• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.13. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer dengan tingkat kemaknaan P< 0.05 dan interval kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Untuk menilai hubungan kadar serum ferritin terhadap

23 perawakan pendek pada anak penderita talasemia dengan bukan penderita talasemia akan digunakan nilai odds ratio (OR) dan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara kadar serum ferritin terhadap perawakan pendek akan dilakukan uji t terlebih dahulu, namun apabila tidak berdistribusi normal akan digunakan uji Fisher exact test.

24 BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik dan rumah sakit umum Sari Mutiara Medan. Sampel berjumlah 60 orang dengan 30 adalah kelompok kasus dan 30 adalah kelompok kontrol. Seluruh sampel dilakukan pemeriksaan kadar ferritin, tinggi badan, tinggi badan orang tua, dan foto bone age.

Dari 30 anak kelompok kasus, didapatkan 22 anak dengan perawakan pendek dan 8 anak dengan tinggi badan normal. Sedangkan dari 30 anak kelompok kontrol, seluruhnya memiliki tinggi badan normal.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel

Karakteristik Kasus Kontrol

Range Mean N(30) Range Mean N(30)

Pada tabel 4.1 terlihat kelompok kasus dengan rentang usia 5 sampai 17 tahun dan kelompok kontrol dengan rentang usia 5 sampai 14 tahun. Rerata tinggi badan anak pada kelompok kasus adalah 133.77 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 126.5 cm. Rerata tinggi badan ayah pada kelompok kasus adalah 167.07 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 168 cm. Rerata tinggi badan ibu pada

25 kelompok kasus adalah 156.37 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 158.83 cm. Rerata kadar ferritin pada kelompok kasus adalah 2470 µg/L sedangkan pada kelompok kontrol adalah 158.83 µg/L. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia, kadar ferritin, dan tinggi badan ibu mempunyai nilai yang bermakna pada gangguan pertumbuhan.

Tabel 4.2 Perbedaan kadar serum ferritin terhadap tinggi badan

Gangguan pertumbuhan Ferritin

Mean SD Low 95% CI Up P Pendek 2502,045 332,235 2354,741 2649,350 0,001*

Normal 576,689 94,8648 264,876 888,503

*signifikan pada P<0.05

Pada tabel 4.2 terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar serum ferritin dengan perawakan pendek (P= 0.001, P< 0.05). Dari tabel ini terlihat bahwa nilai ferritin pada > 2000 µg/L merupakan nilai yang didapat yang mempengaruhi perawakan pendek pada penderita talasemia beta mayor.

Tabel 4.3 Hubungan antara kadar serum ferritin dengan tinggi badan dan bone age

Parameter < 1000(µg/L) Kelompok Ferritin ≥ 1000(µg/L) P

N N

26 Pada tabel 4.3 terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum ferritin terhadap tinggi badan dan bone age. Dari tabel ini terlihat bahwa nilai ferritin ≥ 1000 µg/L mempunyai hubungan bermakna terhadap tinggi badan dan bone age pada penderita talasemia beta mayor.

Tabel 4.4 Nilai OR kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan

Ferritin

<1000 (µg/L) ≥ 1000 (µg/L) Low 95% CI Up OR

Pendek 0 22 2.566 8.792 4.750

Normal 30 8

Pada tabel 4.4 didapatkan nilai odds ratio (OR) untuk mengetahui hubungan antara serum ferritin dan perawakan pendek. Dari tabel ini didapatkan nilai OR ≥ 1 (4.750) yang menyatakan hubungan positif kuat antara nilai kadar serum ferritin dengan perawakan pendek pada penderita talasemia beta mayor. Tabel ini juga menjelaskan bahwa pasien dengan kadar ferritin ≥ 1000 µg/L mempunyai resiko 4.75 kali untuk mengalami gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek.

27 BAB 5. PEMBAHASAN

Talasemia merupakan kelainan hematologi yang diturunkan ditandai dengan anemia akibat berkurangnya sintesa satu atau lebih rantai globin, dan talasemia beta mayor sebagai varian genetik talasemia tergantung transfusi yang paling banyak ditemukan. Salah satu komplikasi yang ditemukan adalah adanya hemosiderosis yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang bersifat kronik, yang berhubungan dengan kelainan endokrin, pengaruh terapi kelasi besi,dan hipoksia seluler akibat anemia kronik.37

Penelitian yang dilakukan di Malaysia meyatakan 54,4% penderita talasemia beta mayor mengalami gangguan pertumbuhan,5 sedangkan studi di Iran didapati 62%

gangguan pertumbuhan.6 Pada penelitian ini didapati sebanyak 73.3% anak penderita talasemia beta mayor mengalami gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek.

Penelitian ini merupakan suatu studi case control yang memperlihatkan adanya hubungan dan perbedaan yang bermakna antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor yang ditandai dengan perawakan pendek. Dari total 60 anak yang terbagi atas kelompok kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 30 anak didapati perbedaan yang bermakna nilai serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada kedua kelompok (p < 0.001). Parameter yang digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan adalah dengan pengukuran tinggi badan anak, tinggi badan kedua orang tua, dan foto bone age.

Penderita talasemia akan selalu mendapatkan transfusi seumur hidup akibat pecahnya sel darah merah akibat kurangnya rantai globin. Setiap milliliter darah

28 merah murni mengandung lebih dari 1 mg zat besi, dan setiap 10 sampai 20 kali transfusi akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan organ. Hal ini terjadi akibat tubuh tidak mempunyai kemampuan untuk mengekskresikan kelebihan besi secara fisiologis, sehingga pemberian transfusi dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah.21,38 Serum ferritin dalam darah secara tidak langsung menggambarkan adanya penumpukan besi dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Suatu penelitian di Cina menyebutkan bahwa kejadian hemosiderosis pada organ tertentu tidak dapat diprediksi dengan pengukuran kadar serum ferritin. Hal ini dikarenakan kadar serum ferritin juga dapat meningkat pada keadaan infeksi, kelainan autoimun, dan penyakit kronis.39 Namun kadar ferritin juga menggambarkan cadangan besi dalam darah yang akan digunakan untuk menghasilkan zat besi pada tubuh. Apabila ferritin berlebih maka akan menghambat proses enzim katalase, gluthation peroksidase, dan superoksid dismutase dan sifat ferritin akan menjadi lebih labil dan tidak dapat dipecah.40

Peningkatan kadar ferritin lebih dari 1000 µg/L menandakan adanya kelebihan besi yang dapat menimbulkan kerusakan organ.2,3 Suatu penelitian di Dubai menemukan kadar ferritin > 3000 µg/L menyebabkan gangguan organ endokrin seperti diabetes mellitus, hipotiroid, hipoparatiroid, dan hipogonadisme.41 Penelitian lain ini didukung oleh penelitian di Bali yang juga menemukan pasien talasemia beta mayor mengalami perawakan pendek dengan kadar ferritin yang sama.10 Pada penelitian ini didapati rerata kadar ferritin pada kelompok kasus adalah

29 2470 µg/L yang menimbulkan tinggi badan yang pendek pada penderitanya dan penelitian ini juga menunjukkan hubungan positif kuat antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan yang dinyatakan dengan nilai OR 4.750.

Pada penelitian ini masih dijumpai banyak keterbatasan antara lain faktor yang dinilai untuk menyatakan gangguan pertumbuhan seperti terapi kelasi besi yang digunakan, lama mendapat transfusi, jumlah transfusi dan nilai hemogblobin penderita pada saat dilakukan transfusi. Selain itu, banyak aspek yang harus dinilai lagi selain tinggi badan dan foto bone age untuk menilai adanya gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor.

30 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan serum ferritin dalam darah mempunyai hubungan dan perbedaan yang bermakna terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor dengan nilai ferritin > 2000 µg/L.

6.2 Saran

Pemberian transfusi sel darah merah seumur hidup pada penderita talasemia beta mayor akan menimbulkan berbagai komplikasi organ endokrin termasuk gangguan pertumbuhan yaitu terhambatnya tinggi badan.

Kepada dokter yang merawat diharapkan memantau komplikasi yang terjadi pada penderita talasemia beta mayor, terutama yang berkaitan dengan gangguan pertumbuhan dan menjelaskan kepada orang tua penderita berbagai komplikasi yang timbul akibat transfusi berulang dan tetap menngkonsulkan pasien ke divisi endokrinologi. Kepada orang tua penderita, agar dengan cermat membawa anak segera untuk transfusi begitu terlihat pucat, agar komplikasi kelebihan besi akibat transfusi berulang dapat lebih diminimalkan.

31 DAFTAR PUSTAKA

1. Weatherall DJ, Clegg JB. The ß- thalassaemias Dalam: Weatherall DJ, Clegg JB, penyunting. The thalassaemia syndrome. Edisi ke 4. London: Blackwell science;

2001. h.287-356.

2. Galanello R, Origa R.Beta-thalasssemia. Orphanet J of Rare Disease. 2010;

5:11-5.

3. Olivieri NF, Brittenham GM. Iron-chelating therapy and the treatment of thalassemia. Blood J. 1997; 89:739-61.

4. Najafipour F, Aliashgarjadeh A, Niafar M, Mobaseri M, Agamohamadzadeh N, Sorkhabi RS. Evaluation of glucose metabolisme, thyroid function, growth and development pattern and calcium stastus in patients with thalassemia major.

Medwel J. 2008;3:867-73.

5. Hamidah A, Rahmah R, Azmi T, Aziz J, Jamal R. Short stature and truncal shortening in transfusion dependent thalassemia patients: result from a thalassemia center in Malaysia. Shouteast Asian J. 2001;32:625-30.

6. Moayeri H, Oloomi Z. Prevalence of growth and puberty failure with respect to growth hormone and gonadotropin secretion in beta-thalassemia major. Arc Iranian. 2006;9:329-34.

7. Bhala AK, Marwaha RK, Kaur H. Longitudinal growth attainments of transfusion dependent ß-thalassemia children. Mankin quarterly. 2008;48:484-93.

8. Saxena A. Growth retardation in thalassemia major patients. Int J Hum Genet.

2003; 237-46.

9. Kyriakou A, Skordis N. Thalassemia and aberration of growth and puberty. Medit J Hemat Infec Dis. 2009;4:1-8.

10. Made A, Ketut A. Profil pertumbuhan, hemoglobin pre-transfusi, kadar feritin, dan usia tulang anak pada thalassemia mayor. Sari Pediatri. 2011;13:299-304.

32 11. Grimberg A, Leon DD. Disorders of growth. Dalam: Mosang T, penyunting.

Pediatric Endocrinology. Edisi I. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005. h.127-67.

12. Batubara J, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan gangguan pertumbuhan.

Dalam: Batubara J, Trijaya B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.19-41.

13. Patel L, Clayton PE. Normal and disordered growth. Dalam: Brook CGD, Clyton PE, Brown RS, Savage MO, penyunting. Clinical Pediatric Endocrinology. Edisi ke-5. Massachusette: Blackwell; 2005. h.90-111.

14. Dubey AP, Parakh A, Dublish S. Current trends of the management of beta thalassemia. Ind J Pediatr. 2008;7:739-43.

15. Cappellini MD, Congenite CA, Cohlen A, Piga A, Porter J. Guideline for the clinical management of thalassemia. Edisi ke-2 revisi. Cyprus: Thalassemia International Federation; 2011. h.64-70.

16. Ibrahim HM, Ayob Y, Mahayiddin AA, Sathar J, Musa Z, Bakri R, dkk.

Management of transfusion dependent thalassaemia. Malaysia:Ministry of Health Malaysia; 2009.h.1-84.

17. Skordis N. Endocrine investigation and follow up in thalassemia: times for specific guimLines. Thalassemia reports. 2011;1:1-16.

18. Sanctis V, Urso, Scialpi, Mangiagli . Endocrine complications in ß-thalassemia major. Dalam: Maggio A, Hoffbrand AV, penyunting. Clinical aspects and therapy of haemoglobinopathies. Italy: Proprieta letteraria riservata; 2004.h.293-310.

19. Faranoush M, Rahiminejad MS, karamizadeh Z, Ghorbani R, Owji SM. Zinc supplementation effect linear growth in transfusion dependent ß thalassemia.

IJBC. 2008;1:29-32.

20. Prabhu R, Prabhu V, Prabhu RS. Kelebihan besi in beta thalassemia –a revew. J Biosci Tech. 2009;1;20-31.

21. Barton JC, Edwards CQ, Phatak PD, Britton RS, Bacon BR. Handbook of iron overload. Edisi ke-1. New York: Cambridge university Press; 2010.h.233-41.

33 22. Mehvar A, Azarkeivan A, Faranoush M, Mehvar N, Saberinedjhad J, Ghorbani R.

Endocrinophaties with ransfution dependent betha thalassemia. Pediatr Hem Onc. 2008; 25:187-94.

23. Shamshirzas AA, Bekheirnia MR, Kamgar M, Pourzahedgilani N, Bouzari N, Habibzadeh M, dkk. Metabolic and endocrinologic complications in beta-thalassemia major: a multicenter study in Taheran. BMC Endocrine Disorders.

2003; 3:1-6.

24. Khan FUR, Khan MH, Ayub T, Shah SH. Frekuency of complications in beta thalassemia major in D.I. Khan. Biomedica. 2007; 23:31-3.

25. Soliman AT, Khalafallah H, Ashour R. Growth and factors affecting it in thalassemia major. Hemoglobin. 2009; 33:116-26.

26. Low LCK. Growth of children with ß-thalassemia major. Indian J Ped. 2005;

72:159-63.

27. Paulev PE, Calleja GZ. Other hormones and disorders. Dalam : Paulev PE, Calleja GZ, penyunting. New human fisiology. Edisi ke-2. Copenhagen Denmark.

Elsevier; 2010.h.251-3.

28. Karamifar H, Amirhakimi GH. Linier growth deficiency in ß-thalassemia patiens:

is it growth hormone dependent? IJMS. 2002; 27:47-50.

29. Fica S, Albu A, Vladareanu F, Barbu C, Bunghez R, Nitu L, dkk. Endocrine disorders in ß-thalassemia major: cross sectional data. Act Endocr. 2005; 1:201-12.

30. Roth C, Perkum A, Bartz M, Jarry H, Eber S, Lakomek M. Short stature and failure of pubertal development in thalassemia major; evidence for hypothalamic neurosecretory disfuncion of growth hormone secretion and defective pituitary gonadotropin secretion. Eur J pediatr. 1997; 156:777-83.

31. Vogiatzi MA, Macklin EA, Tractenberg FL, fung EB, Cheung AM, vichinscy E.

Differences in the prevalence of growth, endocrine and vitamin D abnormalities among the various thalassemia syndromes in North America. British J of Haematology. 2009; 146:546-56.

34 32. Reiter EO, D’Ercole AJ. Disorders of anterior pituitary gland, hypothalamus and growth. Dalam: Rudolf AM, Hotcler MK, Lister G, Siegel NJ, penyunting.

Rudolf’s Pediatric. Edisi ke-23. California: McGraw-Hill; 2003: h.2002.

33. Rindang C, batubara JL, Amalia P, Satari H. Some aspects of thyroid dysfunction in thalassemia major patients with severe iron chelathing. Paediatr indones. 2011;

51:67-72.

34. Eshragi P, Tamaddoni A, Zarifi K, Mohammadhasani A, Aminzadeh M. Thyroid function in major thalassemia patients: is it related to height and chelation therapy? Casp J Inern Med. 2011; 2:189-93.

35. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, Cappelini DM, Cazzola , Galanello R.

Italian society of hematology practice guidelines for the management of kelebihan besi in thalassemia major and related disorders. Haematologica. 2008; 93(5):741-52.

36. Sayani F, Warner M, Wu J, Rieger DW, Humphreys K, Odame I. GuimLines for the clinical care of patient with thalassemia in Canada. Thalassemia foundation of Canada.Toronto. 2009:15-38.

37. Nabavizadeh SH, Anushiravani A, Haghbin S. Evaluation of growth parameters in patients with thalassemia major. Hematology. 2007; 12(5):445-7.

38. Ware HM, Kwiatkowski JL. Evaluation and treatment of transfusional iron overload in children. Pediatr Clin N Am. 2013;1393-1406.

39. Au WY, Li CF, Fang JP, Chen GF, Sun X, Li CG, dkk. Assesment of iron overload in very young children with limited thalassemia care resources in South China. Hemoglobin. 2014; 38(2):119-26.

40. Theil EC. Ferritin: at the crossroads of iron and oxygen metabolism. Blood. 1999;

94:3205-311.

41. Belhoul KM, Bakir ML, Saned MS, Kadhim AM, Musallam KM, Taher AT.

Serum ferritin levels and endocrinopathy in medically treated patients with β thalassemia major. Ann Hematol. 2012; 91:1107-14.

35 LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

Dokumen terkait