• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER INFORMAS

C. SALT REPLACER

Salt replacer atau pengganti garam adalah suatu zat selain natrium, yang memiliki rasa asin (Kilcast 2008). Salt replacer yang paling sering digunakan adalah kalium klorida (KCl), sodium asetat (C2H3NaO2), atau Sodium laktat (C3H5NaO3). Sodium asetat (C2H3NaO2) adalah garam organik dengan berat molekul rendah yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba, meningkatkan atribut sensori, dan memperpanjang umur simpan berbagai produk olahan daging (Maca et al. 2004 dan Samejima 2004), unggas (Williams dan Phillips 1998), dan ikan (Williams et al. 1995; Boskou dan Debevere 2000; Sallam 2007). Selain menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, garam organik dari sodium asetat memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen pada makanan, yaitu Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolita, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, dan Clostridium Botulinum (Lee et al. 2002). Sodium asetat tersedia secara luas, ekonomis, dan aman digunakan (Sallam 2007). Sodium laktat (C3H5NaO3) ditambahkan pada produk daging untuk memperpanjang masa simpan, mengontrol pertumbuhan bakteri patogen, menambah cita rasa, dan memperbaiki tekstur.

9

IV.

ASPEK PRODUKSI

A.

BAHAN BAKU PRODUKSI

1.

Bahan Baku Utama

a.

Daging sapi

Daging sapi yang digunakan merupakan daging impor yang berasal dari Australia dan New Zealand serta daging lokal dari Indonesia. Daging sapi tersebut diterima dalam keadaan beku dan terbungkus plastik di dalam kotak karton. Petugas QC bertugas menerima dan mengecek kualitas serta kuantitas daging impor yang datang dari suplier. Petugas harus mengisi form yang berisi tanggal dan jam penerimaan, nama suplier, nama bahan baku, merek, asal, jumlah yang datang, kode produksi, expired date, organoleptik (aroma dan warna), suhu, benda asing, pH, ada tidaknya sertifikat halal dan CoA (Certificate of Analysis), dan keputusan yang diambil (terima atau tolak). Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6.2-6.8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikatnya airnya masih bagus (Xiong dan Mikel 2001).

2.

Bahan Baku Pembantu

a.

Garam

Penambahan garam yang cukup bersifat sebagai pengawet, pembentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan (Soeparno 2005). Selain itu, garam berfungsi sebagai pembentuk emulsi, dimana protein daging yang berupa miosin dilarutkan dan dikeluarkan melalui serat-serat daging sehingga dapat meningkatkan daya ikat partikel daging. Larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya (Wilson et al. 1981). Menurut Kramlich (1971), tanpa penambahan garam, tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1-5% atau 3%.

Garam dapat memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan (1) mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis, misalnya penghancuran daging, (2) berinteraksi dengan protein otot selama pemanasan sehingga protein membentuk matriks yang kuat, mampu menahan air dan menentukan derajat tekstur daging, (3) memberi citarasa asin pada produk-produk yang mengalami penggaraman, dan (4) bekerjasama dengan senyawa fosfat untuk meningkatkan daya mengikat air dan meningkatkan kelarutan protein daging (Trout dan Schmidt 1986).

Menurut Winarno (1997), makanan yang mengandung garam kurang dari 0.3% akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Pemakaian garam dengan konsentrasi rendah (1-3%) tidak bersifat membunuh bakteri, melainkan hanya memberikan cita rasa. Garam berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat mikroorganisme tertentu. Selain itu, pemakaian garam juga dapat memengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Garam dapat mengakibatkan

10 proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel bakteri berkurang, sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan bakteri mati) (Moeljanto 1992).

b.

Air/es

Penambahan air atau es berfungsi untuk: (1) meningkatkan keempukan dan jus daging, (2) menggantikan sebagian air yang hilang selama prosesing terutama selama prosesing panas, (3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, (4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, (5) melayani fase kontinu dari emulsi daging, (6) menjaga temperatur produk, dan mempermudah penetrasi ingredien curing, misalnya ke bagian dalam daging asap (Kramlich 1971; Forrest et al. 1975). Selain itu, air atau es berfungsi untuk melarutkan protein miosin yang merupakan pembentuk emulsi sehingga dihasilkan emulsi yang stabil (Lawrie 2003). Menurut Kramlich et al. (1973) protein miosin hanya larut pada suhu 4-5 °C. Kandungan air di dalam sosis sekitar 45-55% dari berat total sosis, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno 2005).

c.

Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi

Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air-daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno 2005). Maksud penambahan bahan pengisi dan pengikat pada sosis adalah untuk: (1) meningkatkan stabilitas emulsi, (2) meningkatkan daya ikat produk daging, (3) meningkatkan flavor, (4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, (5) meningkatkan karakteristik irisan produk, dan (6) mengurangi biaya formulasi (Kramlich 1971; Forrest et al. 1975).

Bahan pengikat yang umum digunakan pada pembuatan sosis adalah isolat protein. Isolat Soy Protein (ISP) dengan nama lain isolat protein kedelai merupakan produk dari protein kedelai yang berlemak rendah, protein ini diolah sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan protein yang tinggi. Kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95%. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat kedelai dan tepung kedelai (Koswara 1992).

Tepung tapioka merupakan bahan pengisi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sosis. Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan. Pati merupakan komponen utama tepung tapioka yang tidak memiliki rasa dan bau sehingga dapat dipergunakan untuk modifikasi rasa. Tapioka sering digunakan dalam pembuatan sosis karena selain harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis. Keberadaan granula pati yang mengembang selama gelatinisasi pati tidak meningkatkan elestisitas gel.

11

d.

Fosfat

Fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging, menghambat ransiditas oksidatif bersama-sama asam askorbat, dan dapat memperbaiki tekstur. Fosfat meningkatkan kadar keempukan dan kadar jus daging cured, meningkatkan daya terima warna, uniformitas dan stabilitas produk, dan melindungi dari kemungkinan pencoklatan selama penyimpanan (Soeparno 2005).

Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Soeparno 2005). Menurut Wilson et al. (1981), penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata- rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fungsi penambahan alkali fosfat pada produk daging adalah (1) meningkatkan pH daging dan mengakibatkan meningkatnya daya mengikat air, (2) fosfat dan garam mempunyai fungsi sinergis sehingga memengaruhi daya mengikat air, (3) dapat menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan, (4) meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan, (5) menstabilkan warna dan keseragaman, (6) menghambat ketengikan karena fosfat memiliki sifat sebagai antioksidan, dan (7) selain dapat meningkatkan mutu produk daging, harganya juga relatif murah (De Freitas et al. 1997; Ockerman 1983).

e.

Lemak

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk sosis yang kompak, empuk, dan lezat. Lemak yang ditambahkan pada sosis dapat berupa lemak nabati maupun lemak hewani, dengan kadar berkisar antara 5-25%. Keuntungan dari lemak nabati yaitu, linoleat, oleat, dan linolenat yang lebih besar dibandingkan lemak hewani (Dotulong 2009). Sosis yang baik dapat dihasilkan dengan menggunakan penambahan lemak hewani. Dengan lemak hewani, tekstur sosis akan menjadi lebih baik. Sedangkan lemak nabati yang biasanya cair pada suhu kamar akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Erdiansyah 2006).

f.

Bumbu-bumbu

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis bertujuan untuk menambah citarasa produk agar sesuai dengan selera konsumen. Bumbu-bumbu yang dipakai dalam pembuatan sosis adalah bawang putih, bawang merah, biji pala, gula, jahe, merica, MSG, dan lain-lain. Penambahan bahan penyedap dan bumbu ditujukan terutama untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda (Soeparno 2005).

Fungsi MSG hanyalah sebagai pemberi rasa. Menurut Pisula (1984), dalam bentuk murninya MSG tidak memiliki rasa, akan tetapi bila dicampurkan dengan suatu bahan dapat meningkatkan rasa alami produk. Fungsi MSG sebagai pembangkit rasa tidak begitu berpengaruh pada produk yang memiliki bagian protein daging dalam jumlah besar, tetapi

12 pada produk yang hanya memiliki sejumlah kecil protein daging, MSG dapat memperbaiki rasa produk (Pearson dan Tauber 1984).

g.

Casing

Casing merupakan wadah produk sosis yang berfungsi untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis serta pelindung dari kerusakan fisik, mikrobiologi maupun kimia. Casing untuk sosis ada dua tipe, yaitu casing alami dan casing buatan. Casing alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Casing alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami.

Casing buatan terdiri dari empat kelompok, yaitu: (1) selulosa, (2) kolagen yang dapat dimakan, (3) kolagen yang tidak layak dimakan, dan (4) plastik. Casing buatan mempunya kekuatan yang lebih besar dibandingkan casing alami (Soeparno 2005).

B.

PROSES PRODUKSI SOSIS

Proses produksi sosis yang dilakukan oleh PT. Kemang Food Industries terdiri dari beberapa persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu, penggergajian daging, pencabikan daging, penggilingan daging, curing, pencampuran, pengisian, pemasakan, pendinginan, pengemasan, dan distribusi. Skema proses produksi sosis di PT. Kemang Food Industries dapat dilihat pada Gambar 2.

1.

Persiapan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pembantu

Persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu dilakukan satu hari sebelum proses produksi dilakukan. Daging beku yang akan digunakan akan diberi perlakuan thawing terlebih dahulu untuk memudahkan proses penggergajian. Penimbangan bumbu-bumbu juga dilakukan sebelumnya sehingga pada saat proses produksi semua bahan telah tersedia.

2.

Penggergajian Daging (Sawing)

Daging yang digunakan oleh PT. Kemang Food Industries sebagai bahan baku merupakan daging beku yang berbentuk balok sehingga perlu dilakukan penggergajian untuk mempermudah proses berikutnya yaitu pengecilan ukuran daging. Penggergajian daging dilakukan dengan menggunakan Bandsaw. Bandsaw adalah alat yang terdiri dari gergaji yang digerakkan oleh motor dan meja sebagai tempat untuk meletakkan daging yang akan diperkecil ukurannya. Potongan daging kemudian ditampung dalam meat car sebelum dilanjutkan pada proses pencabikan.

13

3.

Pengecilan Ukuran Daging (Cubbing)

Proses pencabikan daging dilakukan dengan cubber meat. Cubber meat terdiri dari sebuah tabung horizontal dengan 10 bagian pisau yang berputar cepat. Cubber meat berfungsi untuk mengecilkan ukuran daging beku yang telah digergaji sehingga mempermudah proses berikutnya.

4.

Penggilingan Daging (Mincing)

Daging yang telah diperkecil ukurannya kemudian diproses lebih lanjut dengan menggunakan mincer. Mincer terdiri dari sebuah ulir yang berputar, tiga buah piringan (plate), dan dua buah pisau. Daging yang telah dimasukkan ke dalam mincer akan bergerak dengan cara didorong oleh ulir yang berputar searah jarum jam. Daging mula-mula akan melawati piringan (plate) yang pertama yang terdiri dari tiga buah lubang berdiameter 5 cm. Lubang pada piring tersebut memiliki sisi-sisi yang tajam sehingga dapat memperkecil ukuran daging. Kemudian daging menuju ke pisau berputar yang memiliki empat buah mata pisau yang tajam. Selanjutnya daging masuk ke piringan kedua yang terdiri dari 12 lubang berdiameter 20 mm. Daging lalu menuju pisau yang kedua untuk diperkecil kembali ukurannya dan terakhir masuk ke piringan ketiga. Setelah keluar dari piringan ketiga, daging akan berbentuk silinder dengan diameter 3 mm.

5.

Curing

Daging giling hasil penggilingan menggunakan mincer kemudian dimasukkan ke dalam ruang curing selama 24 jam dengan suhu 0 °C. Curing dilakukan dengan cara menambahkan NPS (Nitrit Pocalt Salt) ke dalam daging giling. Curing bertujuan untuk menstabilkan warna merah pada daging, mengawetkan, dan menghasilkan flavour khas dari daging tersebut.

6.

Pencampuran (Mixing)

Proses mixing dilakukan dengan bowl cutter yang terdiri dari sebuah mangkok berputar yang memiliki diameter 1 meter dan pada bagian dalamnya terdapat sebuah pisau yang memiliki enam buah mata pisau.

7.

Pengisian (Filling)

Proses filling atau pengisian adonan ke dalam casing dilakukan dengan menggunakan mesin filler yang bentuk corong pada bagian atas. Mula-mula daging masuk dari corong kerucut, bergerak ke bawah dengan dibantu oleh sebuah pengaduk dengan arah putaran berlawanan jarum jam, kemudian adonan dimasukkan ke dalam casing.

14 Gambar 2. Proses Produksi Sosis di PT Kemang Food Industries

Persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu

Penggergajian daging (Sawing)

Pengecilan ukuran daging (Cubbing)

Penggilingan daging (Mincing)

Curing

Pencampuran (Mixing)

Penyiraman Awal (Showering) Sosis

Pengisian (Filling)

Pendinginan (Cooling)

Pelabelan dan Pengemasan

Penyimpanan dan Penggudangan

Distribusi

Pemanasan Awal (Renderning)

Pengeringan (Drying)

Pengasapan (Smoking)

Pemasakan (Cooking)

15

8.

Penyiraman Awal (Showering)

Sebelum sosis dimasak dilakukan penyiraman dengan air selama 10 menit. Penyiraman awal bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lemak pada permukaan sosis. Penyiraman dilakukan dengan kran yang dapat berputar dan terletak di atas sehingga penyiraman air dapat merata dan mengenai seluruh permukaan sosis

9.

Pemanasan Awal (Renderning)

Renderning merupakan pemanasan awal produk dengan suhu 85ºC selama 5 menit agar produk tidak rusak karena perubahan suhu yang mendadak.

10.Pengeringan (Drying)

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sosis dengan suhu 90ºC selama 35-45 menit. Ciri sosis yang sudah kering apabila dipegang tidak terasa lengket dan basah. Apabila proses pengeringan tidak sempurna akan menyebabkan warna sosis tidak seragam.

11.Pengasapan (Smoking)

Tahap pengasapan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 65 °C. Pengasapan akan menimbulkan warna, rasa, dan aroma yang spesifik pada sosis karena asap yang dihasilkan dari serbuk gergaji yang dipanaskan akan memiliki efek bakteriostatik yang akan berfungsi sebagai pengawet. Asap tersebut membentuk zat antioksidan (fenol, fenol aldehid, asam fenol) dan zat anti mikroba (formaldehid, asam formalat), serta akan terjadi pengerasan sosis.

12.Pemasakan (Cooking)

Tahap pemasakan dilakukan pada suhu 90 °C selama 30 menit. Pemasakan bertujuan untuk membunuh mikroba, mempertahankan warna, dan menambah cita rasa. Sosis yang telah matang kemudian diberi perlakuan showering akhir yang bertujuan untuk mendinginkan produk sosis dan memudahkan pengupasan casing.

13.Penyiraman Akhir (Showering)

Penyiraman akhir dilakukan dengan cara mengalirkan air dari pipa yang berputar searah jarum jam sehingga kotoran sisa pembakaran serbuk gergaji dapat dihilangkan dan suhu produk akan mencapai 25 ºC-30 ºC. Penyiraman ini dilakukan selama 30 menit. Tujuan dari penyiraman ini adalah menyesuaikan kelembaban sosis dengan suhu ruangan dan untuk mempertahankan kadar air sosis agar tidak keriput oleh penguapan sehingga memudahkan pengupasan casing non edible sebelum dilakukan pengupasan. Standar produk yang matang adalah produk tidak keriput, tidak gosong, dan warna merata ( tidak belang ).

16

14.Pendinginan (Cooling)

Sosis yang telah matang kemudian didinginkan dahulu sebelum dikemas di dalam ruang pendingin sementara (anteroom) dengan suhu 0 °C- 5 °C. Waktu minimal yang diperlukan untuk pendinginan adalah 5 jam dan maksimal 24 jam

.

15.Pelabelan dan Pengemasan

Pelabelan dilakukan sebelum proses pengemasan. Keterangan yang tercantum di dalam label antara lain nama produk, komposisi, ukuran berat, No. Depkes, tanggal kadaluarsa, cara penyimpanan dan penyajian, kode produksi serta kode halal.

Pengemasan dilakukan menggunakan vacuum packed. Prinsip kerja vacuum packed adalah mengeluarkan dan menyedot udara dari dalam kemasan sekaligus merekatkan kemasan (seal) sehingga produk menjadi hampa udara.

16.Penyimpanan dan Penggudangan

Sosis yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam gudang. Terdapat dua jenis gudang yang digunakan, yaittu gudang penyimpanan dingin (chiller) dan gudang penyimpanan beku (frozen). Gudang penyimpanan dingin (chiller) yang memiliki suhu 0 °C-5 °C digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan tiga bulan. Sedangkan gudang penyimpanan beku (frozen) yang bersuhu -18 °C- (-20 °C) digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan enam bulan.

17.Distribusi

Distribusi produk ke berbagai kota dilakukan menggunakan mobil pengangkut (container) yang dilengkapi dengan pendingin yang dapat diatur suhunya untuk mempertahankan suhu produk selama proses distribusi agar tidak mengalami kerusakan.

17

V. METODOLOGI PENELITIAN

A.BAHAN DAN ALAT

1.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi sebagai bahan baku pembuatan sosis. Bahan tambahan dalam pembuatan sosis daging terdiri dari garam, salt replacer (Kemira Provian®), tapioka, Isolate Soy Protein (ISP), minyak nabati, air/es, sodium tripolyphosphate (STPP), casing, serta bumbu-bumbu seperti bawang putih, gula, jahe, lada putih, lada hitam, pala, dan MSG. Seluruh bahan pembuatan sosis diperoleh dari suplier yang telah ditentukan oleh PT. Kemang Food Industries. Proses pembuatan sosis juga dilakukan di pabrik PT. Kemang Food Industries. Sedangkan analisis dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, K2CrO4 5%, AgNO3, indikator H3BO3, indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol), HCl, dan air destilata.

2.

Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor, hand stuffer, panci, refrigerator, dan smoke house. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas (labu Kjehdahl, labu Soxhlet, pipet tetes dan volumetrik, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, buret), oven, tanur listrik, desikator, timbangan analitik, cawan, penjepit cawan, pemanas listrik (hot plate), Atomic Absorpsion Spektrofotometer (AAS).

B.METODE PENELITIAN

1.

Observasi Lapang

Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap keseluruhan aspek produksi sosis sapiserta melakukan pengamatan proses produksi sosis sapi dan kondisi produk yang dihasilkan. Observasi lapang dilakukan dalam satu sampai dua minggu yang jugadilakukan dengan terjun langsung dalam kegiatan produksi, Quality Control (QC), dan Research and Development (R&D).

2.

Penetapan Formula Sosis

Tahap penetapan formula meliputi penetapan bumbu, garam, sodium tripolyphosphate (STPP), es, tapioka, dan emulsi, serta penentuan konsentrasi garam yang akan dikurangi dan salt replacer yang akan ditambahkan dalam pembuatan sosis sapi.

Tahap penetapan bumbu dilakukan untuk mengetahui komposisi bumbu-bumbu yang dapat ditambahkan pada sosis sapi. Bumbu-bumbu meliputi bawang putih, lada putih, lada

18 hitam, pala, jahe, dan MSG. Tahap penetapan bumbu ini dilakukan secara trial and error. Formula bahan dan bumbu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi Bahan dan Bumbu Bahan dan bumbu Jumlah (%)

Daging 55 STPP 0.2 Garam 1.8 Emulsi 20 Tapioka 5 Es 14.59 Gula 1.3 Lada Putih 0.6 Lada Hitam 0.3 Pala 0.2 Bawang Putih 0.7 Jahe 0.2 MSG 0.11 Total 100

Tahap penetapan garam dilakukan untuk memperoleh konsentrasi optimum garam yang ditambahkan pada pembuatan sosis agar menghasilkan sosis dengan rasa yang dapat diterima oleh panelis. Jumlah garam yang ditambahkan adalah sebesar 1.8%. Kemudian konsentrasi garam tersebut digunakan sebagai reference untuk menentukan seberapa besar pengurangan garam yang akan dilakukan pada perlakuan berikutnya, yaitu pengurangan garam sebanyak 50% dan 60%. Formula reference yang digunakan merupakan formula baru yang belum pernah digunakan di PT. Kemang Food Industries sehingga belum diketahui karakteristik kimia, fisik, maupun organoleptiknya.

Tabel 3. Formulasi Perbandingan Garam dan Salt Replacer Bahan- bahan Jumlah (%) Reference A B C D E F G H Garam 1.8 0.9 0.72 0.9 0.75 0.9 0.75 0.9 0.75 Salt replacer 0 0.2 0.2 0.4 0.4 0.6 0.6 0.8 0.8 Es 14.59 15.29 15.47 14.89 15.07 14.89 14.87 14.49 14.67 Keterangan :

A : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.2% Salt replacer B : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.2% Salt replacer C : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.4% Salt replacer D : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.4% Salt replacer E : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.6% Salt replacer F : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.6% Salt replacer

19 G : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.8% Salt replacer

H : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.8% Salt replacer

Tahap penetapan salt replacer dilakukan untuk memperoleh kisaran maksimum dan minimum salt replacer yang dapat ditambahkan untuk menghasilkan sosis dengan rasa yang masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi salt replacer yang ditambahkan adalah sebesar 0.2%, 0.4%, 0.6%, dan 0.8%. Salt replacer yang digunakan adalah Kemira Provian® . spesifikasi Kemira Provian® dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.

Pembuatan Sosis

Proses pembuatan sosis sapi terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pembuatan emulsi dan tahap pembuatan sosis. Tahap pembuatan emulsi dan sosis secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3-4.

Tahap pembuatan emulsi dimulai dengan memasukkan air es dan isolat protein kedelai ke dalam cutter pada suhu 25 ºC-30 ºC selama 3 menit atau sampai campuran tersebut menjadi kalis. Kemudian minyak nabati dituang sedikit demi sedikit ke dalam campuran hingga membentuk emulsi yang homogen.

Pembuatan sosis sapi dilakukan berdasarkan formula yang telah diperoleh pada tahap penentuan formula. Pembuatan sosis dimulai dengan menyiapkan bahan baku yang diperlukan. Mula-mula daging dimasukkan ke dalam cutter hingga daging cukup halus. Kemudian bahan- bahan lain dimasukkan sesuai dengan urutan, yaitu STPP, setengah bagian es, garam, salt replacer, emulsi, bumbu-bumbu, setengah bagian es, dan tapioka. Proses cutting dilakukan hingga bahan tercampur dan membentuk pasta dengan suhu di bawah 10 ºC.

Adonan sosis kemudian dimasukkan ke dalam casing menggunakan stuffer. Selanjutnya dilakukan penyiraman awal (showering) sebelum sosis dimasukkan ke dalam smoke house untuk dimasak dan dilakukan pula penyiraman akhir (showering) setelah sosis dikeluarkan dari smoke house . Sosis yang telah selesai dimasak, didinginkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengupasan casing.

4.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik.Uji rating hedonik dipakai bila uji sensori bertujuan menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi diantara sejumlah contoh. Uji rating hedonik menggunakan skala pengukuran berupa skala kategori atau skala garis. Menurut American Standard Testing Material (ASTM), jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 70 panelis tidak terlatih, sedangkan menurut Meilgard et al. (1999), jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 30 panelis tidak terlatih.

Sampel yang akan diuji adalah seluruh formula yang diperoleh dari tahapan penentuan formula. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 70 panelis tidak terlatih. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Pengujian dilakukan terhadap satu atribut sensori, yaitu rasa asin. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala garis. Skala garis

Dokumen terkait