1 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Talasemia beta mayor merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik, dengan karakteristik kurangnya atau tidak ada sintesa rantai ß hemoglobin, yang mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin dalam sel darah merah, penurunan produksi sel darah merah dan anemia.1,2 Penanganan paling utama pada pasien talasemia beta mayor adalah pemberian transfusi darah secara rutin. Pasien talasemia beta mayor yang tidak mendapatkan terapi transfusi atau tidak mendapat transfusi yang adekuat kerap mengalami keterlambatan pertumbuhan dan pubertas.2
Efek transfusi darah secara rutin dapat memperpanjang kelangsungan hidup penderita talasemia beta mayor, namun dapat menimbulkan keadaan kelebihan besi.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat kelebihan besi adalah hemosiderosis yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada berbagai organ seperti hati, jantung, dan organ endokrin.2,3 Beberapa kelainan endokrin yang ditimbulkan antara lain gangguan pertumbuhan dan perkembangan, keterlambatan pubertas yang dapat disertai dengan kerusakan pada aksis hipotalamus-hipofisis dan diabetes mellitus (DM).4
2 pertumbuhan pada talasemia beta mayor, selain disebabkan oleh anemia kronis yang tidak mendapat transfusi yang adekuat, beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya kerusakan organ endokrin. Faktor-faktor tersebut antara lain: kelebihan besi, dimana penderita talasemia beta mayor telah medapatkan transfusi sebanyak 10 sampai 20 kali dengan kadar ferritin > 1000 µg/L2,3, toksisitas Desferoxamine (DFO)
yaitu iron chelathing agent yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan besi, faktor emosional, defisiensi zink dan asam folat serta gangguan fungsi hati.1,3,9
Beberapa pemeriksaan untuk menilai gangguan pertumbuhan yang terjadi pada pasien talasemia beta mayor yaitu pengukuran tinggi badan, kecepatan pertumbuhan, penilaian potensi tinggi genetik (PTG), status pubertas, usia tulang, fungsi tiroid dan Growth hormone (GH).9 Untuk menilai kelebihan besi pada pasien talasemia beta mayor yang mendapatkan transfuse secara rutin dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan pengukuran kadar serum ferritin darah, pengukuran konsentrasi besi di hati dengan melakukan biopsi hati, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), dan sebagainya. Akan tetapi penilaian kadar serum
ferritin darah secara teratur merupakan metode paling mudah untuk mengetahui terjadinya kelebihan besi.3
3 antara kadar serum ferrtin terhadap gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia beta mayor.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan: Apakah ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor ?
1.3. Hipotesis
Ada hubungan antara kadar serum ferritin dengan gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum : mengetahui apakah ada hubungan kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.
1.4.2. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui perbedaan kadar serum ferritin pada talasemia beta mayor dan yang bukan talasemia beta mayor.
2. Mengetahui perbedaan tinggi badan pada talasemia beta mayor dan yang bukan talasemia beta mayor.
4 1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.
2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui adanya hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor, maka dapat memberikan informasi terhadap masyarakat luas terutama pada orang tua dengan anak penderita talasemia beta mayor sehingga dapat dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai komplikasi talasemia terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan.
3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.