6. Langkah – langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning) a. Maksimalisasi Penghasilan yang dikecualikan
2.2. RERANGKA PEMIKIRAN
Motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah suatu keinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya dapat memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam operasional perusahaan. Dimana perencanaan pajak merupakan salah satu unsur penunjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Unsur penunjang lainnya, yaitu unsur pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana pendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada juga yang merupakan objek pajak final.
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah hal yang menjadi faktor yang memotivasi perusahaan untuk melakukan tax planning. Kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, tarif pajak, moral wajib pajak, persepsi wajib pajak dan pemeriksaan pajak diduga dapat berpengaruh terhadap perusahaan untuk melakukan tax planning.
Gambar 2.2
Model Pemikiran Teoritis
2.3. HIPOTESIS
Dikarenakan sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem self assessment dimana wajib pajak boleh menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Maka dapat dikatakan bahwa apabila pengetahuan mengenai kebijakan perpajakan mengalami peningkatan maka perencanaan pajak juga mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Kebijakan Perpajakan (H1) UU Perpajakan (H2) Administrasi Perpajakan (H3) Loopholes (H4) Tarif Pajak (H5)
Tax Planning (Y)
Moral WajibPajak (H6) Persepsi Wajib Pajak (H7)
Ha1 : Kebijakan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kebijakan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan yang meliputi prosedur perpajakan, objek pajak dan pengurang objek pajak, tarif pajak, dan jenis pajak yang dipungut. Pada saat ini, sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, membayar dan menyetorkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system).
Self assessment system merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak. Dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka hal ini membuat wajib pajak termotivasi untuk merencanakan pajaknya. Dengan pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan, akan membuka peluang bagi wajib pajak untuk melakukan perencanaan pajak dalam meminimalisasi beban pajak yang harus dibayar.
Definisi operasional dari kebijakan perpajakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan. Untuk
mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan yang memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak.
Semakin banyak celah–celah yang terdapat di dalam undang–undang perpajakan, maka semakin tinggi pula kesempatan manajemen perusahaan untuk merencanakan pajak dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha2 : Undang–undang perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Undang–undang perpajakan berpengaruh positif, artinya celah–celah yang terdapat di dalam undang–undang perpajakan tersebut yang digunakan oleh manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning. (Stephanie Wibowo dan Yenni Mangoting, 2013).
Undang–undang perpajakan adalah kumpulan peraturan–peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dan memanfaatkan celah–celah dari peraturan perundang–undangan yang berlaku dengan cermat untuk merencanakan pajak yang baik. Wajib pajak yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang peraturan perpajakan akan memanfaatkan dan mencari celah– celah dalam peraturan perundang–undangan untuk melakukan
perencanaan pajak agar jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil.
Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pindana karena adanya penafsiran antara aparat fiskus dan wajib pajak akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha3 : Administrasi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Martha Tanuwardi (2009) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa administrasi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Administrasi perpajakna (tax administration) adalah cara–cara pengenaan dan pemungutan pajak. Administrasi perpajakan diupayakan agar bisa merealisasikan peraturan perpajakan dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. Wajib pajak harus mengusai peraturan perpajakan untuk menghindari tax penalty sehingga dapat menghindari sanksi perpajakan. Sanksi administrai berupa bunga, denda atau kenaikan yang dapat menyebabkan pemborosan sumber daya yang seharusya tidak terjadi bila wajib pajak mengerti dan mematuhi ketentuan peraturan
perpajakan. Untuk menghindari sanksi administratif, wajib pajak harus mengetahui sarana, batas, waktu, angsura dan penundaan pembayaran pajak.
Dalam tax avoidance wajib pajak memanfaatkan peluang–peluang (loopholes) yang ada dalam undang–undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha4 : Loopholes berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Marfuah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa loopholes akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Pengetahuan yang memadai mengenai perpajakan merupakan langkah penting bagi perusahaan untuk menentukan loopholes yang menguntungkan karena bagaimanapun lengkapnya suatu peraturan, belum tentu dapat mencakup semua aspek (Rori, 2103). Maka dari itu, selain pengetahuan yang memadai, wajib pajak juga wajib untuk selalu mengikuti perkembangan dan perubahan peraturan perpajakan agar dapat menentukan loopholes lainnya.
Loopholes dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil atau tidak membayar sama sekali. Dalam penghindaran pajak, wajib
pajak dapat mengecilkan pajak secara legal dengan memanfaatkan loopholes secara optimal, seperti pengecualian–pengecualian dan pemotongan yang diperkenankan dalam peraturan perpajakan ataupun hal–hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Hal ini yang memotivasi wajib pajak dalam mencermati celah–celah (loopholes) peraturan perpajakan yang dapat digunakan untuk perencanaan pajak yang baik.
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tergantung dengn apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kadang–kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang–undangan.
Dengan adanya perbedaan tarif pajak atas objek pajak, memotivasi perusahaan untuk memanfaatkan agar beban pajaknya rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini : Ha5 : Tarif pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Ida Hamadah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa tarif pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Semakin besar tarif pajak maka semakin besar motivasi wajib pajak untuk melakukan tax planning. Sebagai contoh adalah pemberian natura kepada karyawan tidak dapat diperluka sebagai deductible expense.
Sehingga bagi perusahaan hal ini tidak menguntungkan, oleh karena itu perusahaan memberikannya dalam bentuk cash dan memasukkannya ke dalam daftar gaji karyawan sehingga perusahaan bisa diperlukan sehingga deductible expense.
Perencanaan yang dapat dilakukan untuk menghemat beban pajak atau meminimalisasi beban pajak penghasilan yaitu dengan melihat dari segi siapa yang menanggung beban.
Dibutuhkkan kesadaran dan tingkat kejujuran wajib pajak yang merupakan salah satu indikator moral wajib pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha6 : Moral Wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Risma dan Bestari (2015) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa moral wajib pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Moral wajib pajak adalah suatu sikap dan sifat apa saja yang dimiliki oleh seseorang selaku responden terutama terkait aspek sikap dan kejujuran dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Contohnya ketika melanggar etika, perasaan bersalah, serta prinsip hidup merupakan hal–hal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tax planning.
Persepsi wajib pajak akan mempengaruhi tindakan wajib pajak sehingga wajib pajak cenderung berusaha menghindari untuk membayar pajak, salah satu bentuknya yaitu mengencilkan beban pajak yang harus dibayar termasuk dengan perencanaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha7 : Persepsi Wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Livia Robin (2012) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa persepsi wajib pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Oleh karena persepsi selalu diawali dengan pemahaman terhadap objek persepsi, maka konteks persepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai aktualisasi sikap yang dicerminkan dalam pemahaman dan penafsiran dari wajib pajak badan atas beban pajaknya. Misalnya bagi wajib pajak, pembayaran pajak merupakan suatu beban dan tidak mendapatkan manfaatnya dari negara. Selain itu, wajib pajak merasa bahwa penggunaan pajak tidak digunakan sebagaimana mestinya. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak tidak baik dan tidak cukup memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga wajib pajak tidak puas dengan layanan pegawai pajak.
Semakin tinggi pemeriksaan pajak akan semakin tinggi pula penerimaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha8 : Pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pemeriksaan pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang– undangan perpajakan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam melakukan tax planning manajemen harus mengandalkan variabel–variabel independen sebagai alat perencanaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha9 : Kebijakan Perpajakan, Undang–Undang Perpajakan, Admnistrasi Perpajakan, Loopholes, Tarif Pajak, Moral Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak, dan Pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Ida Hamadah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, tarif pajak, moral wajib pajak, persepsi wajib pajak dan pemeriksaan pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap tax planning. Pemahaman ketentuan perpajakan sangat mutlak diperlukan oleh wajib pajak supaya pelaksanaan tugas pekerjaan entitas yang bersangkutan dapat terselenggara dengan baik tanpa meninggalkan dinamika yang ada. Untuk itu diperlukan semacam nuansa atau iklim continuing professional education bagi mereka yang secara khusus ditugasi mengelola pajak. Pajak merupakan jumlah biaya yang tidak sedikit jumlahnya, sangat wajar jika perusahaan menempatkan petugas dengan keahlian memadai untuk menangaani kewajiban pajak atau mengelola pajak sesuai dengan siklus keberadaan perusahaan.