• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

6. Resistensi antibiotika

7. Sumber informasi interpersonal 26-33 8. Sumber informasi media cetak 34-37 9. Sumber informasi media elektronik 38-40

b. Uji validitas instrumen

Validitas yang akan dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah validitas isi (Content Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi

lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui Professional Judgment. Pernyataan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur (Supratiknya, 1998). Validitas ini didasarkan pada penilaian ahli bidang tersebut. Dalam penelitian ini ahli yang dimaksud adalah apoteker.

c. Uji reliabilitas instrumen

Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada 30 responden seperti kriteria inklusi dengan daerah yang sama dalam penelitian ini, namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi dari instrumen. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya berada dalam rentang 0–1,00. Semakin tinggi nilai koefisian reliabilitas atau mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Nilai (r) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan program statistik komputer dengan analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2006).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas terpakai yaitu hasil uji responden sekaligus dipakai untuk uji reliabilitas. Uji reliabilitas terpakai ini digunakan untuk menghemat waktu karena terbatasnya waktu penelitian dan luasnya cakupan wilayah penelitian.

Dalam penelitian ini uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pernyataan. Jika nilai Alpha lebih dari 0,60 maka reliabel menurut Mario, 2006 (cit., Prastiwi, 2009). Pada penelitian menggunakan alat

ukur uji statistik Cronbach Alpha hasil yang diperoleh sebesar 0,772, hal ini menunjukkan bahwa variabel penelitian adalah reliabel.

4. Penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti ke 17 RT yang sudah dipilih secara acak dengan cara mendatangi responden yang digunakan sebagai subyek penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden dengan ditunggu oleh peneliti agar peneliti dapat memeriksa kelengkapan data responden dan mengurangi kesalahan karena ketidakpahaman responden akan maksud pernyataan dalam kuesioner. Kuesioner langsung dikumpulkan segera setelah responden mengisinya sehingga jumlah kuesioner yang disebar sama dengan jumlah kuesioner yang kembali. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan bias akibat responden mengumpulkan informasi dari media informasi yang ada untuk menjawab pernyataan dalam kuesioner yang diberikan.

5. Analisis Data

Data kuantitatif dianalisis menggunakan statistik deskriptif yang dilanjutkan dengan analisis korelasi. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Data coding

Setelah responden menjawab pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh peneliti, peneliti melakukan pengkodean data dengan cara scoring yaitu dengan memberikan skor pada jawaban “Ya” dan “Tidak” (Kuncoro, 2009). Pada

penelitian ini, setiap jawaban “Benar” diberi skor 1 (satu) dan jawaban “Salah” diberi skor 0 (nol) pada pernyataan 1 sampai dengan 25, sedangkan setiap jawaban “Ya” diberi skor 1 (satu) dan jawaban “Tidak” diberi skor 0 (nol) untuk pernyataan nomer 26 sampai dengan 40.

b. Uji normalitas

Tujuan dilakukan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah suatu variabel normal atau tidak. Normal dalam artinya mempunyai distribusi data yang normal. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan program statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan dengan memasukkan data skor total jawaban responden tentang pengetahuan antibiotika dan tingkat pendidikan terakhir responden. Apabila nilai signifikansi (ρ) lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal (data parametrik) dan dapat dianalisis dengan Pearson Product Moment. Apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka distribusi data tidak normal dan dapat dianalisis dengan Spearman (Patria, 2010). Kedua variabel memiliki distribusi tidak normal, maka ini menjadi dasar untuk menganalisis data dengan korelasi Spearman . Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil uji normalitas untuk kedua variabel:

Tabel IV. Uji Normalitas Data pada Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta

Variabel Z Sig. (ρ) Keterangan

Tingkat pendidikan 1,951 0,001 Tidak normal Tingkat pengetahuan 1,381 0,044 Tidak normal

c. Spearman

Korelasi Spearman dipergunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sampelnya kecil (Sugiyono, 2007).

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika. Dalam penelitian ini, hanya membahas beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu pendidikan dan beberapa informasi dari responden. Padahal masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan seperti pengalaman, penghasilan responden, dan sosial budaya, yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Demografi Responden

Pada penelitian ini, karakteristik demografi responden yang akan dikaji adalah usia dan jenis kelamin.

1. Usia responden

Hasil pengelompokan usia responden yang berkisar antara 20 tahun sampai 64 tahun dapat tersaji dalam tabel berikut ini:

Gambar 2. Persentase Kelompok Usia Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rentang usia terbanyak yang mengikuti penelitian ini adalah 35-49 tahun dengan persentase sebesar 42,31%. Hal ini disebabkan karena pada rentang usia 35-49 tahun paling banyak berada di lokasi penelitian, aktivitas yang cenderung tinggi pada rentang usia tersebut seperti pekerjaan yang menyebabkan responden dengan rentang usia 35-49 tahun mudah dijumpai dan mau diajak untuk bekerjasama. Rentang usia 20-34 tahun dan 50-64 tahun memiliki partisipasi paling rendah dalam keikutsertaan penelitian

28.85% 42.31% 28.85% 23-34 tahun 35-49 tahun 50-64 tahun

ini, yaitu sebesar 28,85%, karena pada umumnya pada rentang usia ini umumnya menolak untuk bekerjasama yaitu membantu mengisi kuesioner. Hanya beberapa orang saja pada rentang usia 20-34 tahun dan 50-64 tahun ini yang mau mengisi kuesioner penelitian ini.

Semakin tua umur seseorang akan meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya karena banyaknya pengalaman yang diperoleh (Suparlan, 1995). Responden dengan usia 35 tahun lebih banyak terlibat dalam penelitian ini karena lebih banyak berada di lokasi pada saat penelitian dilaksanakan dan bersedia mengisi kuesioner. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian ini dapat menunjukkan tingkat pengetahuan responden terhadap antibiotika yang tinggi karena sebagian besar responden dianggap telah memiliki banyak pengalaman.

2. Jenis kelamin

Hasil penelitian yang menunjukkan masyarakat Kotagede yang mengikuti penelitian ini mempunyai komposisi baik laki-laki maupun perempuan sebagai berikut.

Gambar 3. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

58% 42%

Perempuan Laki-laki

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa persentase jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 58% dan 42%. Keikutsertaan responden perempuan dalam penelitian ini memiliki persentase lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan responden perempuan mau diajak untuk bekerjasama yaitu untuk mengisi kuesioner dan pada saat pengambilan data, responden perempuan memiliki waktu luang untuk mengisi kuesioner. Responden laki-laki pada umumnya menolak untuk diajak berpartisipasi dengan alasan tidak bisa menjawab pernyataan kuesioner dan sibuk. Pada dasarnya perempuan lebih peduli terhadap kesehatan dibanding kaum laki-laki sehingga pengetahuan yang dimiliki perempuan mengenai kesehatan pun lebih banyak dibanding laki-laki (Anna, Chandra, 2011).

B. Tingkat Pendidikan Responden

Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan akhir yang berbeda-beda. Dari 104 responden yang terlibat dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMP (32%) sedangkan yang terendah adalah PT (12%).

Gambar 4. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden 26% 32% 30% 12% SD SMP SMA PT

Pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang untuk menghadapi masalah yang ada di sekitarnya, dalam hal ini adalah masalah kesehatan (Azwar, 1999). Dari hasil diatas, diharapkan responden Kecamatan Kotagede Yogyakarta banyak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai antibiotika.

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika 1. Pengertian umum antibiotika

Responden yang menjawab antibiotika adalah obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri sebesar 73,08%. Sebanyak 69,23% responden menjawab dengan benar mengenai pengertian antibiotika yaitu bahwa antibiotika adalah obat yang tidak digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dan responden yang menjawab bahwa antibiotika digunakan untuk mengobati luka bernanah sebanyak 44,23%. Hasil tersebut tersaji dalam gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%

bakteri virus untuk mengobati luka nanah 73.08% 69.23% 44.23% J u m la h r e sp o n d e n ( % )

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa 48,08% responden di Kecamatan Kotagede memiliki pengetahuan yang sedang mengenai pengertian umum antibiotika.

Gambar 6. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

Hal ini membuktikan bahwa responden masih ada yang beranggapan bahwa antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dan antibiotika tidak digunakan untuk mengobati luka bernanah. Sesuai dengan American Academy of Family Physicians, bahwa antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

2. Cara memperoleh antibiotika

Sebesar 55,88% responden tahu bahwa antibiotika oral hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, dan responden yang tahu mengenai amoksisilin bisa diperoleh di apotek dengan resep dokter sebesar 50,00%. Masih terdapat 50,00% responden yang tidak tahu mengenai cara memperoleh antibiotika secara

23.07% 48.08% 28.85% Tinggi Sedang Rendah

tepat. Menurut Undang-undang ST. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, antibiotika termasuk dalam obat keras, sehingga untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter.

Responden sebanyak 46,15% tahu mengenai cara memperoleh antibiotika, yaitu antibiotika topikal dapat diperoleh tanpa resep dokter, sedangkan 45,19% responden tahu bahwa neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter. Ada beberapa responden yang tidak tahu bahwa ada beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam OWA (Obat Wajib Apotek) yang dapat diperoleh tanpa harus menggunakan resep dokter menurut KepMenKes RI No.347 tahun1990.

Gambar 7. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Meperoleh Antibiotika

Cara memperoleh antibiotika:

a = antibiotika oral hanya dapat diperoleh dengan resep dokter b = antibiotika topikal dapat diperoleh tanpa resep dokter

c = amoksisilin tidak bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter d = neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter

e = tetrasiklin, kloramfenikol, gentamisin dan eritromisin adalah antibiotika yang dapat dibeli tanpa resep dokter

Hasil diatas dapat diketahui bahwa 53,85% responden memiliki pengetahuan rendah mengenai cara memperoleh antibiotika. Pengetahuan yang

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% a b c d e 55.88% 46.15% 50.00% 45.19% 50.00% J u m la h r e sp o n d en ( % )

rendah ini membuktikan bahwa masih ada responden yang salah dalam cara memperoleh antibiotika, responden beranggapan bahwa antibiotika sama seperti obat-obat bebas lainnya.

Gambar 8. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Memperoleh Antibiotika

3. Sumber perolehan antibiotika

Dari gambar 9, 49,04% responden di Kecamatan Kotagede Yogyakarta memperoleh antibiotika dari rumah sakit dan 42,31% responden dari apotek. Diketahui juga banyak responden yang sudah tahu mengenai sumber perolehan antibiotika yang tidak tepat, seperti 66,35% responden tahu bahwa antibiotika tidak boleh dari sisa anggota keluarga yang lain, 59,62% responden tahu bahwa antibiotika tidak dapat diperoleh dari toko obat, 66,35% dari warung, 79,81% dari pengecer obat, 64,42% dari bidan dan 71,15% dari mantri.

Apotek dan rumah sakit adalah sumber perolehan antibiotika yang tepat untuk responden mendapatkan antibiotika, diharapkan apabila responden memperoleh antibiotika dari apotek dan rumah sakit, pemberian informasi mengenai antibiotika dapat diperoleh responden sehingga responden dapat menggunakan antibiotika secara tepat.

17.30% 28.85% 53.85% Tinggi Sedang Rendah

Gambar 9. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Sumber Perolehan Antibiotika

Sumber perolehan antibiotika:

a = antibiotika tidak bisa diperoleh dari sisa obat anggota keluarga yang lain b = antibiotika bis diperoleh dari apotek

c = antibiotika bis diperoleh dari rumah sakit d = antibiotika tidak bisa diperoleh dari toko obat e = antibiotika tidak bisa diperoleh dari warung f = antibiotika tidak bisa diperoleh dari pengecer obat g = antibiotika tidak bisa diperoleh dari bidan

h = antibiotika tidak bisa diperoleh dari mantri

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa 46,15% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai sumber perolehan antibiotika. Pengetahuan yang dimiliki responden perlu ditingkatkan lagi supaya penggunaan antibiotika semakin rasional.

Gambar 10. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Sumber Perolehan Antibiotika

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% a b c d e f g h 66.35% 42.31%49.04% 59.62%66.35% 79.81% 64.42%71.15% J u m la h r e sp o n d e n ( % )

Sumber perolehan antibiotika

37.50% 46.15% 16.35% Tinggi Sedang Rendah

4. Cara penggunaan antibiotika

61,54% responden tahu mengenai penggunaan antibiotika yaitu diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter, sedangkan 64,42% responden tahu bahwa antibiotika tetap diminum sampai habis walaupun gejala penyakit sudah hilang. Menurut American Academy of Family Physicians, penggunaan antibiotika yang dikonsumsi sampai habis sesuai dengan petunjuk dokter dapat menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri. Hanya sedikit responden yaitu sebesar 48,08% responden yang tahu bahwa penggunaan antibiotika dihentikan bila obatnya sudah habis.

Gambar 11. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Cara penggunaan antibiotika:

a = diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter

b = tidak dihentikan walaupun gejala penyakit sudah hilang c = dihentikan bila obatnya sudah habis

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebesar 45,19% responden memiliki pengetahuan rendah mengenai cara penggunaan antibiotika yang tepat. Pengetahuan responden mengenai penggunaan antibiotika yang masih rendah ini dapat memicu resistensi bakteri yang memiliki dampak buruk bagi tubuh.

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% a b c 61.54% 64.42% 48.08% J u m la h r e sp o n d e n ( % )

Gambar 12. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

5. Aturan penggunaan antibiotika

Aturan penggunaan antibiotika yang tepat adalah diminum 3-4 kali sehari, responden yang tahu mengenai hal itu sebanyak 57,69% responden. Responden yang tahu mengenai amoksisilin diminum 3-4 kali sehari memiliki persentase sebanyak 50,96%. Persentase yang cukup rendah, yaitu 46,15% responden yang tahu mengenai amoksisilin diminum minimal selama 3 hari dan 45,19% responden tahu neomisin salep dioleskan 3-4 kali sehari.

Gambar 13. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Aturan Penggunaan Antibiotika

Aturan penggunaan antibiotika: a = diminum 3-4 kali sehari

b = amoksisilin diminum 3-4 kali sehari

c = amoksisilin diminum minimal selama 3 hari d = neomisin salep dioleskan 3-4 kali sehari

25.00% 29.81% 45.19% Tinggi Sedang Rendah 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% a b c d 57.69% 50.96% 46.15% 45.19% J u m la h r e sp o n d en ( % )

34,62% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi yaitu responden yang ternyata menggunakan antibiotika dengan aturan penggunaan yang benar, akan tetapi tidak sedikit juga responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (33,65%) yaitu responden yang tidak mengikuti aturan penggunaan antibiotika secara tepat.

Gambar 14. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Hal ini dikarenakan tidak setiap responden yang menerima antibiotika dijelaskan mengenai aturan penggunaan oleh apoteker dan kebanyakan hanya menerima informasi dari orang-orang sekitar mereka.

6. Resistensi antibiotika

Sebesar 51,92% responden tahu mengenai penyebab resistensi bakteri yaitu penggunaan antibiotika yang digunakan secara tidak teratur (Wattimena dkk, 1991). Sedangkan 50,00% responden tahu mengenai pengertian resistensi bakteri.

34.62% 31.73% 33.65% Tinggi Sedang Rendah

Gambar 15. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Resistensi Antibiotika

Resistensi antibiotika:

a = penyebab resistensi bakteri b = pengertian resistensi bakteri

Hasil diatas menunjukkan bahwa 40,38% responden memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai resistensi bakteri.

Gambar 16. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden MengenaiResistensi Bakteri 49.00% 49.50% 50.00% 50.50% 51.00% 51.50% 52.00% a b 51.92% 50.00% J u m la h r e sp o n d e n ( % ) Resistensi antibiotika 30.77% 40.38% 28.85% tinggi sedang rendah

Dokumen terkait