BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1. KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. TEORI UMUM
2.1.1.1. TEORI KEPATUHAN (COMPLIANCE THEORY)
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan (Smet, 1994).
Teori kepatuhan sudah banyak diteliti dalam ilmu-ilmu sosial khususnya dibidang psikologis dan sosiologi yang mana lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi yang mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Menurut Tyler (Saleh, 2004) terdapat dua perspektif dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan insentif dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang dianggap orang sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka.
Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma–norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal (normative commitmen through
morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimacy) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun humum tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku.
Teori kepatuhan dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama halnya dengan perusahaan yang berusaha untuk meyampaikan laporan keuangan secara tepat waktu karena selain merupakan suatu kewajiban perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangan tepat waktu, juga akan sangat bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan.
2.1.1.2. TEORI PERENCANAAN
Menurut Sjafrizal (2009:15), perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan menurut Riyadi Deddy Supriadi Bratakusumah (2004:1), menyatakan bahwa perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses dimana tujuan-tujuan, bukti faktual dan asumsi-asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis ke dalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perencanaan pada umumnya terkandung beberapa hal pokok yang dapat
dikatakan sebagai unsur-unsur dalam perencanaan itu sendiri, adapun unsur-unsur yang dimaksud meliputi :
i. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta. Ini berarti bahwa perencanaan hendaknya disusun dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi yang didukung dengan fakta-fakta atau dengan bukti-bukti yang ada. Hal ini menjadi sangat penting karena hasil perencanaan merupakan dasar bagi pelaksanaan atau aktivitas. ii. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar
penentuan kegiatan yang akan dilakukan. Ini berarti bahwa dalam perlu memperhatikan berbagai alternatif atau pilihan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
iii. Adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perencanaan merupakan suatu alat atau sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan atau kegiatan.
iv. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.
v. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang dilaksanakan dalam kalimat yang lebih sederhana, perencanaan dapat diterjemahkan sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang lebih baik secara lebih efisien dan lebih efektif.
2.1.1.3 TEORI YANG MENDASARI NEGARA UNTUK MEMUNGGUT PAJAK DARI RAKYAT.
Sebelum adanya undang-undang perpajakan, dalam prosesnya selalu memperhatikan masalah teori dan asas yang sifatnya universal dan unik, khususnya yang berkaitan dengan masalah keadilan pemungutannya. Tidak seperti restribusi yaitu suatu bentuk punggutan dimana pembayaran yang dilakukan orang perorangan dapat langsung menerima prestasi balik, pemunggutan pajak dalam pelaksanaannya tidak memberikan prestasi balik atau kontrak prestasi langsung, sehingga dibutuhkan suatu tinjauan khusus untuk memberikan argumen kepada masyarakat tentang kenapa negara memiliki wewenang dan atau keadilan dalam pemunggutan pajak dan kenapa masyarakat wajib membayar pajak. Teori-teori yang berkenaan dengan itu adalah teori asuransi, teori kepentingan, teori bakti, teori daya pikul dan teori daya beli (Waluyo, 2010:14).
1. Teori Asuransi
Pada teori ini menyamakan negara dengan perusahaan asuransi dimana rakyat membayar sejumlah premi tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang mereka harapkan pada saat-saat tertentu. Teori ini sudah tidak sesuai karena pajak tidak bisa disamakan dengan premi asuransi karena negara tidak menanggung kerugian rakyat secara langsung dan tidak ada hubungan langsung (kontraprestasi).
2. Teori Kepentingan
Pada teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melinduninya di bebankan pada masyarakat.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemunggutan pajak terletak pada jasa–jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang. 4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Teori ini menganggap bawah kepentingan negara lebih penting dibandingkan dengan kepentingan warganya sehingga menimbulkan hak mutlak pemunggutan pajak oleh negara kepada rakyat negaranya. Rakyat memberi baktinya kepada negara dan negara akan memberi rakyat perlindungan, pelayanan dsb.
5. Teori Asas Daya Beli
Dalam teori ini didasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungut pajak dan bukan kepentingan individu atau negara, sehingga menitik beratkan pada fungsi yang mengatur.
Menurut Adam Smith (1901), seperti yang dikutip oleh Suherman (2011), pemunggutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas perpajakan, yaitu :
a. Asas Equality,, dalam asas ini ditekankan bahwa pajak itu harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang–orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut dan harus sesuai dengan yang diterimanya. b. Asas Certainty atau asas kepastian hukum, dalam asas ini
ditekankan bahwa pajak itu harus dari semua jelas (certain) dan tidak mengenal kompromi (non arbitrary) bagi semua wajib pajak dan seluruh masyarakat. Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, objek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayarannya.
c. Asas Convenience of Payment atau asas ketepatan waktu pemungutan, dalam asas ini ditekankan bahwa pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
d. Asas Economy, dalam asas ini ditekankan bahwa punggutan pajak hendaknya dilakukan sehemat–hematnya.
2.1.2. TEORI LITERATUR 2.1.2.1. PENGERTIAN PAJAK
Pengertian Pajak sebenarnya telah dikenal sejak jaman dahulu yaitu semenjak raja-raja didunia ini menerima upeti dari rakyat atau negara jajahannya. Penyerahan upeti kepada raja merupakan kewajiban yang dapat dipaksakan. Upeti tersebut diguanakan oleh raja untuk membiayai keperluan pribadi dan keperluan lainnya.
Seiring perubahan bentuk pemerintahan kerajaan menjadi bentuk republik, maka muncullah beberapa definisi tentang pajak. Ada beberapa pengertian atau definisi dikemukan oleh para ahli, khususnya para ahli dibidang keuangan negara, ekonomi maupun hukum. Dibawah ini definisi pajak menurut para ahli antara lain :
Menurut R. Santoso Brotodiharjo dalam Sukardji (2006,1), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh orang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Undang-undang No 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi pajak dari berbagai ahli diatas, menunjukkan bahwa pajak yang dipunggut pada prinsipnya adalah sama yakni masyarakat diminta menyerahkan sebagian harta yang dimiliki yang merupakan kontribusi untuk membiayai keperluan barang dan jasa bagi kepentingan bersama.
Dari definisi diatas pada dasarnya terdapat dua hal penting tentang pengertian pajak, yaitu :
1. Compulsory dalam hal ini menekankan bahwa pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan, artinya kewajiban pajak yang terhitung dari masyarakat kepada negara harus dibayarkan. Bila hal tersebut tidak dilaksanakan maka yang bersangkutan dapat dikenakan sangsi sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku umum.
2. Tanpa adanya timbal atau kontraprestasi langsung, karena pajak dipunggut untuk membiayai perolehan public goods seperti jalan, rumah sakit, pendidikan dll. Maksudnya adalah wajib pajak membayar pajak tidak ditujukan secara langsung imbalan apa yang diperolehnya dari pemerintah atas iuran tersebut.
Sedangkan pegertian pajak secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan dana dari sector private ke sector public) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak antara lain :
1. Pajak dipunggut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontrpresepsi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipunggut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.
2.1.2.2. FUNGSI PAJAK
Fungsi pajak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend.
Menurut Mardiasmo (2009:1), ada dua fungsi dari pajak, yaitu: 1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintahan untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.
2.1.3. TEORI APLIKASI
2.1.3.1. PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) 1. Pengertian Perencanaan Pajak
Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak adalah meminimalkan kewajiban pajak.
Perencanaan pajak dapat dikatakan sebagai tindak legal bila wajib pajak memanfaatkan celah dari ketentuan yang ada. Manajemen perencanaan pajak dalam penghematan pajak sangat tergantung pada persepsi dan motivasi wajib pajak.
Perencanaan pajak berfungsi sebagai mengestimasi jumlah pajak dimasa yang akan datang yang dibayar secara formal maupun material dan melakukan efisiensi pajak tidak semata-mata dengan menghindari pajak, tetapi juga menghindari sanksi-sanksi atas kesalahan dan kelainan atas pelaksanaan kewajiban pajak. Fungsi pelaksanaan pajak dilakukan dengan melaksanakan hasil perencanaan pajak baik dari aspek formal maupun material sebaik mungkin. Sedangkan fungsi pengendalian pajak adalah untuk memastikan apakah pelaksanaan kewajiban pajak sesuai dengan rencana dan telah memenuhi aspek formal maupun material, tidak melanggar ketentuan apapun peraturan perpajakan yang berlaku dan mengevaluasi sejauh mana perencanaan pajak yang dibuat setelah dilaksanakan dalam mencapai hasil seperti yang diharapkan.
a. Membuka kesadaran akan pentingnya manajemen perpajakan perusahaan.
b. Membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Membuat metode perhitungan dalam efisienis pembayaran pajak secara legal
Empat hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan tax planning adalah :
a. Pertama, Wajib Pajak harus mengerti mengenai peraturan perpajakan yang terkait. Pelaksanaan tax planning yang melanggar undang-undang akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan tax planning.
b. Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Tax planning paling tidak memiliki dua tujuan yakni : 1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
2. Mengefisiensikan laba yang diharapkan
c. Ketiga, dalam melakukan tax planning harus memahami karakter usaha Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan–perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan –kebiasaannya.
d. Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi– transaksi yang diatur dalam tax planning. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan–kesulitan karena adanya
kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.
Mengenai perbedaan kepentingan antara fiskus dan wajib pajak akan tax planning, prinsip, prasyarat dan motivasi tax planning dijelaskan dalam skema berikut ini :
Gambar 2.1. Tax Planning
Wajib pajak Fiskus
Pajak mengurangi beda kepentingan Pajak sumber
Kemampuan ekonomis Pendapatan Negara
Bayar pajak sekecil mungkin Tarif pajak sebesar mungkin
Perlu Tax Planning
(Tax Avoidance
Bukan Tax Evasion)
3 prinsip 2 prasyarat
1. Tidak melanggar UU 1. Memahami UU
2. Secara bisnis masuk akal 2. Menyelenggarakan
3. Bukti pendukung memadai sistem Akuntansi yang sehat Motivasi
1. Kebijakan perpajakan (tax policy) 2. Undang–undang pajak (tax law) 3. Administrasi pajak (tax administration)
4. Loopholes
5. Tarif pajak
6. Moral Wajib Pajak 7. Persepsi Wajib Pajak 8. Pemeriksan Pajak
2. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak (Tax Planning) Motivasi perencanaan pajak berkaitan dengan dorongan keinginan dari dalam diri seseorang yang menimbulkan perilaku atau tindakan dalam bentuk usaha–usaha mencari alternatif penghematan
pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dimana tujuannya agar dapat meminimalisasi beban atau kewajiban perpajakannya yang akan dibayarkan pada pemerintah.
Motivasi wajib pajak dalam melakukan perencanaan pajak selain karena dorongan dan keinginan dari dalam dirinya sendiri, dapat juga timbul akibat dari faktor–faktor di luar dirinya seperti sikap pemerintah dan pengaruh teman. Motivasi yang mendasari (faktor–faktor yang mempengaruhi) dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu :
a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy).
Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Pada saat ini, sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system). Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan sebesar – besarnya kepada masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya.
Self assessment system merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak. Hal ini dikarenakan dalam setiap wajib pajak dapat
merencanakan sendiri pajaknya dengan cara menghitung serta membayar sendiri pajaknya serta melakukan pembukuan. Dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka hal ini menyebabkan wajib pajak termotivasi untuk merencanakan pajaknya.
Terdapat berbagai jenis kewajiban pajak yang harus dibayar di mana masing–masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan pajak sendiri–sendiri. Hal ini membuat wajib pajak termotivasi untuk melakukan perencanaan pajak agar jumlah pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil. Pajak penghasilan adalah pajak atas laba yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih. Maka diperlukan perencanaan pajak yang baik untuk bisa menganalisis atas transaksi apa akan terkena pajak yang mana dan berapa dana yang diperlukan, sehingga dapat diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak dan dapat meminimalisasi beban pajak dari wajib pajak. Misalnya dari segi pajak penghasilan, wajib pajak dapat memilih menggunakan pembukuan atau menggunakan norma penghitungan, jika menggunakan pembukuan wajib pajak dapat memilih menggunakan basis akrual dimana pembebanan biaya dilakukan pada saat timbulnya kewajiban atau dengan basis kas dimana pembebanan biaya dilakukan pada saat kas benar–benar keluar untuk melunasi kewajiban yang muncul dari biaya
tersebut. Pilihan–pilihan ini dapat memberikan peluang agar pajak penghasilan yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Dari segi PPN perencanaan pajak dapat dilakukan dengan cara selalu membeli dari penjual yang merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga dapat meminta faktur pajak dari penjual tersebut dengan cara ini maka wajib pajak akan memperoleh pajak masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran milik wajib pajak, dengan demikian beban PPN yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil.
b. Undang–Undang Perpajakan (Tax Law).
Undang–undang perpajakan adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya bahwa dimana pun tidak ada undang-undang yang dapat mengatur permasalahan secara sempurna, sehingga untuk melaksanakan undang-undang tersebut selalu diikuti dengan ketentuan seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri atau keputusan lainnya dalam rangka pelaksanaan bahasa undang-undang yang kadang-kadang sangat sulit ditafsirkan atinya untuk dilaksanakan. Maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang– undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan yang lain yang ingin dicapainya. (Suandy, 2011:13).
Seperti diketahui, tax planning merupakan suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersebut. Melaksanakan tax planning
dengan memanfaatkan celah-celah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan merencanakan pajak yang baik. Wajib pajak dapat mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajaknya.
Pada awal mendirikan usaha, wajib pajak juga dapat melakukan tax planning dengan cara memanfaatkan undang-undang pajak yang berlaku. Pada masa sekarang ini, Wajib Pajak harus cermat dalam memilih lokasi usaha yang akan didirikan. Hal ini disebabkan, adanya lokasi-lokasi usaha tertentu yang memperoleh fasilitas yang lebih dibanding dengan lokasi/kawasan lainnya. Apabila wajib pajak ingin mendapatkan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah maka wajib pajak dapat memilih lokasi usaha di daerah tertentu, misalnya di Indonesia Bagian Timur.
Dengan mendirikan usaha di daerah tersebut, maka Wajib Pajak dapat memperoleh banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan
undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Di samping itu juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya. Hasil suatu tax planning bisa dikatakan baik atau tidak tergantung dengan apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kadang-kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya peraturan perundang-undangan. Tindakan perubahan tersebut harus tetap
dijalankan walaupun diperlukan penambahan
biaya/kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Meskipun suatu tax planning sudah dijalankan dan proyek sudah berjalan, masih perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi termasuk perubahan undang-undang.
c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration).
Administrasi pajak adalah metode untuk menyakinkan bahwa apa yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan. Pada intinya administrasi adalah bentuk dari suatu sistem untuk mengendalikan masalah pajak perusahaan. Untuk menghindari sanksi administratif, wajib pajak harus mengetahui sarana, batas
waktu, angsuran dan penundaan pembayaran pajak. Dalam sistem itu minimal harus mencakup hal-hal berikut :
i. Memonitor transaksi–transaksi utama yang mempunyai dampak perpajakan cukup signifikan, menjamin bahwa transaksi utama tersebut telah dicatat atau diperlakukan sesuai dengan undang–undang dan kebijaksanaan perusahaan.
ii. Menciptakan sistem pengawasan internal untuk menjamin bahwa berbagai kewajiban perpajakan yang telah diikuti dengan benar, dengan demikian resiko sanksi administrasi maupun sanksi pidana dapat dihindari atau diminimumkan sehingga tidak menimbulkan pemborosan sumber dana perusahaan.
Indonesia merupakan negara dengan wilayah luas dan jumlah penduduk yang banyak. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan wajib pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif (Suandy, 2011:13).
d. Loopholes, dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil dari atau bahkan tidak membayar sama sekali atas suatu income tertentu. Dalam tax avoidance wajib pajak memanfaatkan peluang–peluang (loopholes) yang ada dalam undang–undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah. Loopholes memiliki 2 makna, yaitu
i. Loopholes yang memang sengaja diberikan oleh pemerintah di dalam suatu tax policy yang dibuat sedemikina rupa guna mendukung suatu aktivitas atau kegiatan ekonomi tertentu. ii. Loopholes yang sebetulnya bukan maksud pembuat undang–
undang di dalam membuat peraturan perpajakan tersebut atau dengan kata lain tidak sejalan dengan jiwa dan semangat ketentuan perpajakan.
Tax avoidance (penghindaran pajak) adalah suatu usaha
pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan–kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan. Seperti diketahui, tax planning merupakan suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini yang memunculkan celah bagi wajib pajak untuk menganalisis
dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan merencanakan pajak yang baik.
e. Tarif Pajak (Tax Rates), dimana semakin besar tarif pajak maka semakin besar motivasi wajib pajak untuk melakukan tax planning. Sebagai contoh adalah pemberian natura kepada karyawan tidak dapat diperlukan sebagai deductible expense. Dengan adanya perbedaan tarif pajak atas objek pajak, memotivasi perusahaan untuk memotivasi perusahaan untuk memanfaatkannya agar beban pajaknya rendah.
Perencanaan yang dapat dilakukan untuk menghemat beban pajak atau meminimalisasi beban pajak penghasilan yaitu dengan melihat dari segi siapa yang menanggung beban, maka PPh pasal 21 dapat dilakukan melihat 3 bentuk :
a. PPh pasal 21 ditanggung oleh karyawan
Dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang tertuang akan ditanggung karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan.
b. PPh pasal 21 ditanggung perusahaan
Dalam hal ini, jumlah PPh pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh pasal 21 karena perusahaan yang
menanggung beban PPh pasal 21. Penghitungan PPh pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross up, karena tidak menambah secara langsung penghasilan bruto karyawan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
c. PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan dengan menggunakan metode gross up.
Apabila PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam hal ini perhitungan dilakukan dengan cara gross up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.
Selain itu ada unsur lain yang juga tidak kalah pentingnya yaitu perencanaan atas biaya/pengeluaran yang akan ditanggung perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, dimana biaya/pengeluaran ada yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut deductible expense dan ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut non deductible expense. Dari semua unsur tersebut harus dapat memerankan peran dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
3. Syarat–syarat Tax Planning
Ada lima persyaratan pokok yang harus ada dalam tax planning, yaitu :
a. Mengerti peraturan perpajakan atau peraturan lainnya yang terkait.
b. Menentukan tujuan yang ingin di capai dalam tax planning. c. Memahami karakter dari usaha wajib pajak.
d. Memahami tingkat kewajaran atas transaksi yang diatur dalam tax planning.
e. Tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi (accounting treatment) dan didukung dengan bukti – bukti yang memadai.
4. Strategi dalam Tax Planning
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, yaitu :
a. Pergeseran Pajak (Tax Shifting), adalah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sama sekali tidak menanggungnya.
b. Kapitalisasi, adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
c. Transformasi, adalah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
d. Tax evasion, adalah penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan peraturan perpajakan.
e. Tax avoidance, adalah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada.
5. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Agar perencanaan pajak dapat berjalan sesuai dengan tujuan menurut suandy diperlukan tahapan–tahapan yang terencana sebagai berikut :
1) Menganalisa informasi yang ada.
Pada tahap ini perencana pajak harus menganalisis dan mempertimbangkan semua aspek yang mungkin terlibat dalam perencanaan pajak. Pertimbangan ini menimbang segala kemungkinan keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan perencanaan pajak.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan antara lain : i. Fakta yang relevan
Dalam era globalisasi serta meningkatnya persaingan yang semakin ketat maka seseorang manager pajak dalam merencanakan pajak untuk suatu organisasi dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi baik segi
internal maupun eksternal dan selalu update mengenai perubahan–perubahan yang terjadi agar tax planning dapat dilakukan yang mempunyai dampak perpajakan.
ii. Faktor pajak
Dalam melakukan pembuatan perencanaan pajak perlu diperhatikan faktor–faktor pajak dari suatu Negara untuk menjamin berhasilnya suatu perencanaan pajak, secara komprehensif faktor–faktor pajak dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Tipe / Jenis pajak yang ada
Dalam penyusunan suatu kebijakan perpajakan, pemerintah akan menuntut pajak yang disesuaikan dengan tujuan yang akan tercapai. Oleh karena itu seorang perencana pajak harus mengetahui secara pasti kewajiban perpajakan yang akan dihadapi baik pajak domestik maupun pajak luar negeri.
b) Masalah penafsiran terhadap suatu undang–undang perpajakan.
Penentuan definisi suatu istilah terkadang menimbulkan masalah baik dalam konteks hukum perpajakan sendiri maupun dalam hubungan dengan sistem lain atau dalam menafsirkan atas suatu undang–undang atau perjanjian. c) Faktor penghubung.
Kewajiban perpajakan sangat tergantung pada keberadaan faktor penghubung antara yuridiksi perpajakan dengan Wajib Pajak. Untuk itu Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjadi penghubung adalah domisili dan kewarganegaraan. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan yang menjadi faktor penghubung adalah bentuk badan usaha itu sendiri, kepemilikan, tempat kedudukan manajemen dan tempat didirikan badan tersebut.
d) Insentif Pajak
Insentif pajak adalah salah satu bentuk fasilitas yang diberikan kepada investor untuk aktifitas tertentu atau untuk wilayah tertentu ini merupakan salah satu fungsi regulerend didalam perpajakan indonesia.
e) Tax havens, selalu berkaitan dengan kondisi untuk melakukan justifikasi tentang :
1. Dimana Negara atau wilayah yang tidak ada pajak yang dipungut.
2. Dimana Negara atau wilayah mengenakan pajak hanya untuk international taxable event atau dipungut pada tarif terendah atau hanya dipungut dari keuntungan yang diperoleh dari sumber luar negeri.
3. Dimana Negara atau wilayah yang memberikan perlakuan khusus kepada wajib pajak tertentu atau kejadian tertentu.
f) Anti avoidance
Dalam sistem perpajakan, anti avoidance berkaitan dengan arm’s length transaction terutama dalam lingkup pajak international. Hal ini terutama berkaitan dengan transaksi– transaksi perusahaan multinasional yang bersifat lintas Negara.
2) Buat satu model / lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakan–tindakan berikut :
i. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
ii. Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut.
iii. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. 3) Evaluasi pelaksanaan rencana pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategi perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan terhadap beban pajak (tax burden), perbedaan laba kotor dan penghasilan selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan.
4) Mencari kelemahan dan kemungkinan memperbaiki kembali rencana pajak.
Untuk mengatakan hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, pastinya harus dievaluasi dengan berbagai rencana yang telah dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi.
5) Mutakhiran rencana pajak, meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang– undang maupun pelaksanaannya (negara dimana aktivitas tersebut dilakukan) yang dapat berdampak terhadap komponen suatu perjanjian.
6. Langkah – langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning) a. Maksimalisasi Penghasilan yang dikecualikan
Usaha maksimalisasi penghasilan yang dikecualikan adalah usaha memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak dengan didasarkan pada variabel penghasilan yang bukan berbagai objek pajak.
b. Memaksimalkan Beban–beban fiskal
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan beban–beban yang dapat dikurangkan atau
menekan beban yang tidak dapat dikurangkan atau dialihkan ke beban–beban yang dapat dikurangkan.
2.1.4. PENELITIAN TERDAHULU DAN PERBEDAAN DENGAN PENELITIAN TERDAHULU
2.1.4.1. Penelitian terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu seperti Mira Sari (2008) dengan judul “Analisa faktor–faktor yang memotivasi wajib pajak orang pribadi di kelurahan gundih”, Martha Tanuwardi (2009) dengan judul “Analisis faktor–faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning”, dan Novrian Satria (2010) dengan judul “Pengaruh kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Ketiga penelitian itu menghasilkan hal yang sama, hasilnya variabel kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning.
Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Bonner dan Betty (2011) penelitian ini dilakukan diluar negeri, Stephanie Wibowo dan Yenni Mangoting (2013) dengan judul “Analisis faktor– faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning” dan Risma Bestari (2015) dengan judul “Analisis faktor–faktor yang memotivasi manajemen melakukan tax planning”, hasilnya variabel kebijakan perpajakan, undang–undang
perpajakan, administrasi perpajakan, moral pajak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning.
Berbeda dengan penelitian Agus Subekti (2007) dengan judul “Faktor–faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning”, dimana penelitian ini menghasilkan bahwa variabel kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan berpengaruh secara signifikan sedangkan undang–undang perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Sedangkan dalam penelitian Jofita Meida (2011) dengan judul “Analisis faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning”, hasil penelitiannya variabel administrasi perpajakan berpengaruh signifikan, tetapi untuk variabel kebijakan perpajakan dan undang–undang perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning.
Livia Robin (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa faktor–faktor yang memotivasi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk melakukan tax planning” mengungkapkan bahwa variabel kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan dan persepsi wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Hal tersebut juga diperjelas oleh Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) yang berjudul “Pengaruh
kebijakan perpajakan, peraturan perpajakan, sanksi administrasi dan pemeriksaan pajak, persepsi wajib pajak terhadap perencanaan pajak wajib pajak orang pribadi yang merupakan klien dari kantor konsultan pajak x” dengan menambahkan 1 (satu) variabel yang berbeda. Hasil penelitiannya membuktikan variabel kebijakan perpajakan, undang– undang perpajakan, administrasi perpajakan, pemeriksaan pajak dan persepsi wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning.
Ida Hamadah (2010), Marfuah (2010) dan Fatimah Fad’aq (2010) melakukan penelitian dengan judul yang sama yaitu “Analisis faktor– faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning”. Mereka bertiga melakukan penelitian dengan variabel kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes dan tarif pajak terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning. Namun ketiganya menghasilkan hasil penelitian yang berbeda satu sama lain meskipun variabel yang digunakan sama.
Menurut Ida Hamadah (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa variabel kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Sedangkan loopholes dan tarif pajak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Akan tetapi
menurut Marfuah (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa variabel kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, loopholes dan tarif pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Sedangkan administrasi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen dalam melakukan tax planning. Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Fatimah Fad’aq (2010) yang memberikan hasil bahwa seluruh variabel yaitu undang-undang perpajakan, kebijakan perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes dan tarif pajak, berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning.
Ringkasan penelitian terdahulu dapat di lihat pada tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti Variabel Yang
Digunakan Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Jofita Meida
dan Dwi dan Suhartini (2010) Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan pajak, undang– undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Variabel terikat adalah tax planning. Analisis regresi linear.
Kebijakan pajak, undang– undang pajak dan administrasi adalah semua faktor yang
memotivasi manajemen
perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak di perusahaan industri kimia pajak yang
terdaftar di Disperindag Surabaya 2010. 2. Stephanie Wibowo dan Yenni Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan Analisis regresi linier
Kebijakan perpajakan, undang– undang perpajakan, administrasi perpajakan, resiko deteksi dan
Mangoting
(2013) perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi
perpajakan, resiko deteksi dan moral
wajib pajak.
Variabel terikat
yang digunakan
adalah tax planning di KPP Pratama Surabaya
Sukomanunggal.
berganda. moral wajib pajak berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel tax planning.
3. Marfuah
(2010) Variabel yang digunakan bebas adalah kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan,
loopholes dan tarif
pajak. Variabel terikat yang digunakan adalah tax planning. Analisis regresi linear berganda.
Kebijakan perpajakan, undang – undang perpajakan, loopholes dan tarif pajak berpengaruh tidak signifikan, sedangkan
administrasi perpajakan
berpengaruh signifikan terhadap tax planning. 4. Agus Subekti (2007). Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan perpajakan, administrasi perpajakan, undang–undang perpajakan. Variabel terikat yang digunakan
adalah tax planning di KPP Perusahaan Masuk Bursa Jakarta. Analisis regresi linear berganda.
Analisa data diketahui secara simultan, kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan mempunyai pengaruh signifikan terhadap tax planning. Secara
parsial, undang–undang
perpajakan tidak signifikan
berpengaruh terhadap tax
planning 5. Sally Tanjung dan Elisa Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan Analisa regresi berganda Kebijakan perpajakan, peraturan perpajakan, sanksi administrasi dan pemeriksaan
(2013) peraturan
perpajakan, sanksi administrasi dan pemeriksaan pajak, dan persepsi wajib
pajak. Variabel
terikat yang
digunakan adalah
tax planning yang
merupakan klien
dari kantor
konsultan pajak X.
pajak, persepsi wajib pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perencanaan pajak wajib pajak orang pribadi di KKP X baik secara parsial maupun simultan. 6. Martha Tanuwardi (2009) Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, dan administrasi perpajakan. Variable terikat yang digunakan
adalah tax planning yang terdaftar di SIER Surabaya. Analisis multivaret Structural Equation Model (SEM) Kebijakan perpajakan, undang – undang perpajakan, dan administrasi perpajakan berpengaruh terhadap tax planning.
7. Novrian
Satria (2010) Variabel kebijakan bebas perpajakan, undang–undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Variabel terikat yang digunakan
adalah tax planning
pada perusahaan tekstil di eks karisidenan Surakarta. Analisa regresi berganda Kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, dan administrasi perpajakan berpengaruh secara simultan terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning.
8. Bonner dan
Betty (2011) Expertise Corporate Tax in
Planning: The Issue Identification Stage Analisis regresi berganda Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan deklaratif
seseorang dan pengetahuan prosedural pajak merupakan salah satu faktor paling penting untuk melakukan perencanaan pajak dalam suatu perusahaan.
9. Risma dan Bestari (2015) Variabel bebas yang digunakan, yaitu kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, dan moral pajak. Variabel terikat yang digunakan
adalah tax planning wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama dan Madya Semarang. Analisis regresi berganda
Kebijakan perpajakan, undang– undang perpajakan, administrasi perpajakan, dan moral pajak berpengaruh positif terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning.
10. Fatimah Fad’aq (2010) Variabel bebas yang digunakan yaitu : kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan,
loopholes, dan tarif
pajak. Variabel
terikat yang
digunakan adalah
tax planning wajib
pajak badan yang terdaftar di KPP
Pratama Jakarta
Kramat Jati.
Analisis
faktor Kebijakan perpajakan, undang –undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak mempengaruhi penerapan tax planning.
11. Ida Hamadah (2010) Variabel bebas yang digunakan adalah kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan,
loopholes, dan tarif
pajak. Variabel
yang terikat adalah
tax planning perusahaan di wilayah DKI Jakarta. Analisis regresi berganda
Kebijakan perpajakan, undang– undang perpajakan, admnistrasi
perpajakan berpengaruh
signifikan sedang loopholes dan tarif pajak tidak berpengaruh
signifikan terhadap tax
planning.
12. Mira Sari
(2008) Variabel yang digunakan bebas adalah kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Variabel terikat yang digunakan
adalah tax planning wajib pajak orang
pribadi di kelurahan gundih Surabaya. Analisis regresi berganda
Kebijakan perpajakan, undang–
undang perpajakan dan
admnistrasi perpajakan
berpengaruh signifikan terhadap tax planning.
13. Livia Robin
(2012) Variabel yang digunakan, bebas
yaitu kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, dan admnistrasi perpajakan. Variabel terikat yang digunakan
adalah tax planning wajib pajak orang pribadi Surabaya.
Analisis
Faktor Kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan dan
administrasi perpajakan
berpengaruh signifikan terhadap tax planning.
2.1.4.2 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagaimana telah di uraikan pada bagian sebelumnya diantaranya menganalisa faktor–faktor yang mempengaruhi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning dengan variabel terikat yang sama yaitu tax planning. Dengan variabel bebas yang berbeda–beda, yaitu kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan dan administrasi perpajakan (Martha Tanuardi, 2009 dan Jofita Meida dan Dwi dan Suhartini, 2010, serta Agus Subekti, 2007). Sedangkan dalam penelitian Stephanie Wibowo dan Yenni Mangoting (2013) menambahkan variabel resiko deteksi dan moral wajib pajak. Dalam penelitian Marfuah (2010) menambahkan variabel loopholes dan tarif pajak. Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) menambahkan variabel peraturan perpajakan, sanksi administrasi dan pemeriksaan pajak, dan persepsi wajib pajak.
Atas dasar ketidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti dan beberapa variabel independen yang masih jarang diteliti maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini kembali mengenai mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning di perusahaan wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan variabel independen yaitu kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, tarif pajak, moral wajib pajak, persepsi wajib pajak, pemeriksaan pajak dan variable dependen yaitu tax planning.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah adanya perbedaan lokasi penelitian, tahun penelitian, variabel yang diteliti serta jumlah populasi sampel penelitian.
2.2. RERANGKA PEMIKIRAN
Motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah suatu keinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya dapat memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam operasional perusahaan. Dimana perencanaan pajak merupakan salah satu unsur penunjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Unsur penunjang lainnya, yaitu unsur pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana pendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada juga yang merupakan objek pajak final.
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah hal yang menjadi faktor yang memotivasi perusahaan untuk melakukan tax planning. Kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, tarif pajak, moral wajib pajak, persepsi wajib pajak dan pemeriksaan pajak diduga dapat berpengaruh terhadap perusahaan untuk melakukan tax planning.
Gambar 2.2
Model Pemikiran Teoritis
2.3. HIPOTESIS
Dikarenakan sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem self assessment dimana wajib pajak boleh menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Maka dapat dikatakan bahwa apabila pengetahuan mengenai kebijakan perpajakan mengalami peningkatan maka perencanaan pajak juga mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Kebijakan Perpajakan (H1) UU Perpajakan (H2) Administrasi Perpajakan (H3) Loopholes (H4) Tarif Pajak (H5)
Tax Planning (Y)
Moral WajibPajak (H6) Persepsi Wajib Pajak (H7)
Ha1 : Kebijakan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi
manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kebijakan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan yang meliputi prosedur perpajakan, objek pajak dan pengurang objek pajak, tarif pajak, dan jenis pajak yang dipungut. Pada saat ini, sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana wajib pajak boleh menghitung, membayar dan menyetorkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan (self assessment system).
Self assessment system merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak. Dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka hal ini membuat wajib pajak termotivasi untuk merencanakan pajaknya. Dengan pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan, akan membuka peluang bagi wajib pajak untuk melakukan perencanaan pajak dalam meminimalisasi beban pajak yang harus dibayar.
Definisi operasional dari kebijakan perpajakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan. Untuk
mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan wajib pajak tentang kebijakan perpajakan yang memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak.
Semakin banyak celah–celah yang terdapat di dalam undang–undang perpajakan, maka semakin tinggi pula kesempatan manajemen perusahaan untuk merencanakan pajak dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha2 : Undang–undang perpajakan berpengaruh terhadap motivasi
manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Undang–undang perpajakan berpengaruh positif, artinya celah–celah yang terdapat di dalam undang–undang perpajakan tersebut yang digunakan oleh manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning. (Stephanie Wibowo dan Yenni Mangoting, 2013).
Undang–undang perpajakan adalah kumpulan peraturan–peraturan yang mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dan memanfaatkan celah–celah dari peraturan perundang–undangan yang berlaku dengan cermat untuk merencanakan pajak yang baik. Wajib pajak yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang peraturan perpajakan akan memanfaatkan dan mencari celah– celah dalam peraturan perundang–undangan untuk melakukan
perencanaan pajak agar jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil.
Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pindana karena adanya penafsiran antara aparat fiskus dan wajib pajak akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha3 : Administrasi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi
manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Martha Tanuwardi (2009) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa administrasi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Administrasi perpajakna (tax administration) adalah cara–cara pengenaan dan pemungutan pajak. Administrasi perpajakan diupayakan agar bisa merealisasikan peraturan perpajakan dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. Wajib pajak harus mengusai peraturan perpajakan untuk menghindari tax penalty sehingga dapat menghindari sanksi perpajakan. Sanksi administrai berupa bunga, denda atau kenaikan yang dapat menyebabkan pemborosan sumber daya yang seharusya tidak terjadi bila wajib pajak mengerti dan mematuhi ketentuan peraturan
perpajakan. Untuk menghindari sanksi administratif, wajib pajak harus mengetahui sarana, batas, waktu, angsura dan penundaan pembayaran pajak.
Dalam tax avoidance wajib pajak memanfaatkan peluang–peluang (loopholes) yang ada dalam undang–undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha4 : Loopholes berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Marfuah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa loopholes akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Pengetahuan yang memadai mengenai perpajakan merupakan langkah penting bagi perusahaan untuk menentukan loopholes yang menguntungkan karena bagaimanapun lengkapnya suatu peraturan, belum tentu dapat mencakup semua aspek (Rori, 2103). Maka dari itu, selain pengetahuan yang memadai, wajib pajak juga wajib untuk selalu mengikuti perkembangan dan perubahan peraturan perpajakan agar dapat menentukan loopholes lainnya.
Loopholes dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil atau tidak membayar sama sekali. Dalam penghindaran pajak, wajib
pajak dapat mengecilkan pajak secara legal dengan memanfaatkan loopholes secara optimal, seperti pengecualian–pengecualian dan pemotongan yang diperkenankan dalam peraturan perpajakan ataupun hal–hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Hal ini yang memotivasi wajib pajak dalam mencermati celah–celah (loopholes) peraturan perpajakan yang dapat digunakan untuk perencanaan pajak yang baik.
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tergantung dengn apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kadang–kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang–undangan.
Dengan adanya perbedaan tarif pajak atas objek pajak, memotivasi perusahaan untuk memanfaatkan agar beban pajaknya rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini : Ha5 : Tarif pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Ida Hamadah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa tarif pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Semakin besar tarif pajak maka semakin besar motivasi wajib pajak untuk melakukan tax planning. Sebagai contoh adalah pemberian natura kepada karyawan tidak dapat diperluka sebagai deductible expense.
Sehingga bagi perusahaan hal ini tidak menguntungkan, oleh karena itu perusahaan memberikannya dalam bentuk cash dan memasukkannya ke dalam daftar gaji karyawan sehingga perusahaan bisa diperlukan sehingga deductible expense.
Perencanaan yang dapat dilakukan untuk menghemat beban pajak atau meminimalisasi beban pajak penghasilan yaitu dengan melihat dari segi siapa yang menanggung beban.
Dibutuhkkan kesadaran dan tingkat kejujuran wajib pajak yang merupakan salah satu indikator moral wajib pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha6 : Moral Wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Risma dan Bestari (2015) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa moral wajib pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Moral wajib pajak adalah suatu sikap dan sifat apa saja yang dimiliki oleh seseorang selaku responden terutama terkait aspek sikap dan kejujuran dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Contohnya ketika melanggar etika, perasaan bersalah, serta prinsip hidup merupakan hal–hal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tax planning.
Persepsi wajib pajak akan mempengaruhi tindakan wajib pajak sehingga wajib pajak cenderung berusaha menghindari untuk membayar pajak, salah satu bentuknya yaitu mengencilkan beban pajak yang harus dibayar termasuk dengan perencanaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha7 : Persepsi Wajib pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Livia Robin (2012) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa persepsi wajib pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Oleh karena persepsi selalu diawali dengan pemahaman terhadap objek persepsi, maka konteks persepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai aktualisasi sikap yang dicerminkan dalam pemahaman dan penafsiran dari wajib pajak badan atas beban pajaknya. Misalnya bagi wajib pajak, pembayaran pajak merupakan suatu beban dan tidak mendapatkan manfaatnya dari negara. Selain itu, wajib pajak merasa bahwa penggunaan pajak tidak digunakan sebagaimana mestinya. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak tidak baik dan tidak cukup memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga wajib pajak tidak puas dengan layanan pegawai pajak.
Semakin tinggi pemeriksaan pajak akan semakin tinggi pula penerimaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha8 : Pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap motivasi manajemen
perusahaan untuk melakukan tax planning.
Sally Tanjung dan Elisa Tjondro (2013) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pemeriksaan pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang– undangan perpajakan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam melakukan tax planning manajemen harus mengandalkan variabel–variabel independen sebagai alat perencanaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis berikut ini :
Ha9 : Kebijakan Perpajakan, Undang–Undang Perpajakan,
Admnistrasi Perpajakan, Loopholes, Tarif Pajak, Moral Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak, dan Pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Ida Hamadah (2010) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, tarif pajak, moral wajib pajak, persepsi wajib pajak dan pemeriksaan pajak akan berpengaruh terhadap motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap tax planning. Pemahaman ketentuan perpajakan sangat mutlak diperlukan oleh wajib pajak supaya pelaksanaan tugas pekerjaan entitas yang bersangkutan dapat terselenggara dengan baik tanpa meninggalkan dinamika yang ada. Untuk itu diperlukan semacam nuansa atau iklim continuing professional education bagi mereka yang secara khusus ditugasi mengelola pajak. Pajak merupakan jumlah biaya yang tidak sedikit jumlahnya, sangat wajar jika perusahaan menempatkan petugas dengan keahlian memadai untuk menangaani kewajiban pajak atau mengelola pajak sesuai dengan siklus keberadaan perusahaan.