• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.4 Representasi Makna dalam Bentuk Simbol-Simbol Perlawanan

Teori interaksionisme simbolik menyatakan kehidupan pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya baik di dalam kelompok internal dan di luar kelompoknya, serta juga pengaruh yang

ditimbulkan dari penafsiran atas simbol-simbol tersebut terhadap perilaku yang terlibat dalam interaksi sosial.

Representasi dipahami sebagai sebuah proses ataupun keadaan yang di tempatkan sebagai suatu perwakilan terhadap sebuah sikap/perbuatan dari sekelompok orang/golongan tertentu di dalam sebuah lingkungan. Representasi sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau realita terdistorsi. Representasi tidak hanya berarti “to presentasi”, “to image”, atau “to depict”, melainkan sebuah cara di mana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Dengan demikian, melalui simbol-simbol aktor bukan menitik beratkan pada bentuk simbol sebagai komunikasi atau interaksi melainkan pada arti yang hendak disampaikan oleh simbol tersebut, bahwa simbol bukan berarti representasi bentuk tetapi representasi makna.

Pemaknaan simbol-simbol bagi Komunitas Street Punk Gonzo tidak terlepas dari nilai-nilai yang lahir berdasarkan awal kemunculan gerakan Punk yang berideologikan Do it Yourself, Anarchy, serta anti kemapanan. Ideologi yang menjadi konsensus di dalam pergerakan Punk menjadi pedoman umum yang berlaku, sehingga setiap bentuk simbol-simbol perlawanan yang dilakukan di maknai beriringan dengan idelogi tersebut. Simbol-simbol perlawanan yang diciptakan digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri atau pikiran pribadinya. Namun, penggunaan dan aktivitas simbol-simbol perlawanan tersebut tidak harus digunakan dan dilakukan secara umum oleh setiap anggota-anggota komunitas untuk mencerminkan secara khusus identitas sebagai bagian dari kelompoknya, melainkan bentuk simbol-simbol perlawanan yang digunakan dan dilakukan lahir berdasarkan pengalaman

dan daya kritis masing-masing anggota kelompok sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Hal ini menunjukkan sebuah simbol-simbol harus dipahami dari peran aktif dan kreatif individu memaknai dunia. Bahwa sebuah simbol-simbol akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa simbol akan berfungsi atau bekerja sebagaimana dicipta namun lebih dilihat bagaimana simbol itu dikreasi.

Representasi makna dalam bentuk simbol-simbol perlawanan Komunitas Street Punk Gonzo dapat dilihat dari:

1. Fashion sebagai representasi makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo.

2. Musik sebagai representasi makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo.

3. Grafity sebagai representasi makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo.

4. Produk sebagai representasi makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo.

5. Kegiatan sebagai representasi makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo.

4.4.1 Fashion sebagai Representasi Makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo

Fashion merupakan bagian kesatuan yang tidak terlepas dari kehidupan sosial. Pada dimensi yang lebih luas, fashion menjadi media untuk mengeksistensikan ekspresi dan gagasan yang terkadang muncul dalam makna

yang serba astrak. Melalui dimensi sosial kultural, fashion dijadikan sebagai media komunikasi, promosi, bahkan pembentukan ideologi. Berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sosial, dapat direfleksikan melalui produk-produk fashion, sehingga tercipta formulasi komunikasi antara pengguna, maupun pencipta terhadap orang lain sebagai sasaran dari komunikasi tersebut.

Demikian pula dengan fashion yang digunakan Komunitas Street Punk Gonzo sebagai wujud simbol-simbol perlawanan yang juga memiliki sarat makna tersendiri, sesuai dengan konsensus yang terbentuk di dalam kelompok. Melalui fashion, Punk secara sadar dan sengaja berupaya untuk menerobos dan mengobrak-abrik struktur sosial dan sistem sosial yang ada di sekitar mereka. Gaya fashion yang dikenakan oleh Komunitas Street Punk Gonzo tidak serta merta hanya merupakan hasil dari proses imitasi dari budaya Punk yang tumbuh di luar negeri seperti Inggris maupun Amerika, melainkan tumbuh dan bersinggungan langsung dengan situasi, konteks, dan isu-isu sosial politik di sekitarnya. Simbol dan makna dalam fashion tersebut antara lain:

Tabel 4.5

Simbol dan Makna dalam Fashion Komunitas Street Punk Gonzo

Simbol Makna

Rambut Mohawk

Rambut Mohawk adalah rambut yang dipotong sangat tipis pada bagian samping, hingga menyisakan rambut diatas hingga belakang kepala. Simbol ini dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, pembinasaan, serta segala bentuk yang mengancam.

Rambut di Cat berwarna-warni

Rambut di Cat dengan menggunakan cat rambut berwarna seperti merah, biru, hijau, dan lainnya.

Simbol ini dimaknai sebagai bentuk keanekaragaman, berbagai macam kultur dalam masyarakat. Selain itu, simbol ini juga dimaknai sebagai bentuk kecerahan dari masa depan Komunitas Street Punk Gonzo itu sendiri.

Celana Ketat dan Robek

Celana umumnya yang digunakan anggota Komunitas Street Punk Gonzo adalah celana yang terbuat dari bahan jeans yang dibuat ketat. Di sela lutut celana juga sengaja dirobekkan.

Simbol celana ketat bermakna sebuah himpitan hidup yang sangat mencekik dan menyiksa masyarakat miskin.

Sedangkan robekan di lutut dimaknai sebagai bentuk kebebasan bergerak untuk keluar dari jerat himpitan yang menyiksa tersebut.

Tatto

Tatto umumnya dimiliki oleh anggota Komunitas Street Punk Gonzo. Gambar tubuh ini biasa berada di punggung badan, pergelangan tangan dan kaki. Simbol seni tubuh ini dimaknai sebagai bentuk penguasaan otoritas atas tubuh tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

Jacket

Beberapa anggota Komunitas Punk Gonzo menggunakan jacket untuk menambah penampilan.

Simbol jacket ini dimaknai sebagai lambang kebebasan. Karena di dalam jacket, Punker bebas berekspresi dan berseni seperti memasang rantai, emblem maupun coretan-coretan berisi propaganda dan kritik.

Tindik dan Piercing

Tindik dan Piercing juga biasa digunakan anggota Komunitas Street Punk Gonzo. Kedua aksesoris ini digunakan dengan menembus bagian tubuh dengan menggunakan “Paku tindik”. Tindik digunakan di telinga, sedangkan piercing digunakan di sekitar mulut seperti lidah dan bibir.

Simbol seni tubuh ini juga dimaknai sebagai bentuk penguasaan otoritas atas tubuh tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

Selain di atas, tindik juga memiliki pemaknaan yang lebih jauh, yaitu semakin lebar tindikan maka semakin luas dan panjang pula perjalanan perjuangan seorang Punker.

Sepatu Boot

Sepatu boot tidak secara umum dimiliki oleh anggota Komunitas Street Punk Gonzo. Namun, seluruh anggota dalam komunitas menggunakan sepatu.

Sepatu dimaknai sebagai simbol dari arogansi aparat yang harus dilawan dengan kekuatan yang sama.

Rantai, Kalung, dan Gelang

Aksesoris tubuh ini biasa digunakan anggota Komunitas Street Punk Gonzo.

Penggunaan aksesoris ini dimaknai sebagai simbol solidaritas yang kuat di dalam kelompok.

Resleting

Terdapat anggota Komunitas Street Punk Gonzo yang menggunakan resleting di bagian paling bawah celana tepat pada bagian kaki kanan maupun kiri.

Penggunaan simbol ini dimaknai sebagai bentuk keterbukaan bagi masyarakat miskin dan menutup untuk pemerintah.

Tempelan Emblem

Emblem merupakan sticker yang terbuat dari bahan kain, yang mana anggota Komunitas Street Punk Gonzo sering menempelkannya di baju, jacket maupun di celana.

Simbol penggunaan tempelan emblem ini dimaknai sebagai simbol kemiskinan sehingga tidak mampu membeli barang baru.

Sumber: Wawancara Penelitian

4.4.2Musik sebagai Representasi Makna dalam Komunitas Street Punk

Gonzo

Musik terkait dengan bahasa. Artinya terkait pada bahasa karena isi dan bentuk teristimewa oleh hubungan bunyi dengan kata-kata. Selain instrumen atau alat musik yang dimainkan dan vokal dari penyanyi, kekuatan lirik lagu adalah unsur yang penting bagi keberhasilan bermusik. Sebab lewat lirik lagu, pencipta berusaha menyampaikan apa yang ingin diungkapkannya. Melihat dari kekuatan yang dimiliki sebagai alat untuk menyampaikan pesan secara efektif, musik juga digunakan sebagai media untuk menyuarakan pesan-pesan perjuangan. Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu tentunya tidak berasal dari luar diri pencipta lagu tersebut, dalam artian bahwa pesan tersebut bersumber pada pola pikirnya serta kerangka acuan (frame of reference) dan pengalaman (field of experience) sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sosial di sekitarnya (Soekarno, 2006: 176).

Dalam Komunitas Street Punk Gonzo, musik menjadi bagian yang sangat vital dibandingkan simbol-simbol perlawanan lainnya. Hal ini disebabkan, musik menjadi alat sosialisasi yang lebih mudah dipahami dan dimengerti masyarakat yang mendengarnya. Lewat musik komunitas ini merepresentasikan aspirasi,

kritik, dan pesan-pesan yang bercerita tentang situasi politik, ekonomi, sosial, dan bahkan masalah agama. Dalam bermusik, Punker lebih mengutamakan lirik-lirik lagunya dibandingkan teknis dalam bermain musik. Irama musik yang dimainkan dengan beat yang cepat dan menghentak. Selain itu alat musik yang mereka gunakan juga sederhana, hanya menggunakan alat musik okulele (gitar berukuran kecil) dan gendang (dibuat dengan pipa dan karet ban dalam sepeda motor). Simbol perlawanan ini biasa mereka lakukan pada saat anggota Komunitas Street Punk Gonzo mengamen, yang merupakan bagian aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan.

Adapun lirik-lirik lagu yang biasa Komunitas Street Punk Gonzo nyanyikan sebagai bentuk simbol perlawanan komunitas ini adalah:

“Para Penghianat”

Kami punya teman, kami punya saudara Mereka yang duduk di sana

Duduk manis dan santai Diguyur tahta dan duit yang banyak

Tapi sekarang orang-orang itu Sudah sama seperti tikus-tikus got

Makan sana makan sini Gak peduli saudara apalagi teman Kami gak perlu tahta apalagi duitmu Hanya tanggungjawab yang perlu kau kerjakan

Ini pesan kami Dari teman dan saudaramu

Buat tikus-tikus got yang duduk santai di sana

“Surga Buta” Banyak orang di sana-sini

Di sekitar kita Punya mata tapi buta

Buta mencari surga Surga Tuhan katanya Yang nggak tau dimana tempatnya

Ringan ngasih sumbangan Tapi gak mikir Buat anak istrinya

Buat Surga itu katanya Surga di mana tempatnya

Surga yang mencekik, menjerat orang-orang kecil Atau surga cuma buat orang-orang berduit

Yang ringan ngasih sana-sini

Berdasarkan kedua lirik yang biasa dinyanyikan Punker Komunitas Street Punk Gonzo seperti di atas, terdapat makna sesuai realitas yang ingin disampaikan komunitas ini terhadap masyarakat di sekitarnya. Pada lirik yang pertama yang berjudul “Para Penghianat”, Komunitas Street Punk Gonzo ingin menyampaikan berupa kritik khususnya kepada pemerintah, yang bertugas sebagai pengelola pemerintahan untuk secara serius dalam menjalankan tugasnya. Terutama terkait maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, yang menurut mereka tidak diimbangi dengan kesejahteraan masyarakat dan banyaknya masyarakat miskin. Menurut Komunitas Street Punk Gonzo pemerintah hanya sibuk mengurusi permasalahan-permasalahan yang besar seperti korupsi, politik, narkoba dan sederet permasalahan lainnya. Bagi mereka masalah kemiskinan juga harus menjadi prioritas dan ditanggulangi pemerintah. Berikut pemaparan informan Ariadi (23 tahun) sebagai berikut:

“…besar korupsi di negara ini, memang itu harus dibinasakan. Tapi bukan hanya melulu korupsi, narkoba, politik itu-itu aja yang diurusi bang. Masalah orang miskin ini juga masalah pemerintah. Banyak koruptor ditangkapi, uangnya itu alokasikan buat ngatasi kemiskinan…”

Sedangkan pada lirik yang kedua yang berjudul “Surga Buta”, Komunitas Street Punk Gonzo ingin menyampaikan kritik sosial kepada masyarakat miskin yang mengaku memiliki agama. Bagi komunitas ini, mereka memandang masyarakat memposisikan agama sebagai segala sesuatu yang benar secara

absolut. Cara pandang demikian yang menurut komunitas ini membuat masyarakat miskin itu tetap terbelenggu di jalur kemiskinan itu sendiri. Bagi mereka memiliki agama akan membatasi untuk bergerak dan berekspresi. Pernyataan informan Ariadi Purba (23 tahun) sebagai berikut:

“…kalo lagu yang surga buta itu uda lama bang, sebelum pindah kesini kami itu pas masih di aksara. Itu ada dulu bang beni namanya. Dia yang buat lagu itu. Sekarang gak tau uda kemana, tapi dia yang buat. Kalo dari liriknya ya bang, itu lagunya karena banyak orang miskin tapi kasarnya ya “gak tau diri”. Uda tau susah buat makan aja, malah sok ngasih sedekah. Binik sama anaknya aja gak terkasih dia. Maaf ya bang, kami ini gak percaya yang namanya agama. Bagi kami agama itu banyak aturan...”

4.4.3 Grafity sebagai Representasi Makna dalam Komunitas Street Punk Gonzo

Grafity merupakan coret-coret pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Adanya kelas sosial yang terlalu jauh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengeksplorasikan kegiatan seninya. Akibatnya beberapa golongan tersebut menggunakan sarana yang hampir tersedia di seluruh kota yaitu dinding. Biasanya karya ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap golongan sosial (pemerintah dan kapitalis) yang mereka alami.

Dalam Komunitas Street Punk Gonzo, selain fashion dan musik, media grafity juga dijadikan sebagai media utama dalam merealisasikan bentuk ideologi komunitas Punk. Simbol perlawanan ini diwujudkan untuk merepresentasikan makna yang bersifat kritik dan pesan sosial. Pada unsur ini grafity merupakan sarana penyampaian bahasa non formal. Grafity digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan ketakutan terhadap kondisi yang tidak pada jalurnya. Menurut

komunitas ini, kritik-kritik dan pesan yang disampaikan dalam grafity akan dapat mempengaruhi orang-orang sekitarnya secara persuasif, untuk dapat merasakan apa yang komunitas ini sampaikan. Adapun bentuk-bentuk grafity yang dibuat Komunitas Street Punk Gonzo sebagai bagian bentuk simbol-simbol perlawanan, seperti berikut:

Gambar 4.2: Grafity Komunitas Street Punk Gonzo yang berada di Jalan Mandala By Pass Gg. Tengah.

Melalui simbol di atas, Komunitas Street Punk Gonzo ingin merepresentasikan makna kepada orang-orang di sekitarnya untuk berpikir kritis, ikut melakukan perlawanan seperti hal nya komunitas tersebut. Dengan perantara gambar tersebut, diharapkan terbangunnya pola pikir masyarakat yang tidak apatis terhadap berbagai aturan, kebijakan, maupun segala bentuk penindasan. Selain itu, pada pesan berikutnya Komunitas Street Punk Gonzo ingin menyampaikan makna, dicita-citakannya sebuah pelayanan pendidikan dan kesehatan oleh pemerintah yang benar-benar melayani masyarakat tanpa batas-batas status sosial tertentu.

Gambar 4.3 : Grafity Komunitas Street Punk Gonzo yang berada di Jalan Pukat Banting X dan VII, tidak jauh dari lokasi Jalan Mandala By Pass.

Melalui simbol di atas, Komunitas Street Punk Gonzo ingin menyampaikan makna kepada orang-orang di sekitarnya untuk turut andil dalam memberantas tindak korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Selain memberantas, pada grafity yang lainnya juga mempengaruhi orang lain di sekitarnya untuk secara bersama-sama menjauhi tindak korupsi yang menurut Komunitas Street Punk Gonzo merupakan biang kemiskinan di negara ini.

Gambar 4.4 : Grafity Komunitas Street Punk Gonzo yang berada di Jalan Mandala By Pass,

Kompleks Pasar Firdaus.

Dalam grafity yang satu ini, salah satu informan Ariadi Purba (23 tahun) menjelaskan bahwa dalam memaknai gambar tersebut tidak akan langsung mudah memahami pesan yang ingin disampaikan. Dalam gambar tersebut, dapat di lihat tiga orang individu yang terdiri dari seorang raja, prajurit, dan seorang rakyat. Dari gambar juga di lihat bahwa ketiganya terlihat sedang saling mengejar satu sama lain. Beliau menuturkan bahwa makna yang tersirat melalui gambar tersebut adalah kehidupan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya merdeka atau hidup sebagai manusia yang seutuhnya. Hal ini dikarenakan banyaknya aturan, kesewenang-wenangan, dan hukum negara (dalam hal ini pemerintah dan pemilik modal) sebagai pemangku kekuasaan dalam kehidupan masyarakat. Sesuai dengan nilai yang terkandung dalam ideologi Punk itu sendiri, yaitu Anarchy yang menuntut dihapuskannya suatu bentuk negara atau pemerintahan. Menurut Komunitas Street Punk Gonzo negara atau pemerintahan merupakan wujud dan alat kediktatoran penguasa yang membatasi masyarakat bertindak di akibatkan

oleh aturan-aturan dan hukum yang dibentuk oleh negara. Hal tersebut seperti pernyataan informan Ariadi Purba (23 tahun) sebagai berikut:

“orang biasa susah mengartikan gambar itu bang. Itu kan coba perhatikan gambarnya, tiga orang. Raja, rakyat, yang tengah pasukan raja. Itu kejar-kejaran. Hahaha….Maksudnya gini bang. Kita belum ini merdeka, karena aturan-aturan dari pemerintah makanya rakyat negara ini diam tanpa perlawanan. Berani melawan aparat menghadang. Kan gitu….”

4.4.4Produk sebagai Representasi Makna dalam Komunitas Street Punk

Gonzo

Wirausaha adalah seorang yang berani berusaha secara mandiri dengan mengerahkan segala sumber daya dan upaya meliputi kepandaian mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih tinggi.

Begitu pula dengan Komunitas Street Punk Gonzo, selain mengandalkan mengamen sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, komunitas ini juga memiliki bentuk usaha lain yang juga menjadi sumber penghasilan mereka. Kegiatan itu adalah menghasilkan dan menjual produk yang mereka hasilkan sendiri sebagai bagian dari Komunitas Street Punk Gonzo secara mandiri. Produk-produk yang dihasilkan dibagi dalam dua bentuk, yaitu pertama dalam bentuk barang dan kedua dalam bentuk jasa. Produk dalam bentuk barang tersebut adalah berupa aksesoris seperti di antaranya rantai, kalung, gelang, emblem, sticker, cincin, sablon, dan poster. Selain itu, produk dalam bentuk jasa adalah jasa pembuatan tatto dan sulam alis.

Menurut anggota Komunitas Street Punk Gonzo yang bekerja sebagai pedagang dan pembuat jasa tato, kegiatan wirausaha tersebut mulai mereka lakukan sejak tahun 2013. Awalnya mereka membuka lapak usaha tersebut di Jalan Aksara, Kota Medan. Namun, akibat penolakan dari masyarakat sekitar Jalan Aksara yang menolak halaman mereka digunakan sebagai tempat usaha, serta selain itu pangsa pasar yang selalu menurun, komunitas tersebut sepakat untuk mencari lokasi yang strategis. Kini lapak usaha dari Komunitas Street Punk Gonzo ini, berpindah di Jalan Gedung Arca dan Sekitaran Stadion Teladan Medan.

Gambar 4.5 : Usaha dalam bentuk Produk Barang yang dihasilkan

Komunitas Street Punk Gonzo. Lokasi ini kini berada di pinggiran jalan sekitar Jalan Gedung Arca dan Stadion Teladan Medan. Biasanya usaha ini buka pada sore hingga malam hari.

Gambar 4.6 : Usaha dalam bentuk Produk Jasa yang dihasilkan

Komunitas Street Punk Gonzo. Lokasi ini kini berada di pinggiran jalan sekitar Jalan Gedung Arca dan Stadion Teladan Medan. Biasanya usaha ini buka pada sore hingga malam hari.

Melalui simbol (usaha) ini, Komunitas Street Punk Gonzo selain sebagai alat pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kegiatan ini memiliki makna lain. Menurut mereka kegiatan ini bukan hanya sekedar aktivitas usaha seperti hal nya pedagang lainnya dengan tujuan memperoleh uang, namun lebih jauh sebagai wujud simbol perlawanan untuk membuktikan bahwa Punk yang selama ini di identik dengan stigma negatif dalam kehidupan masyarakat sebagai sampah masyarakat, pemalas, atau orang-orang kelas bawah yang hanya dapat hidup dengan bermodalkan belas kasihan orang lain, kini bukan lagi demikian. Kegiatan ini menyuarakan bagi masyarakat di sekitarnya bahwa Punk dapat berdiri secara mandiri, berkarya dengan menghasilkan produk dan usaha yang tidak sama dengan masyarakat lainnya, sesuai dengan ideologi yang dipahami dalam Punk itu yaitu Do It Yourself (berdiri atas diri sendiri).

Hal ini seperti pernyataan informan Budi (25 tahun) sebagai berikut: “…memang jualan sama kayak yang lain. Tapi kami jualan ini modal sendiri, bukan utang atau digaji orang. Barang-barang nya juga kami buat sendiri ini kebanyakan. Paling poster, sama ada yang lain itu dikit yang dibeli. Yang lainnya buat se ndiri. Pikiran orang kan selama ini anak-anak Punk itu cuma ngamen aja tau nya, cuma mengharapkan belas kasihan orang. Tapi bukan itu aja. Ini lah contohnya, biar orang-orang yang liat tau aja. Gak perlu kerja kantoran pakai dasi, PNS atau apalah itu kalo kita sendiri gak nyaman, kerja dibawah tekanan. Ya memang aku karena gak ada kerjaan juga dulu, paling ngamen aja. Makanya kawan-kawan nyuruh aku yang jaga ini, lagipula aku pande natto. Kerjaan susah zaman sekarang ini, harus minimal ijazah SMA lah, baju rapi lah, ada lagi yang pake duit….”

4.4.5Kegiatan sebagai Representasi Makna dalam Komunitas Street Punk

Gonzo

Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi, ketika menampilkan diri, aktor menyadari bahwa

anggota audien dapat mengganggu penampilannya. Karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audien, terutama unsurnya yang dapat menggangu. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audien akan cukup kuat mempengaruhi audien dalam menetapkan aktor sebagai tokoh yang dibutuhkan. Aktor pun berharap ini akan menyebabkan audien bertindak secara sengaja seperti yang diinginkan aktor dari mereka.

Begitu juga dengan Komunitas Street Punk Gonzo yang memiliki beberapa kegiatan sosial yang sering dilakukan di tengah-tengah masyarakat sebagai bagian dari bentuk simbol perlawanan dalam komunitas tersebut. Perilaku tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi masyarakat di sekitarnya

Dokumen terkait