PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL
ALBENDAZOLE SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI
TRICHURIS TRICHIURA
PADA ANAK SDN 102052 TANJUNG
BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh
ENIE
107027003
Magister Ilmu Kedokteran Tropis
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
MEDAN
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL
ALBENDAZOLE SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI
TRICHURIS TRICHIURA
PADA ANAK SDN 102052 TANJUNG
BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu
Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ENIE
NIM:107027003
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof.dr.Aman A.P.Depari,DTM&H,Sp.Park ...
ANGGOTA : 1. dr. Endang H.Gani,DTM&H,Sp.Park ...
2. Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H,Sp.A(K) ...
3. Prof.dr.Aznan Lelo,PhD,Sp.FK ...
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :
Nama : Enie
NIM : 107027003
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis
Jenis Karya Ilmiah : Tesis
demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royaliti Non-eksklusif (Non-exclusive Royality Free Right) atas tesis saya yang berjudul :
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL ALBENDAZOLE SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA PADA
ANAK SDN 102052 TANJUNG BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti
Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihkan media,
memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan
tesis ini tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : Juli 2013
Yang menyatakan
ABSTRAK
Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) yang banyak di Indonesia, yang dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, peradangan kronis saluran pencernaan, gangguan tumbuh kembang anak, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah,.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut terhadap
trichuriasis, dengan uji klinis tersamar ganda terhadap 61 anak SDN 102052
Bagan Kuala. Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut. Sampel tinja diperiksa dengan metode Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Analisis data dengan Uji Chi-Square, t dan Friedman.
Pemberian dosis tunggal abendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut menunjukkan angka kesembuhan masing-masing sebesar 70% dan 96,77%. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut lebih efektif dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut.
ABSRACT
Trichuris trichiura infection is one of the more common Soil-Transmitted
Helminth (STH) infections in Indonesia, which could impair nutritional state, anemia, chronic imflammatory digestion, impair children’s growth, study and school attendance.
The purpose of this study is to compare the effectivity of single dose albendazole 400 mg for 2 days and 3 days against trichuriasis, by a double blind ramdomized clinical trial on 61 children at SDN 102052 Bagan Kuala. Group I (n = 30) was given single dose albendazole 400 mg for 2 days and group II (n = 31) was given single dose albendazole 400 mg for 3 days. Kato-Katz method was used for stool examinations before and after drug administration on days 7, 14, 21 and 28. Data obtained were analyzed by using Chi-Square, t and Friedman tests.
Single dose Abendazole 400 mg for 2 days and 3 days showed the cure rates 70% and 96.8%, respectively. Administration of albendazole 400 mg for 3 days was significantly more effective than albendazole 400 mg for 2 days.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kami panjatkan pada hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya maka penulisan
tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk melengkapi salah satu
persyaratan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu
Kedokteran Tropis.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar
A. Siregar, Sp.PD-KGEH, atas kesempatan menjadi mahasiswa Magister Ilmu
Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis, Prof. dr.
Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan menjadi mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada Bapak Prof. dr. Aman A.P. Depari, DTM&H, Sp.Park
dan dr. Endang H. Gani, DTM&H, Sp.Park selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Seluruh Komisi penguji, DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.kes, yang telah
memberikan banyak masukan arahan dan bimbingan statistik dan metodologi
penelitian kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini, Prof. dr. Chairuddin P.
Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, Sp.FK, yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberi pengarahan, bimbingan dan
Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang memberikan izin
penelitian kepada penulis, Bappeda, Dinas Kesehatan, Kepala Desa Bagan Kuala
Kabupaten Serdang Bedagai, Kepala Sekolah dan seluruh staf pengajar SDN
102052 Bagan Kuala beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan data
dan membantu penulis dalam penulisan tesis ini.
Seluruh rekan mahasiswa Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis
angkatan 10 yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.
Kepada kedua orang tua yang tercinta, mami yang tersayang dan keluarga
yang telah banyak memberikan dukungan doa, dorongan semangat, kesabaran dan
pengorbanan atas waktu dan keikhlasan kepada penulis untuk menyelesaikan
penelitian ini.
Akhirnya saya hanya mampu berdoa dan bermohon kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada seluruh keluarga,
sahabat dan handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara
langsung ataupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik
secara moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi sesama untuk kebaikkan. Segala
kebenaran datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa dan segala kesalahan yang ada
merupakan kesalahan penulis yang dikarenakan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis.
Medan, Juli 2013
Penulis,
Enie
RIWAYAT HIDUP
Enie dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1972 di Medan. Anak kelima dari 5
(lima) bersaudara, dari pasangan ayahanda Bahari dan ibunda Sarina. Pendidikan
Sekolah Dasar dimulai tahun 1978-1985 di Perguruan SD Hang Kesturi,
pendidikan SMP tahun 1985-1988 di Perguruan SMP Hang Kesturi, pendidikan
SMA tahun 1988-1991 di Perguruan SMA Hang Kesturi, pendidikan Dokter (S-1)
tahun 1991-2002 di Universitas Methodist Indonesia, pendidikan akupunctur
tahun 2003 di International Collage of Acupuncture Medan, tahun 2008
pendidikan akupunctur di RSUP Nasional Dr.Cipto Mangun Kusumo Jakarta,
tahun 2009 pendidikan non-formal Diploma Ahli Kecantikan Kulit di Carla
Aesthetic Institute Jakarta dan CIBTAC Aesthetic International, dan tahun 2010
sampai dengan sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Riwayat kerja dimulai tahun
2002-2004 sebagai dokter umum di Klinik Rakyat Medan, RS Melati Medan dan
RS Vina Estetika Medan, tahun 2004-2006 bekerja sebagai Dokter II di
Puskesmas Donomulyo Malang Jatim, tahun 2006 bekerja sebagai Pemegang
Program & Memproses Surat Izin Praktek Dokter Umum di Yankes Dasar Dinkes
Kota Surabaya Jatim, tahun 2006-2007 bekerja sebagai Dokter II di Puskesmas
Gunung Anyar Surabaya Jatim, tahun 2009 sampai sekarang bekerja sebagai
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ... i
Abstract ... ii
Ucapan Terima Kasih ... iii
Riwayat Hidup... v
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan dan Lambang ……… xi
Bab 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Hipotesa ... 5
1.5. Manfaat Penelitian ... 5
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Trichuris trichiura ... 6
2.1.1. Siklus hidup ... 7
2.2. Trichuriasis ... 8
2.2.1. Epidemiologi ... 8
2.2.2. Gejala Klinis ... 9
2.3. Albendazole ... 10
2.3.1. Dosis Albendazole ... 11
2.3.2. Farmakokinetika Albendazole ... 12
2.3.3. Penggunaan Klinis Albendazole ... 12
2.3.4. Efek Samping Albendazole ... 12
2.3.5. Kontraindikasi Albendazole ... 13
2.4. Kerangka Teori ... 13
2.5. Gambaran Umum Keadaan Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin ... 13
Bab 3 METODE PENELITIAN ... 16
3.1. Jenis Penelitian ... 16
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
3.2.1 Tempat ... 16
3.2.2 Waktu ... 16
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16
3.3.1 Populasi ... 16
3.3.2 Sampel ... 16
3.4. Perkiraan besar Sampel ... 17
3.5. Cara Kerja ... 18
3.5.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 18
3.5.2 Cara Peracikan dan Pemberian Obat ... 18
3.6. Pemeriksaan tinja dengan metode Kato Katz ... 19
3.6.1 Bahan Penelitian ... 19
3.6.2 Cara Pemeriksaan Kato-Katz ... 19
3.8. Konsep Penelitian ... 20
3.9. Defenisi Operasional ... 20
3.10. Alur Penelitian ... 21
3.11. Pengolahan dan Analisa Data ... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1. Tahapan Penelitian ... 25
4.2 Karakteristik Penelitian ... 25
4.2.1 Karakteristik Responden ... 23
4.2.2 Infeksi T.trichiura ... 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 332 5.1. Kesimpulan ... 32
5.2. Saran ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penelitian Terdahulu ... 3
2.1. Kejadian yang sering muncul pada waktu tertentu di desa Bagan
Kuala ... 14
2.2. Data Kesehatan Lingkungan desa Bagan Kuala 2013 ... 15
4.1. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin,
berat badan dan tinggi badan ... 25
4.2. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan intensitas infeksi ... 26
4.3. Hasil analisis pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama
2 dan 3 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi cacing T.trichiura
sampai pengamatan 28 hari ... 27 4.4. Perbedaan persentase Angka Penurunan Telur (APT) trichuriasis
pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 ... 29
4.5 Hasil analisis bivariat pemberian dosis tunggal albendazole 400
mg selama 2 dan 3 hari terhadap Angka Penurunan Telur sampai
pengamatan 28 hari ... 29
4.6. Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura
sebelum intervensi ... 30
4.7 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. T.trichura betina & jantan ... 7
2.2. Telur T.trichiura ... 7
2.3. Telur T.trichiura ... 7
2.4. Siklus hidup T.trichiura ... 8
2.5. Kerangka Teori ... 13
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20
3.2. Alur Penelitian ... 21
4.1. Tahapan Penelitian ... 23
4.2. Tingkat Kesembuhan Responden ... 27
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
WHO : World Health Organization
STH : Soil-Transmitted Helminth
T.trichiura : Trichuris trichiura
epg : egg per gram
∑ : kumulatif
n : jumlah responden
Zα : Deviat baku normal untuk α
Zβ : Deviat baku normal untuk β
< : Lebih kecil dari
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi bila
hipotesis nol benar
IK : Interval Kepercayaan
SDN : Sekolah Dasar Negeri
SD : Standart Deviasi
APT : Angka Penurunan Telur
ABSTRAK
Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) yang banyak di Indonesia, yang dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, peradangan kronis saluran pencernaan, gangguan tumbuh kembang anak, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah,.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut terhadap
trichuriasis, dengan uji klinis tersamar ganda terhadap 61 anak SDN 102052
Bagan Kuala. Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut. Sampel tinja diperiksa dengan metode Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Analisis data dengan Uji Chi-Square, t dan Friedman.
Pemberian dosis tunggal abendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut menunjukkan angka kesembuhan masing-masing sebesar 70% dan 96,77%. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut lebih efektif dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut.
ABSRACT
Trichuris trichiura infection is one of the more common Soil-Transmitted
Helminth (STH) infections in Indonesia, which could impair nutritional state, anemia, chronic imflammatory digestion, impair children’s growth, study and school attendance.
The purpose of this study is to compare the effectivity of single dose albendazole 400 mg for 2 days and 3 days against trichuriasis, by a double blind ramdomized clinical trial on 61 children at SDN 102052 Bagan Kuala. Group I (n = 30) was given single dose albendazole 400 mg for 2 days and group II (n = 31) was given single dose albendazole 400 mg for 3 days. Kato-Katz method was used for stool examinations before and after drug administration on days 7, 14, 21 and 28. Data obtained were analyzed by using Chi-Square, t and Friedman tests.
Single dose Abendazole 400 mg for 2 days and 3 days showed the cure rates 70% and 96.8%, respectively. Administration of albendazole 400 mg for 3 days was significantly more effective than albendazole 400 mg for 2 days.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) yang banyak di Indonesia. Data survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T.trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75% (Keisser &
Utzinger, 2008; Schmidt et al., 2005). Infeksi cacing ini dapat mengganggu
tumbuh kembang anak. Cacing ini dapat menyebabkan timbulnya malnutrisi,
anemia, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah, karena parasit ini
hidup di saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan proses peradangan kronis
yang dapat menganggu kesehatan anak (Awashi et al., 2003; Hall & Nahar,
1994).
Iklim Indonesia sangat sesuai untuk infeksi STH (Margono, 2003). Ada
beberapa spesies cacing yang mempunyai prevalensi tinggi dan tersebar luas,
seperti prevalensi infeksi Trichuris trichiura dan Ascaris lumbricoides lebih dari 70% dengan angka prevalensi T.trichiura di Sumatera Utara mencapai 78,6% (Dewayani et al., 2004). Faktor lingkungan juga mempunyai pengaruh yang
penting dalam proses transmisi, seperti iklim tropis di Indonesia, di mana tempat
tinggal dengan sanitasi yang buruk serta higienitas yang rendah mempunyai risiko
terinfeksi yang lebih tinggi (Brooker et al., 2006; WHO, 2003).
Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun
lebih sering ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah, terutama yang
mempunyai kebiasaan bermain di tanah dan makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu (Ibrahim, 2013; Ideham, 2007).
World Health Organization (2006) melaporkan infeksi A.lumbricoides mencapai 1 miliar orang, T.trichiura 795 juta orang dan cacing tambang 740 juta orang. World Health Organization (2012) mendapatkan 1,5 miliar (24%)
terinfeksi STH, 270 juta anak merupakan usia prasekolah dan 600 juta anak
bertempat tinggal di daerah parasit yang ditularkan secara intensif.
Albendazole merupakan salah satu anthelmintik yang direkomendasikan
T.trichiura (Keisser et al., 2008; WHO, 2007). Dosis albendazole yang direkomendasikan adalah 400 mg dosis tunggal. Obat ini efektif dalam
mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemis
(Keisser et al., 2008). Albendazole adalah anthelmintik benzidazole yang
mekanisme kerjanya mengganggu biokimia nematoda yang rentan. Efek kerja
obat tersebut bekerja secara selektif dan irreversible dalam menurunkan atau
menghambat pengambilan glikogen parasit, sehingga mengganggu berbagai
stadium pada perkembangan parasit tersebut (Katzung, 2004).
Belizario et al.(2003) dalam penelitiannya di Philipina pada anak sekolah
penderita trichuriasis umur 6-12 tahun diberikan dosis tunggal albendazole 400
mg selama 1 hari didapatkan angka kesembuhan 31,5% dan angka penurunan
jumlah telur 54% (tabel 1).
Yunus(2008) dalam uji Clinical Trial prospektif di Medan Tembung
melaporkan angka kesembuhan 57,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 1 hari, 56,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 2 hari berturut-turut dan 74,6% pada pemberian dosis tunggal 400 mg
selama 3 hari berturut-turut pada trichuriasis (tabel 1).
Hasil studi Legesse et al.(2004) di Etiopia pada anak
sekolah umur 6-19 tahun dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 1 hari didapatkan angka kesembuhan 17,1% terhadap trichuriasis (tabel 1).
Vercruyse et al.(2007) dalam penelitiannya di 7 negara (Brazil, Kamerun,
Kamboja, Etiopia, India, Tanzania dan Vietman) melaporkan angka kesembuhan
46,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 selama 1 hari pada
trichuriasis (tabel 1). Studi lain yang dilaporkan Steinmann et al.(2011) di RRC
didapatkan angka kesembuhan 33,8% pada pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 1 hari dan 56,2% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400
mg selama 3 hari berturut-turut terhadap trichuriasis (tabel 1).
Lubis (2009) dalam penelitiannya di Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara melaporkan angka kesembuhan 93,4% pada pemberian
dosis tunggal albendazole 400 mg selama 5 hari berturut-turut dan 98,3% pada
pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 7 hari berturut-turut (tabel
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Nama Tahun Jumlah
Populasi
Lama Pemberian
Dosis Hasil
Belizario et al.
2003 n=141 1 hari 400 mg
dosis tunggal
Cure Rate = 31,5%
Legggese et al.
2004 n=179 1 hari 400 mg
dosis tunggal
Cure Rate = 17,1%
Yunus 2008 n1= 45
n2=53 n3=67 A= hari B=2 hari C=3 hari 400 mg dosis tunggal
Cure Rate A=57,6% Cure Rate B=56,6% Cure Rate C=74,6%
Vercruyse et al.
2011 n=1046 1 hari 400 mg
dosis tunggal
Cure Rate = 46,6%
Steinmann et al.
2011 n1=65 n2=48 A=1 hari B=3 hari 400 mg dosis tunggal
Cure Rate A= 33,8% Cure Rate B= 56,2%
Lubis 2012 n1=61
n2=60 A=5 hari B=7 hari 400 mg dosis tunggal
Cure Rate A=93,4% Cure Rate B=98,3%
Hasil penelitian di atas menunjukkan pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg untuk penanggulangan infeksi cacing T.trichiura tidak memberi hasil yang baik, apabila memperlama pemberian albendazole akan didapatkan hasil
yang lebih baik (Lubis, 2009), tapi mengingat biaya, maka dicoba pemberian
dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan tingkat 1 Sumatera Utara 2008
melaporkan hasil survey kecacingan pada anak sekolah dasar di 14
kabupaten/kota didapatkan prevalensi kecacingan di kabupaten Serdang Bedagai
mencapai 50%. Setelah di survei, desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin,
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah yang kumuh, sanitasi yang buruk
(sarana MCK yang kurang memadai), higienitas yang jelek, sosioekonomi yang
air besar mereka lakukan di MCK umum dan jamban cemplung yang banyak di
sekitar sungai, sedangkan anak-anak buang air besar di pekarangan sekitar rumah,
selokan, atau tinjanya dibungkus dan dibuang di sembarang tempat. Hal ini
menyebabkan terjadi pencemaran tanah oleh telur cacing STH. Ketika terjadi banjir, luapan air akan membawa tinja yang mengandung telur cacing STH,
sehingga terjadi penyebaranke seluruh pemukiman penduduk. Telur tersebut akan
berkembang menjadi telur yang infektif di tanah, yang sangat mudah menginfeksi
manusia. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti mengharapkan tingginya infeksi
cacing T.trichiura pada desa tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diteliti bagaimana
efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari
berturut-turut terhadap penyembuhan dan penurunan jumlah telur T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 2 dan 3 hari dalam menurunkan infeksi cacing T.trichiura dan menurunkan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbandingan efektivitas dosis tunggal albendazole 400
mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap kesembuhan infeksi
trichuriasis pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin,
Kabupaten Serdang Bedagai.
b. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap penurunan jumlah telur cacing
T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin,
1.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah efektivitas dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut-turut lebih baik dibandingkan dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dalam penyembuhan dan
penurunan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Mendapatkan anthelmintik dengan dosis yang tepat dalam upaya
menurunkan transmisi telur cacing T.trichiura sehingga dapat menurunkan angka reinfeksi trichuriasis.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam
menanggulangi infeksi cacing T.trichiura dan meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan anak di Indonesia.
c. Membantu Departemen Kesehatan khususnya Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trichuris trichiura
T.trichiura pertama sekali ditemukan oleh Linnaeus (1771). Siklus hidup T.trichiura pertama sekali dipelajari oleh Grassi (1887), selanjutnya oleh Fulleleborn (1923) dan Hasegawa (1924) (dikutip dari Eisenberg, 1983).
T.trichiura berbentuk mirip cambuk, sehingga disebut sebagai cacing
cambuk (Behrman & Vaughan, 1995; Garcia & Bruckner, 1996; Maegraith &
Gilles, 1971). Bagian anteriornya yang merupakan 3/5 bagian tubuhnya, halus
mirip benang. Sedangkan 2/5 bagian tubuhnya merupakan bagian posterior yang
tampak lebih tebal. Bagian kaudal cacing jantan melengkung ke ventral 3600 dan
dilengkapi dengan spikulum. Bagian kaudal cacing betina membulat dan tumpul
mirip koma (Brown & Neva, 1983; Hunter et al., 1976). Panjang cacing betina 35-
50 mm dan panjang cacing jantan 30-45 mm (Gambar 2.1. a & b). Telur
berbentuk mirip buah lemon dan berukuran 50 µm x 22 µm, berkulit tebal dan
licin terdiri atas dua lapis dan berwarna trengguli-coklat. Pada masing-masing
kutubnya dilengkapi tutup (plug) transparan yang menonjol Telur berisi massa
granula yang seragam, berwarna kuning (Faust & Russel, 1965; Hunter et al.,
1976; Prasetyo, 2003; Schmidt et al., 2005; Soedarto, 2008) (Gambar 2.2).
Cacing dewasa jarang ditemukan di dalam tinja karena melekat pada
dinding usus besar (Garcia & Bruckner, 1996). Bagian kepala cacing ini terbenam
dalam mukosa dinding usus sedangkan ujung posteriornya lebih tebal dan terletak
bebas di lumen usus besar (Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia &
Bruckner, 1996; Hunter et al., 1976; Schmidt et al., 2005).
Di
tanah telur dapat berkembang setelah 10-14 hari menjadi telur berembrio (berisi
larva) yang bersifat infektif (Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1966;
Warren & Mahmoud, 1984). Telur T.trichiura harus dibedakan dari telur Capillaria hepatica yang berbentuk lonjong seperti telur T.trichiura. Telur
Capillaria hepatica berukuran 51-67 x 30-35 µm dan kedua kutubnya terdapat
Gambar 2.1. a. T.trichiura betina. b. T.trichiura jantan.
Gambar 2.2 Telur T.trichiura
2.1.1 Siklus Hidup
Manusia mendapatkan infeksi T.trichiura karena tertelan telur cacing
infektif yang mengkontaminasi makanan. Telur-telur menetas di usus halus, larva
akan keluar, berkembang di mukosa usus kecil dan menjadi dewasa di sekum,
akhirnya melekat pada mukosa usus besar. Cacing betina menjadi dewasa dalam
tiga bulan dan akan mulai bertelur dalam 60-70 hari setelah menginfeksi manusia
dan dapat hidup selama 5 tahun lebih serta menghasilkan 10.000 telur setiap hari.
Telur dikeluarkan dalam stadium belum membelah dan membutuhkan 10-14 hari
untuk menjadi matang pada tanah yang lembab (Behrman & Vaughan, 1995;
Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al.,
Gambar 2.3. Siklus hidup T.trichiura (dikutip dari WHO)
2.2 Trichuriasis
Trichuriasis disebabkan oleh infeksi cacing T.trichiuira yang melekat pada mukosa usus manusia, terutama di daerah kolon (Eisenberg, 1983; Faust &
Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1966; Prasetyo, 2003;
Schmidt et al., 2005).
2.2.1 Epidemiologi
Infeksi T.trichiura tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi di
daerah beriklim tropis berhawa panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama
dengan infeksi ascariasis (Behrman & Vaughan 1995; Faust & Russel, 1965;
Garcia & Bruckner, 1996; Soedarto, 2007). Jumlah cacing dapat bervariasi,
apabila jumlahnya sedikit, biasanya tanpa gejala (Behrman, 1995; Eisenberg,
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses
transmisi, sanitasi yang buruk, higienitas yang jelek, populasi yang padat,
umumnya dijumpai pada tempat yang kumuh dan tingkat sosioekonomi yang
rendah sangat menguntungkan perkembangan cacing T.trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T.trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering dan hujan (Keisser & Utzinger, 2008; Schmidt et al.,
2005).
Angka prevalensi tertinggi terjadi pada anak umur 5-15 tahun, yang
terinfeksi karena terlelan telur yang infeksius dari tanah yang terkontaminasi
(Montresor, 1998; Pasaribu & Lubis, 2008; Rudolph & Hoffman, 1987). Telur
T.trichiura tidak dapat bertahan dalam suasana yang kering (37oC) atau yang dingin sekali (Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1976). Temperatur lethal
untuk T.trichiura +52oC dan -9o
Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi
cacing STH, terutama anak kecil yang bermain di tanah. Anak yang bertempat
tinggal di lingkungan sanitasi buruk dan hiegenitas yang rendah mempunyai risiko
terinfeksi yang lebih tinggi (Brown & Neva, 1983; Maegraith & Gilles, 1971;
Hunter et al., 1976). Sekolah di pedesaan biasanya suplai air ataupun fasilitas
jamban kurang memadai, pendidikan higienie yang rendah dan tumpukan sampah
di lingkungan sekolah juga mendukung tingginya prevalensi (Brooker et al., 2006;
WHO, 2003).
C. Oleh karena itu, trichuriasis lebih sering terjadi
di daerah yang hangat dan lembab. Telur dengan lingkungan yang optimal dapat
bertahan 6 tahun (Warren & Mahmoud, 1984).
2.2.2 Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul berhubungan dengan jumlah cacing. Jumlah
cacing yang besar dapat menimbulkan anemia berat, disentri, nyeri perut,
mual-muntah, berat badan menurun dan prolapsus ani (Behrman & Vaughan, 1995;
Eisenberg, 1983; Garcia & Bruckner, 1996; Maegraith & Gilles, 1971).
T.trichiura mengisap darah dari host diperkirakan 0,005 ml darah/hari/ekor cacing, sehingga menyebabkan anemia, perdarahan dapat terjadi pada
(Behrman, 1995; Brown & Neva, 1983; Faust & Russel, 1965; Hunter et al.,
1966; Schmidt et al., 2005).
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan identifikasi dan ditemukan telur cacing T.trichiura dalam tinja (Behrman & Vaughan, 1995; Brown & Neva, 1983; Soedarto, 2007).
Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel tinja dengan
tehnik hapusan tebal cara Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram tinja
(Epg) (Brooker et al., 2006; Prasetyo, 2003).
Dengan metode Kato-Katz, penghitungan egg per gram (Epg) didapat dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor
ini bervariasi bergantung dari berat tinja yang digunakan. WHO
merekomendasikan hapusan yang menampung 41,7 mg tinja , di mana dengan
faktor multiplikasinya 24 (Prasetyo, 2003).
WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai berikut (Katzung, 2004) :
a. Derajat ringan : 1 – 999 Epg
b. Derajat sedang : 1.000 – 9.999 Epg
c. Derajat berat : > 10.000 Epg
2.3 Albendazole
WHO memberikan empat daftar anthelmintik esesial yang aman dalam
penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole dan
pirantel pamoat. Jika diberikan secara regular pada komunitas yang terinfeksi,
obat-obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan
infeksi cacing yang endemis (Keisser & Utzinger, 2008).
Albendazole merupakan anthelmintik golongan benzidazole dengan nama
kimia methyl [5-(propylthio)-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate. Albendazole
termasuk anthelmintik dengan spektrum luas, yang efektif terhadap berbagai
cacing intestinal dan infeksi cacing jaringan. Albendazole mempunyai
mekanisme kerja mengganggu biokimia dari nematoda yang rentan. Efek
dalam nematoda secara selektif dan irreversible dalam menurunkan atau
menghambat pengambilan glikogen nematoda, nematoda usus akan dilumpuhkan
secara pelahan-lahan, sehingga mengganggu berbagai stadium pada
perkembangan parasit tersebut. Akibatnya cadangan glikogen menjadi habis,
sehingga terjadi penurunan atau gangguan dalam produksi adenosine triphosphate
(ATP) dan mencapai tahap dimana kadar energi inadekuat, menyebabkan parasit
tidak dapat hidup (Katzung, 2004).
Albendazole memiliki efek larvasidal (pembunuh larva) dan efek ovisidal
(pembunuh telur). Albendazole tersedia dalam bentuk tablet dan cairan, sediaan
200 mg dan 400 mg (Bennett & Brown 2008; Brenner & Steven, 2010; Katzung,
2004).
Albendazole tersedia dalam berbagai bentuk dan dagang seperti :
a. Helben ( PT. MECOSIN INDONESIA ) kaplet 400 mg dan suspensi 200
mg / 5 ml.
b. Albendazole (PT.INDOFARMA) kaplet 400 mg.
c. Albendazole (GlaxoSmithKline – WHO OMS) 400 mg.
Albendazole diindikasikan untuk mengobati infeksi cacing usus baik infeksi
tunggal maupun infeksi campuran (Bennett & Brown, 2008) :
a. Ascaris lumbicoides b. Trichuris trichiura c. Necator americanus d. Ancylostoma duodenale
e. Enterobius vermicularis f. Strongyloides stercolaris
g. Taenia Spp
2.3.1 Dosis Albendazole (Katzung, 2004; Tan & Rahardja, 2008)
a. Untuk dewasa dan anak-anak > 2 tahun diberikan 1 kaplet 400 mg atau 10
ml suspensi yang mengandung 400 mg sebagai dosis tunggal. :
b. Pada kasus Strongyloidiasis dan Taeniasis diberikan dosis tunggal
albendazole 400 mg atau dosis tunggal 10 ml suspensi yang mengandung
c. Pengobatan tidak memerlukan puasa atau pemakaian obat pencahar.
2.3.2 Farmakokinetika Albendazole
Albendazole merupakan suatu benzimidazole carbamate. Setelah
pemberian per oral, albendazole diserap secara tidak teratur dan dengan cepat
mengalami metabolisme lintas pertama dalam hati menjadi albendazole sulfoxide
dan metabolit-metabolit lain (dalam jumlah yang lebih kecil). Sekitar 3 jam
setelah pemberian dosis oral 400 mg, sulfoxide tersebut mencapai konsentrasi
plasma maksimum 113-367 ng/ml ; waktu paruh plasmanya 8-12 jam. Kadar
plasma menurun seiring dengan kesinambungan pengobatan. Sebagian besar
sulfoxide tersebut mengikatkan diri pada protein dan didistribusikan ke dalam
jaringan-jaringan, termasuk ke dalam cairan empedu dan cairan serebrospinal
(perbandingan serum terhadap cairan serebrospinal adalah 2:1) ( Katzung, 2004).
Ekskresi sulfoxide diduga melalui saluran empedu, karena kurang dari 1%
dari zat yang bersangkutan didapati dalam urine. Penyerapan albendazole
meningkat hingga lima kali lipat saat dikonsumsi dengan makanan berlemak, dan
hingga empat kali lipat saat dikonsumsi dengan praziquantel (Chaudhry et al.,
2004; Warren & Mahmoud, 1984).
2.3.3 Penggunaan Klinis Albendazole
Albendazole sebaiknya diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan
parasit-parasit intestinal.Pada trichuriasis, pengobatan untuk orang dewasa dan
anak-anak di atas usia dua tahun adalah dosis tunggal 400 mg/hari secara oral
( Katzung, 2004).
2.3.4 Efek samping Albendazole
Efek samping yang mungkin muncul pada pemberian albendazole adalah nyeri
abdomen, diare, mual, muntah, pusing, gatal-gatal dan / ruam kulit bisa dijumpai.
Efek samping yang jarang dijumpai adalah nyeri tulang, proteinuria dan
2.3.5 Kontraindikasi albendazole
Kontraindikasi albendazole adalah wanita hamil dan wanita yang sedang
menyusui. Hati-hati bila diberikan kepada penderita dengan gangguan fungsi hati
dan gangguan fungsi ginjal (Katzung, 2004; Schaefer et al., 2007).
[image:30.595.117.511.206.376.2]2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.4 menjelaskan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 & 3 hari terhadap trichuriasis akan membunuh cacing dewasa, membunuh telur yang ada di tubuh cacing betina (sehingga telur tidak akan menjadi infeksius) dan membunuh larva yang baru menetas di usus halus.
2.5 Gambaran Umum Keadaan Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai
Desa Bagan Kuala merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tanjung
Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Desa Bagan
Kuala memilki luas wilayah 1.500 Ha dan berada pada ketinggian ± 1,5 m diatas
permukaan laut (saat surut) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Laut Selat Malaka.
2) Sebelah Timur : Desa Gelam Sei Rampah Kec. Bandar Khalifah
3) Sebelah Selatan : Desa Tebing Tinggi Kec. Tanjung Beringin
4) Sebelah Barat : Desa Pematang Kuala Kec. Teluk Mengkudu
Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai letaknya ± 15
km dari ibukota Kabupaten Serdang Bedagai atau ± 7 km dari Kecamatan Pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 & 3 hari terhadap trichuriasis.
Telur tidak akan menjadi
infeksius Membunuh cacing
dewasa
Membunuh telur yang ada di tubuh
cacing betina
Membunuh larva yang baru menetas
Bagan Kuala pada peta Kabupaten Serdang Bedagai masih merupakan “Hutan
Bakau” karena sepanjang jalan menuju desa Bagan Kuala dikelilingi oleh
“tumbuhan bakau”, akses jalan yang rusak parah dan medan yang berat. Sebagian
kecil lahan yang berada di desa Bagan Kuala diperuntukan sebagai tempat tinggal
(pemukiman) dan sebagian besar lahan gambut/lumpur dimanfaatkan oleh
penduduk untuk tambak dan perkebunan.
Jumlah Penduduk Desa Bagan Kuala 2013 sebanyak 377 Kepala Keluarga
atau 1.432 jiwa. Pada umumnya tingkat pendidikan mayoritas penduduk adalah
SD, SLTP dan SLTA. Sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan
(502 orang) dan sebagian kecil lagi bekerja sebagai petani (21 orang), buruh
bangunan (10 orang), pedagang (46 orang), lain-lain/merantau bekerja sebagai
[image:31.595.110.486.395.527.2]tenaga kerja di malaysia (580 orang) dan pegawai negeri (1 orang).
Tabel 2.1. Kejadian yang sering muncul pada waktu tertentu di desa Bagan Kuala
2012
Masalah
Pancaroba Kemarau Musim Hujan
Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
Kurang
Pangan - - - * ** *** * -
Banyak
Penyakit * * * * * ** ** * * ** ** -
Banjir - * * * - - - - ** *** * -
Keterangan :
Tanda * (Bintang) menunjukkan tingkat kejadian, semakin sering sesuatu itu terjadi maka tanda bintang akan semakin banyak.
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa penyakit banyak terjangkit di sepanjang tahun.
Tabel 2.2 Data Kesehatan Lingkungan desa Bagan Kuala 2013
Tabel 2.2 menunjukkan dusun I (lokasi penelitian) dengan jumlah 175 KK hanya
memiliki 9 jamban keluarga, 13 sarana Mandi Cuci Kakus (MKC) keluarga dan
13 sumur bor (sarana air bersih). Dusun II dengan jumlah 109 KK hanya memiliki
5 jamban keluarga, 17 MCK keluarga, 1 MCK umum dengan 4 kamar mandi dan
11 sumur bor (sarana air bersih). Dusun III dengan jumlah 93 KK hanya memliki
3 MCK keluarga, 1 fasilitas umum berupa air bersih untuk mandi dan cuci, 40
sumur dan 13 sumur bor (sarana air bersih).
Dusun Jlh KK
Jamban keluarga
MKC keluarg a
Fasilitas Umum
Sarana Air Bersih PA
M Su mu r
Sungai Sumur bor
I 175 9 13 - - - - 13
II 109 5 17 1 MCK
dengan 4 kamar mandi
- - - 11
III 93 - 3 Air bersih
Mandi+cuci
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji klinis tersamar ganda yang
membandingkan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut + 1 hari sacharum lactis dan 3 hari berturut-turut untuk mengetahui kesembuhan dan penurunan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Tempat
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di SDN 102052 Tanjung Beringin,
Kabupaten Serdang Bedagai. Sampel yang sudah dikumpul diperiksa di
Laboratorium Parasitologi FK USU.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 - April 2013 yang meliputi
persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data beserta perbaikannya.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi target adalah anak sekolah dasar yang menderita trichuriasis. Populasi
terjangkau adalah anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten
Serdang Bedagai bulan Januari - Februari 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
1). Semua murid SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai
2). Hasil pemeriksaan Kato-Katz ditemukan telur T.trichiura dengan jumlah telur/ gram tinja.
lainnya.
4). Tidak mengkonsumsi anthelmintik selama 1 bulan sebelum penelitian.
5). Orang tua murid bersedia mengisi Informed Consent.
b. Kriteria Eksklusi
1) Menolak minum obat.
2) Tidak bersedia mengembalikan pot yang berisi tinja untuk pemeriksaan
Kato-Katz setelah mendapat pengobatan. 3) Demam dan diare.
3.4 Perkiraan besar sampel
Besar sample dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji
hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :
n1 = n2 = ( Zα 2PQ + Zβ P1Q1+P2Q2 )
( P1-P2 )
2
2
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok A
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok B
α = kesalahan tipe I = 0,05 Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96
β = kesalahan tipe II = 0,2 Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842
P1
(dikutip dari Sastroasmoro, 2011)
= angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen A = 75%
P2
A = kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari = angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen B = 90%
berturut-turut.
B = kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari
berturut-turut.
Dengan menggunakan rumus di atas di dapat jumlah sampel untuk masing-masing
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Prosedur Pengambilan Sampel
1) Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner tertulis.
2) Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada semua murid SDN
102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
3) Tinja yang telah dikumpul diperiksa di laboratorium Parasitologi FK USU
dengan menggunakan metode Pemeriksaan Kato- Katz.
4) Anak yang tinjanya positif telur cacing T.trichiura dengan jumlah telur/gram tinja dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok I dan kelompok
II, masing-masing kelompok terdiri dari infeksi sedang dan berat.
5) Kelompok I adalah anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 2 hari berturut-turut + 1 hari sacharum lactis. Kelompok I terdiri dari 30 anak yaitu 26 anak infeksi sedang dan 4 anak infeksi berat.
6) Kelompok II adalah anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400
mg selama 3 hari berturut-turut. Kelompok II terdiri dari 31 anak yaitu 25
anak infeksi sedang dan 6 anak infeksi berat.
7) Tinja kelompok I dan II setelah selesai pemberian obat 3 hari akan
diperiksa pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, apakah masih ditemukan telur
cacing T.trichiura dengan jumlah telur / gram tinja. 8) Mencatat efek samping obat yang timbul saat penelitian.
3.5.2 Cara Peracikan dan Pemberian Obat
Albendazole 400 mg dimasukkan ke dalam 2 amplop tertutup, yang terdiri dari
amplop A dan amplop B. Amplop yang 1 dimasukkan 2 kaplet albendazole 400
mg + 1 kapsul Sacharum Lactis, sedangkan amplop lainnya dimasukkan 2 kaplet albendazole 400 mg + 1 kapsul albendazole 400 mg. Hari ke-1 dan hari ke-2
pasien minum 1 kaplet albendazole 400 mg/hari, sedangkan hari ke-3 pasien
minum 1 kapsul/hari. Peneliti dan pasien tidak mengetahui isi kapsul dalam
amplop A dan amplop B, hanya peracik yang tahu, tetapi dirahasia, ditulis dan
dimasukkan dalam amplop C tertutup, setelah selesai 3 hari pemberian obat,
amplop C tersebut akan dibuka untuk melihat isi kapsul tersebut: Apa isi kapsul
3.6 Pemeriksaan tinja dengan metode Kato-Katz :
3.6.1 Bahan Penelitian
1) Rectangular cardboard (30x40x1.37mm) dengan lubang ditengahnya
berdiameter 6 mm.
2) Wire net (90 MESH )
3) Absobable paper
4) Hydrophilic Cellophane 25 x 30 mm 5) Aplikator stick/spatula dari kayu
6) Pinset
7) Kertas saring
8) Kato (Glyserol malachite green) 9) Object glass
3.6.2 Cara Pemeriksaan Kato-Katz
1) Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi.
2) Letakkan kawat saring diatas tinja, lalu tekan agar tinja tersaring dan
bertumpuk diatas kawat saring.
3) Letakkan template diatas object glass.
4) Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring.
5) Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula.
6) Angkat template tersebut.
7) Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane.
8) Tekan object glass tersebut ke permukaan yang rata agar tinja merata dan menyebar.
9) Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan tinja.
10)Bacalah slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40).
11)Hitung jumlah telur diseluruh slide.
12)Catat jumlah telur untuk setiap spesies.
Cara menghitung :
1) Bila X = jumlah telur per slide.
Interpretasi (NEPG) Trichuris trichiura : Ringan : 1 – 999
Sedang : 1.000 – 9.999
Berat : > 10.000
3.7 Variabel Penelitian
Variabel bebas : Trichuriasis dengan Epg dan lama
pemberian albendazole
Kelompok pemberian albendazole : 2 dan 3 hari pada penderita trichuriasis
Variabel tergantung : Sembuh / tidak sembuh
Kesembuhan infeksi T.trichiura : Jumlah telur Jumlah telur T.trichiura : Rasio
3.8 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka konsep penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
[image:37.595.111.491.419.506.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 menjelaskan variabel independen pada pemberian dosis tunggal albendazole 400mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut diberikan pada penderita trichuriasis dengan infeksi sedang dan infeksi berat akan mempengaruhi variabel bebas yaitu sembuh dan tidak sembuh.
3.9 Definisi Operasional
Infeksi T.trichiura disebutkan bila ditemukan telur T.trichiura dalam tinja ( Epg ). Cara ukur : Pemeriksaan mikroskopik tinja hapusan dengan metode Kato-Katz. Alat ukur : Metode pemeriksaan Kato-Katz dengan jumlah telur / gram tinja. Hasil ukur: Jumlah telur / gram tinja dikali 24 (sesuai dengan lubang pada karton).
1. Sembuh
2. Tidak sembuh Pemberian dosis tunggal
albendazole 400mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut pada penderita trichuriasis
Trichuriasis Sedang dan
Efektivitas obat dilihat dari :
a. Sembuh bila tidak ditemukan telur cacing T.trichiura pada pemeriksaan tinja penderita setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 2 dan 3 hari berturut-turut.
b. Penurunan jumlah telur bila dijumpai jumlah telur dari awal pemeriksaan
jumlahnya berkurang.
3.10 Alur Penelitian
[image:38.595.110.499.241.538.2]
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Gambar 3.2 menjelaskan populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi,
terdiri dari intensitas infeksi sedang dan berat dan dibagi atas 2 kelompok yaitu
Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut + 1 hari sacharum lactis dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut. Sampel tinja diperiksa dengan
metode Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Trichuriasis dinyatakan sembuh bila tidak ditemukan telur cacing T.trichiura pada
pemeriksaan tinja penderita setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg Populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inlkusi, yang terdiri dari intensitas infeksi sedang dan berat
Dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
Dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari sacharum lactis
Pemeriksaan tinja dilakukan pada hari ke 7,14,21& 28 dengan Kato-Katz
Telur
T.trichiura (-) Telur T.trichiura (+)
dengan EPG
Telur
T.trichiura (-) Telur T.trichiura (+)
dengan EPG
Dinyatakan sembuh dari infeksi T.trichiura Angka penurunan
jumlah telur
selama 2 dan 3 hari berturut-turut. Penurunan jumlah telur bila dijumpai jumlah
telur dari awal pemeriksaan jumlahnya berkurang.
3.11 Pengolahan dan Analisa Data
Penelitian tersebut untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut -turut terhadap kesembuhan
infeksi T.trichiura dengan uji chi-square dengan interval kepercayaan ( IK ) 95% , p < 0,05. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap produksi telur
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
[image:40.595.124.492.174.583.2]4.1 Tahapan Penelitian
Gambar 4.1 Tahapan Penelitian
Dari 185 anak yang masuk dalam skrining infeksi cacing T.trichiura pada anak sekolah SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai didapatkan
Prevalensi kecacingan sebesar 76,76% (142 anak) , sedangkan prevalensi infeksi
cacing T.trichiura didapati sebesar 81,69% (116 anak). Angka infeksi cacing campuran dijumpai lebih dominan dalam penelitian ini. Prevalensi anak yang
menderita infeksi campuran cacing T.trichiura dan A.lumbricoides sebesar 185 anak yang masuk dalam skrining
infeksi cacing T.trichiura
142 anak yang menderita kecacingan STH (infeksi T.trichiura,A.lumbricoides dan infeksi campuran
T.trichiura + A.lumbricoides
116 anak trichuriasis diperiksa dengan metode Kato-Katz
77 anak penderita trichuriasis sedang-berat
66 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang-berat yang memenuhi kriteria penelitian
61 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang-berat yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian
Randomisasi
Kelompok II : n = 31 dengan intensitas infeksi sedang = 25 anak dan infeksi berat = 6 anak diberi dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut- turut
Kelompok I : n = 30 dengan intensitas infeksi sedang = 26 anak
dan infeksi berat = 4 anak diberi dosis tunggal albendazole 400 mg
71,83% (102 anak), infeksi tunggal cacing T.trichiura hanya didapati pada 11,81% (15 anak) dan infeksi tunggal cacing A.lumbricoides didapati sebesar 22,41% (26 anak). Anak penderita trichuriasis dengan intensitas infeksi sedang
merupakan kelompok yang terbesar pada responden penelitian ini yaitu 86,67%
pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut dan 80,65% pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut-turut (Gambar 4.1) .
Masyarakat Bagan Kuala kebanyakan tidak memiliki jamban keluarga, sehingga
untuk buang air besar mereka lakukan di MCK umum dan jamban cemplung yang
banyak di sekitar sungai, sedangkan anak-anak buang air besar di pekarangan
sekitar rumah, selokan, atau tinjanya dibungkus dan dibuang di sembarang
tempat. Hal ini menyebabkan terjadi pencemaran tanah oleh telur cacing STH. Ketika terjadi banjir, luapan air akan membawa tinja yang mengandung telur
cacing STH, sehingga terjadi penyebaran ke seluruh pemukiman penduduk. Telur
tersebut akan berkembang menjadi telur yang infektif di tanah, yang sangat
mudah menginfeksi manusia. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, perilaku
higiene masyarakat yang jelek, akses jalan yang rusak dan kurangnya penyuluhan
kesehatan mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan anak di daerah
tersebut.
Chaudhry et al.(2004) melaporkan bahwa tingginya prevalensi infeksi
cacing usus mempunyai hubungan dengan kemiskinan, higiene pribadi dan
lingkungan yang buruk, kurangnya pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi atau
jamban dan sumber air bersih yang tidak memadai. Dewayani (2004)
mendapatkan angka prevalensi T.trichiura di Sumatera Utara mencapai 78,6%.Dinas Kesehatan tingkat 1 Sumatera Utara 2008 melaporkan hasil survey
kecacingan pada anak sekolah dasar di 14 kabupaten/kota didapatkan prevalensi
4.2 Karakteristik Penelitian
4.2.1 Karakteristik Responden
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang
bersekolah di SDN 102052 desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten
Serdang Bedagai. Jumlah seluruh murid SDN 102052 Bagan Kuala 185 anak,
tetapi yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 66 anak dan yang
bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian ini sebanyak 61 anak, yang
dibagi atas dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 30 anak yang
mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari
[image:42.595.114.482.385.539.2]sacharum lactis dan 31 anak lainnya mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
Tabel 4.1 Karakteristik dasar penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin,berat
badan dan tinggi badan
Karakteristik Albendazole 2 hari
(n=30)
Albendazole 3 hari (n=31) Usia (bulan) (Mean ±SD) 133,00 ± 1,33 134,00 ± 0,89
Jenis Kelamin,n (%)
Laki-laki
Perempuan
19 (63,33%)
11 (36,67%)
22 (70,97%)
9 (29,03%)
Berat badan (kg)(Mean±SD) 22,93 ± 4,10 27,00 ±5,75
Tinggi badan (cm)(Mean±SD) 123,58 ± 8,32 132,94 ± 7,64
Tabel 4.1 menunjukkan rerata usia responden pada kelompok pemberian dosis
tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut adalah 133 bulan ± 1,33
dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari
berturut-turut adalah 134 bulan ± 0,89. Pada penelitian ini menunjukkan
responden laki lebih banyak dari responden perempuan, di mana jumlah
laki-laki pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut sebanyak 19 anak (63,33%) dan perempuan sebanyak 11 anak
(36,67%). Sedangkan jumlah laki-laki pada kelompok pemberian dosis tunggal
perempuan sebanyak 9 anak (29,03%). Rerata berat badan responden pada
kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut adalah 22,93 kg ± 4,10 dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut-turut adalah 27,00 kg ± 5,75. Rerata tinggi badan
responden pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2
hari berturut-turut adalah 123,58 cm ± 8,32 dan kelompok pemberian dosis
[image:43.595.111.476.259.387.2]tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut adalah 132,94 cm ± 7,64.
Tabel 4.2 Karakteristik dasar penelitian berdasarkan intensitas infeksi
Karakteristik Albendazole 2 hari
(n=30)
Albendazole 3 hari (n=31)
Prevalensi trichuriasis (%) 100% 100%
Intensitas Infeksi, n(%) Sedang
Berat
26 (86,67%) 4 (13,33%)
25 (80,65%) 6 (19,35%)
Infeksi campuran
ascariasis & trichuriasis
29 (96,67%) 28 (90,32%)
Tabel 4.2 Intensitas infeksi dibagi atas intensitas infeksi sedang dan berat, pada
kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut ada 26 anak (86,67%) menderita infeksi sedang dan 4 anak (13,33%) infeksi
berat, sedangkan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama
3 hari berturut-turut ada 25 anak (80,65%) menderita infeksi sedang dan 6 anak
(19,35%) infeksi berat. Infeksi campuran (ascariasis dan trichuriasis) pada
kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
berturut-turut ada 29 anak (96,67%) dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut-turut ada 28 anak (90,32%)
4.2.2 Infeksi T.trichiura
Hasil penelitian ini mengikutsertakan 185 anak SDN 102052 Bagan
Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai yang dilakukan
menggunakan metode Kato-Katz) : 39 anak (33,62%) menderita infeksi ringan, 66 anak (56,90%) menderita infeksi sedang dan 11 anak (9,48%) menderita infeksi
berat. Dalam penelitian ini dipilih anak yang menderita trichuriasis sedang (66
anak) dan berat (11 anak), tetapi yang bersedia mengikuti penelitian ini sebanyak
61 anak, yang dibagi atas dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 30 anak
yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1
hari plasebo (sacharum lactis) dan 31 anak lainnya mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
Tabel 4.3 Hasil analisis pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2
dan 3 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi cacing T.trichiura sampai pengamatan 28 hari
Obat
Kesembuhan
Sembuh Tidak sembuh P
N % n %
Albendazole 2 hari ( H – 7 ) 23 76,66 7 23,33 0,063
Albendazole 3 hari ( H – 7 ) 29 93,55 2 6,45
Albendazole 2 hari ( H – 14 ) 21 70,00 9 30,00 0,017
Albendazole 3 hari ( H – 14 ) 29 93,55 2 6,45
Albendazole 2 hari ( H – 21 ) 21 70,00 9 30,00 0,046
Albendazole 3 hari ( H – 21 ) 28 90,32 3 9,68
Albendazole 2 hari ( H – 28 ) 21 70,00 9 30,00 0,005
Albendazole 3 hari ( H – 28 ) 30 96,77 1 3,23
Dari tabel 4.3 Pengamatan hari ke-7 setelah pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 2 hari berturut-turut menunjukkan anak yang tidak sembuh
sebanyak 7 anak dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400
mg selama 3 hari berturut-turut dimana anak yang tidak sembuh sebanyak 2 anak
(p = 0,063). Pengamatan hari ke-14 setelah pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 2 hari berturut-turut menunjukkan anak yang tidak sembuh
sebanyak 9 anak, dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400
[image:44.595.113.512.321.564.2](p = 0,017). Pada pengamatan hari ke-21 setelah pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut menunjukkan anak yang tidak
sembuh sebanyak 9 anak dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut dimana anak yang tidak sembuh
sebanyak 3 anak (p = 0,046). Sedangkan pengamatan hari ke-28 setelah
pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut
menunjukkan anak yang tidak sembuh sebanyak 9 anak dibandingkan dengan
pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut dimana
anak yang tidak sembuh sebanyak 1 anak (p = 0,005). Dari hasil seluruh
pengamatan menunjukkan bahwa pada infeksi trichuriasis dengan intensitas
sedang sampai berat, pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari
dan 3 hari berturut-turut menunjukkan angka kesembuhan yang signifikan pada
hari ke-14, 21 & 28(Gambar 4.2).
Pada penelitian ini, anak dengan trichuriasis derajat intensitas infeksi sedang dan
berat, pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut
memberikan angka kesembuhan dan efektivitas albendazole lebih baik daripada
[image:45.595.116.337.471.733.2]pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut.
Gambar 4.2 Tingkat Kesembuhan Responden
76,70%
70% 70% 70% 93,50% 93,30% 90,30% 96,80%
Hari ke 7 hari ke 14 hari ke 21 hari ke 28
Angka Kesembuhan
albendazole 400 mg 2 hari berturut-turut
Tabel 4.4 Perbedaan persentase Angka Penurunan Telur (APT) trichuriasis pada hari ke-7, 14, 21 dan 28
Tabel 4.4 menunujukkan hasil penelitian setelah pemberian intervensi dijumpai
perbedaan penurunan jumlah telur rerata (Epg) T.trichiura antara kedua kelompok sampai pengamatan 28 hari, yaitu p = 0,764, namun perbedaan tersebut secara
statistik tidak signifikan.
Tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi Angka Penurunan
[image:46.595.111.478.113.198.2]Jumlah Telur maka Angka Kesembuhan juga akan menjadi semakin baik.
Tabel 4.5 Hasil analisis bivariat pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari terhadap Angka Penurunan Telur sampai pengamatan 28 hari
Tabel 4.5 menunjukkan tidak ada perbedaan penurunan jumlah telur yang
signifikan pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, dimana pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut dengan masing-masing p =
0,432, p = 0,766 , p = 0,506 dan p = 0,307. Angka Penurunan Telur,
%
Albendazole 2 hari, n=30
Albendazole 3 hari, n=31
p
Hari ke 7 99,28 99,88 0.764
Hari ke 14 98,98 99,81
Hari ke 21 98,24 99,57
Hari ke 28 98,33 99,96
Angka Kesembuh -an
Albendazole 400 mg 2 hari berturut-turut
n = 30
Albendazole 400 mg 3 hari berturut-turut n = 31
IK 95 % p
n Mean±SD n Mean±SD
Hari ke 7 7 133,7±98,8 2 72±33,9 50,4 ; 189,6 0,432
Hari ke 14 9 146,7±170,3 2 108±50,9 36,2 ; 243,1 0,766
Hari ke 21 9 253,3±164,6 3 176±181,7 129,7 ; 338,3 0,506
[image:46.595.111.512.414.570.2]Tabel 4.6 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura sebelum intervensi
Trichuriasis Sebelum Intervensi p
Albendazole 2 hari, n (%)
Albendazole 3 hari, n (%)
Infeksi sedang 26 (86,67%) 25 (80,65%) 0,525
[image:47.595.110.454.115.180.2]Infeksi berat 4 (13,33%) 6 (19,35%)
Tabel 4.7 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura setelah intervensi
Trichuriasis Sesudah Intervensi p
Albendazole 2 hari, n (%)
Albendazole 3 hari, n (%)
Sembuh 21 (70,00%) 30 (96,77%) 0,005
Tidak sembuh 9 (30,00%) 1 (3,23%)
Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 menunjukkan kelompok pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut (n = 30), 26 anak (86,67%)
dengan infeksi sedang dan 4 anak (13,33%) dengan infeksi berat, setelah
intervensi terjadi konversi yaitu 21 anak (70,00%) sembuh dan 9 anak (30,00%)
masih menderita infeksi ringan. Pada kelompok pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut (n = 31), 25 anak (80,65%)
dengan infeksi sedang dan 6 anak (19,35%) dengan infeksi berat, setelah
intervensi terjadi konversi yaitu 30 anak (96,77%) sembuh dan 1 anak (3,23%)
masih menderita infeksi ringan.
Hasil penelitian ini memberikan Cure Rate = 96,77% menunjukkan hasil
yang lebih baik dari pada Cure Rate 93,4% yang diperoleh dari Lubis (2012) pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 5 hari berturut-turut. Hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan derajat intensitas infeksi.
Efektivitas obat dikatakan masih baik bila ditemukan angka penurunan
telur yang tinggi walaupun tanpa disertai angka kesembuhan yang tinggi. Secara
umum efektivitas anthelmintik sangat bergantung pada derajat intensitas infeksi
cacing dan hubungan ini jelas terlihat pada trichuriasis. Pada trichuriasis derajat
ringan, albendazole 400 mg dosis tunggal secara umum masih efektif. Angka
[image:47.595.112.454.245.311.2]yang dihadapi semakin ringan. Tempat hidup cacing T.trichuira di sekum menjadikan cacing ini lebih resisten terhadap anthelmintik yang diberikan.
Peningkatan efektivitas akan meningkat dengan memperlama waktu kontak obat
dengan parasit dan memberikan dosis anthelmintik berulang secara berkala (3-6
bulan).
Efek samping timbul pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400
mg selama 3 hari berturut-turut hanya didapatkan 3 anak (9,7%) berupa
mual-mual, tetapi tidak didapati efek samping pada kelompok pemberian dosis tunggal
albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut. Pada dasarnya efek samping
pada pemberian albendazole sangat jarang terjadi, hanya timbul gejala
gatrointestinal berupa nyeri epigastrium, diare, mual, muntah dan secara
keseluruhan hanya menunjukkan kejadian sekitar 1 %. Penelitian di Thailand
yang menggunakan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 7 hari berturut-turut
hanya melaporkan keseluruhuan kejadian efek samping sebesar 2,9 %.
Penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan antara lain diagnostik
trichuriasis hanya melalui pemeriksaan Kato-Katz tunggal. Akurasi pemeriksaan Kato-Katz dalam mendeteksi infeksi T.trichiura sangat dipengaruhi variasi
ekskresi telur cacing dari hari ke hari berikutnya, juga telur cacing yang tersebar
tidak merata di tinja serta ketelitian mata peneliti membaca sampel saat
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Perbandingan Efektivitas Dosis Tunggal
Albendazole Selama 2 Dan 3 Hari Pada Infeksi Trichuris trichiura Pada Anak SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bebagai, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi kecacingan di desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten
Serdang Bedagai didapatkan sebesar 76,76% (142 anak).
2. Prevalensi infeksi cacing T.trichiura didapati sebesar 81,69% (116 anak). 3. Infeksi trichuriasis dengan intensitas sedang sampai berat, pemberian dosis
tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut
menunjukkan angka kesembuhan yang signifikan pada hari ke-14, 21 & 28,
dengan masing-masing p = 0,017, p = 0,046 dan p = 0,005.
4. Penurunan jumlah telur rerata (Epg) dijumpai T.trichiura dijumpai perbedaan antara kedua kelompok pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, namun
perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan, yaitu p = 0,764.
5. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut
menunjukkan hasil yang signifikan dan lebih efektif dibandingkan
pemberian dosis tunggal albendazole