 88,50 %

-

0,001

Obat 3 hari

N=67

Ringan Sedang Berat

287,91 U+U 196,95

2002,67 U+U 895,06

5304,00 U+U 197,05

1,04 U+U 0,49

37,33 U+U 12,08

240,07 U+U 42,08

99,64 % 98,14 % 98,49 %

0,001

*Wilcoxon Signed Rank Test

Dari hasil pemeriksaan tinja sebelum pengobatan pada kelompok pengobatan

1 hari jumlah rata-rata telur infeksi ringan 383,04 U+U 222,94, infeksi sedang 1862,35

U

+U 879,85, infeksi berat 5400,00 U+U 392,90, dan sesudah diberikan pengobatan,

jumlah rata-rata telur untuk infeksi ringan menjadi 10,40 U+U 7,27, infeksi sedang

322,82 U+U 197,08 dan infeksi berat 1712,00 U+U 121,17.

Pada kelompok pengobatan 2 hari jumlah rata-rata telur untuk infeksi ringan

(45)

Sesudah diberikan pengobatan jumlah rata-rata telur untuk infeksi ringan menjadi

15,80 U+U 8,96, infeksi sedang 252,25 U+U 199,96.

Untuk kelompok pemberian obat 3 hari jumlah rata-rata telur infeksi ringan

287,91 U+U 196,95, infeksi sedang 2002,67 U+U 895,06, infeksi berat 5304,00 U+U 197,05.

Setelah diberi pengobatan jumlah rata-rata telur untuk infeksi ringan 1,04 U+U 0,49,

(46)
[image:46.612.108.529.154.607.2]

Tabel 6. Sembuh – Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi cacing pada kelompok pengobatan

Kelompok Sebelum n (%)

Sesudah

n (%) C R p

Obat 1 hari, n=45

Ringan Sedang Berat 25 (55,6%) 17 (37,8%) 3 (6,7%)

Sembuh : 21(46,7%)

Ringan : 4 (8,9%)

Sembuh : 5(11,1%)

Ringan : 9(20%) Sedang : 3 (6,7%)

Sembuh : 0 (0,0%)

Sedang : 3 (6,7%)

84 %

29,41 %

0 %

0,0001

Obat 2 hari, n=53

Ringan Sedang Berat 41 (77,4%) 12 (22,6%) 0

Sembuh : 29(54,7%)

Ringan : 12(22,6%)

Sembuh : 1(1,9%)

Ringan : 11(20,8%) -

70,73 %

8,30 %

-

0,0001

Obat 3 hari, n=67

Ringan Sedang Berat 46 (68,7%) 18 (26,9%) 3 (4,5%)

Sembuh : 44(65,7%)

Ringan : 2 (3%)

Sembuh : 5(7,5%)

Ringan :13(19,4%)

Sembuh : 1(1,5%)

Ringan : 2 (3,0%)

95,65 %

27,78 %

33,33 %

0,0001

* Chi-Square Tests * * Significant

Dari hasil penelitian ini dapat kita lihat, pada kelompok pemberian obat 1 hari

(47)

infeksi sedang dan 3(6,7%) orang infeksi berat, terjadi konversi setelah pengobatan

pada golongan infeksi ringan, sembuh 21(46,7%) orang dan 4(8,9%) orang masih

infeksi ringan, pada golongan infeksi sedang sembuh 5(11,1%) orang, infeksi ringan

9(20%) orang dan yang masih infeksi sedang 3(6,7%) orang, sedangkan golongan

infeksi berat tidak dijumpai kasus yang sembuh, 3(6,7%) orang menjadi infeksi

sedang.

Pada kelompok pemberian obat 2 hari dengan jumlah kasus 53 orang,

41(77,4%) orang infeksi ringan ringan, 12(22,6%) orang infeksi sedang dan tidak

ada infeksi berat, terjadi konversi setelah pengobatan, pada golongan infeksi ringan

29(54,7%) orang sembuh dan 12(22,6%) orang masih tetap infeksi ringan, pada

golongan infeksi sedang 1(1,9%) orang sembuh dan 11(20,8%) orang masih tetap

infeksi sedang.

Pada kelompok pemberian obat 3 hari dengan jumlah kasus 67 orang,

46(68,7%) orang infeksi ringan, 18(26,9%) orang infeksi sedang dan 3(4,5%) orang

infeksi berat, terjadi konversi setelah pengobatan, pada golongan infeksi ringan

44(65,7%) orang menjadi sembuh dan 2(3,0%) orang menjadi infeksi ringan, pada

golongan infeksi sedang 5(7,5%) orang menjadi sembuh dan 13(19,4%) orang

menjadi infeksi ringan, sedangkan pada golongan infeksi berat 1(1,5%) orang

(48)

4.2. Pembahasan

Dari tabel-1 dapat kita lihat prevalensi cacing cambuk sebesar 63,37% ,

berbeda dengan hasil yang diperoleh Subahar R dkk pada tahun 1996 sebesar

79,64%. Untuk infeksi cacing gelang peneliti mendapatkan prevalensi cacing gelang

sebesar 46,52%, lebih rendah dari yang didapatkan oleh Subahar R dkk pada tahun

1996 sebesar 59,60%. Secara garis besar peneliti mendapatkan prevalensi cacing

usus yang lebih rendah dibandingkan peneliti sebelumnya. Hal ini dimungkinkan

oleh karena dari waktu kewaktu bertambahnya pengetahuan masyarakat akan

kesehatan, penyakit cacing dan adanya program pengobatan cacing pada anak

sekolah.

Cacing gelang dan cacing cambuk mempunyai cara infeksi dan temperatur

optimal perkembangan biakan yang hampir sama, sehingga sering terjadi infeksi

yang bersamaan pada penderita dan prevalensi yang hampir sama. Dari hasil

penelitian yang dilakukan pada anak sekolah dasar SD Negeri No.067240

kecamatan Medan Tembung dijumpai prevalensi cacing cambuk lebih tinggi dari

prevalensi cacing gelang, hal ini dimungkinkan oleh karena adanya program

pemerintah memberikan obat cacing secara berkala pada murid sekolah dasar

dengan memakai sediaan obat cacing pyrantelpamoat selama 1 hari, seperti kita

ketahui cacing cambuk kurang sensitif terhadap preparat pyranthelpamoat.

Infeksi cacing tambang yang dijumpai pada murid sekolah dasar di kecamatan

(49)

lingkungan tempat tinggal dan tempat bermain anak murid yang sebagian besar

terdiri dari lantai semen atau tanah yang padat, kurang sesuai untuk perkembang

biakan larva cacing tambang. Demikian juga halnya dengan perilaku murid dalam

kehidupan sehari-hari yang selalu memakai alas kaki, sulit untuk terjadinya infeksi

cacing tambang melalui kulit.

Dari penelitian ini kita jumpai adanya infeksi campuran cacing gelang dan

cacing cambuk dengan prevalensi yang tinggi (36,33 %). Hal ini dimungkinkan oleh

karena kedua cacing ini mempunyai sifat yang hampir sama baik cara infeksi atau

temperatur optimal perkembangbiakan.

Jumlah pria dan wanita yang ikut dalam tiap kelompok pemberian obat tidak

ada perbedaan bermakna. Hal ini terjadi hanya secara kebetulan, dikarenakan

pengambilan sampel secara acak (Tabel 2).

Dari pengamatan terlihat bahwa murid yang duduk di kelas enam hanya

sedikit sekali (8 orang), hal ini dikarenakan waktu pengambilan sampel berdekatan

dengan masa ujian nasional sekolah dasar, pengambilan tinja pertama sebelum ujian

nasional sedangkan pengambilan tinja yang kedua setelah ujian nasional, sehingga

sedikit murid yang memberikan tinja untuk pemeriksaan kedua (Tabel 2).

Umur rata-rata murid yang menjadi peserta penelitian untuk kelompok

pemberian obat 1 hari 9,86 U+U 1,48 tahun, kelompok pemberian obat 2 hari 8,12 U+U

1,34 tahun dan kelompok pemberian obat selama 3 hari 8,96 U+U 1,39 tahun. Ada

(50)

rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari, tetapi tidak ada perbedaan bermakna

umur rata-rata antara kelompok pemberian obat 1 hari dengan kelompok pemberian

3 hari. Sedangkan umur rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari ada perbedaan

bermakna dengan umur rata-rata kelompok pemberian obat 3 hari (Tabel 3).

Berat badan rata-rata murid yang menjadi peserta penelitian untuk kelompok

pemberian obat 1 hari 25,57 U+U 7,27 kg, kelompok pemberian obat 2 hari 19,69 U+U

3,79 kg dan kelompok pemberian obat selama 3 hari 24,05 U+U 5,29 kg. Ada

perbedaan bermakna berat badan rata-rata kelompok pemberian obat 1 hari dengan

berat badan rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari, tetapi tidak ada perbedaan

bermakna berat badan rata-rata antara kelompok pemberian obat 1 hari dengan

kelompok pemberian 3 hari. Sedangkan berat badan rata-rata kelompok pemberian

obat 2 hari ada perbedaan bermakna dengan berat badan rata-rata kelompok

pemberian obat 3 hari (Tabel 3).

Tinggi badan rata-rata murid yang menjadi peserta penelitian untuk

kelompok pemberian obat 1 hari 1,30 U+U 0,09 meter, kelompok pemberian obat 2 hari

1,21 U+U 0,08 meter dan kelompok pemberian obat selama 3 hari 1,30 U+U 0,09 meter.

Ada perbedaan bermakna tinggi badan rata-rata kelompok pemberian obat 1 hari

dengan tinggi badan rata-rata kelompok pemberian obat 2 hari, tetapi tidak ada

perbedaan bermakna tinggi badan rata-rata antara kelompok pemberian obat 1 hari

(51)

pemberian obat 2 hari ada perbedaan bermakna dengan tinggi badan rata-rata

kelompok pemberian obat 3 hari (Tabel 3).

Adanya perbedaan bermakna umur rata-rata, berat badan rata-rata dan tinggi

badan rata-rata antara kelompok pemberian obat 1 hari dengan pemberian obat 2

hari, tapi tidak berbeda bermakna dengan kelompok pemberian obat 3

hari(p=0,0001) dikarenakan kelompok pemberian obat selama 1 hari dan pemberian

obat 3 hari didominasi peserta murid kelas empat dan kelas lima, sedangkan

kelompok pemberian obat selama 2 hari didominasi oleh peserta murid kelas satu

dan kelas dua. Untuk jumlah rata-rata telur sebelum pengobatan pada ketiga

kelompok pengobatan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (p=0,168)

(Tabel 3).

Intensitas infeksi cacing kelompok pemberian obat sebelum pengobatan

terlihat pada kelompok pemberian obat 1 hari terdapat 25(22,3%) orang dengan

infeksi ringan, 17(36,2%) orang infeksi sedang dan 3(50,0 %) orang infeksi berat.

Pada kelompok pemberian obat 2 hari terdiri dari 41(36,6 %) orang dengan infeksi

ringan, 12(25,5%) orang dengan infeksi sedang dan tidak dijumpai infeksi berat.

Sedangkan pada kelompok pemberian obat 3 hari terdiri dari 46(41,1%) orang

dengan infeksi ringan, 18(38,3%) orang dengan infeksi sedang dan 3(50,0 %) orang

dengan intensitas berat. Secara keseluruhan intensitas infeksi ringan mempunyai

jumlah yang terbesar, yaitu 112 orang, intensitas sedang sebanyak 47 orang dan

(52)

perbedaan bermakna dari jumlah tiap golongan intensitas pada setiap kelompok

pemberian obat ( p= 0,137) (Tabel 4).

Jumlah telur rata-rata pergram tinja pada murid yang menjadi peserta

penelitian untuk kelompok pemberian obat 1 hari, kelompok pemberian obat 2 hari,

dan kelompok pemberian obat selama 3 hari terjadi penurunan yang signifikan

setelah pemberian obat (p= 0,001), baik untuk golongan infeksi berat, sedang

ataupun infeksi ringan.Dari perhitungan ERR yang didapat maka untuk kelompok

pengobatan 1 hari, intensitas ringan ERR = 97,28%, intensitas sedang ERR =

82,67%, dan untuk intensitas berat ERR = 68,30 %. Untuk kelompok pemberian

obat 2 hari, intensitas ringan ERR = 95,71%, intensitas sedang ERR = 88,50%.

Untuk kelompok pemberian obat 3 hari, intensitas ringan ERR = 99,64%, intensitas

sedang ERR = 98,14 %, dan intensitas berat ERR = 98,49 %. Dari pengamatan

penurunan jumlah rata-rata telur cacing akibat pengobatan, maka ERR tinggi diatas

90% pada kelompok pemberian obat 3 hari baik untuk infeksi ringan, sedang

ataupun infeksi berat. Sedangkan untuk pemberian obat 1 hari dan 2 hari ERR tinggi

hanya untuk intensitas ringan, sedangkan untuk intensitas sedang dan intensitas

berat ERR masih rendah ( dibawah 90 %) (Tabel 5).

Angka kesembuhan (Cure Rate) akibat pengobatan pada kelompok

pengobatan 1 hari untuk intensitas ringan sebesar CR = 84,0%, intensitas sedang CR

= 29,41%, dan intensitas berat CR = 0,0 %. Angka kesembuhan (CR) akibat

(53)

70,73 %, intensitas sedang CR = 8,30 %, Angka kesembuhan (CR) akibat

pengobatan pada kelompok pengobatan 3 hari untuk intensitas ringan sebesar CR =

95,65 %%, intensitas sedang CR = 27,78 % dan intensitas berat CR = 33,3 %.

Dari angka kesembuhan (CR) terlihat, nilai tertinggi yang mencapai diatas

90 % adalah pada pengobatan 3 hari pada intensitas infeksi ringan, sedangkan untuk

intensitas infeksi sedang dan berat nilai angka kesembuhan(CR) rendah baik pada

kelompok pemberian obat 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Nilai angka kesembuhan pada

kelompok pemberian obat 2 hari untuk intensitas sedang lebih rendah dibandingkan

nilai angka kesembuhan pada kelompok pemberian obat 1 hari intensitas sedang, hal

ini kemungkinan disebabkan adanya kesalahan tehnis dilapangan, seperti adanya

beberapa murid makan dirumah sebelum minum obat di sekolah walaupun sudah

diberitahu oleh peneliti untuk tidak sarapan di rumah (Tabel 6).

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, peneliti mendapatkan Cure Rate

untuk pemberian obat 1 hari sebesar 55,6%, lebih rendah dari penelitian

V.Y.Belizario dkk, tahun 2003 sebesar 69,7 % dan M.Legesse dkk, tahun 2004

sebesar 69,8 %. Tetapi bila dibandingkan dengan penelitian V.J.Adam dkk tahun

2004 di Afrika Selatan sebesar 23 % untuk pengobatan albendazole dosis sekali

sehari. Ada perbedaan angka yang jauh berbeda angka penyembuhan yang

didapatkan V J Adam dkk dengan hasil yang didapat oleh peneliti dan peneliti

(54)

Dari hasil penelitian yang didapat pada ketiga kelompok pemberian obat,

pemberian obat selama 1 hari dan 2 hari mempunyai ERR yang tinggi untuk semua

tingkat intensitas infeksi, tetapi mempunyai angka CR yang rendah terutama untuk

intensitas infeksi sedang dan intensitas berat. Sedangkan untuk kelompok pemberian

obat tiga hari dengan ERR mencapai 99,64 % dan Cure Rate 95,65 % untuk infeksi

intensitas ringan, diharapkan dapat efektif untuk menanggulangi infeksi cacing

cambuk dengan intensitas ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Sirivichayakul C dkk, tahun 2003 yang menyarankan pemakaian

Albendazole selama 3 hari untuk menanggulangi infeksi cacing cambuk intensitas

ringan, sedangkan untuk infeksi berat diperlukan pengobatan selama 5 hari hingga 7

hari.

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1.Pemakaian albendazole dosis 400 mg sehari selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari

dapat menurunkan intensitas infeksi secara signifikan.

2.Pemakaian obat cacing albendazole dosis 400 mg sekali sehari selama 3 hari

hanya efektif untuk pengobatan trikuriasis dengan intensitas ringan karena

mempunyai Cure Rate dan ERR tinggi.

3.Dijumpai adanya efek samping obat pada 2 orang murid (0,73%) dan ringan

berupa sakit kepala yang timbul pada hari ketiga pemberian obat, dan hilang

dalam 1 hari tanpa diberi pengobatan.

5.2. Saran

Perlu penelitian lanjutan dengan dosis dan lama pemakaian yang berbeda

untuk mencari dosis efektif dalam menanggulangi infeksi cacing cambuk

dengan intensitas sedang dan intensitas berat untuk penyempurnaan penelitian

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adams,V.J.; Lombard,C,J,; Dhansay,M,A,; Markus,M,B,; Fincham,J,E,; 2004;

Efficacy of albendazole against whipworm Trihuris trichiura – a randomised controlled trial; South African Medical Journal; 94(12): 972 – 976

Beaver P C, Jung R C, Eddie Wayne Cupp; 1984; Clinical Parasitology; Lea &

Febigeer; Philadelphia; 9 tn Edition; p. 240 – 245

Bertram G.Katzung . 2004. Farmakologi Dasar dan Klinis, Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Erlangga, Penerbit Salemba Medika, Mc Graw Hill, edisi 8, Hal. 261 – 269

Brown,H.W. 1979. Dasar Parasitologi Klinik , Edisi ke-3, Penerbit Gramedia

Jakarta Hal. 183 – 189

Cox, F,E,G ; 1994; Modern Parasitology; 2 nd Edition; Blackwell Scientific

Publication; pg. 225 – 227

Faust Ernest C.; Russel Paul F; Graig and Faust; 1965; Clinical Parasitology ;

Phladelphia ; Lea & Fabiger ; Seventh edition , ; p. 354 – 365

Gandahusada, S; Ilahude, Herry D; Pribadi , W; 1998 ; Parasitologi

Kedokteran; Edisi ketiga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; . Hal .20 - 23

Goodman G A; 1996; The Pharmacological Basis of Therapeutics; Mc Grow-Hill;

International Edition; ninth edition; p. 1012 - 1015

Legesse, M; Erko, B; Medhin,G ; 2004; Comparative efficacy of Albendazole and

three brands of mebendazole in the treatment of ascariasis and trichuriasis; Easth African Medical Journal; 81(3) : 134 – 138

Markell E. K; John D. T. , Krotoski W. A. 1999. Medical Parasitology,

Philadelphia, Pennsylvania ,19106, Eighth edition, p. 267 – 293

Miyazaki I, ; 1991; An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses; Shukosha Printing

(57)

Montresor,S ; Crompton,D.W.T.; Hall, Brundy,D.A.P.; Savioli,L; 1998;

Guideline for the evaluation of soil-transmitted helminth and Schistosomiasis at community level . WHO / CTD / SIP / 98.1

Pratiknya A W; 2001; Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan ; PT Raja Grafindo Persada;Jakarta;Edisi1;hal.117 – 163

Sasongko A. 1996. Program pemberantasan cacingan di sekolah- sekolah dasar

DKI Jakarta 1987-1995. Dalam: Seminar Parasitologi Nasional VIII dan

Kongres P4I VII, Medan;:2-3 sekolah dasar DKIJakarta 1987-1995. Dalam:

Seminar Parasitologi Nasional VIII dan Kongres P4I VII, Medan;:2-3

Siregar, C ; 2005; Pengaruh Albendazole Pada Pertumbuhan Fisik Anak

Penderita Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah; Thesis; Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; Medan

Sirivichayakul C, Pojjoen-anant C, Wisetsing P, Praevanit R, Chantavanish P,

Limkittikal K; 2003; The effectiveness of 3, 5 or 7 days of albendazole for

the treatment of Trichuris trichiura infection; Ann trop Med Parasitolo, 97(8): 647-53

Subahar R; Mahfudin H; Ismid IS. 1995.Pendidikan dan pengetahuan orangtua

murid sehubungan dengan upaya pemberantasan penyakit cacing usus di Duren Sawit Jakarta Timur. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia;:4-21.

V.Y.Belizario; M.E.Amarillo; W.U.de Leon; et al . 2003 . A comparison of the

efficacy of single dose of Albendazole, Ivermectin, and Diethylcarba mazine alone or in combinations against Ascaris and Trichuris spp., World Health Organization Bulletin of the World Health Organization; 81 , 1; Proquest Medical Library, pg. 35

Zaman, V; 1997; Atlas Parasitologi Kedokteran; Edisi-II , Penerbit Hypokrates;

Jakarta; Alih bahasa: dr.Chairil Anwar, drs.med.Yandi Mursal; hal.200

(58)

NPar Tests (Obat 1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

45 45 45 45 45 45

9.856 25.567 1.3038 14.7416 1276.36 246.76

1.4795 7.2665 .09003 2.44052 1435.660 554.448

.138 .155 .098 .137 .243 .362

.087 .155 .098 .137 .243 .362

-.138 -.073 -.063 -.056 -.210 -.328

.928 1.041 .655 .917 1.633 2.425

.355 .229 .784 .369 .010 .000

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Umur (tahun) Berat bdan (Kg) Tinggi badan (cm) Body mass index Jumlah telur cacing pergram tinja sebelum pengobatan Jumlah telur cacing pergram tinja setelah pengobatan

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

NPar Tests (obat 2)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

53 53 53 53 53 53

8.123 19.689 1.2104 13.3798 789.06 70.19

1.3370 3.7930 .07901 1.73855 896.328 165.599

.177 .157 .092 .080 .219 .365

.177 .157 .092 .080 .219 .365

-.125 -.090 -.061 -.061 -.212 -.336

1.287 1.143 .672 .581 1.595 2.654

.073 .147 .757 .889 .012 .000

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Umur (tahun) Berat bdan (Kg) Tinggi badan (cm) Body mass index Jumlah telur cacing pergram tinja sebelum pengobatan Jumlah telur cacing pergram tinja setelah pengobatan

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

NPar Tests (obat 3)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

67 67 67 67 67 67

9.679 24.052 1.3004 14.0533 993.61 15.76

1.3945 5.2902 .08691 1.78159 1389.387 34.083

.173 .058 .076 .073 .243 .424

.125 .058 .076 .073 .238 .424

-.173 -.044 -.064 -.043 -.243 -.322

1.417 .474 .618 .599 1.986 3.474

.036 .978 .839 .866 .001 .000

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Umur (tahun) Berat bdan (Kg) Tinggi badan (cm) Body mass index Jumlah telur cacing pergram tinja sebelum pengobatan Jumlah telur cacing pergram tinja setelah pengobatan

Test distribution is Normal. a.

(59)

Crosstabs

Kelas * Kelompok pemberian obat

Crosstab

4 12 6 22

6.0 7.1 8.9 22.0

18.2% 54.5% 27.3% 100.0%

8.9% 22.6% 9.0% 13.3%

2.4% 7.3% 3.6% 13.3%

3 20 13 36

9.8 11.6 14.6 36.0

8.3% 55.6% 36.1% 100.0% 6.7% 37.7% 19.4% 21.8%

1.8% 12.1% 7.9% 21.8%

5 11 9 25

6.8 8.0 10.2 25.0

20.0% 44.0% 36.0% 100.0% 11.1% 20.8% 13.4% 15.2%

3.0% 6.7% 5.5% 15.2%

18 6 18 42

11.5 13.5 17.1 42.0

42.9% 14.3% 42.9% 100.0% 40.0% 11.3% 26.9% 25.5%

10.9% 3.6% 10.9% 25.5%

10 3 19 32

8.7 10.3 13.0 32.0

31.3% 9.4% 59.4% 100.0%

22.2% 5.7% 28.4% 19.4%

6.1% 1.8% 11.5% 19.4%

5 1 2 8

2.2 2.6 3.2 8.0

62.5% 12.5% 25.0% 100.0%

11.1% 1.9% 3.0% 4.8%

3.0% .6% 1.2% 4.8%

45 53 67 165

45.0 53.0 67.0 165.0

27.3% 32.1% 40.6% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 27.3% 32.1% 40.6% 100.0% Count

Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI Kelas Total Pemberian 1 hari Pemberian 2 hari Pemberian 3 hari Kelompok pemberian obat

(60)

Chi-Square Tests

39.003a 10 .000

40.821 10 .000

.583 1 .445

165 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.18.

(61)

Kelas * Kelompok pemberian obat

Crosstab

12 43 28 83

22.6 26.7 33.7 83.0

14.5% 51.8% 33.7% 100.0% 26.7% 81.1% 41.8% 50.3% 7.3% 26.1% 17.0% 50.3%

33 10 39 82

22.4 26.3 33.3 82.0

40.2% 12.2% 47.6% 100.0% 73.3% 18.9% 58.2% 49.7% 20.0% 6.1% 23.6% 49.7%

45 53 67 165

45.0 53.0 67.0 165.0 27.3% 32.1% 40.6% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 27.3% 32.1% 40.6% 100.0% Count

Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Kelas % within Kelompok pemberian obat % of Total Kelas I-III Kelas IV-VI Kelas Total Pemberian 1 hari Pemberian 2 hari Pemberian 3 hari Kelompok pemberian obat

Total

Chi-Square Tests

32.148a 2 .000

34.137 2 .000

.887 1 .346

165 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.36.

(62)

Jenis kelamin * Kelompok pemberian obat

Crosstab

22 23 34 79

21.5 25.4 32.1 79.0

27.8% 29.1% 43.0% 100.0%

48.9% 43.4% 50.7% 47.9%

13.3% 13.9% 20.6% 47.9%

23 30 33 86

23.5 27.6 34.9 86.0

26.7% 34.9% 38.4% 100.0%

51.1% 56.6% 49.3% 52.1%

13.9% 18.2% 20.0% 52.1%

45 53 67 165

45.0 53.0 67.0 165.0

27.3% 32.1% 40.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

27.3% 32.1% 40.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Jenis kelamin % within Kelompok pemberian obat % of Total Count

Expected Count % within Jenis kelamin % within Kelompok pemberian obat % of Total Count

Expected Count % within Jenis kelamin % within Kelompok pemberian obat % of Total Wanita Pria Jenis kelamin Total Pemberian 1 hari Pemberian 2 hari Pemberian 3 hari Kelompok pemberian obat

Total

Chi-Square Tests

.666a 2 .717

.667 2 .716

.079 1 .779

165 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.55.

(63)

Intensitas infeksi sebelum pengobatan * Kelompok

pemberian obat

Crosstab

25 41 46 112

30.5 36.0 45.5 112.0

22.3% 36.6% 41.1% 100.0% 55.6% 77.4% 68.7% 67.9% 15.2% 24.8% 27.9% 67.9%

17 12 18 47

12.8 15.1 19.1 47.0

36.2% 25.5% 38.3% 100.0% 37.8% 22.6% 26.9% 28.5% 10.3% 7.3% 10.9% 28.5%

3 0 3 6

1.6 1.9 2.4 6.0

50.0% .0% 50.0% 100.0%

6.7% .0% 4.5% 3.6%

1.8% .0% 1.8% 3.6%

45 53 67 165

45.0 53.0 67.0 165.0

27.3% 32.1% 40.6% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 27.3% 32.1% 40.6% 100.0% Count

Expected Count % within Intensitas infeksi sebelum pengobatan % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Intensitas infeksi sebelum pengobatan % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Intensitas infeksi sebelum pengobatan % within Kelompok pemberian obat % of Total Count Expected Count % within Intensitas infeksi sebelum pengobatan % within Kelompok pemberian obat % of Total Ringan (1-999 telur/gr)

Sedang(1000-4999 telur/gr)

Berat (>= 5000 telur/gr) Intensitas infeksi sebelum pengobatan Total Pemberian 1 hari Pemberian 2 hari Pemberian 3 hari Kelompok pemberian obat

Total

Chi-Square Tests

6.970a 4 .137

8.619 4 .071

1.421 1 .233

165 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.64.

(64)

Intensitas infeksi setelah pengobatan * Kelompok pemberian

obat

Crosstab

39 53 67 159

43.4 51.1 64.6 159.0

24.5% 33.3% 42.1% 100.0%

86.7% 100.0% 100.0% 96.4%

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Gambar  2.  Telur Trichuris trichiura matang (isi larva)
Gambar 4. Siklus hidup cacing Trichuris trichiura
Gambar 5. Struktur kimia  Albendazole
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan ketiga pengujian tersebut terhadap kedua model penelitian, maka kesimpulannya adalah kedua model penelitian menggunakan random effect model

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah, membangun website yang dinamis yang dapat digunakan sebagai sarana informasi seputar dunia Olahraga Basket khusunya Klub Basket Alumnus

Berdasarkan hasil wawancara diatas, probelamtika Pedagang Kaki Lima merupakan permasalahan usang yang masih belum tuntas hingga saat ini, Pedagang Kaki Lima harus di

Paksi Aan Syuryadi 042 PERANAN PENGGUNA JASA DALAM PENERAPAN KONSEP KONSTRUKSI HIJAU DI KOTA BANDA ACEH SEBAGAI KOTA HIJAU

Besi atau baja yang belum bersifat magnet, susu Besi atau baja yang belum bersifat magnet, susunan magnet elementerny nan magnet elementernya a tidak teratur,

Melalui nalisa ini pimpinan dapat mengetahui.produk mana yang paling mengun- tungkan (memberikan sumbangan terbesar) dan disu­ kai oleh konsumen, Melalui informasi ini,

Dari hasil analisa bivariat menggunakan analisa uji Independent t-test tentang pernedaan tingkat kecemasan proses menyusui primipara dan multipara di Puskesmas

Dari ayat dan penerangan ahli tafsir diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa segala sesuatu tentang ilmu yang dimiliki manusia adalah merupakan pemberian dari Allah, bahkan