• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten perlu dipriotaskan, karena berisikan arahan yang memiliki nilai strategis nasional, provinsi maupun kabupaten.

Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) diperlukan sebagai dasar pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya.Pada pembangunan infrastruktur skala kawasan, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya diarahkan pada lokasi KSK, dan diharapkan keterpaduan pembangunan dapat terwujud.Tabel 7.1 memaparkan identifikasi arahan RTRW Kabupaten/Kota untuk Bidang Cipta Karya, Tabel 7.2 memaparkan identifikasi Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK), serta Tabel 7.3 memaparkan identifikasi indikasi program khusus untuk Bidang Cipta Karya.

Kawasan Strategis Agropolitan Blitar

Wilayah Kabupaten Blitar memiliki beberapa kawasan strategis daerah, terdiri dari : kawasan strategis ekonomi, kawasan strategis sosial budaya dan kawasan strategis penyelamatan lingkungan hidup.

A. Kawasan Strategis Ekonomi

KINAK Ayam di Kecamatan Kademangan

Pengembangan kawasan strategis ekonomi yang ada di wilayah Kabupaten Blitar, meliputi :

1. Pengembangan Kawasan Industri Peternakan (KINAK) di Desa Kebonsari Kecamatan Kademangan, Desa Jugo Kecamatan Kesamben, Desa Karangrejo Kecamatan Garum, dan Desa Poluhan Kecamatan Srengat.

2. Pengembangan pelabuhan di Pantai Serang, Kecamatan Panggungrejo dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Pantai Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto.

3. Pengembangan kawasan Agribisnis di Desa Sidorejo Kecamatan Ponggok. 4. Pengembangan kawasan Agropolitan di seluruh Kecamatan Kanigoro 5. Pengembangan kawasan pariwisata di Gunung Kelud dan Candi Penataran

B. Kawasan Strategis Sosial-Kultural

Kawasan strategis sosial budaya yang terdapat di wilayah Kabupaten Blitar, meliputi : 1. Kawasan Candi Penataran, Candi Simping, Candi Pertapaan;

2. Pengembangan wisata ritual larung sesaji di Pantai Tambakrejo dan ritual memandikan gong Mbah Pradah di Kecamatan Sutojayan

C. Kawasan Strategis Penyelamatan Lingkungan Hidup

Sedangkan kawasan strategis penyelamatan lingkungan hidup yang ada di wilayah Kabupaten Blitar terdiri dari :

1.Kawasan pesisir di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Blitar sebagai penyangga kawasan lindung.

Panjang wilayah pantai Kabupaten Blitar  114,87 Km, yang terdiri dari pantai dengan tebing yang curam dan terjal serta pantai yang landai. Daerah pesisir wilayah Kabupaten Blitar berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia, sehingga secara tidak langsung memiliki arus yang cukup besar. Wilayah Kabupaten Blitar yang berada di daerah pesisir meliputi :

 Wilayah Kecamatan Bakung dengan desa pantai yang terdiri dari Desa Bululawang, Desa Sidomulyo dan Desa Tumpakepuh

 Wilayah Kecamatan Wonotirto dengan desa pantai yang terdiri dari Desa Kalirenjeng, Desa Tambakrejo, Desa Gununggede dan Desa Ngadipuro.

 Kecamatan Panggungrejo dengan desa pantai yang terdiri dari Desa Serang dan Desa Sumbersih.

 Kecamatan Wates dengan desa pantai yang terdiri dari Desa Tulungrejo, Desa Ringinrejo dan Desa Tugurejo.

Selain itu beberapa daerah pantai di wilayah Kabupaten Blitar merupakan teluk-teluk yang cukup terlindung, seperti Teluk Ngantren, Teluk Pangi, Teluk Gayasan, Teluk Tambakrejo, Teluk Bantengmati, Teluk Pudak, Teluk Serang, Teluk Wedannambo, Teluk Jolosutro, Teluk Gufitmas, Teluk Ngorah dan Teluk Mondangan

2. Kawasan lindung di sekitar Gunung Kelud dan Gunung Kawi.

Analisis Tata Ruang Kawasan Partisipatif

Analisis tata ruang kawasan partisipatif selain memerlukan input data komoditas-komoditas primer unggulan, juga memerlukan input dari :

1. RRA (Rapid Rural Appraisal), PRA (Participatory Rural Appraisal), dan FGD (Focus Group Discussion);

2. Data PODES BPS; 3. Peta RTRW Kabupaten

Berdasarkan hasil dari analisis skalogram yang dilakukan pada desa/kelurahan se-Kecamatan Kanigoro, tingkat perkembangan desa/kelurahan Kecamatan Kanigoro dikelompokkan ke dalam tiga hierarki wilayah, yaitu:

a. Hierarki I, merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan maju. Wilayah ini dicirikan oleh indeks perkembangan desa/kelurahan paling tinggi dan ditentukan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai, terutama sarana pendidikan (bangunan sekolah TK, SD, SLTP, SLTA), sarana kesehatan (jumlah rumah sakit, puskesmas dan sebagainya), sarana komunikasi, serta infrastruktur-infrastruktur yang tersedia di masing-masing wilayah. Hanya ada satu desa/kelurahan yang termasuk Hierarki I, yaitu Kelurahan Kanigoro. pada umumnya

desa/kelurahan yang termasuk dalam Hierarki I selain memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap daripada Hierarki II dan III, juga mempunyai lokasi daerah di pusat kota dan sekitarnya dengan pemukiman yang lebih teratur, tingkat kesejahteraan masyarakat lebih tinggi, dan aksesibilitas ke pusat kota sangat baik.

b. Hierarki II, termasuk wilayah dengan tingkat perkembangan sedang. Pada Hierarki II ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebut lebih sedikit dari Hierarki I. Desa/kelurahan yang termasuk Hierarki II pada umumnya berlokasi agak di pinggir kota dengan tingkat kehidupan relatif kurang maju dibandingkan dengan desa/kelurahan yang ada pada Hierarki I. Jumlah desa/kelurahan se-Kecamatan Kanigoro yang masuk Hieraki II sebanyak 6 desa, yaitu Desa Satreyan, Desa Tlogo, Desa Gaprang, Desa Jatinom, Desa Kuningan dan Desa Papungan.

c. Hierarki III, termasuk wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Pada Hierarki III ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebu relatif sangat kurang. Desa/kelurahan yang termasuk Hierarki III pada umumnya berlokasi di pinggir kota dengan tingkat kehidupan relatif kurang maju dibandingkan dengan desa/kelurahan yang ada pada Hierarki I dan II. Jumlah desa/kelurahan se-Kecamatan Kanigoro yang masuk Hierarki III sebanyak 5 desa, yaitu: Desa Minggirsari, Desa Gogodeso, Desa Karangsono, Desa Banggle dan Desa Sawentar.

Berikut ini nilai indeks perkembangan wilayah (Indeks Perkembangan Desa/IPD) dapat dilihat pada tabel

Tabel 3.6 Nilai IPD dan Hierarki Desa di Kecamatan Kanigoro Desa/Kelurahan Indeks Perkembangan

Desa (IPD) Hierarki

Kanigoro 42,201 Hierarki I Gaprang 23,170 Hierarki II Papungan 20,168 Hierarki II Kuningan 19,606 Hierarki II Satreyan 18,794 Hierarki II Tlogo 18,790 Hierarki II Jatinom 17,476 Hierarki II

Karangsono 14,430 Hierarki III

Minggirsari 13,197 Hierarki III

Banggle 12,328 Hierarki III

Sawentar 11,787 Hierarki III

Sumber : Data diolah, 2013

Analisis Dukungan Ketersediaan Infrastruktur A. Prasarana Jalan

Dalam Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Transportasi Darat pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Blitar 2012 telah diuraikan tentang Rencana Sistem Jaringan Jalan yang meliputi : rencana jaringan jalan nasional, rencana jaringan jalan provinsi dan rencana jaringan jalan kabupaten. Dalam rencana jaringan jalan kabupaten, jalan lokal primer meliputi :

a. Jalan penghubung antar ibukota kecamatan di Kabupaten Blitar;

b. Jalan menuju wisata Gunung Kelud melalui Garum, Nglegok, Gandusari;

c. Pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan antara Wlingi – Krisik arah Selorejo (Kabupaten Malang) ;

d. Pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan antara Kesamben – Binangun – Wates arah Pantai Jolosutro dan arah ke Kecamatan Donomulyo (Kabupaten Malang) ;

e. Pengembangan jalan strategis Kabupaten yang menghubungkan : Ruas Jalan Kanigoro - Selopuro - Kesamben ; Ruas Jalan Kawedusan - Ponggok - Sidorejo - Bts. Kabupaten Kediri ; Ruas Jalan Kademangan - Suruhwadang - Gawang / Wonotirto - Pantai Tambakrejo; Batas Kota Blitar - Kanigoro – Sutojayan – Panggungrejo - Pantai Serang;

f. Peningkatan jaringan jalan lingkar berupa pelebaran jalan meliputi:

1). Jalan lingkar Kanigoro Utara meliputi ruas Tlogo – Banggle, Ruas Banggle - Sawentar, Ruas Sawentar – Sombong;

2). Jalan lingkar Kanigoro Selatan meliputi ruas Sombong – Santrean, Ruas Santrean – Karangsono, Ruas Karangsono – Gogodesa, Ruas Gogodesa – Jatinom, Ruas Jatinom – Minggirsari;

3). Jalan lingkar Kota Blitar Utara meliputi ruas Garum – Ngrobyong, Ruas Ngrebyong – Jiwud, Ruas Jiwud – Bangsri, Ruas Bangsri – Sumberingin, Ruas Sumberingin – Sumber, Sumber – Kalipucung.

4). Jalan lingkar Kota Blitar Selatan meliputi ruas Kalipucung – Bendosari, Ruas Bendosari – Purworejo, Ruas Purworejo – Bendowulung, Ruas Bendowulung – Tuliskriyo;

5). Jalan lingkar Wlingi Utara meliputi Kaweron – Simpang Wlingi dan Jembatan Kali Lekso; 6). Jalan lingkar Srengat meliputi ruas Tagokan – Langon, Ruas Langon – Kebonduren, Ruas

Sumberdiren – Ponggok, Ruas Ponggok – Kawedusan; dan

7). Jalan menuju lapangan terbang Ponggok meliputi ruas Kawedusan – Maliran, Ruas Maliran – Sumber, Ruas Ponggok – Sidorejo.

g. Pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan lbu Kota Kecamatan dengan ibu Kota Desa dan jaringan jalan antar Desa (Jalan Poros Desa).

Pengembangan jaringan jalan lingkar Kanigoro utara yang meliputi desa Tlogo-Banggle, Banggle-Sawentar dan Sawentar-Sombong serta Jalan lingkar Kanigoro Selatan yang meliputi ruas Sombong – Santrean, Ruas Santrean – Karangsono, Ruas Karangsono – Gogodesa, Ruas Gogodesa – Jatinom, Ruas Jatinom – Minggirsari menunjukkan daya dukung pengembangan infrastruktur terhadap rencana pengembangan kawasan agropolitan pada kecamatan Kanigoro.

B. Listrik

Salah satu pendukung kegiatan perekonomian dan kelangsungan kegiatan masyarakat adalah ketersediaan energi listrik. Energi listrik berfungsi untuk mendukung kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan perkantoran, penerangan jalan dan taman dan kegiatan lainnya.

Di Wilayah Kabupaten Blitar penggunaan listrik untuk kebutuhan rumah tangga masih mendominasi dalam hal pemakaian energi listrik, dengan jumlah pelanggan mencapai 49.689 kepala keluarga atau sebesar 96,19% dengan total konsumsi listrik 35.774.738 kwh atau hampir 87,25% dari total pemakaian listrik. Energi listrik untuk menyuplai kebutuhan dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga air yang dikelola oleh PT. PLN.

Oleh karena itu dalam RTRW kabupaten Blitar tahun 2012 tentang rencana sistem jaringan prasarana energi dan kelistrikan yang meliputi pembangkit tenaga listrik dan jaringan prasarana energi, direncanakan pembangkit tenaga listrik bersumber dari energi terbarukan pada PLTA Bendungan

Wlingi di Kecamatan Sutojayan, PLTA Bendungan Lodoyo di Kecamatan Kanigoro dan pengembangan energi gelombang laut di sepanjang pesisir selatan kabupaten.

Tabel 3.7 Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN maupun Non PLN menurut Desa/Kelurahan Tahun 2011

Kode Desa/Kelurahan Listrik PLN Tanpa Meteran/

Non PLN (1) (2) (1) (2) 001 Minggirsari 1.050 126 002 Gododeso 1.397 349 003 Karangsono 1.488 372 004 Satreyan 2.677 297 005 Kanigoro 1.469 259 006 Tlogo 1.851 257 007 Gaprang 1.493 166 008 Jatinom 1.100 530 009 Kuningan 842 94 010 Papungan 1.660 184 011 Banggle 1.800 745 012 Sawentar 2.941 1,029 Kecamatan Kanigoro 19.768 4.408

Sumber : Kecamatan Kanigoro dalam Angka 2012 C. Irigasi

Untuk meningkatkan produksi pertanian di Kabupaten Blitar, direncanakan pengembangan irigasi dengan pengembangan prasarana air baku untuk air bersih pada waduk, DAM dan embung pada :

a. Bendungan Lodoyo di perbatasan antara Kecamatan Kademangan dengan Kecamatan Kanigoro tepatnya di Desa Gogodeso;

b. Bendungan Wlingi Raya yang lokasinya di perbatasan antara Kecamatan Sutojayan dengan Kecamatan Talun;

c. Bendungan Lahor yang lokasinya berada di perbatasan antara Kecamatan Selorejo dengan Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang;dan

Sedangkan prasarana air baku yang digunakan sebagai sistem pengendalian banjir terdapat pada kawasan DAS Sungai Brantas yang terdiri dari : Kecamatan Selorejo, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Binangun, Kecamatan Selopuro, Kecamatan Talun, Kecamatan Panggungrejo, Kecamatan Sutojayan, Kecamatan Kanigoro, Kecamatan Kademangan, Kecamatan Sanankulon, Kecamatan Srengat dan Kecamatan Wonodadi meliputi pengembangan waduk/bendungan, DAM serta pompanisasi.

Dalam rencana sistem air minum kota, pemenuhan pelayanan air bersih dilakukan dengan pengembangan SPAM (Sistem Pengelolaan Air Minum) di Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Garum. Pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut mengantisipasi permintaan kebutuhan air bersih yang terus meningkat di kabupaten Blitar.

3.7 Kelembagaan

A. Kelembagaan Pertanian

Telaah terhadap kelembagaan agribisnis yaitu kelompok tani dan koperasi yang ada di Kecamatan Kanigoro mengidentifikasi bahwa faktor-faktor penentu keberlanjutan kelembagaan sarana usaha pertanian adalah: (1) pelayanan terhadap anggota; (2) peran serta anggota; dan (3) good governance. Dengan menggunakan rata-rata skor ketiga faktor penentu tersebut dapat diukur tingkat keberlanjutan kelembagaannya.

Bentuk kelembagaan merupakan media bagi pembangunan dan pengembangan suatu wilayah, sedangkan pembiayaan merupakan syarat untuk menggerakkannya. Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu bentuk intervensi dari pemerintah. Bentuk intervensi lain berupa pembinaan dan penyuluhan juga perlua dilakukan baik dari segi kepemimpinan, manajemen, pelayanan, peran serta maupun good governance, sehingga diharapkan dapat terwujud kelembagaan yang berkelanjutan (sustain). Oleh karena itu, bentuk desain kelembagaan dan jenis pembiayaannya harus disesuaikan.

Secara konseptual, model kelembagaan untuk pembangunan dan pengembangan agropolitan di Kecamatan Kanigoro perlu didesain dan dibangun berdasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan, participatory, good governance, transparansi dan akuntabilitas, serta kompetensi. Berlandaskan pada prinsip-prinsip tersebut dan mempertimbangkan potensi kelembagaan yang ada di Kecamatan Kanigoro, maka kelembagaan yang ada sejauh ini belum acceptable dan feasible dari perspektif

sosial-ekonomi, jika hanya mengandalkan pihak pemerintah atau kelompok-kelompok masyarakat petani saja dengan kekuatan dan cara-cara mereka sendiri-sendiri. Oleh karena itu, perlu dicari model-model kelembagaan yang dibangun dan mampu mengembangkan sistem agribisnis berdasarkan prinsip-prinsip kelembagaan berkelanjutan tersebut.

Oleh karena itu, dalam upaya membangun dan mengembangkan kawasan agropolitan di Kecamatan Kanigoro perlu dirancang suatu model pengembangan kawasan agropolitan yang dilandasi adanya kebersamaan dalam suatu kerjasama antar-stakeholders. Kerjasama tersebut dibangun pada tiga pilar utama sektor pembangunan, yaitu: (1) public sector (pemerintah); (2) private sector (swasta); dan (3) collective action sector (kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi non-pemerintah). Dengan demikian, pilihan model untuk pengembangan kawasan agropolitan adalah suatu kelembagaan yang berkelanjutan yang mampu menjadi penggerak dalam pengembangan kawasan agropolitan, dimana kelembagaan tersebut dibangun di atas tiga pilar utama tersebut yang dijalin dalam suatu hubungan antar-stakeholder.

B. Kelembagaan Non-Pertanian 1) Kelembagaan Pemerintah Daerah

Struktur kelembagaan pemerintah Kabupaten Blitar telah ditata untuk sedapat mungkin menjalankan berbagai fungsi yang dibutuhkan dalam kondisi struktur dan kebutuhan personil yang ramping. Tantangan kedepan adalah berfungsinya kelembagaan secara efektif dan efisien sesuai tupoksi masing-masing SKPD serta semakin meningkatnya tuntutan praktek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dibalik penyelenggaraan fungsi-fungsi tersebut.

Kapasitas pemerintahan dan pelayanan harus ditingkatkan terus karena dinamika lingkungan strategis menuntut adaptasi dan kreativitas sumberdaya manusia dan kelembagaan dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pelayanan yang senantiasa berkualitas dan memenuhi ekspektasi masyarakat. Kapasitas pemerintahan dan pelayanan sangat ditentukan oleh sistem, kelembagaan, SDM dan teknologi, sehingga substansi kebijakan ini mencakupi aspek-aspek tersebut.

Pengembangan organisasi dan kelembagaan pemerintah diarahkan pada tercapainya kapasitas yang senantiasa bersesuaian dengan tuntutan perwujudan kepemerintahan yang baik

dan relasi saling memberdayakan dengan kelembagaan masyarakat dan kelembagaan swasta; melalui (1) penataan struktur organisasi yang fungsional, (2) peneladanan kepemimpinan, (3) penanaman nilai dan norma profesionalisme, (4) perwujudan tatakelola yang memanifestasikan akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas, serta (5) pendelegasian kewenangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2) Kelembagaan Desa

Desa adalah unit sosiogeografis dimana keberdayaan masyarakat dalam memanifestasikan prakarsa dan keswadayaannya dapat terwujudkan. Untuk itu, penguatan atas otonomi desa merupakan keniscayaan demi tercapainya otonomi masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan dan kebutuhan spesifik-lokalitasnya. Tantangan kedepan adalah bagaimana menguatkan kelembagaan dan SDM desa serta memanfaatkan potensi manusia dan modal sosial desa agar desa menjelma menjadi tatanan yang berkualitas dan mandiri.

Kekuatan untuk menangani isu ini adalah adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai desa antara lain Perda tentang Pembentukan BPD, Perda tentang Tatacara Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, Perda tentang Alokasi Dana Desa, Perda tentang Tata Cara Pembentukan dan Penggabungan Desa serta peraturan perundang-undangan Daerah lainnya yang merupakan bentuk pembinaan pemerintah Daerah menuju penguatan otonomi desa. Kelemahannya adalah belum memadainya kemampuan SDM/perangkat desa dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di atasnya. Selain itu, inovasi pemerintahan desa dalam menggali sumber-sumber pendapatan desa belum memadai, hal ini terlihat pada masih kurangnya peraturan desa yang terbentuk. Peluang yang dapat dimanfaatkan adalah adanya kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah terkait dengan pemberdayaan masyarakat dan administrasi pemerintahan desa yang tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk kebijakan mengenai penetapan Sekretaris Desa sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ancamannya adalah semakin pesatnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi tidak diimbangi dengan kesiapan kapasitas sistem (kebijakan), sumber daya manusia, dan kelembagaan di tingkat desa.

3) Lembaga Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk berkembangnya kualitas tatanan pada tingkat lokalitas desa/kelurahan sebagai basis modal sosial bagi pencapaian kemajuan daerah; melalui (1) penerapan pendekatan partisipatoris dalam pendampingan dan fasilitasi yang meningkatan kemampuan dan menguatkan kelembagaan masyarakat, (2) penguatan teknostruktur tingkat desa/kelurahan yang mensinergikan kekuatan kelembagaan dan penguasaan teknologi masyarakat dalam mengelola sumberdaya lokalnya guna menghasilkan produk unggulan lokal-spesifik, (3) pemantapan sinergi antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha pada tingkat desa/kelurahan sebagai kesatuan tatanan lokal yang utuh, (4) pengembangan jaringan antar desa/kelurahan dalam akses informasi, teknologi dan pasar untuk keberlanjutan produksi, pengolahan dan pemasaran atas produk unggulan masing-masing desa/kelurahan.

Pembangunan pemuda, olah raga, seni-budaya dan kepariwisataan diarahkan pada berkembangnya kegiatan kepemudaan untuk pematangan kepribadian dan keluasan wawasan, kegiatan olah raga untuk prestasi maupun kesehatan, meningkat dan meluasnya apresiasi seni daerah serta teraktulisasikannya situs dan karya kebudayaan lokal asli, berkembangnya destinasi dan even wisata; melalui (1) dukungan sarana/prasarana kepemudaan, olah raga dan kesenian serta pariwisata, (2) pembinaan kelompok/organisasi kepemudaan, olah raga dan kesenian, (3) pelaksanaan even dan kompetisi bagi pengembangan sportivitas dan prestasi; (4) penyelenggaraan even pengenalan dan pelestarian karya budaya, situs budaya dan pengetahuan asli bagi pariwisata.

Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak diarahkan pada berkembangnya partisipasi perempuan pada lembaga pemerintah, lembaga ekonomi dan penyelenggaraan pembangunan serta berkurangnya kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dengan tetap berlandaskan pada tata nilai dan norma yang berkembang dalam kebudayaan masyarakat; melalui (1) pengarusutamaan gender dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pembangunan, (2) pengembangan sistem rekruitmen dan pencapaian karir pro-gender, (3) pembukaan ruang partisipasi politik, ekonomi, dan sosial-budaya yang pro-gender, (4) pemihakan dan bantuan kepada perempuan kepala rumah tangga, (5) regulasi dan perlindungan bagi kekerasan terhadap anak

Tabel 3.8

Arahan RTRW Kabupaten Blitar untuk Bidang Cipta Karya

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

(1) (2)

1. Rencana pelestarian kawasan lindung, meliputi: a. Kawasan hutan lindung

b. Kawasan yang memeberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya

c. Kawasan perlindungan setempat

d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya

e. Kawasan rawan bencana alam

1 .Penetapan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan

f. Kawasan lindung lainnya

2. Rencana pengembangan kawasan budidaya, meliputi:

Kawasan peruntukan hutan produksi

Kawasan peruntukan hutan rakyat

Kawasan peruntukan pertanian

Kawasan peruntukan perikanan dan kelautan

Kawasan peruntukan pertambangan

Kawasan peruntukan industry

Kawasan peruntukan pariwisata

Kawasan peruntukan permuliman

Kawasan peruntukan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

Kawasan peruntuka lainnya

2.Rencana system pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan

3. Rencana system jaringan prasarana utama Meliputi:

a. Sistem prasarana transportasi darat b. Sistem prasarana transportasi udara c. Sistem prasarana transportasi perkeretaapian 4. Rencana system prasarana jalan lainnya

Tabel 3.9

Identifikasi Kawasan Strategis Kabupaten Blitar (KSK) berdasarkan RTRW

KAWASAN STRATEGIS

KABUPATEN/KOTA SUDUT KEPENTINGAN

LOKASI/ BATAS KAWASAN

(1) (2) (3)

1. Kawasan Strategis Ekonomi

a. pengembangan Kawasan Peternakan Berskala Besar atau Kawasan Industri Peternakan di Kecamatan Kademangan, Kecamatan Srengat, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Gandusari dan Kecamatan Garum ;

b. pengembangan Kawasan Minapolitan di Kecamatan Nglegok;

c. pengembangan kawasan agroindustri di Desa Sidorejo Kecamatan Ponggok dan Kecamatan Kanigoro;

d. pengembangan komplek wisata di Pantai Serang dan Pantai Jolosutro;dan e. pengembangan kawasan pariwisata di

Gunung Kelud dan Candi Penataran.

1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan

2. Kawasan Strategis Sosial Kultural a. kawasan Candi Penataran di Desa

Penataran Kecamatan Nglegok. b. candi Simping di Desa Sumberjati

Kecamatan Kademangan. c. candi Sawentar di Desa Sawentar

Kecamatan Kanigoro.

2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi

3. Kawasan Strategis Penyelamatan Lingkungan Hidup:

Kawasan lindung di sekitar Gunung Kelud di Kecamatan Gandusari

3. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya

KAWASAN STRATEGIS

KABUPATEN/KOTA SUDUT KEPENTINGAN

LOKASI/ BATAS KAWASAN

(1) (2) (3)

sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

5. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Dokumen terkait