HASIL PENELITIAN
4.15. Rerata Enzim Hati Pada Jam ke 0
Tabel 4.14. Rerata enzim hati pada jam ke 0
Normal saline BES p (2 tailed)
SGOT 24.5(6, 325)** 23 (11, 124)** 0.355**** SGPT 17.5 (6, 44)** 22 (10, 225)** 0.689****
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, dengan koreksi Lilieford
significance.
* sebaran data normal, data ditampilkan dalam mean ± SD
** sebaran data tidak normal, data ditampilkan dalam median (min, maks) *** uji t tidak berpasangan
**** uji Mann Whitney
4.16. Rerata Jumlah Total Cairan yang Diberikan
Tabel. 4.15. Rerata jumlah cairan resusitasi yang berikan
Normal saline BES p (2 tailed)
Jumlah cairan resusitasi dalam liter
6.23 ± 1.92* 6.23 ± 2.12* 0.447***
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, dengan koreksi Lilieford
significance.
* sebaran data normal, data ditampilkan dalam mean ± SD
BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari sampel, didapatkan bahwa sebagian besar pencetus KAD pada populasi adalah infeksi yaitu sebanyak 20 pasien, new
onset DM sebanyak dua subyek, penghentian terapi DM sebanyak tiga subyek,
dan lima subyek dengan pencetus lain-lain yaitu, kista pankreas sebanyak satu subyek, karsinoma nasofaring sebanyak satu subyek, konsumsi obat-obatan antipsikotik satu subyek yaitu clozapin, perforasi gaster satu subyek, dan kehamilan satu subyek. Tipe DM yang paling banyak ditemukan pada populasi kedua sampel adalah DM tipe 2 sebanyak 25 pasien. Berdasarkan data sebaran usia, jenis kelamin, pencetus KAD, dan tipe DM pada tabel 4.1, didapatkan sebaran data cukup merata pada kedua kelompok perlakuan. Kedua kelompok perlakuan memiliki karakteristik yang hampir sama, sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kedua kelompok.
Terdapat 28 subyek kompos mentis pada 48 jam pertama penelitian, kecuali dua subyek yang mengalami henti napas henti jantung di 48 jam pertama. Kedua subyek tersebut berasal dari kelompok normal saline. Penyebab henti napas henti jantung pada subyek tersebut adalah sepsis berat sebanyak satu subyek dan pasca pemberian bikarbonat sebanyak satu subyek..
Rerata MAP subyek pada kedua kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan bermakna, kecuali rerata MAP pada jam ke 24. Rerata MAP di kedua kelompok selalu memiliki nilai yang cukup, yaitu diatas 65. Tidak terdapat perbedaan bermakna ini disebabkan oleh kedua cairan memiliki sifat yang sama yaitu keduanya merupakan cairan kristaloid yang isotonus dengan plasma darah dan total cairan yang berikan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna.
Rerata CVP subyek pada kedua kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan bermakna, kecuali rerata CVP pada jam ke 6. Tidak terdapat perbedaan bermakna ini disebabkan oleh kedua cairan memiliki sifat yang sama yaitu keduanya merupakan cairan kristaloid yang isotonus dengan plasma darah dan total cairan yang berikan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna.
Rerata GDS pada kedua kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan bermakna di setiap jam yang dicatat. Hal ini terjadi karena kedua kelompok menerima protokol pemberian insulin yang sama sesuai standar pelayanan RSCM.
Rerata keton pada kedua kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan bermakna di setiap jam yang dicatat. Hal ini terjadi karena kedua kelompok menerima protokol pemberian insulin dan jumlah cairan yang sama sesuai standar pelayanan RSCM.
Laktat memiliki sebaran nilai yang sangat bervariasi dalam masing-masing kelompok dan tidak berbeda bermakna antara kelompok normal saline dan kelompok BES. Kedua jenis cairan, yaitu normal saline dan BES tidak mengandung laktat dalam sediaannya.
Ureum memiliki sebaran nilai yang sangat bervariasi. Walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok namun jelas bahwa terdapat penurunan nilai ureum yang lebih tajam pada kelompok BES dibandingkan dengan kelompok NS. Hal ini berarti bahwa perfusi ginjal pada kelompok BES mengalami perbaikan yang lebih signifikan daripada kelompok NS.
Kreatinin memiliki sebaran nilai yang sangat bervariasi. Tidak terdapat perbedaan bermakna kreatinin pada kedua kelompok. Terjadi peningkatan rerata kreatinin pada kelompok BES di jam ke 24, yaitu 1.483 ± 1.375, dibandingkan jam ke 0, yaitu 1.1 (0.5, 4.1), dan mengalami penurunan hingga ke batas yang lebih rendah daripada nilainya di jam ke 0, yaitu 0.9 (0.21, 4.87). Hal ini sangat dimungkinkan karena jenis sebaran data yang sangat tidak homogen di setiap jam nya sehingga nilainya sulit untuk di bandingkan dan parameter yang dilaporkan berbeda.
Enzim SGOT dan SGPT memiliki sebaran nilai yang sangat bervariasi. Tidak terdapat perbedaan bermakna kedua enzim hati pada kedua kelompok.
Mortality rate pada kedua kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan
bermakna. Jumlah total kematian pada kelompok normal saline adalah tiga kasus dengan deskripsi satu kasus pada 48 jam pertama, dan dua kasus dalam 28 hari. Jumlah kematian pada kelompok BES adalah dua kasus dalam 28 hari. Penyebab kematian subyek dalam 48 jam pertama pada kelompok normal saline adalah sepsis berat, penyebab kematian dua subyek dalam 28 hari pada kelompok normal
saline adalah syok kardiogenik sejumlah satu subyek dan sepsis sejumlah satu subyek. Penyebab kematian dua subyek dalam 28 hari pada kelompok BES adalah sepsis berat.
Rerata SID pada kelompok BES memiliki nilai yang lebih baik daripada kelompok normal salin pada setiap jam yang dicatat. Perbedaan SID yang terdapat pada kedua kelompok adalah bermakna kecuali di jam ke dua.
Rerata SBE kelompok BES selalu lebih baik daripada kelompok normal saline pada setiap jam yang dicatat. Walaupun demikian, nilai yang memiliki perbedaan bermakna hanya pada jam ke 24 dan jam ke 48.
Tidak terdapat perbedaan rerata pH pada kedua kelompok. Menurut Stewart, ada dua variabel dalam keseimbangan asam basa, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah variabel yang akan mempengaruhi variabel dependen, dan tidak berlaku hal sebaliknya.
Variabel independen terdiri dari tekanan karbon dioksida (pCO2), Strong
Ion Difference (SID), dan asam lemah non volatile(ATOT). Variabel independen terdiri dari ion [H+], [OH-], [HA], [A-], [HCO3-], [CO32-].
Jadi pH, yang merupakan negatif logaritma dari [H+], nilainya hanya dipengaruhi oleh tiga hal yaitu pCO2, SID, dan ATOT. Tekanan karbondioksida sangat dipengaruhi oleh ventilasi. Dengan alasan inilah subjek yang membutuhkan ventilasi mekanik dieksklusi dari penelitian ini. SID adalah selisih dari kation dan anion kuat yaitu natrium, kalium dan klorida. Kalium seringkali diabaikan karena nilainya yang kecil. SID dipengaruhi oleh ginjal dan dipengaruhi oleh elektrolit dalam tubuh. Oleh karena itu subjek dengan gagal ginjal yang membutuhkan hemodialisa dieksklusi dari penelitian ini. ATOT adalah konsentrasi asam-asam lemah non volatil, yang diatur oleh hati, dan didominasi oleh albumin. Oleh karena itulah subjek dengan gagal hati diekslusi dalam penelitian ini.
Penyebab gangguan asam basa dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Stewart-Fencl. Yaitu dengan melihat standart base excess, efek natrium-klorida, efek albumin, dan efek unmeassured anion.
Ada empat hal yang dapat dihitung untuk menentukan penyebab gangguan asam basa dalam metode asam basa kuantitatif. Keempat hal tersebut adalah base
excess, efek Na-Cl, efek albumin, dan efek unmeassured anion.
Langkah pertama adalah menentukan besar standart base excess (SBE) berdasarkan hasil analisa gas darah. Langkah kedua adalah menentukan besar efek Na-Cl, atau yang disebut juga efek dari Strong Ion Difference (SID). Langkah ketiga adalah menentukan besar efek albumin. Albumin bersifat sebagai asam lemah, oleh karena itu nilai albumin yang tinggi dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa. Langkah keempat adalah menentukan efek
unmeassured anion (UA)dengan cara menghitung selisih base excess dengan SID,
dan efek albumin.
Secara matematis perhitungan di atas adalah sebagai berikut 1. Tentukan nilai SBE dari hasil analisa gas darah
2. Hitung SID, dengan cara Na + K – Cl. Karena komponen utama SID adalah ion natrium dan ion klorida, maka sering kali nilai K diabaikan, sehingga perhitungan ini sering kali disebut sebagai efek Na-Cl.
3. Hitung efek albumin dengan cara 0,25 x (42- alb (g/L) 4. Hitung efek UA dengan cara SBE - efek SID – efek albumin.
Berikut ini adalah grafik rerata SID dan SBE dari setiap jam yang dicatat pada kedua kelompok.
Grafik 5.1. Rerata SID pada kedua kelompok perlakuan
37.3 32.6 32.7 32.5 34.6 34.2 31.7 35.8 35 43.7 42 40.6 39.3 39.7 42.6 40.6 40.4 42.5 30 32 34 36 38 40 42 44 Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6 Jam ke 12 Jam ke 18 Jam ke 24 jam ke 36 Jam ke 48 SI D Normal saline BES
Pada grafik di atas, dengan jelas digambarkan nilai SID pada setiap jam yang dicatat pada kedua kelompok perlakuan. Kelompok BES memiliki SID yang bermakna lebih baik dari pada kelompok normal saline.
Grafik 5.2. Rerata SBE pada kedua kelompok perlakuan -14.5 -14.5 -12 -11.2 -9.5 -9.5 -8.7 -8.3 -8.5 -13.5 -11.7 -9.9 -10.4 -8.5 -6.1 -4.7 -5.4 -4.1 -16 -14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6 Jam ke 12 Jam ke 18 Jam ke 24 jam ke 36 Jam ke 48 Jam SB E Normal saline BES
Dalam terapi cairan dalam KAD, efek cairan yang diberikan kepada pasien akan berpengaruh banyak dalam perhitungan efek SID, yaitu poin nomor 2.
Normal saline yang diberikan pada pasien KAD memiliki SID 0 karena memiliki jumlah ion kuat positif dan ion kuat negatif yang sama banyaknya.
Akibat dari pemberian cairan yang memiliki SID 0, ion-ion dalam tubuh akan mengalami mekanisme dilusi volume dan penambahan jumlah ion natrium dan klorida dalam jumlah yang sama secara bersamaan. Sebagai ilustrasinya, dalam plasma darah, terkandung ion natrium sebanyak 140 meQ/L, ion klorida sebanyak 100 mEq/L, sehingga SID plasma adalah 140-100 = 40. Jika diberikan normal saline sebanyak 1 L, maka akan terjadi pengenceran sebagai berikut, ion natrium (140+154)/2 = 147, dan ion klorida (100+154)/2 = 127. SID nya adalah 147-127, yaitu 20. Rentang SID normal dalam plasma adalah 38-44.17,22
Penurunan SID akan menjadikan plasma tubuh menjadi bersifat asam, dalam hal ini disebut juga asidosis metabolik dilusional karena normal saline, atau yang lebih khusus disebut dengan asidosis metabolik hiperkloremik.
Walaupun perbedaan nilai SBE yang bermakna hanya terdapat pada jam ke 24, 36, dan 48, rerata SBE pada kelompok BES selalu lebih baik daripada kelompok normal saline.
Unmeassured anion adalah anion-anion yang dihasilkan dari metabolisme
sel, contohnya laktat, keton, sulfat, fosfat, atau anion yang didapatkan dari luar, seperti salisilat, metanol. Mediator-mediator pada sepsis juga berperan sebagai anion-anion dan berkontribusi terhadap terjadinya asidosis.23
Laktat dan keton adalah dua anion yang diukur pada penelitian ini. Nilai keduanya, memiliki sebaran yang tidak normal, dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok perlakuan.
Laktat pada kelompok normal saline memilki rentang yang sangat besar yaitu mulai dari 1.1 hingga 20 di awal penelitian, 0.9 sampai 2 di akhir penelitian. Kelompok BES juga memiliki rentang nilai yang sangat besar yaitu 1.2 hingga 14.6 di awal penelitian, dan 0.8 sampai 6.9 di akhir penelitian. Bervariasinya nilai laktat pada kedua kelompok disebabkan oleh hipoperfusi jaringan yang menyebabkan tidak efektifnya metabolisme sel.
Beberapa komponen yang terdapat di dalam SBE adalah SID, efek albumin, dan efek unmeassured anion. Ketiga komponen tersebut bersama-sama akan saling berkontribusi terhadap nilai SBE. Jika efek albumin dan efek
unmeassured anion dihilangkan, maka akan sangat jelas nampak bahwa SBE
kelompok BES memiliki nilai yang lebih baik daripada kelompok normal saline. Hal ini disebabkan karena SID kelompok BES secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok normal saline. Walaupun demikian hasil penelitian menunjukan bahwa hanya pada jam ke 24 dan ke 48 kelompok BES memiliki SBE yang lebih tinggi dibandingkan kelompok normal saline. Hal ini sangat mungkin disebabkan adanya faktor unmeassured anion yang terdapat pada kelompok BES lebih tinggi daripada kelompok normal saline. Pada kelompok BES terdapat satu subyek dengan kadar kreatinin >4, satu subyek dengan nilai kreatinin 3-4, dan tiga subyek dengan kadar kreatinin 2-3, sedangkan pada
kelompok normal saline terdapat pada empat subyek dengan kadar kreatinin 2-3 subyek. Oleh karena itu, pada kelompok BES diduga, terdapat subyek-subyek yang mulai atau telah mengalami insufisiensi renal. Akibat dari insufisiensi renal tersebut, terjadi penumpukan umeassured anion seperti sulfat dan fosfat, yang dapat memberikan masking effect terhadap efek SID terhadap SBE. Oleh karena itu, sekalipun SID kelompok BES secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok normal saline, SBE kedua kelompok dapat tidak memiliki perbedaan bermakna. Hal ini juga lah yang menjelaskan mengapa tidak terjadi perbedaan rerata pH antara kedua kelompok.
Hal lain yang belum dapat disingkirkan sebagai penyebab SBE tidak berbeda bermakna pada setiap jam yang dicatat adalah derajat sepsis dari masing-masing kelompok perlakuan belum dapat distandardisasi di awal penelitian. Kondisi sepsis dapat meningkatkan kadar unmeassured anion.
Pada penelitian ini albumin tidak dilakukan pengecekan berkala sesuai dengan pemeriksaan AGD dan elektrolit. Albumin tidak dianggap sebagai hal yang memperberat asidosis karena populasi KAD yang dipilih adalah populasi yang tidak memiliki gangguan dalam fungsi hati, albumin pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna, dan tidak ada risiko untuk kehilangan albumin dalam jumlah yang besar pada kedua kelompok perlakuan.
Selama penelitian, terdapat beberapa kejadian antara lain, kejadian KAD berulang pada jam ke 48 dan kejadian henti napas henti jantung pada pasien KAD pasca pemberian bikarbonat.
KAD berulang paling sering disebabkan oleh penghentian insulin, yaitu sebanyak 78%. Penyebab lainnya adalah infeksi (16%), penyakit medis non infeksi (3%), dan sebab-sebab lainnya (3%).24
Pada laporan kasus oleh Price di tahun 2009, dituliskan bahwa terdapat kasus ketoasidosis berulang akibat ketidaktahuan pemakaian glukometer. Dalam tulisannya, Price mengatakan bahwa kurangnya sampel darah dalam strip glukometer, ataupun kesalahan waktu untuk menunggu waktu yang tepat untuk aplikasi sampel darah ke atas strip dapat menyebabkan kesalahan pembacaan kadar gula darah, yang akibatnya adalah gula darah akan terbaca ”Lo”. Kadar gula
darah yang seakan-akan rendah ini membuat pasien mengurangi dosis insulinnya dan dapat mencetuskan KAD.25
Kejadian KAD berulang pada subjek penelitian sangat mungkin disebabkan oleh penghentian insulin. Penghentian insulin dilakukan karena pada saat itu kadar gula darah pasien sudah mencapai angka 95. Setelah penghentian insulin dilakukan pemeriksaan kadar gula darah dua jam berikutnya didapatkan hasil 233. Kemudian drip insulin kembali diberikan dengan kecepatan 1 unit/jam, tiga jam kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah, laktat, elektrolit, analisa gas darah dan keton. Pada pemeriksaan tersebut didapatkan gula darah 636, keton 2,9 dan pH 7,32. Pada subjek tersebut dilakukan protokol KAD kedua.
Pemberian bikarbonat menurut protokol KAD RSCM dilakukan apabila pH arteri kurang dari 7,1. Asidosis metabolik ditandai dengan penurunan pH dan penurunan bikarbonat, yang disebabkan oleh penurunan SID, atau karena peningkatan asam-asam lemah. Ada dua macam asidosis metabolik, yaitu asidosis metabolik mineral, dan asidosis metabolik organik. Asidosis metabolik mineral disebabkan oleh peningkatan anion yang tidak dapat dimetabolisme, contohnya asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik organik disebabkan oleh gangguan metabolisme seperti asidosis laktat, ketoasidosis diabetikum.
Kedua jenis asidosis metabolik ini memiliki konsekuensi dan tatalaksana yang sangat berbeda. Asidosis mineral tidak disebabkan oleh gangguan metabolisme energi, sehingga tatalaksananya adalah mempercepat eliminasinya dari dalam tubuh, misalnya dengan diuretik atau renal replacement therapy (RRT) dan alkalinisasi, misalnya dengan pemberian natrium bikarbonat.
Asidosis metabolik organik disebabkan oleh gangguan metabolisme berat dan koondisi asidosis yang terjadi pada kondisi ini dapat merupakan suatu gejala dari mekanisme kompensasi tubuh. Data eksperimental menunjukan bahwa sel-sel yang hipoksia dapat lebih dapat bertahan hidup pada medium yang bersifat asam. Oleh karena itu, pasien dengan gangguan metabolisme seperti ini, alkalinisasi bukanlah pilihan terapi utama.26
Pemberian bikarbonat menurut perhitungan matematis Stewart akan meningkatkan pH dengan cara meningkatkan kadar natrium darah, sehingga SID meningkat. Tatalaksana ketidakseimbangan asam basa menurut Stewart adalah
dengan cara melakukan terapi terhadap penyebab utama nya. Misalnya pada pasien asidosis akibat penumpukan asam organik seperti laktat, maka yang dikoreksi adalah mengurangi metabolisme anaerob sel dengan cara meningkatkan hantaran oksigen ke jaringan misalnya dengan memberikan cairan yang adekuat, memberikan vasopresor atau inotropik bila terdapat masalah pompa jantung, memberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin rendah. Contoh yang lain adalah bila asidosis metabolik terjadi akibat penumpukan asam anorganik misalnya keracunan salisalat, hiperkloremik, maka terapinya adalah dengan cara membuang asam-asam anorganik tersebut lewat ginjal.
Pemberian bikarbonat akan meningkatkan pH melalui mekanisme meningkatkan SID. Sediaan bikarbonat yang ada saat ini adalah natrium bikarbonat. Pemberian natrium bikarbonat akan meningkatkan jumlah natrium yang akan meningkatkan SID sehingga pH bertambah.
Pada saat terjadi hipovolemia dan hipoperfusi jaringan, oksigenasi jaringan dipertahankan dengan melepaskan oksigen lebih banyak ke jaringan, yaitu dengan cara menggeser kurva disosiasi hemoglobin ke arah kanan. Pada saat tejadi hipoperfusi, hantaran oksigen ke sel akan berkurang jumlahnya, hal tersebut akan menyebabkan metabolisme anaerob yang menghasilkan laktat. Penumpukan laktat akan menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa menjadi lebih asam. Kondisi asam ini sebenarnya adalah mekanisme kompensasi agar oksigen lebih mudah terdisosiasi ke jaringan. Namun, pada kondisi tertentu, yaitu pH<7.1, hormon-hormon tubuh yang berbagai modulator tubuh yang sebabian besar berupa protein akan menjadi tidak aktif. Itulah sebabnya pada pH<7.1, dilakukan pemberian natrium bikarbonat. Namun pemberian natrium bikarbonat harus dengan perhatian bahwa akan terjadi peningkatan pH. Peningkatan pH akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi ke kiri, yang berakibat pada sulitnya melepas oksigen ke jaringan yang dapat berakibat fatal. Mekanisme lain yang juga dapat mengancam nyawa adalah overload cairan akibat hipernatremia. Ion natrium bersifat menarik air ke dalam intravaskuler. Peningkatan natrium dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat akan menyebabkan volume intravaskular bertambah dan dapat menyebabkan overload cairan.
Pada penelitian ini terdapat empat subyek yang mendapat natrium bikarbonat karena pH saat masuk <7.1. Satu di antara keempat subyek tersebut mengalami henti napas dan henti jantung beberapa saat setelah pemberian natrium bikarbonat. Pasien tersebut menerima natrium bikarbonat 150 mEq lewat akses vena dalam selama 90 menit. Pada jam ke 2 terjadi peningkatan pH mencapai 7. 16, dan pada jam ke 4 mencapai 7.484, pada jam ke 6 mencapai 7.542. Subjek tersebut mengalami henti napas dan henti jantung di jam ke 6. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pemberian bikarbonat yang terlalu banyak, ditambah lagi dengan pemberian normal saline yang juga meningkatkan jumlah natrium dalam darah. Pada subjek ini terjadi peningkatan jumlah natrium dari 136 saat masuk, menjadi 144 pada jam ke dua, 148 pada jam ke empat, 149 di jam ke enam. Ion klorida mengalami peningkatan dari 95 saat masuk, menjadi 105 di jam kedua, 105 di jam ke empat, dan 110 di jam ke enam. SID mengalami peningkatan dari 44,6 saat masuk menjadi 47,4 di jam ke enam. Peningkatan bikarbonat pada pasien itu terjadi dari nilai 3.8 saat pasien masuk, menjadi 7.6 di jam ke dua, menjadi 4.6 di jam ke empat, menjadi 24.3 di jam ke enam.
Adanya data-data pada subjek ini semakin menguatkan bukti bahwa SID berbanding lurus dengan BES, pemberian bikarbonat bukan yang utama dalam tatalaksana asidosis, dan overshooting natrium bikarbonat dapat bersifat letal. Pada pasien ini SID tidak terlalu mencolok kenaikannya karena pada pasien ini juga terjadi peningkatan klorida, sehingga efek peningkatan natrium tertutupi oleh peningkatan klorida.
BAB 6