• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS HUBUNGAN KADAR SERUM FERRITIN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK PENDERITA TALASEMIA BETA MAYOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS HUBUNGAN KADAR SERUM FERRITIN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK PENDERITA TALASEMIA BETA MAYOR"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ii TESIS

HUBUNGAN KADAR SERUM FERRITIN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK PENDERITA TALASEMIA BETA

MAYOR

JOHAN CHRISTIAN SILAEN 117103013/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

iii HUBUNGAN KADAR SERUM FERRITIN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK PENDERITA TALASEMIA BETA MAYOR

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

JOHAN CHRISTIAN SILAEN 117103013 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

iv Judul Penelitian : Hubungan Kadar Serum Ferritin Terhadap

Gangguan Pertumbuhan Pada Anak Penderita Talasemia Beta Mayor

Nama : Johan Christian Silaen Nomor Induk Mahasiswa : 117103013

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Ketua

Dr. Hakimi, Sp.A(K)

Anggota

Dr. Nelly Rosdiana, M.Ked(Ped),Sp.A(K)

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi

dr.Murniati Manik, MSc,SpKK,SpGK

NIP : 1953071980032001 NIP :19540220198011001 Prof.dr.Gontar Siregar,Sp.PD-KGEH

Tanggal lulus : 12 Agustus 2015

i

(4)

v PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr.H. Hakimi,Sp.A(K) …………

Anggota : dr. Nelly Rosdiana, M.Ked(Ped),Sp.A(K) …………

Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD ...

dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...……….

dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Tanggal lulus: 12 Agustus 2015

ii

(5)

vi PERNYATAAN

HUBUNGAN KADAR SERUM FERRITIN TERHADAP GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA PENDERITA TALASEMIA BETA MAYOR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Agustus 2015

Johan Christian Silaen

iii

(6)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. H. Hakimi,Sp.A(K) dan Pembimbing II dr. Nelly Rosdiana, M.Ked(Ped), Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, koreksi, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dan dukungan moril kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped),Sp.A(K) selaku Pengajar dari divisi Endokrinologi sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped),

iv

(7)

viii Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A dan dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp. A selaku Pengajar dari divisi Endokrinologi yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran saran yang sangat berharga kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped),Sp.A(K) selaku Pengajar dari divisi Endokrinologi sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Pelaksana tugas Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Subhilhar, Ph. D serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. dr.

H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) dan Dekan FK- USU Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU.

6. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A (K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

v

(8)

ix 7. DR. Dr. Dharma Lindarto ,SpPD-KEMD, dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K), yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

9. Direktur RSU Sari Mutiara, dr. Tuahman Purba, Sp. An dan dr. Hj.

Sugiani Sinulingga, Sp. A atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini sehingga penelitian ini memungkinkan untuk dilakukan.

10. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU terutama PPDS periode Juli 2011 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Wilson Silaen, SE, MM dan Merliana Marpaung S.Pd atas dukungan moril dan materil yang selalu mendukung dan menyemangati saya, serta adik-adik tercinta Richard Valentino Silaen, SE, dr. Natalia Melisa Gessy Silaen, Ruth Sonya Natasya Silaen atas doa serta masukan dan dukungan kepada saya

vi

(9)

x sehingga membuat saya mampu menyelesaikan tesis ini serta yang selalu menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi saya.

Akhir kata ,penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Agustus 2015

Johan Christian Silaen

vii

(10)

xi DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing i

Lembar Pernyataan iii

Lembar Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi viii

Daftar Gambar xi

Daftar Tabel xii

Daftar Singkatan xiii

Daftar Lambang xiv

Abstract xv

Abstrak xvi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pertumbuhan 5

2.2 Patofisiologi Gangguan Pertumbuhan Pada

Talasemia Beta Mayor 7

2.3 Komplikasi Transfusi Pada Talasemia Beta Mayor 9 2.4 Prosedur Untuk Menilai Gangguan Pertumbuhan 12

2.5 Kerangka Konseptual 16

viii

(11)

xii BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain 17

3.2. Tempat dan Waktu 17

3.3. Populasi dan Sampel 17

3.4. Metode Pengumpulan Data 18

3.5. Perkiraan Besar Sampel 18

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 19

3.6.1. Kriteria Inklusi 19

3.6.2. Kriteria Eksklusi 20

3.7. Persetujuan / Informed Consent 21

3.8. Etika Penelitian 21

3.9. Cara Kerja

Alokasi Subjek 21

Pengukuran 21

3.10. Alur Penelitian 23

3.11. Identifikasi Variabel 23

3.12. Definisi Operasional 24

3.13. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 24

BAB 4. HASIL PENELITIAN 26

BAB 5. PEMBAHASAN 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 33

Daftar Pustaka 34

Lampiran

1. Personil Penelitian 2. Biaya Penelitian 3. Jadwal Penelitian

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

ix

(12)

xiii 5. Lembar Persetujuan Komite Etik

6. Growth Chart 7. Riwayat Hidup

x

(13)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tiga Fase Pertumbuhan Menurut Umur, Dan Multi Faktor Yang Dapat Menyebabkan Gangguan

Pertumbuhan Pada Pasien Talasemia Beta Mayor 7

Gambar 2. Jaras GH-IGF-I 9

Gambar 3. Jaras Hipotalamus-Hipofisis-Gonad 11

xi

(14)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel 26

Tabel 4.2 Perbedaan Kadar Serum Ferritin Terhadap Tinggi Badan 27 Tabel 4.3 Hubungan Kadar Serum Ferritin Dengan Tinggi

Badan dan Bone Age 27

Tabel 4.4 Nilai OR Kadar Serum Ferritin Terhadap Gangguan

Pertumbuhan 28

xii

(15)

xvi DAFTAR SINGKATAN

DFO : Desferoxamine

PTG : Potensi Tinggi Genetik

GH : Growth Hormone

MRI : Magnetic Resonance Imaging IGF-I : Insulin Like Growth Factor-I NTBI : Non Transferin Binding Protein GHRH : Growth Hormone Releasing Hormone WHO : World Health Organization

CDC : Centre Disease Control and Prevention CI : Confident Interval

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

BB : Berat Badan

TB : Tinggi Badan

OR : Odds Ratio

xiii

(16)

xvii DAFTAR LAMBANG

Kg : Kilogram

Cm : sentimeter

µg : mikrogram

L : liter

% : persen

xiv

(17)

xviii Association between serum ferritin level and growth disorder in

children with beta thalassemia major Johan Christian Silaen

Department of Child Health, Medical School, University of Sumatera Utara, , Hakimi, Nelly Rosdiana, Melda Deliana, Siska

Mayasari Lubis

Haji Adam Malik General Hospital, Medan, Indonesia Abstract

Background: Beta thalassemia is a genetic hematologic disorder with anemia that needs a lifetime transfusion. It remains endocrinopathies including delayed puberty, diabetes mellitus, growth disorder and final height in adulthood. Several studies revealed association between hemosiderosis and growth disorder during transfusion measured by serum ferritin level but still few in Indonesia.

Objective : To determine the association between serum ferritin level and growth disorder in children with beta thalasemia major.

Methods :This was a case control study with a total of 60 child age 5 until 18 years old devided to thalassemia children as case group and non thalassemia children as control group. Serum ferritin, child height, parental height, and bone age were measured. Association between serum ferritin level and growth disorder was assessed using Fisher exact test. Statistical analysis using P value < 0.05 being considered significant.

Result : Serum ferritin level was significantly differed and related from both groups. Odds Ratio (OR) 4.75 indicated a strong relationship with ferritin level > 2000 µg/L.

Conclusion : There was a significant association between serum ferritin level and growth disorder in children with beta thalassemia major.

Keywords :child, beta thalassemia, major, growth, ferritin

xv

(18)

xix Hubungan kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada

penderita talasemia beta mayor Johan Christian Silaen

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Uniersitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

, Hakimi, Nelly Rosdiana, Melda Deliana, Siska Mayasari Lubis

Abstrak

Latar belakang: Talasemia beta mayor merupakan kelainan hematologi genetik dengan anemia yang memerlukan transfuse darah seumur hidup. Hal ini akan menimbulkan berbagai kelainan endokrin, pubertas terlambat, diabetes mellitus, gangguan pertumbuhan termasuk tinggi badan akhir saat dewasa. Beberapa studi menyatakan hubungan antara hemosiderosis dengan gangguan pertumbuhan yang diukur dengan kadar serum ferritin namun studi di Indonesia masih sedikit.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor.

Metode : Penelitian ini adalah penelitian case control dengan total 60 anak usia 5 sampai 18 tahun yang dibagi menjadi kelompok kasus yaitu penderita talasemia beta mayor dan kelompok kontrol bukan talasemia beta mayor.Pada penelitian ini dialkukan pemeriksaan serum ferritin, tinggi badan anak, tinggi badan orang tua dan bone age. Gangguan pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan uji Fisher exact dengan nilai kemaknaan p <

0.05.

Hasil : Serum ferritin berbeda dan berhubungan bermakna secara signifikan pada kedua kelompok (p <0.001) dan Odds Ratio (OR) 4.750 yang mengindikasikan hubungan kuat pada nilai ferritin > 2000 µg/L.

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor

Kata Kunci : talasemia beta mayor, pertumbuhan, ferritin

xvi

(19)

1 BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Talasemia beta mayor merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik, dengan karakteristik kurangnya atau tidak ada sintesa rantai ß hemoglobin, yang mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin dalam sel darah merah, penurunan produksi sel darah merah dan anemia.1,2 Penanganan paling utama pada pasien talasemia beta mayor adalah pemberian transfusi darah secara rutin. Pasien talasemia beta mayor yang tidak mendapatkan terapi transfusi atau tidak mendapat transfusi yang adekuat kerap mengalami keterlambatan pertumbuhan dan pubertas.2

Efek transfusi darah secara rutin dapat memperpanjang kelangsungan hidup penderita talasemia beta mayor, namun dapat menimbulkan keadaan kelebihan besi.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat kelebihan besi adalah hemosiderosis yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada berbagai organ seperti hati, jantung, dan organ endokrin.2,3 Beberapa kelainan endokrin yang ditimbulkan antara lain gangguan pertumbuhan dan perkembangan, keterlambatan pubertas yang dapat disertai dengan kerusakan pada aksis hipotalamus-hipofisis dan diabetes mellitus (DM).4

Dari beberapa penelitian dilaporkan angka kejadian gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor bervariasi. Studi di Malaysia didapati 54,4%,5 studi di Iran didapati 62%,6 sedangkan studi di India didapati 54% anak talasemia beta mayor mengalami gangguan pertumbuhan.7,8 Tingginya angka kejadian gangguan

(20)

2 pertumbuhan pada talasemia beta mayor, selain disebabkan oleh anemia kronis yang tidak mendapat transfusi yang adekuat, beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya kerusakan organ endokrin. Faktor-faktor tersebut antara lain: kelebihan besi, dimana penderita talasemia beta mayor telah medapatkan transfusi sebanyak 10 sampai 20 kali dengan kadar ferritin > 1000 µg/L2,3, toksisitas Desferoxamine (DFO) yaitu iron chelathing agent yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan besi, faktor emosional, defisiensi zink dan asam folat serta gangguan fungsi hati.1,3,9

Beberapa pemeriksaan untuk menilai gangguan pertumbuhan yang terjadi pada pasien talasemia beta mayor yaitu pengukuran tinggi badan, kecepatan pertumbuhan, penilaian potensi tinggi genetik (PTG), status pubertas, usia tulang, fungsi tiroid dan Growth hormone (GH).9 Untuk menilai kelebihan besi pada pasien talasemia beta mayor yang mendapatkan transfuse secara rutin dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan pengukuran kadar serum ferritin darah, pengukuran konsentrasi besi di hati dengan melakukan biopsi hati, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan sebagainya. Akan tetapi penilaian kadar serum ferritin darah secara teratur merupakan metode paling mudah untuk mengetahui terjadinya kelebihan besi.3

Di Indonesia masih sedikit penelitian mengenai gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor. Penelitian di Denpasar menyebutkan gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek terjadi pada 26% kasus dengan kadar ferritin

> 3000 µg/L.10 Hal inilah yang menjadi latar belakang dilakukan penelitian hubungan

(21)

3 antara kadar serum ferrtin terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan:

Apakah ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor ?

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum : mengetahui apakah ada hubungan kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

1.4.2. Tujuan Khusus :

1. Mengetahui perbedaan kadar serum ferritin pada talasemia beta mayor dan yang bukan talasemia beta mayor.

2. Mengetahui perbedaan tinggi badan pada talasemia beta mayor dan yang bukan talasemia beta mayor.

3. Mengetahui nilai kadar ferritin yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

(22)

4 1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui adanya hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor, maka dapat memberikan informasi terhadap masyarakat luas terutama pada orang tua dengan anak penderita talasemia beta mayor sehingga dapat dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai komplikasi talasemia terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

(23)

4 1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui adanya hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor, maka dapat memberikan informasi terhadap masyarakat luas terutama pada orang tua dengan anak penderita talasemia beta mayor sehingga dapat dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai komplikasi talasemia terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

(24)

5 2.1 Defiinisi Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai proses meningkatnya ukuran sel oleh penambahan jaringan, dapat diamati pada seluruh organisme, bagian tubuh, sistem organ dan pada sel11. Pertumbuhan merupakan proses interaksi beberapa faktor seperti faktor genetik, lingkungan terutama nutrisi, serta pengaruh faktor endokrin. Pertumbuhan pada anak terjadi terutama pada lempeng epifisis yang merupakan tempat terjadinya deposisi tulang sehingga terjadi penambahan tinggi badan.12

Pertumbuhan terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu pertumbuhan prenatal, pertumbuhan pasca natal yang terbagi menjadi fase bayi, kanak-kanak dan fase pubertas. Pertumbuhan pasca natal pada fase bayi ditandai oleh pertumbuhan yang pesat, kemudian diikuti penurunan kecepatan tumbuh secara progresif.12,13

Masa pubertas mempunyai dua peranan pada pertumbuhan yaitu akselerasi kecepatan pertumbuhan dan maturasi skeletal yang meningkat akibat penutupan lempeng tulang epifisis. Beberapa faktor hormonal berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan pebertas yaitu GH, Insuline Like Growth Hormone Factor- I (IGF-I), hormon steroid seks, dan hormon tiroid.11,12

Gangguan pertumbuhan adalah gangguan pada kecepatan pertumbuhan tinggi berdasarkan umur dan derajat pubertas, apakah anak tersebut pendek atau tinggi dari pengukuran tinggi dan dari potensi tinggi orang tua.13 Pola pertumbuhan pada pasien talasemia yang mendapat transfusi relatif normal sampai usia 9 sampai 10 tahun, mulai terganggu dimana kecepatan pertumbuhan mulai melambat yang

(25)

6 menyebabkan terjadinya perawakan pendek.14-16 Dikatakan perawakan pendek bila :

11,12

1. Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD untuk usia dan jenis kelamin 2. Tinggi badan signifikan dibawah PTG yaitu -2 SD dibawah PTG

3. Kecepatan pertumbuhan yang lambat

Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase yang berbeda : a) Fase prenatal : 1.2 sampai 1.5 cm perminggu b) Fase bayi : 23 sampai 28 cm pertahun c) Kanak-kanak : 5 sampai 6.5 cm pertahun d) Pubertas : 8.3 cm/pertahun (perempuan)

9,5 cm pertahun (laki-laki)

4. Pertumbuhan menurun memotong garis persentil pada kurva pertumbuhan terutama setelah usia 18 bulan.

2.2 Patofisiologi Gangguan Pertumbuhan pada Talasemia Beta Mayor

Gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor disebabkan oleh multi faktor yaitu disebabkan oleh anemia kronis dan hipoksia, gangguan fungsi hati, defisiensi zink dan asam folat, kelebihan besi, toksisitas DFO, faktor emosional, dan gangguan endokrin.9,17,18 Gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor terbagi atas tiga tahap berdasarkan umur dan berbagai faktor yang menyebabkannya, seperti tertera pada gambar 1.

Fase 2 Fase 3

Fase 1

(26)

7

Disfungsi aksis GH – Insulin Gangguan pubertas Gangguan pubertas

Like-Growth Factor- I (IGF-I) Disfungsi hati

Toksisitas DFO Kelebihan besi Faktor emosional

Defisiensi zink dan asam folat Anemia kronis dan hipoksia

Usai dalam tahun

Gambar 1. Tiga fase pertumbuhan menurut umur, dan multi faktor yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor.17

Pemberian transfusi yang regular pada pasien talasemia beta mayor menyebabkan terjadi kelebihan besi. Hal ini dapat memicu terjadinya kerusakan jaringan akibat penumpukan radikal bebas pada organ. Transfusi darah yang diberikan secara teratur akan mengakibatkan pemenuhan kapasitas pengikatan besi transferin di tubuh, akibatnya besi bebas ini akan terakumulasi dalam jaringan dan darah. Tanpa intervensi terapi, besi bebas yang dikenal dengan non transferin binding protein (NTBI) akan bersirkulasi sistemik ke jaringan sebagai radikal bebas dan merusak lemak, protein dan DNA sehingga menimbulkan kerusakan organ seperti hati jantung dan organ endokrin.1,3,17,20 Setiap unit sel darah merah menghantarkan 200 sampai 250 mg besi melalui transfusi. Tanpa pemberian agen kelasi besi, 10 sampai 20 unit atau lebih transfusi sel darah merah akan meningkatkan risiko kerusakan organ.21

Kelebihan besi pada organ endokrin pada beberapa studi memperlihatkan kelainan endokrin, yang paling banyak adalah hipogonadotropik hipogonadisme, defisiensi GH, diabetes mellitus, hipotiroid, hipoparatiroid dan insufisiensi adrenal.22-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Usia dalam tahun

(27)

8

26 Pengaruh hormonal sebagai penyebab gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor sangatlah kompleks, selain disebabkan oleh hipogonadisme, hipotiroidisme, jaras GH-IGF-I secara nyata berperan terhadap gangguan pertumbuhan.9 Beberapa studi memperlihatkan terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia dengan kadar serum ferritin diatas 2000 µg/L.5,8

Pada pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) didapati deposisi besi pada kelenjar hipofisis anterior.9,25 Deposisi besi menyebabkan kerusakan hipofisis anterior yang mengakibatkan terganggunya jaras GH-IGF-I.9,26 Kerusakan pada hipofisis anterior menyebabkan pelepasan GH terganggu, yang mengakibatkan produksi IGF-I dan IGFBP-3 oleh hati terganggu karena stimulasi GH terhadap hati berkurang, sehingga terjadi penurunan GH dan IGF-I. Defisiensi GH dan IGF-I mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tulang pada lempeng pertumbuhan tulang.11

Gambar 2. Jaras GH-IGF-I27 2.3 Komplikasi Transfusi pada Talasemia Beta Mayor

(28)

9 Beberapa studi melakukan uji provokasi untuk menilai respons GH pada pasien talasemia beta mayor yang mengalami perawakan pendek. Satu studi melaporkan sekresi GH yang normal pada beberapa anak namun beberapa anak dijumpai responsnya menurun setelah dilakukan uji provokasi.28 Studi lain yang juga melakukan uji provokasai didapati respons GH terhadap Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) dilaporkan menurun,29 satu studi yang lain didapati responsnya normal30,sedangkan serum IGF-I dan IGFBP didapati rendah pada sebagian besar sampel setelah uji uji provokasi.30,31 Pada studi lain kadar serum IGF-I dijumpai tetap rendah setelah pemberian terapi GH, hal ini menunjukkan bahwa sekresi GH berhubungan dengan kelenjar hipofisis yang tidak normal pada pasien talasemia beta mayor.25

Hipogonadisme merupakan komplikasi endokrin paling sering pada pasien talasemia beta mayor dan merupakan penyebab penting gangguan pertumbuhan pada saat remaja. Hipogonadotropik-hipogonadisme terjadi akibat kerusakan hipotalamus dan hipofisis anterior yang disebabkan oleh hemosiderosis pada organ tersebut.

Gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior sangat sensitif terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh kelebihan zat besi. Pada MRI hipofisis anterior dijumpai gambaran penurunan intensitas sinyal spin–echo dari hipofisis, hal ini dikaitkan dengan meningkatnya deposisi besi di hipofisis anterior dan dapat menjadi alat investigasi yang berguna dalam penilaian hemosiderosis hipofisis.9,26

Untuk meneliti pengaruh pubertas terlambat terhadap pertumbuhan linier remaja talasemia digunakan skala Tanner dalam memantau perkembangan

(29)

10 seksualnya, pengukuran hormon gonadotropin seperti: Luteinizing Hormone (LH), Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Hormon Testosteron. Didapati hasil bahwa keterlambatan pubertas berpengaruh terhadap gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia.25 Penumpukan besi pada sel gonad pada hipofisis anterior menyebabkan berkurangnya sekresi hipofisis anterior yang memicu terjadinya hipogonadotropik hipogonadisme dan pubertas terlambat.14 (gambar 3).

Gambar 3. Jaras Hipotalamus-hipofisis-gonad32

Beberapa studi melaporkan prevalensi hipotiroidisme pada talasemia beta mayor, pada penelitian ini dijumpai hubungan yang signifikan antara perawakan pendek dengan hipotiroid.33,34 Hormon tiroid berperan penting dalam maturasi

(30)

11 tulang, mempengaruhi sekresi GH, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi IGF-I, serta memacu maturasi kondrosit.12

Kadar serum ferritin yang tinggi selama dekade pertama kehidupan akibat pemberian transfusi berulang mengakibatkan terjadinya perawakan pendek, keadaan ini merupakan indikasi untuk pemberian terapi kelasi besi yang berguna untuk mencegah atau membatasi komplikasi ini.3,9 Obat pertama yang tersedia adalah desferoxamine (DFO).2 Akan tetapi beberapa studi menunjukkan tingginya kejadian perawakan pendek pada anak dan remaja talasemia yang mendapat pengobatan dengan DFO secara intensif.1,3,9 Hal ini disebabkan oleh intoksikasi DFO yang dapat menghambat proliferasi sel, menghambat sintesis DNA, mengganggu deposisi mineral seperti kuprum dan zink.1,9 Mekanisme yang kompleks tersebut menyebabkan platispondilosis dimana dijumpai vertebra menjadi rata, pemendekan tulang panjang,9 dan pemendekan spinal yang menyebabkan penurunan tinggi badan baik dalam keadaan duduk maupun berdiri.9,18

Pemberian terapi kelasi besi yang terlalu cepat yaitu pada usia antara 2 sampai 5 tahun dapat juga mengganggu pertumbuhan, hal ini disebabkan karena sebelum tubuh mengalami kelebihan besi akibat pemberian transfusi, DFO menjadi kelasi terhadap mineral lain selain besi.35

2.4 Prosedur Untuk Menilai Gangguan Pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien talasemia beta mayor. Pola pertumbuhan pada anak tersebut relatif normal sampai

(31)

12 usia 10 tahun. Anak talasemia beta mayor harus secara rutin dimonitor pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai tinggi dewasa dan perkembangan seksual yang lengkap.36 Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai gangguan pertumbuhan yang terjadi pada pasien talasemia beta mayor: 9

1. Pengukuran tinggi badan berdiri

Pengukuran ini dilakukan setiap 6 bulan, pengukuran tinggi badan ini selanjutnya diproyeksikan pada kurva pertumbuhan sesuai usia dan jenis kelamin.9 Kurva pertumbuhan digunakan untuk memantau pertumbuhan anak sesuai dengan populasi acuannya. Untuk negara-negara yang tidak memiliki kurva pertumbuhan, World Health Organization (WHO) menganjurkan penggunaan kurva The Centre Disease Control and Prevention (CDC) sebagai acuan, akan tetapi kurva ini menggunakan populasi Amerika Serikat, sehingga tidak sesuai untuk setiap negara dan perlu penyesuaian-penyesuaian tertentu.12

2. Pengukuran Potensial Tinggi Genetik (PTG)

Oleh karena faktor genetik mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan potensi tinggi seorang anak, maka sangat penting menilai perawakan dari orang tua dan saudara kandung anak tersebut. Perkiraan tinggi dewasa seorang anak berhubungan dengan target tinggi kedua orang tua.11 Potensial tinggi genetik (PTG) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:11

- PTG laki-laki : Tinggi ayah + ( tinggi ibu + 13 cm) ± 8,5 cm 2

- PTG Perempuan : Tinggi ibu + ( tinggi ayah – 13 cm) ± 8,5 cm

(32)

13 2

Bila didapati pola pertumbuhan anak mengalami deviasi dari orang tua atau saudara kandungnya maka di dapati kondisi patologis yang mendasarinya, tetapi bila didapati kelainan patologis yang nyata dari orang tua maka pengukuran ini tidak dapat digunakan.11

3. Menilai kecepatan pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan suatu proses yang dinamik, sehingga diperlukan pengukuran yang berkala untuk mengukur kecepatan pertumbuhan dalam satu satuan waktu.12 Minimal harus ada dua titik pengukuran supaya dapat menilai kecepatan pertumbuhan. Dengan demikian dapat dilihat pola pertumbuhan anak, apakah sejajar dengan persentil atau melenceng. Anak dengan gangguan pertumbuhan akan mengalami pertumbuhan di bawah persentil 25 pada kurva kecepatan pertumbuhan11 4. Pemeriksaan status pubertas

Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa keterlambatan pubertas berpengaruh terhadap gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia.9,26 Penumpukan besi pada sel gonad pada hipofisis anterior menyebabkan berkurangnya sekresi hipofisis anterior yang memicu terjadinya hipogonadotropik hipogonadisme dan pubertas terlambat.

Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian status pebertas.14 Status pubertas dapat dinilai dengan menggunakan skala Tanner. Pemeriksaan ini harus dilakukan setiap 6 bulan sejak usia 10 tahun sampai mencapai perkembangan seksual yang lengkap.

Untuk menilai volume testis dengan menggunakan Orchidometer (Prader)36 5. Menilai maturasi tulang

(33)

14 Maturasi tulang dapat diamati secara langsung dengan melihat pertumbuhan lempeng epifisis dengan menggunakan X-ray. Pada anak normal, didapati pusat perkembangan epifisis sesuai usia, yang memungkinkan untuk dihasilkannya standart maturasi tulang pada masing jenis kelamin selama masa anak dan remaja.13

Usia tulang (bone age) merupakan pengukuran kuantitatif maturasi fisik tulang, caranya adalah dengan membandingkan Wrist X-ray pasien dengan Wrist X- ray normal untuk laki-laki dan perempuan seperti yang terlihat pada atlas Greulich and Pyle. Kegunaan dari penilaian usia tulang ini adalah untuk memonitor potensi pertumbuhan dari waktu ke waktu, dapat juga digunakan untuk menentukan perkiraan tinggi dewasa.13

6. Pemeriksaan darah rutin dan kadar serum ferritin.3

7. Pemeriksaan fungsi tiroid (T3,T4,TSH),33,34 GH dan IGF-I.12

2.5 Kerangka Konseptual

Intoksikasi DFO Kelebihan besi

Talasemia Beta Mayor

(34)

15 : Yang diamati dalam penelitian

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Gangguan Fungsi Hati Gangguan GH, IGF-1 Gangguan Pubertas

Gangguan Pertumbuhan

Kadar ferritin

Gangguan Fungsi Hati Kelasi besi

• Tinggi Badan

• Potensi Tinggi Genetik

Bone Age

(35)

16 Penelitian ini merupakan studi case control yang menilai hubungan antara kadar serum ferritin dengan terjadinya gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di poliklinik dan ruang rawat inap pediatri di RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak penderita talasemia beta mayor berusia 5 sampai 18 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara consecutive sampling, yaitu :

a. Kelompok kasus : pasien anak berusia 5 sampai 18 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan dan telah didiagnoosa menderita talasemia beta mayor dengan kadar serum ferritin > 1000 µg/L.

b. Kelompok kontrol : pasien anak berusia 5 sampai 18 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan yang menderita penyakit lain selain talasemia beta mayor dengan kadar ferritin ≤ 1000 µg/L.

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

(36)

17 Data tentang kasus dan kontrol dikumpulkan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari rekam medis RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan terutama digunakan untuk mengetahui diagnosa penyakit.

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitiann ini dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk case control. Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan kemaknaan atau Confident Interval (CI) 95% dan power sebesar 80%. Besar sampel dihitung dengan menggunakan uji hipotesis terhadap dua populasi independen,35 yaitu :

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zß√P1Q1 + P2Q2) 2 (P1 – P2)2

n = jumlah subjek

α = kesalahan tipe I = 0.05  Tingkat kepercayaan 95%

Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96

β = kesalahan tipe II =0.2  Power (kekuatan penelitian) 80%

Zß = 0,842

P1 = prevalensi kelompok anak dengan resiko yaitu penderita Talasemia

(37)

18 Beta Mayor = 54% = 0.545

P2 = insidens efek pada kelompok tanpa faktor resiko = 4.5% = 0.0455 Q1 = 1 – P1 = 1 – 0.54 = 0.46

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0.045 = 0.955 P = ½ (P1+P2) = 0.3

Q = 1 – P = 0.7

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat jumlah sampel sebanyak 18 orang pada masing-masing kelompok.

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria Inklusi

1. Kelompok Kasus

Anak usia 5 sampai 18 tahun yang datang ke bagian anak RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan dan telah didiagnosa menderita talasemia beta mayor dengan kadar serum ferritin > 1000 µg/L.

2. Kelompok Kontrol

Anak usia 5 sampai 18 tahun yang datang ke bagian anak RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan yang menderita penyakit lain selain talasemia beta mayor dengan kadar serum ferritin < 1000 µg/L.

3.6.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak penderita talasemia beta mayor dengan kadar serum ferritin < 1000 µg/L.

(38)

19 2. Anak penderita penyakit lain selain talasemia beta mayor dengan kadar ferritin > 1000

µg/L.

3. Riwayat keluarga dengan perawakan pendek.

4. Anak yang menderita talasemia tipe lain

5. Menderita gangguan nutrisi dan sindroma congenital 6. Salah satu orang tua meninggal dunia

3.7 Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) terlampir dalam usulan penelitian ini.

3.8 Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Cara Kerja 3.9.1 Alokasi Subjek

Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara consecutive sampling

3.9.2 Pengukuran

(39)

20 1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju

mengikuti penelitian.

2. Dilakukan pencatatan data pribadi terhadap terhadap subjek yang akan diteliti dan orang tua subbjek yang diteliti.

3. Dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak yang ditentukan, selanjutnya dinilai status antropometrinya. Berat badan ditentukan dengan menggunakan alat penimbang Camry yang telah ditera sebelumnya dengan kapasitas sampai 125 kg. Pencatatan dilakukan dalam kg dengan decimal (sensitive sampai 0.1 kg) 4. Semua subjek penelitian ditimbang tanpa sepatu atau alas kaki, hanya menggunakan

pakaian sehati-hari saja

5. Tinggi badan anak dan tinggi badan kedua orang tua diukur dengan menggunakan alat micotoa 2 meter yang terbuat dari metal, dengan ketepatan 0.5 cm. Tinggi badan diukur pada posisi tegak lurus menghadap ke dinding. Untuk melihat angka pada pengukuran tinggi, pembatas microtoa ditarik tegak lurus dan tepat di atas kepala, selanjutnya data tersebut akan dimasukkan ke dalam grafik pertumbuhan untuk dinilai status antropometrinya.

6. Foto wrist x-ray atau bone age dilakukan di bagian Radiologi RSUP Haji Adam Malik dan RSU Sari Mutiara Medan

7. Data dimasukkan dalam tabel, kemudian dianalisis lebih lanjut terhadap hasil penelitian.

8. Dilakukan penyusunan dan penggandaan laporan hasil penelitian

3.10 Alur Penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi

(40)

21 Gambar 5. Skema rancangan alur penelitian case control

3.11 Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Kadar serum ferritin Kategorik

Variabel tergantung Skala

Perawakan pendek Kategorik

3.12 Definisi Operasional

Penderita talasemia beta mayor Penderita bukan talasemia beta mayor

Kadar serum ferritin rendah Kadar serum ferritin tinggi

Pemeriksaan tinggi badan, potensi tinggi genetik, bone age

Perawakan pendek (-) Perawakan pendek (+)

(41)

22 1. Sampel adalah anak berusia 5 sampai 18 tahun

2. Talasemia Beta Mayor adalah talasemia yang terjadi akibat gangguan pengurangan sintesis rantai beta yang diturunkan dari kedua orang tua yang menderita talasemia kepada anaknya. Biasanya menunjukkan keadaan yang lebih berat.

3. Perawakan pendek adalah gangguan pada kecepatan pertumbuhan tinggi berdasarkan umur dan derajat pubertas, apakah anak tersebut pendek atau tinggi dari pengukuran tinggi dan dari potensi tinggi orang tua dengan pemeriksaan kadar ferritin ≥ 1000 µg/L.

4. Perawakan Pendek adalah apabila :

• Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD untuk usia dan jenis kelamin

• Tinggi badan signifikan dibawah PTG yaitu -2 SD dibawah PTG

• Kecepatan pertumbuhan yang lambat

• Pertumbuhan menurun memotong garis persentil pada kurva pertumbuhan terutama setelah usia 18 bulan

3.13. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer dengan tingkat kemaknaan P< 0.05 dan interval kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Untuk menilai hubungan kadar serum ferritin terhadap

(42)

23 perawakan pendek pada anak penderita talasemia dengan bukan penderita talasemia akan digunakan nilai odds ratio (OR) dan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara kadar serum ferritin terhadap perawakan pendek akan dilakukan uji t terlebih dahulu, namun apabila tidak berdistribusi normal akan digunakan uji Fisher exact test.

(43)

24 BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik dan rumah sakit umum Sari Mutiara Medan. Sampel berjumlah 60 orang dengan 30 adalah kelompok kasus dan 30 adalah kelompok kontrol. Seluruh sampel dilakukan pemeriksaan kadar ferritin, tinggi badan, tinggi badan orang tua, dan foto bone age.

Dari 30 anak kelompok kasus, didapatkan 22 anak dengan perawakan pendek dan 8 anak dengan tinggi badan normal. Sedangkan dari 30 anak kelompok kontrol, seluruhnya memiliki tinggi badan normal.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel

Karakteristik Kasus Kontrol

Range Mean N(30) Range Mean N(30)

Sex Laki-laki

Perempuan 19(63.3)

11(36.7) 14(46.7)

16(53.3)

Umur (thn) 5 -17 12,23(3,54) 5 – 14 9,00(2,92)

TB (cm) 102 – 162 133,77(16,42) 108 – 155 129,00(12,86)

TB ayah (cm) 160 – 175 167,07(3,77) 162 – 176 168,87(3,30) TB ibu (cm) 150 – 166 156,37(4,46) 155 – 165 158,83(2,87) Ferritin (µg/L) 2112,0 - 3211,0 2470(292,92) 19,9 - 411,2 95,307(8,10)

Pada tabel 4.1 terlihat kelompok kasus dengan rentang usia 5 sampai 17 tahun dan kelompok kontrol dengan rentang usia 5 sampai 14 tahun. Rerata tinggi badan anak pada kelompok kasus adalah 133.77 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 126.5 cm. Rerata tinggi badan ayah pada kelompok kasus adalah 167.07 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 168 cm. Rerata tinggi badan ibu pada

(44)

25 kelompok kasus adalah 156.37 cm sedangkan pada kelompok kontrol adalah 158.83 cm. Rerata kadar ferritin pada kelompok kasus adalah 2470 µg/L sedangkan pada kelompok kontrol adalah 158.83 µg/L. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia, kadar ferritin, dan tinggi badan ibu mempunyai nilai yang bermakna pada gangguan pertumbuhan.

Tabel 4.2 Perbedaan kadar serum ferritin terhadap tinggi badan

Gangguan pertumbuhan Ferritin

Mean SD Low 95% CI Up P Pendek 2502,045 332,235 2354,741 2649,350 0,001*

Normal 576,689 94,8648 264,876 888,503

*signifikan pada P<0.05

Pada tabel 4.2 terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar serum ferritin dengan perawakan pendek (P= 0.001, P< 0.05). Dari tabel ini terlihat bahwa nilai ferritin pada > 2000 µg/L merupakan nilai yang didapat yang mempengaruhi perawakan pendek pada penderita talasemia beta mayor.

Tabel 4.3 Hubungan antara kadar serum ferritin dengan tinggi badan dan bone age

Parameter < 1000(µg/L) Kelompok Ferritin ≥ 1000(µg/L) P

N N

Tinggi Badan Pendek 0 22 0,001*

Normal 30 8

Bone Age 0,001*

Retarded 0 22

Average 30 8

*signifikan pada P<0.05

(45)

26 Pada tabel 4.3 terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum ferritin terhadap tinggi badan dan bone age. Dari tabel ini terlihat bahwa nilai ferritin ≥ 1000 µg/L mempunyai hubungan bermakna terhadap tinggi badan dan bone age pada penderita talasemia beta mayor.

Tabel 4.4 Nilai OR kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan

Ferritin

<1000 (µg/L) ≥ 1000 (µg/L) Low 95% CI Up OR

Pendek 0 22 2.566 8.792 4.750

Normal 30 8

Pada tabel 4.4 didapatkan nilai odds ratio (OR) untuk mengetahui hubungan antara serum ferritin dan perawakan pendek. Dari tabel ini didapatkan nilai OR ≥ 1 (4.750) yang menyatakan hubungan positif kuat antara nilai kadar serum ferritin dengan perawakan pendek pada penderita talasemia beta mayor. Tabel ini juga menjelaskan bahwa pasien dengan kadar ferritin ≥ 1000 µg/L mempunyai resiko 4.75 kali untuk mengalami gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek.

(46)

27 BAB 5. PEMBAHASAN

Talasemia merupakan kelainan hematologi yang diturunkan ditandai dengan anemia akibat berkurangnya sintesa satu atau lebih rantai globin, dan talasemia beta mayor sebagai varian genetik talasemia tergantung transfusi yang paling banyak ditemukan. Salah satu komplikasi yang ditemukan adalah adanya hemosiderosis yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang bersifat kronik, yang berhubungan dengan kelainan endokrin, pengaruh terapi kelasi besi,dan hipoksia seluler akibat anemia kronik.37

Penelitian yang dilakukan di Malaysia meyatakan 54,4% penderita talasemia beta mayor mengalami gangguan pertumbuhan,5 sedangkan studi di Iran didapati 62%

gangguan pertumbuhan.6 Pada penelitian ini didapati sebanyak 73.3% anak penderita talasemia beta mayor mengalami gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek.

Penelitian ini merupakan suatu studi case control yang memperlihatkan adanya hubungan dan perbedaan yang bermakna antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor yang ditandai dengan perawakan pendek. Dari total 60 anak yang terbagi atas kelompok kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 30 anak didapati perbedaan yang bermakna nilai serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada kedua kelompok (p < 0.001). Parameter yang digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan adalah dengan pengukuran tinggi badan anak, tinggi badan kedua orang tua, dan foto bone age.

Penderita talasemia akan selalu mendapatkan transfusi seumur hidup akibat pecahnya sel darah merah akibat kurangnya rantai globin. Setiap milliliter darah

(47)

28 merah murni mengandung lebih dari 1 mg zat besi, dan setiap 10 sampai 20 kali transfusi akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan organ. Hal ini terjadi akibat tubuh tidak mempunyai kemampuan untuk mengekskresikan kelebihan besi secara fisiologis, sehingga pemberian transfusi dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah.21,38 Serum ferritin dalam darah secara tidak langsung menggambarkan adanya penumpukan besi dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Suatu penelitian di Cina menyebutkan bahwa kejadian hemosiderosis pada organ tertentu tidak dapat diprediksi dengan pengukuran kadar serum ferritin. Hal ini dikarenakan kadar serum ferritin juga dapat meningkat pada keadaan infeksi, kelainan autoimun, dan penyakit kronis.39 Namun kadar ferritin juga menggambarkan cadangan besi dalam darah yang akan digunakan untuk menghasilkan zat besi pada tubuh. Apabila ferritin berlebih maka akan menghambat proses enzim katalase, gluthation peroksidase, dan superoksid dismutase dan sifat ferritin akan menjadi lebih labil dan tidak dapat dipecah.40

Peningkatan kadar ferritin lebih dari 1000 µg/L menandakan adanya kelebihan besi yang dapat menimbulkan kerusakan organ.2,3 Suatu penelitian di Dubai menemukan kadar ferritin > 3000 µg/L menyebabkan gangguan organ endokrin seperti diabetes mellitus, hipotiroid, hipoparatiroid, dan hipogonadisme.41 Penelitian lain ini didukung oleh penelitian di Bali yang juga menemukan pasien talasemia beta mayor mengalami perawakan pendek dengan kadar ferritin yang sama.10 Pada penelitian ini didapati rerata kadar ferritin pada kelompok kasus adalah

(48)

29 2470 µg/L yang menimbulkan tinggi badan yang pendek pada penderitanya dan penelitian ini juga menunjukkan hubungan positif kuat antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan yang dinyatakan dengan nilai OR 4.750.

Pada penelitian ini masih dijumpai banyak keterbatasan antara lain faktor yang dinilai untuk menyatakan gangguan pertumbuhan seperti terapi kelasi besi yang digunakan, lama mendapat transfusi, jumlah transfusi dan nilai hemogblobin penderita pada saat dilakukan transfusi. Selain itu, banyak aspek yang harus dinilai lagi selain tinggi badan dan foto bone age untuk menilai adanya gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor.

(49)

30 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan serum ferritin dalam darah mempunyai hubungan dan perbedaan yang bermakna terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor dengan nilai ferritin > 2000 µg/L.

6.2 Saran

Pemberian transfusi sel darah merah seumur hidup pada penderita talasemia beta mayor akan menimbulkan berbagai komplikasi organ endokrin termasuk gangguan pertumbuhan yaitu terhambatnya tinggi badan.

Kepada dokter yang merawat diharapkan memantau komplikasi yang terjadi pada penderita talasemia beta mayor, terutama yang berkaitan dengan gangguan pertumbuhan dan menjelaskan kepada orang tua penderita berbagai komplikasi yang timbul akibat transfusi berulang dan tetap menngkonsulkan pasien ke divisi endokrinologi. Kepada orang tua penderita, agar dengan cermat membawa anak segera untuk transfusi begitu terlihat pucat, agar komplikasi kelebihan besi akibat transfusi berulang dapat lebih diminimalkan.

(50)

31 DAFTAR PUSTAKA

1. Weatherall DJ, Clegg JB. The ß- thalassaemias Dalam: Weatherall DJ, Clegg JB, penyunting. The thalassaemia syndrome. Edisi ke 4. London: Blackwell science;

2001. h.287-356.

2. Galanello R, Origa R.Beta-thalasssemia. Orphanet J of Rare Disease. 2010;

5:11-5.

3. Olivieri NF, Brittenham GM. Iron-chelating therapy and the treatment of thalassemia. Blood J. 1997; 89:739-61.

4. Najafipour F, Aliashgarjadeh A, Niafar M, Mobaseri M, Agamohamadzadeh N, Sorkhabi RS. Evaluation of glucose metabolisme, thyroid function, growth and development pattern and calcium stastus in patients with thalassemia major.

Medwel J. 2008;3:867-73.

5. Hamidah A, Rahmah R, Azmi T, Aziz J, Jamal R. Short stature and truncal shortening in transfusion dependent thalassemia patients: result from a thalassemia center in Malaysia. Shouteast Asian J. 2001;32:625-30.

6. Moayeri H, Oloomi Z. Prevalence of growth and puberty failure with respect to growth hormone and gonadotropin secretion in beta-thalassemia major. Arc Iranian. 2006;9:329-34.

7. Bhala AK, Marwaha RK, Kaur H. Longitudinal growth attainments of transfusion dependent ß-thalassemia children. Mankin quarterly. 2008;48:484-93.

8. Saxena A. Growth retardation in thalassemia major patients. Int J Hum Genet.

2003; 237-46.

9. Kyriakou A, Skordis N. Thalassemia and aberration of growth and puberty. Medit J Hemat Infec Dis. 2009;4:1-8.

10. Made A, Ketut A. Profil pertumbuhan, hemoglobin pre-transfusi, kadar feritin, dan usia tulang anak pada thalassemia mayor. Sari Pediatri. 2011;13:299-304.

(51)

32 11. Grimberg A, Leon DD. Disorders of growth. Dalam: Mosang T, penyunting.

Pediatric Endocrinology. Edisi I. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005. h.127-67.

12. Batubara J, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan gangguan pertumbuhan.

Dalam: Batubara J, Trijaya B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.19-41.

13. Patel L, Clayton PE. Normal and disordered growth. Dalam: Brook CGD, Clyton PE, Brown RS, Savage MO, penyunting. Clinical Pediatric Endocrinology. Edisi ke-5. Massachusette: Blackwell; 2005. h.90-111.

14. Dubey AP, Parakh A, Dublish S. Current trends of the management of beta thalassemia. Ind J Pediatr. 2008;7:739-43.

15. Cappellini MD, Congenite CA, Cohlen A, Piga A, Porter J. Guideline for the clinical management of thalassemia. Edisi ke-2 revisi. Cyprus: Thalassemia International Federation; 2011. h.64-70.

16. Ibrahim HM, Ayob Y, Mahayiddin AA, Sathar J, Musa Z, Bakri R, dkk.

Management of transfusion dependent thalassaemia. Malaysia:Ministry of Health Malaysia; 2009.h.1-84.

17. Skordis N. Endocrine investigation and follow up in thalassemia: times for specific guimLines. Thalassemia reports. 2011;1:1-16.

18. Sanctis V, Urso, Scialpi, Mangiagli . Endocrine complications in ß-thalassemia major. Dalam: Maggio A, Hoffbrand AV, penyunting. Clinical aspects and therapy of haemoglobinopathies. Italy: Proprieta letteraria riservata; 2004.h.293- 310.

19. Faranoush M, Rahiminejad MS, karamizadeh Z, Ghorbani R, Owji SM. Zinc supplementation effect linear growth in transfusion dependent ß thalassemia.

IJBC. 2008;1:29-32.

20. Prabhu R, Prabhu V, Prabhu RS. Kelebihan besi in beta thalassemia –a revew. J Biosci Tech. 2009;1;20-31.

21. Barton JC, Edwards CQ, Phatak PD, Britton RS, Bacon BR. Handbook of iron overload. Edisi ke-1. New York: Cambridge university Press; 2010.h.233-41.

(52)

33 22. Mehvar A, Azarkeivan A, Faranoush M, Mehvar N, Saberinedjhad J, Ghorbani R.

Endocrinophaties with ransfution dependent betha thalassemia. Pediatr Hem Onc. 2008; 25:187-94.

23. Shamshirzas AA, Bekheirnia MR, Kamgar M, Pourzahedgilani N, Bouzari N, Habibzadeh M, dkk. Metabolic and endocrinologic complications in beta- thalassemia major: a multicenter study in Taheran. BMC Endocrine Disorders.

2003; 3:1-6.

24. Khan FUR, Khan MH, Ayub T, Shah SH. Frekuency of complications in beta thalassemia major in D.I. Khan. Biomedica. 2007; 23:31-3.

25. Soliman AT, Khalafallah H, Ashour R. Growth and factors affecting it in thalassemia major. Hemoglobin. 2009; 33:116-26.

26. Low LCK. Growth of children with ß-thalassemia major. Indian J Ped. 2005;

72:159-63.

27. Paulev PE, Calleja GZ. Other hormones and disorders. Dalam : Paulev PE, Calleja GZ, penyunting. New human fisiology. Edisi ke-2. Copenhagen Denmark.

Elsevier; 2010.h.251-3.

28. Karamifar H, Amirhakimi GH. Linier growth deficiency in ß-thalassemia patiens:

is it growth hormone dependent? IJMS. 2002; 27:47-50.

29. Fica S, Albu A, Vladareanu F, Barbu C, Bunghez R, Nitu L, dkk. Endocrine disorders in ß-thalassemia major: cross sectional data. Act Endocr. 2005; 1:201- 12.

30. Roth C, Perkum A, Bartz M, Jarry H, Eber S, Lakomek M. Short stature and failure of pubertal development in thalassemia major; evidence for hypothalamic neurosecretory disfuncion of growth hormone secretion and defective pituitary gonadotropin secretion. Eur J pediatr. 1997; 156:777-83.

31. Vogiatzi MA, Macklin EA, Tractenberg FL, fung EB, Cheung AM, vichinscy E.

Differences in the prevalence of growth, endocrine and vitamin D abnormalities among the various thalassemia syndromes in North America. British J of Haematology. 2009; 146:546-56.

(53)

34 32. Reiter EO, D’Ercole AJ. Disorders of anterior pituitary gland, hypothalamus and growth. Dalam: Rudolf AM, Hotcler MK, Lister G, Siegel NJ, penyunting.

Rudolf’s Pediatric. Edisi ke-23. California: McGraw-Hill; 2003: h.2002.

33. Rindang C, batubara JL, Amalia P, Satari H. Some aspects of thyroid dysfunction in thalassemia major patients with severe iron chelathing. Paediatr indones. 2011;

51:67-72.

34. Eshragi P, Tamaddoni A, Zarifi K, Mohammadhasani A, Aminzadeh M. Thyroid function in major thalassemia patients: is it related to height and chelation therapy? Casp J Inern Med. 2011; 2:189-93.

35. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, Cappelini DM, Cazzola , Galanello R.

Italian society of hematology practice guidelines for the management of kelebihan besi in thalassemia major and related disorders. Haematologica. 2008; 93(5):741- 52.

36. Sayani F, Warner M, Wu J, Rieger DW, Humphreys K, Odame I. GuimLines for the clinical care of patient with thalassemia in Canada. Thalassemia foundation of Canada.Toronto. 2009:15-38.

37. Nabavizadeh SH, Anushiravani A, Haghbin S. Evaluation of growth parameters in patients with thalassemia major. Hematology. 2007; 12(5):445-7.

38. Ware HM, Kwiatkowski JL. Evaluation and treatment of transfusional iron overload in children. Pediatr Clin N Am. 2013;1393-1406.

39. Au WY, Li CF, Fang JP, Chen GF, Sun X, Li CG, dkk. Assesment of iron overload in very young children with limited thalassemia care resources in South China. Hemoglobin. 2014; 38(2):119-26.

40. Theil EC. Ferritin: at the crossroads of iron and oxygen metabolism. Blood. 1999;

94:3205-311.

41. Belhoul KM, Bakir ML, Saned MS, Kadhim AM, Musallam KM, Taher AT.

Serum ferritin levels and endocrinopathy in medically treated patients with β thalassemia major. Ann Hematol. 2012; 91:1107-14.

(54)

35 LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Johan Christian Silaen

Jabatan : Peserta PPDS IKA FK-USU/RSHAM 2. Anggota Penelitian

1. dr. Hakimi, Sp. A(K)

2. dr. Nelly Rosdiana, M.Ked(Ped), Sp. A(K) 3. dr. Melda Deliana, M.Ked(Ped), Sp. A(K) 4. dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), Sp. A 5. dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp. A 6. dr. Sugiani Sinulingga, Sp. A

7. dr. Sindy Atmadja

2. Biaya Penelitian

1. Penggandaan Form Pemeriksaan @ Rp. 5000 x 36 : Rp. 180000 2. Penyusunan/Penggandaan proposal : Rp. 1000000 3. Pembuatan laporan penelitian : Rp. 2000000 4. Pemeriksaan sampel darah

Ferritin @ Rp. 175000 x 36 : Rp. 6300000

5. Pemeriksaan Bone Age @ Rp. 85000 x 36 : Rp. 3060000

4. Seminar hasil penelitian : Rp. 1000000

(55)

36 5. Biaya tidak terduga

Jumlah : Rp. 14540000

: Rp. 1000000

Semua biaya akan ditanggung oleh Peneliti.

3.Jadwal Penelitian

Kegiatan/Waktu November- Desember 2014

Februari-Maret 2015

Maret-April 2015

Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

(56)

37 4.Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang tua

Kepada Yth Bapak/Ibu ………..

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Johan Christian Silaen, bertugas di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/ RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menympaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai gangguan pertumbuhan pada anak penderita talasemia beta mayor.

Talasemia beta Mayor adalah penyakit kelainan sintesis hemoglobin yang terjadi akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai beta. Salah satu komplikasi yang terjadi pada penyakit ini adalah gangguan pertumbuhan pada anak baik secara tinggi badan maupun perkembangan seksual. Hal ini terjadi akibat anemia kronis dan hipoksia pada pederita talasemia serta pemberian transfusi yang tidak adekuat. Kami ingin meneliti seberapa besar dampak penyakit serta pemberian transfusi darah berpengaruh pada pertumbuhan anak penderita talasemia beta mayor. Pemeriksaan yang dilakukan pada anak adalah dengan pemeriksaan darah, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan akan kami lakukan terhadap anak yang berusia 5 sampai 18 tahun. Pemeriksaan yang kami lakukan terhadap anak adalah pemeriksaan tinggi badan, pemeriksaan darah, dan rontgen tangan kiri,

(57)

38 sedangkan pada orangtua hanya pemeriksaan tinngi badan saja.

Pemeriksaan darah akan diambil dari daerah siku tangan sebanyak 2 cc dan akan dilakukan oleh petugas laboratorium yang sudah berkompetensi. Resiko yang mungkin terjadi adalah infeksi terutama saat pengambilan sampel darah, namun hal tersebut dapat dicegah dengan cara petugas menjaga sterilitas sebelum, saat, dan sesudah pengambilan sampel, berupa cuci tangan dengan tata cara yang benar, menggunakan sarung tangan yang steril, pemberian antiseptik berupa alkohol, pengambilan darah dilakukan menggunakan spuit 3 cc sekali pakai, setelah selesai, dilakukan pemberian alkohol kembali pada area pengambilan. Segala pemeriksaan dalam penelitian ini ditanggung oleh peneliti.

Jika Bapak/Ibu bersedia, kami mengharapkan Bapak/Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Jika dari pemeriksaan tersebut terdapat keluhan seperti infeksi, demam, kemereahan pada kulit, perdarahan pada anak Bapak/Ibu, silahkan menghubungi :

Dr. Johan Christian Silaen (HP:081273387979)

Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

(58)

39 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :……… Umur :………. L/P

Pekerjaan :………..

Alamat :.……….

Orang tua dari :………..

Umur anak : Jenis Kelamin :

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan olek dokter mengenai penelitian “ Hubungan Kadar Serum Ferritin Terhadap Gangguan Pertumbuhan Pada Penderita Talasemia Beta Mayor”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia saya dan anak saya menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2015 Yang member persetujuan

( )

(59)

40 RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Johan Christian Silaen Tempat dan tanggal lahir : Medan, 17 September 1985

Alamat : Jalan Gelas no 37 A

Medan, Indonesia

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Kalam Kudus Medan, tamat tahun 1996 Sekolah Menengah Pertama : SMP Kalam Kudus Medan, tamat tahun 2000 Sekolah Menegah Atas :SMA Negeri 4 Medan, tamat tahun 2003

Dokter Umum :Fakultas Kedokteran UNSRI Palembang,tamat tahun 2009

RIWAYAT PEKERJAAN PENELITIAN

1. Hubungan Kadar Serum Ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor

ORGANISASI

1. 2009 – sekarang : IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

Gambar

Gambar 2. Jaras GH-IGF-I 27  2.3  Komplikasi Transfusi pada Talasemia Beta Mayor
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik sampel
Tabel 4.3 Hubungan antara kadar serum ferritin dengan tinggi badan dan bone age
+2

Referensi

Dokumen terkait

KORELASI KADAR F2-ISOPROSTAN DAN MARKER HEPAR PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR. Reshi Sabrang*, JB Suparyatmo # , Yuwono

GGT serum dengan kandungan besi hepar pada pasien talasemia beta mayor. Simpulan penelitian ini adalah tidak didapatkan korelasi

penelitian yang berjudul, “HUBUNGAN KADAR MAGNESIUM DAN FERRITIN SERUM DENGAN FREKUENSI, DURASI DAN INTENSITAS MIGREN” dan setelah mendapat kesempatan mengajukan

Penelitian dilakukan untuk menilai sejauh mana kondisi sakit kronis anak talasemia mayor dapat terjadi gangguan perilaku internal dan eksternal dengan menggunakan The Child

Grafik Hubungan Kadar HbA1c dengan Kadar Ferritin pada Kelompok DM Tipe 2 yang terkontrol.

Pendahuluan: Telah banyak dilaporkan bahwa pasien-pasien dengan talasemia beta mayor memiliki masalah dengan pertumbuhan tulang yang sering menyebabkan kelainan pada

dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2019 di klinik talasemia anak RSUP Hasan Sadikin, Bandung. Kriteria inklusi adalah 1) anak usia 3–18 tahun yang sudah didiagnosis talasemia

Kadar ferritin serum dan saturasi transferin tidak cukup akurat untuk menentukan laju pertumbuhan pada pasien thalassemia meski pada pemeriksaan usia tulang mendukung toksisitas