• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA

DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maretta Putri Ardenari NIM : 078114104

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA

DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maretta Putri Ardenari NIM : 078114104

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

THE INFLUENCE OF EDUCATIONS LEVEL TO THE PEOPLE’S KNOWLEDGE ABOUT ANTIBIOTIC IN KOTAGEDE SUBDISTRIC

YOGYAKARTA MUNICIPALITY IN 2011

SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm.)

In Faculty of Pharmacy

By :

By:

Maretta Putri Ardenari NIM : 078114104

FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(4)
(5)
(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku tidak dapat melakukan segala sesuatu, tetapi aku dapat melakukan sesuatu. Dan apa yang aku dapat lakukan, dengan anugerah Tuhan, akan aku lakukan

Roma 8:28

Kita tahu sekarang bahwa A llah turut bekerja dalam segala

sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka

yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka

yang terpanggil sesuai dengan

rencana A llah

Karyaku ini akan kupersembahkan buat :

Tuhan Yesus Kristus Papa dan mama tersayang

(7)
(8)
(9)

viii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika Di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta Tahun 2011” ini dengan baik yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir penulisan laporan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penyelesaian skripsi. Bimbingan, waktu, nasihat, semangat, saran, dan ilmu yang telah diberikan dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir

2. Walikota Yogyakarta beserta staf, Dinas Kesehatan dan Kepala Gudang Farmasi, Camat Kotagede, Kepala Lurah (Prenggan, Rejowinangun, Purbayan), seluruh ketua RW dan RT yang telah membantu dalam memberikan ijin penelitian di Kota Yogyakarta,

(10)

ix

4. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan kritik yang membangun kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Dekan dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.

Kesempurnaan adalah milik Bapa, penulis yang jauh dari sempurna mengucapkan kata maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya serta berguna bagi pembaca.

Penulis

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

(12)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Pendidikan ... 7

B. Pengetahuan ... 9

C. Antibiotika ... 13

D. Sumber Informasi ... 18

E. Landasan Teori ... 18

F. Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 20

1. Variabel ... 20

2. Definisi operasional ... 21

C. Subyek Penelitian ... 22

D. Instrumen Penelitian... 23

E. Lokasi Penelitian ... 23

F. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Studi pustaka ... 23

2. Analisis situasi ... 24

a. Penentuan lokasi penelitian ... 24

b. Penetapan besar sampel ... 24

c. Perijinan ... 25

3. Pembuatan kuesioner ... 26

(13)

xii

b. Uji validitas instrumen ... 26

c. Uji reliabilitas instrumen ... 27

4. Penyebaran kuesioner ... 28

5. Analisis data ... 28

a. Data coding ... 28

b. Uji normalitas ... 29

c. Spearman ... 30

G. Keterbatasan Penelitian ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Karakteristik Demografi Responden ... 31

1. Usia responden ... 31

2. Jenis kelamin responden ... 32

B. Tingkat Pendidikan Responden ... 33

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika ... 34

1. Pengertian umum antibiotika ... 34

2. Cara memperoleh antibiotika ... 35

3. Sumber perolehan antibiotika ... 37

4. Cara penggunaan antibiotika ... 39

5. Aturan penggunaan antibiotika ... 40

6. Resistensi antibiotika ... 41

7. Pengetahuan responden secara umum mengenai antibiotika... 43

(14)

xiii

E. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengetahuan Mengenai

Antibiotika ... 45

F. Sumber Informasi Antibiotika yang Diperoleh Responden ... 46

1. Sumber informasi interpersonal ... 46

2. Sumber informasi media cetak ... 47

3. Sumber informasi media elektronik ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 54

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Antibiotika yang termasuk dalam OWA………. 15 Tabel II. Distribusi jumlah responden……… 25 Tabel III. Distribusi pernyataan pada kuesioner……….. 26 Tabel IV. Uji normalitas data pada tingkat pendidikan dan tingkat

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Logo obat keras……… 14 Gambar 2. Persentase kelompok usia masyarakat... 31 Gambar 3. Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin…… 32 Gambar 4. Distribusi tingkat pendidikan responden……….. 33 Gambar 5. Jumlah responden yang tahu mengenai pengertian umum

antibiotika………. 34 Gambar 6. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai

pengertian umum antibiotika……… 35 Gambar 7. Jumlah responden yang tahu mengenai cara meperoleh

antibiotika ……… 36 Gambar 8. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai cara

memperoleh antibiotika……… 37 Gambar 9. Jumlah responden yang tahu mengenai sumber perolehan

antibiotika ……… 38 Gambar 10. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai

sumber perolehan antibiotika………... 38 Gambar 11. Jumlah responden yang tahu mengenai cara penggunaan

antibiotika responden ……….. 39 Gambar 12. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai cara

(17)

xvi

Gambar 13. Jumlah responden yang tahu mengenai aturan penggunaan

antibiotika ……… 40 Gambar 14. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai cara

penggunaan antibiotika……… 41 Gambar 15. Jumlah responden yang tahu mengenai resistensi antibiotika

responden………...………... 42 Gambar 16. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai

resistensi antibiotika………. 42 Gambar 17. Jumlah rata-rata jawaban responden mengenai pengetahuan

antibiotika secara umum………... 43 Gambar 18. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai

antibiotika………. 44 Gambar 19. Media interpersonal yang digunakan oleh responden sebagai

sumber informasi mengenai antibiotika………... 46

Gambar 20. Media cetak yang digunakan oleh responden sebagai sumber informasi mengenai antibiotika………... 47 Gambar 21. Media elektronik yang digunakan oleh responden sebagai

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner untuk uji bahasa……….. 53

Lampiran 2. Contoh kuisioner uji bahasa yang sudah diisi responden…….... 56

Lampiran 3. Kuesioner penelitian……….... 59

Lampiran 4. Data distribusi obat gudang farmasi dinas kesehatan kota Yogyakarta………... 62

Lampiran 5. Surat ijin penelitian dari pemerintah kota Yogyakarta………… 64

Lampiran 6. Surat ijin penelitian di Dinas Kesehatan Yogyakarta………….. 66

Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas……….. 67

Lampiran 8. Hasil kuesioner………. 68

Lampiran 9. Hasil uji normalitas pendidikan dan pengetahuan………... 72

Lampiran 10. Hasil uji korelasi pendidikan dan pengetahuan………... 73

(19)

xviii INTISARI

Antibiotika adalah salah satu obat yang digunakan yang digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode non-eksperimental, dengan desain analitik deskriptif dan pendekatan cross sectional, serta jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebesar 104 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari kuesioner yang terdiri dari 40 pernyataan mengenai antibiotika, dan uji spearman rank.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden (n=104) terdiri dari: SD sebesar 26%, SMP sebesar 32%, SMA sebesar 30%, dan Perguruan tinggi sebesar 12%. Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika: 16,35% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 45,19% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 38,46% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai antibiotika. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta.

(20)

xix ABSTRACT

Antibiotic is one of medicine used by public in self-medication. This study is aimed at evaluation the influencing of educational level to the study participants’ knowledge of antibiotic. This study was done at Kotagede Subdistric Yogyakarta Municipality Indonesia.

As non-experimental method, this study using descriptive analytic design and cross sectional approach, with 104 participants involved. Participants were recruited using purposive sampling. Data were collected by the list of questionnaires which is consisted 40 questions about antibiotic, and spearman rank test was used to analyze the data.

Results of the study show the educational level of participants (n=104) are Elementary School level 26%, Junior High School level 32%, Senior High School level 30% and University Graduated level 12%. Level of knowledge about antibiotic: 16,35% good, 45,19% fair, and 38,46% poor. In conclusion, educational level of participants does not affect the level of participants’ knowledge about antibiotic.

(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Data yang diperoleh dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengenai distribusi antibiotika di Kecamatan Kotagede Yogyakarta periode Januari sampai September 2010 menunjukkan bahwa terdapat dua jenis antibiotika oral yang didistribusikan dalam jumlah lebih dari 5000 cap/tab. Jumlah tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat yang menggunakan antibiotika. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan yang memadai mengenai antibiotika untuk mencegah penggunaan antibiotika yang tidak rasional.

(22)

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia melalui suatu upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994:204). Menurut UU No.2 tahun 1989, Bab V Pasal 12: “Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi”.

Penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan dan penelitian mengenai penggunaan antibiotika dikalangan PSK di Yogyakarta. Hasil dari dua penelitian tersebut diketahui bahwa tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan mengenai kontrasepsi memiliki hubungan positif langsung. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pengetahuannya mengenai kontrasepsi (Prastiwi, 2009). Penelitian mengenai pengetahuan antibiotika di kalangan PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta dapat dikategorikan cukup tinggi yaitu sebesar 84,1% mengetahui tentang antibiotika dan 15,9% tidak mengetahui (Suhadi dan Sutama, 2005).

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur berkhasiat untuk menghambat perkembangbiakan atau membunuh bakteri dan beberapa jamur (Sutedjo, 2008). Antibiotika sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus rasional, tepat dan aman

(23)

antibiotika, yang berakibat pada resistensi bakteri (Suryawati, 2008). Resistensi terhadap antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotika. Resistensi terhadap antibiotika terjadi akibat berubahnya sifat bakteri sehingga tidak lagi dapat dimatikan atau dibunuh. Kemampuan antibiotika untuk membunuh bakteri menjadi melemah atau menjadi hilang. Bakteri yang resisten terhadap antibiotika tidak akan terbunuh oleh antibiotika, lalu berkembang biak dan menyebar sehingga menjadi lebih berbahaya. Bakteri yang kebal terhadap antibiotika dengan cepat menyebar ke anggota keluarga, teman sekolah, rekan kerja, dan mengancam masyarakat dengan menimbulkan jenis infeksi baru yang lebih sulit diobati. Jika satu mikroba resisten terhadap beberapa antibiotik, maka akan lebih sulit lagi mengobati penyakit (WHO, 2011).

Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai antibiotika. Oleh karenanya, untuk meminimalisasi kejadian resistensi antibiotika diperlukan pengetahuan yang baik tentang antibiotika.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti :

a. Seperti apakah karakteristik demografi masyarakat Kecamatan

Kotagede Yogyakarta?

b. Seperti apakah tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Kotagede

(24)

c. Seperti apakah pengetahuan masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta tentang pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, sumber perolehan antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, dan resistensi antibiotika?

d. Seperti apakah tingkat (tinggi, sedang, rendah) pengetahuan

masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta tentang antibiotika?

e. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan

masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta mengenai antibiotika?

f. Darimana masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta memperoleh informasi mengenai antibiotika?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

(25)

hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

b. Penelitian oleh Christina Santi Dwi Prastiwi (2009), mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Akseptor KB tentang Kontrasepsi”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Christina Santi Dwi Prastiwi adalah pada hubungan tingkat pendidikan terhadap akseptor KB tentang kontrasepsi; Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

Namun, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

3. Manfaat penelitian

a. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi untuk mencari informasi atau memanfaatkan sumber informasi mengenai obat khususnya antibiotika sebagai penunjang kesehatan

b. Bagi Dinas Kesehatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehubungan dengan distribusi obat dan pemberian informasi obat.

(26)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tingkat

pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika di

Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitian ini secara khusus

ditujukan untuk:

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi masyarakat Kecamatan

Kotagede Yogyakarta

b. Mengukur tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Kotagede

Yogyakarta

c. Mengukur pengetahuan masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, sumber perolehan antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, serta mengenai resistensi antibiotika

d. Mendapat gambaran tentang tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta tentang antibiotika

e. Mengukur pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan

masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta mengenai antibiotika

(27)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia melalui suatu upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994:204). Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab I pasal 1, menyatakan:

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Suyuti (cit., Prastiwi 2009) mengemukakan adanya pendidikan akan mempengaruhi kepribadian dan kecerdasan seseorang dalam hubungannya dengan perilaku dan pengetahuan akan sesuatu.

(28)

Nomor 20 Tahun 2003 Bab VI pasal 13), menetapkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pendidikan formal yang dimaksud adalah berbagai jenjang pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, seperti yang tercantum dalam UU No.2 tahun 1989, Bab V Pasal 12:

“Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi”

sedangkan yang dimaksud pendidikan non formal adalah mencakup lembaga pendidikan diluar sekolah, misalnya kursus, seminar. Pendidikan informal sendiri mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah radio atau televisi dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah (Adhanari, 2005).

Tingkat pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

(29)

yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (pasal 19).

Menurut Semiawan (cit., Prastiwi 2009), dalam proses pendidikan ditanamkan mengenai konsep-konsep yang dapat dipraktekkan pada situasi nyata serta sikap dan nilai yang sesuai dengan konsep-konsep tersebut, dengan demikian semakin lama masa pendidikan, kemungkinan tertanamnya konsep-konsep yang dibentuk oleh pendidikan semakin baik. Proses pendidikan tersebut merupakan proses belajar mengajar dalam bidang pengetahuan, keterampilan.

Penelitian oleh Christina Santi Dwi Prastiwi (2009), mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Akseptor KB tentang Kontrasepsi” menujukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan tindakan responden.

B.Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan dengan hasil (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2002).

(30)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya. 4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).

Menurut Notoatmodjo (cit., Widianti, Sriati, Hernawaty, 2007), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:

1. Pendidikan

(31)

pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin luas pula cakupan pengetahuan yang dimilikinya

3. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

4. Informasi

(32)

televisi, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

Salah satu faktor tingkat harapan hidup wanita lebih baik dibanding laki-laki adalah karena wanita lebih peduli terhadap masalah kesehatan. Menurut WHO tahun 2005, wanita lebih mudah untuk terserang penyakit dibandingkan laki-laki, karena alasan biologis, sosio-kultural dan ekonomi. Dan pada beberapa kasus sekitar 80% pekerja sektor kesehatan adalah wanita. Dari beberapa alasan tersebut, pengetahuan wanita mengenai kesehatan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Laki-laki cenderung memandang persoalan secara pragmatis dan ingin cepat selesai. Mereka juga tidak mau repot dan kurang sabar. Sebaliknya, wanita lebih suka memperhatikan diri dan kesehatannya. Wanita juga dinilai memiliki lebih banyak waktu luang sehingga kesempatan untuk membaca dan mencari informasi mengenai kesehatan lebih banyak dari kaum laki-laki (Anna dan Chandra, 2011).

Pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika masih rendah, dapat dilihat 63,5% masyarakat tidak mengetahui aturan pakai antibiotika dan sebesar 52,4% masyarakat tidak mengetahui adanya resistensi antibiotika yaitu suatu keadaan dimana antibiotika yang digunakannya tidak berefek lagi (Suhadi dan Sutama, 2005). Pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika perlu ditingkatkan lagi, untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Dalam hal ini tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika dapat dipengaruhi oleh pendidikan.

(33)

menjawab pernyataan benar sebanyak (50% - 70%) dan tingkat pengetahuan dikatakan rendah jika responden menjawab pernyataan benar kurang dari 50% (Nursalam, 2003).

C.Antibiotika

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur berkhasiat untuk menghambat perkembangbiakan atau membunuh bakteri dan beberapa jamur (Sutedjo, 2008). Terdapat banyak jenis antibiotika pada saat ini, yang didasarkan kelompok golongan antibiotika yaitu golongan penicillin, contohnya penisilin G, penisilin V, ampisilin, amoksisilin, siklasilin, metisilin, tikarsilin. Golongan berikutnya adalah kelompok cefalosporin contohnya adalah sefapirin, sefaleksin, sefazolin, sefadroksil, sefonisid, sefotetan, sefoferason, sefazidim, selanjutnya adalah kelompok aminoglikosid misalnya amikasin, gentamisin, meomisin, paromomisin, sterptomisi, tobramicin. Contoh dari kelompok tetrasiklin adalah terramycin, demoklosiklin, doksisiklin, minocylin. Dari kelompok kloramfenikol contohnya tiamfenikol, sedangkan kelompok makrolit misalnya eritromisin, linkosamid, vankomisin (Sutedjo, 2008).

(34)

Peraturan mengenai distribusi antibiotika di Indonesia tertulis dalam Undang – undang ST. No. 419 tanggal 22 Desember 1949 tentang obat keras. Antibiotika termasuk salah satu jenis obat-obat keras, hal ini dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1a yang berbunyi:

“obat – obat keras yaitu obat – obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain – lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van

Geshondheid, menurut ketentuan Pasal 2”

Pada ayat 1k dilampirkan bahwa obat-obat keras terbagi dalam dua daftar yaitu: daftar obat-obatan G (berbahaya) dan daftar obat-obatan W (peringatan). Antibiotika termasuk dalam daftar obat-obatan G, menurut KepMenKes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang tanda khusus daftar obat G, pasal 3 ayat 1 menyatakan:

“tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”

Gambar 1. Logo Obat keras

Peraturan mengenai distribusi obat-obat keras daftar G tertulis dalam pasal 3, yaitu penyerahan bahan-bahan G yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang. Larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan kepada Pedagang Besar yang diakui, Apoteker, Dokter dan Dokter Hewan.

(35)

dari pengobatan sebelumnya tidak boleh digunakan tanpa persetujuan dokter. Jika tetap digunakan, mungkin antibiotika tidak dapat bekerja maksimal dan jika berfungsi pun belum tentu dapat melemahkan atau membunuh semua bakteri yang ada di dalam tubuh. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika sesuai dengan resep dokter dan dikonsumsi sampai habis dapat membantu menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009). Selain itu, ada beberapa jenis antibiotika yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu antibiotika yang masuk dalam daftar obat wajib apotek (OWA). Menurut KepMenKes RI No.347 tahun 1990 menyatakan bahwa:

“Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek”

Beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam OWA yaitu:

Tabel I. Antibiotika yang termasuk dalam OWA (KepMenKes No.347/MENKES/SK/VII/1990)

No. Kelas

terapi Nama obat Indikasi

Jumlah tiap

kulit (lokal) Maksimal 1 tube Kloramfenicol Infeksi bakteri pada

kulit (lokal) Maksimal 1 tube Framisetine SO4 Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Maksimal 2 lembar

Neomisin SO4 Infeksi bakteri pada

kulit (lokal) Maksimal 1 tube Gentamisin SO4 Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Maksimal 1 tube

Eritromisin Akne vulgaris Maksimal 1 botol

(36)

singkat, antibiotika yang digunakan bukan antibiotika yang tepat karena masih tersedia antibiotika lain yang lebih efektif dan lebih murah dapat menyebabkan kerugian berupa resistensi bakteri terhadap antibiotika (Judarwanto, 2006).

Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotika tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah dapat terjadi karena beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotika tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotika tersebut, resistensi karena adanya mutasi spontan resistensi kromosomal, dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma disebut resistensi ekstrakromosomal. Ada lima (5) mekanisme resistensi mikroba terhadap antibiotika, yaitu perubahan tempat kerja (target site) antibiotika pada mikroba, mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga antibiotika sulit masuk kedalam sel, inaktivasi antibiotika oleh mikroba, mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antibiotika dan meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antibiotika (Wattimena dkk., 1991).

Resistensi antibiotika tidak akan terjadi, apabila penggunaan antibiotika sesuai dengan aturan pakainya. Aturan pakai untuk antibiotika, antara lain:

1. Golongan Penisilin

(37)

2. Golongan Quinolon

Ciprofloxacin sebesar 250 mg tiap 12 jam selama 3 hari, Levofloxacin: 500 mg setiap 24 jam selama 10-14 hari atau 750 mg tiap 24 jam selama 5 hari, sedangkan Gemifloxacin yaitu 320 mg 1 kali sehari selama 5 hari, dan Norfloxacin: 400 mg 2 kali sehari selama 3-21 hari. 3. Golongan Sulfonamid

Contohnya adalah Eritromisin untuk orang dewasa >45 kg sebesar 400 mg dan 1200 mg sulfisaxazole setiap 6 jam, Sulfadiazine sebesar 1 gram 2 kali sehari selama 2 hari, dan Sulfamethaxazole: sekali minum setiap 12 jam

4. Golongan Tetrasiklin

Misalnya demeklosiklin sebesar 150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam, terramycin aturan pakainya 250-500 mg tiap 6 jam atau 1-2 gram tiap hari terbagi 2-4 kali, ada Doksisiklin sebesar 100 mg tiap 12-24 jam

5. Golongan aminoglikosida

Kanamycin sebesar 1 gram tiap 6 jam, Gentamycin: 4-8 gram tiap hari, dan Neomycin 1 gram tiap 4 jam dalam 4 dosis, selain itu juga ada Streptomycin sebesar 15 mg/kg tiap hari (maksimal 1 gram tiap hari) 6. Golongan Sefalosforin

(38)

7. Makrolit

Eritromycin sebesar 250-500 mg tiap 6 jam, Linkosamid: misalnya linkomisin sebesar 500 mg tiap 8 jam, Vancomycin aturan pakainya 50 mg tiap 6 jam (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2005).

D. Sumber Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, yang dapat menunjang amanat yang terlihat dalam bagian amnat-amanat itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Sumber informasi dibagi menjadi tiga (2), yaitu sumber informasi interpersonal, sumber informasi media massa yang dibagi dalam 2 jenis media cetak dan media elektronik. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2007).

E.Landasan Teori

(39)

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berarti semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya yang akan mempengaruhi pola perilaku untuk berperilaku lebih baik daripada orang yang pendidikannya lebih rendah.

F. Hipotesis

(40)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan analitik deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan pendekatan Cross Sectional. Rancangan analitik deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuannya adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte, 2006). Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan Cross Sectional yaitu pengambilan data dilakukan dalam suatu waktu tertentu saja. Penelitian ini bersifat non eksperimental karena peneliti tidak memberikan perlakuan atau intervensi pada responden penelitian (Umar, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian tim yang dilakukan oleh empat orang peneliti dengan instrumen penelitian, variabel penelitian, metode penelitian, rancangan penelitian dan analisis data yang sama. Perbedaan terletak pada responden penelitian dan lokasi penelitian.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas: Tingkat pendidikan masyarakat

(41)

c. Variabel pengacau terkendali: informasi yang telah diperoleh masyarakat baik melalui pendidikan formal dan nonformal (misalnya: penyuluhan dan seminar) mengenai obat antibiotika

d. Variabel pengacau tak terkendali: informasi yang didapat masyarakat sebelumnya melalui pendidikan informal seperti komunikasi interpersonal (penjelasan dokter, apoteker, sesama masyarakat), media elektronik (audio: radio, audiovisual: televisi, visual: internet) maupun melalui media cetak (surat kabar, brosur, leaflet, majalah)

2. Definisi operasional

a. Tingkat pendidikan yang dimaksud yaitu jenjang pendidikan terakhir dari responden yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

b. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga:

1) Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mampu menjawab pernyataan benar lebih dari 70% dari setiap kriteria pengetahuan

2) Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mampu menjawab pernyataan benar sebanyak (50% - 70%) dari setiap kriteria pengetahuan

(42)

c. Kriteria pengetahuan yang dimaksud adalah untuk pengertian umum antibiotika (3 pernyataan), cara memperoleh antibiotika (5 pernyataan), sumber perolehan antibiotika (8 pernyataan), cara penggunaan antibiotika (3 pernyataan), aturan penggunaan antibiotika (4 pernyataan) serta mengenai resistensi antibiotika (2 pernyataan)

d. Responden dianggap tahu tentang antibiotika jika menjawab dengan benar pada pernyataan mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, sumber perolehan antibiotika, cara penggunaan antibiotika,

aturan penggunaan antibiotika serta tahu mengenai resistensi antibiotika

yang dinilai dari jawaban responden atas pernyataan yang diajukan melalui kuesioner.

e. Responden yang akan digunakan adalah masyarakat Kecamatan Kotagede baik laki-laki maupun perempuan dengan tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD.

C. Subyek Penelitian

(43)

masyarakat yang mengikuti pendidikan nonformal (penyuluhan dan seminar) mengenai antibiotika.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuesioner yang berisi daftar pernyataan mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, sumber perolehan antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika serta resistensi antibiotika. Kuesioner berisi daftar pernyataan yang akan diisi oleh responden dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Pernyataan tersebut akan digunakan untuk mengukur pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika dan sumber perolehan informasi masyarakat mengenai antibiotika.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Kotagede terdiri dari tiga kelurahan yaitu kelurahan Rejowinangun yang terdiri dari 49 RT, kelurahan Purbayan terdiri dari 58 RT, dan kelurahan Prenggan yang terdiri dari 57 RT.

F. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

(44)

pengetahuan, antibiotika, hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, pembuatan kuesioner, metode penelitian, statistik, dan perhitungan data yang diperlukan.

2. Analisis situasi

a. Penentuan lokasi penelitian

Penentuan lokasi penelitian yaitu kecamatan dilakukan secara purposive. Dari kecamatan tersebut kemudian dihitung jumlah RT secara keseluruhan dan dipilih 10% dari jumlah tersebut untuk menjadi lokasi penelitian.

b. Penetapan besar sampel

(45)

Tabel II. Distribusi Jumlah Responden

c. Pengurusan izin penelitian

(46)

3. Pembuatan kuesioner

Pembuatan kuesioner dilakukan dengan menyusun pernyataan-pernyataan yang akan digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika dan sumber perolehan informasi responden mengenai antibiotika.

a. Uji pemahaman bahasa

Uji bahasa kuesioner dilakukan dengan mengujikan kuesioner yang sudah dibuat kepada 15 orang dengan kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu pendidikan terakhir minimal SD kecuali kriteria lokasi penelitian. Uji bahasa kuesioner ini dilakukan untuk melihat pemahaman responden terhadap maksud atau tujuan pernyataan yang dibuat peneliti. Dari hasil uji bahasa diketahui bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut cukup sederhana dan dapat dipahami oleh responden. Berikut merupakan tabel distribusi pernyataan yang terdapat dalam kuesioner.

Tabel III. Distribusi pernyataan pada kuesioner

No. Pernyataan Nomor Soal

1. Pengertian umum mengenai antibiotika 1, 2, 13 2. Cara memperoleh antibiotika 3, 4, 20, 23, 25 3. Sumber perolehan antibiotika 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 4. Cara penggunaan antibiotika 14, 18, 19 5. Aturan penggunaan antibiotika 15, 21, 22, 24

6. Resistensi antibiotika 16, 17

7. Sumber informasi interpersonal 26-33 8. Sumber informasi media cetak 34-37 9. Sumber informasi media elektronik 38-40

b. Uji validitas instrumen

(47)

lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui Professional Judgment. Pernyataan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur (Supratiknya, 1998). Validitas ini didasarkan pada penilaian ahli bidang tersebut. Dalam penelitian ini ahli yang dimaksud adalah apoteker.

c. Uji reliabilitas instrumen

Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada 30 responden seperti kriteria inklusi dengan daerah yang sama dalam penelitian ini, namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi dari instrumen. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya berada dalam rentang 0–1,00. Semakin tinggi nilai koefisian reliabilitas atau mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Nilai (r) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan program statistik komputer dengan analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2006).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas terpakai yaitu hasil uji responden sekaligus dipakai untuk uji reliabilitas. Uji reliabilitas terpakai ini digunakan untuk menghemat waktu karena terbatasnya waktu penelitian dan luasnya cakupan wilayah penelitian.

(48)

ukur uji statistik Cronbach Alpha hasil yang diperoleh sebesar 0,772, hal ini menunjukkan bahwa variabel penelitian adalah reliabel.

4. Penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti ke 17 RT yang sudah dipilih secara acak dengan cara mendatangi responden yang digunakan sebagai subyek penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden dengan ditunggu oleh peneliti agar peneliti dapat memeriksa kelengkapan data responden dan mengurangi kesalahan karena ketidakpahaman responden akan maksud pernyataan dalam kuesioner. Kuesioner langsung dikumpulkan segera setelah responden mengisinya sehingga jumlah kuesioner yang disebar sama dengan jumlah kuesioner yang kembali. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan bias akibat responden mengumpulkan informasi dari media informasi yang ada untuk menjawab pernyataan dalam kuesioner yang diberikan.

5. Analisis Data

Data kuantitatif dianalisis menggunakan statistik deskriptif yang dilanjutkan dengan analisis korelasi. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Data coding

(49)

penelitian ini, setiap jawaban “Benar” diberi skor 1 (satu) dan jawaban “Salah” diberi skor 0 (nol) pada pernyataan 1 sampai dengan 25, sedangkan setiap jawaban “Ya” diberi skor 1 (satu) dan jawaban “Tidak” diberi skor 0 (nol) untuk pernyataan nomer 26 sampai dengan 40.

b. Uji normalitas

Tujuan dilakukan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah suatu variabel normal atau tidak. Normal dalam artinya mempunyai distribusi data yang normal. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan program statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan dengan memasukkan data skor total jawaban responden tentang pengetahuan antibiotika dan tingkat pendidikan terakhir responden. Apabila nilai signifikansi (ρ) lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal (data parametrik) dan dapat dianalisis dengan Pearson Product Moment. Apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka distribusi data tidak normal dan dapat dianalisis dengan Spearman (Patria, 2010). Kedua variabel memiliki distribusi tidak normal, maka ini menjadi dasar untuk menganalisis data dengan korelasi Spearman . Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil uji normalitas untuk kedua variabel:

Tabel IV. Uji Normalitas Data pada Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta

Variabel Z Sig. (ρ) Keterangan

(50)

c. Spearman

Korelasi Spearman dipergunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sampelnya kecil (Sugiyono, 2007).

G. Keterbatasan Penelitian

(51)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Demografi Responden

Pada penelitian ini, karakteristik demografi responden yang akan dikaji adalah usia dan jenis kelamin.

1. Usia responden

Hasil pengelompokan usia responden yang berkisar antara 20 tahun sampai 64 tahun dapat tersaji dalam tabel berikut ini:

Gambar 2. Persentase Kelompok Usia Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rentang usia terbanyak yang mengikuti penelitian ini adalah 35-49 tahun dengan persentase sebesar 42,31%. Hal ini disebabkan karena pada rentang usia 35-49 tahun paling banyak berada di lokasi penelitian, aktivitas yang cenderung tinggi pada rentang usia tersebut seperti pekerjaan yang menyebabkan responden dengan rentang usia 35-49 tahun mudah dijumpai dan mau diajak untuk bekerjasama. Rentang usia 20-34 tahun dan 50-64 tahun memiliki partisipasi paling rendah dalam keikutsertaan penelitian

28.85%

42.31% 28.85%

(52)

ini, yaitu sebesar 28,85%, karena pada umumnya pada rentang usia ini umumnya menolak untuk bekerjasama yaitu membantu mengisi kuesioner. Hanya beberapa orang saja pada rentang usia 20-34 tahun dan 50-64 tahun ini yang mau mengisi kuesioner penelitian ini.

Semakin tua umur seseorang akan meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya karena banyaknya pengalaman yang diperoleh (Suparlan, 1995). Responden dengan usia 35 tahun lebih banyak terlibat dalam penelitian ini karena lebih banyak berada di lokasi pada saat penelitian dilaksanakan dan bersedia mengisi kuesioner. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian ini dapat menunjukkan tingkat pengetahuan responden terhadap antibiotika yang tinggi karena sebagian besar responden dianggap telah memiliki banyak pengalaman.

2. Jenis kelamin

Hasil penelitian yang menunjukkan masyarakat Kotagede yang mengikuti penelitian ini mempunyai komposisi baik laki-laki maupun perempuan sebagai berikut.

Gambar 3. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

58% 42%

(53)

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa persentase jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 58% dan 42%. Keikutsertaan responden perempuan dalam penelitian ini memiliki persentase lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan responden perempuan mau diajak untuk bekerjasama yaitu untuk mengisi kuesioner dan pada saat pengambilan data, responden perempuan memiliki waktu luang untuk mengisi kuesioner. Responden laki-laki pada umumnya menolak untuk diajak berpartisipasi dengan alasan tidak bisa menjawab pernyataan kuesioner dan sibuk. Pada dasarnya perempuan lebih peduli terhadap kesehatan dibanding kaum laki-laki sehingga pengetahuan yang dimiliki perempuan mengenai kesehatan pun lebih banyak dibanding laki-laki (Anna, Chandra, 2011).

B. Tingkat Pendidikan Responden

Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan akhir yang berbeda-beda. Dari 104 responden yang terlibat dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMP (32%) sedangkan yang terendah adalah PT (12%).

(54)

Pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang untuk menghadapi masalah yang ada di sekitarnya, dalam hal ini adalah masalah kesehatan (Azwar, 1999). Dari hasil diatas, diharapkan responden Kecamatan Kotagede Yogyakarta banyak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai antibiotika.

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika 1. Pengertian umum antibiotika

Responden yang menjawab antibiotika adalah obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri sebesar 73,08%. Sebanyak 69,23% responden menjawab dengan benar mengenai pengertian antibiotika yaitu bahwa antibiotika adalah obat yang tidak digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dan responden yang menjawab bahwa antibiotika digunakan untuk mengobati luka bernanah sebanyak 44,23%. Hasil tersebut tersaji dalam gambar 5 berikut ini.

(55)

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa 48,08% responden di Kecamatan Kotagede memiliki pengetahuan yang sedang mengenai pengertian umum antibiotika.

Gambar 6. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

Hal ini membuktikan bahwa responden masih ada yang beranggapan bahwa antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dan antibiotika tidak digunakan untuk mengobati luka bernanah. Sesuai dengan American Academy of Family Physicians, bahwa antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

2. Cara memperoleh antibiotika

Sebesar 55,88% responden tahu bahwa antibiotika oral hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, dan responden yang tahu mengenai amoksisilin bisa diperoleh di apotek dengan resep dokter sebesar 50,00%. Masih terdapat 50,00% responden yang tidak tahu mengenai cara memperoleh antibiotika secara

23.07%

48.08% 28.85%

(56)

tepat. Menurut Undang-undang ST. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, antibiotika termasuk dalam obat keras, sehingga untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter.

Responden sebanyak 46,15% tahu mengenai cara memperoleh antibiotika, yaitu antibiotika topikal dapat diperoleh tanpa resep dokter, sedangkan 45,19% responden tahu bahwa neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter. Ada beberapa responden yang tidak tahu bahwa ada beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam OWA (Obat Wajib Apotek) yang dapat diperoleh tanpa harus menggunakan resep dokter menurut KepMenKes RI No.347 tahun1990.

Gambar 7. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Meperoleh Antibiotika

Cara memperoleh antibiotika:

a = antibiotika oral hanya dapat diperoleh dengan resep dokter b = antibiotika topikal dapat diperoleh tanpa resep dokter

c = amoksisilin tidak bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter d = neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter

e = tetrasiklin, kloramfenikol, gentamisin dan eritromisin adalah antibiotika yang dapat dibeli tanpa resep dokter

Hasil diatas dapat diketahui bahwa 53,85% responden memiliki pengetahuan rendah mengenai cara memperoleh antibiotika. Pengetahuan yang

(57)

rendah ini membuktikan bahwa masih ada responden yang salah dalam cara memperoleh antibiotika, responden beranggapan bahwa antibiotika sama seperti obat-obat bebas lainnya.

Gambar 8. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Memperoleh Antibiotika

3. Sumber perolehan antibiotika

Dari gambar 9, 49,04% responden di Kecamatan Kotagede Yogyakarta memperoleh antibiotika dari rumah sakit dan 42,31% responden dari apotek. Diketahui juga banyak responden yang sudah tahu mengenai sumber perolehan antibiotika yang tidak tepat, seperti 66,35% responden tahu bahwa antibiotika tidak boleh dari sisa anggota keluarga yang lain, 59,62% responden tahu bahwa antibiotika tidak dapat diperoleh dari toko obat, 66,35% dari warung, 79,81% dari pengecer obat, 64,42% dari bidan dan 71,15% dari mantri.

(58)

Gambar 9. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Sumber Perolehan Antibiotika

Sumber perolehan antibiotika:

a = antibiotika tidak bisa diperoleh dari sisa obat anggota keluarga yang lain b = antibiotika bis diperoleh dari apotek

c = antibiotika bis diperoleh dari rumah sakit d = antibiotika tidak bisa diperoleh dari toko obat e = antibiotika tidak bisa diperoleh dari warung f = antibiotika tidak bisa diperoleh dari pengecer obat g = antibiotika tidak bisa diperoleh dari bidan

h = antibiotika tidak bisa diperoleh dari mantri

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa 46,15% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai sumber perolehan antibiotika. Pengetahuan yang dimiliki responden perlu ditingkatkan lagi supaya penggunaan antibiotika semakin rasional.

Gambar 10. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Sumber Perolehan Antibiotika

(59)

4. Cara penggunaan antibiotika

61,54% responden tahu mengenai penggunaan antibiotika yaitu diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter, sedangkan 64,42% responden tahu bahwa antibiotika tetap diminum sampai habis walaupun gejala penyakit sudah hilang. Menurut American Academy of Family Physicians, penggunaan antibiotika yang dikonsumsi sampai habis sesuai dengan petunjuk dokter dapat menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri. Hanya sedikit responden yaitu sebesar 48,08% responden yang tahu bahwa penggunaan antibiotika dihentikan bila obatnya sudah habis.

Gambar 11. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Cara penggunaan antibiotika:

a = diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter

b = tidak dihentikan walaupun gejala penyakit sudah hilang c = dihentikan bila obatnya sudah habis

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebesar 45,19% responden memiliki pengetahuan rendah mengenai cara penggunaan antibiotika yang tepat. Pengetahuan responden mengenai penggunaan antibiotika yang masih rendah ini dapat memicu resistensi bakteri yang memiliki dampak buruk bagi tubuh.

(60)

Gambar 12. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

5. Aturan penggunaan antibiotika

Aturan penggunaan antibiotika yang tepat adalah diminum 3-4 kali sehari, responden yang tahu mengenai hal itu sebanyak 57,69% responden. Responden yang tahu mengenai amoksisilin diminum 3-4 kali sehari memiliki persentase sebanyak 50,96%. Persentase yang cukup rendah, yaitu 46,15% responden yang tahu mengenai amoksisilin diminum minimal selama 3 hari dan 45,19% responden tahu neomisin salep dioleskan 3-4 kali sehari.

Gambar 13. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Aturan Penggunaan Antibiotika

Aturan penggunaan antibiotika: a = diminum 3-4 kali sehari

b = amoksisilin diminum 3-4 kali sehari

c = amoksisilin diminum minimal selama 3 hari d = neomisin salep dioleskan 3-4 kali sehari

(61)

34,62% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi yaitu responden yang ternyata menggunakan antibiotika dengan aturan penggunaan yang benar, akan tetapi tidak sedikit juga responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (33,65%) yaitu responden yang tidak mengikuti aturan penggunaan antibiotika secara tepat.

Gambar 14. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Hal ini dikarenakan tidak setiap responden yang menerima antibiotika dijelaskan mengenai aturan penggunaan oleh apoteker dan kebanyakan hanya menerima informasi dari orang-orang sekitar mereka.

6. Resistensi antibiotika

Sebesar 51,92% responden tahu mengenai penyebab resistensi bakteri yaitu penggunaan antibiotika yang digunakan secara tidak teratur (Wattimena dkk, 1991). Sedangkan 50,00% responden tahu mengenai pengertian resistensi bakteri.

34.62%

31.73% 33.65%

(62)

Gambar 15. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Resistensi Antibiotika

Resistensi antibiotika:

a = penyebab resistensi bakteri b = pengertian resistensi bakteri

Hasil diatas menunjukkan bahwa 40,38% responden memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai resistensi bakteri.

(63)

7. Pengetahuan responden secara umum mengenai antibiotika

Untuk melihat ringkasan pengetahuan responden mengenai antibiotika, pada gambar 17 menggambarkan persentase pengetahuan responden mengenai antibiotika dari pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, sumber perolehan antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, dan mengenai resistensi antibiotika.

Gambar 17. Jumlah Rata-rata Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Antibiotika Secara Umum

Pengetahuan mengenai antibiotika: a = pengertian umum antibiotika b = cara memperoleh antibiotika c = sumber perolehan antibiotika d = cara penggunaan antibiotika e = aturan penggunaan antibiotika f = resistensi antibiotika

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa 49,44% responden memiliki pengetahuan mengenai cara memperoleh antibiotika. Banyak responden yang masih belum mengerti bahwa antibiotika adalah obat keras, sehingga untuk mendapatkannya harus menggunakan resep dokter. 62,38% responden memiliki pengetahuan mengenai sumber perolehan antibiotika. Responden di Kecamatan

(64)

Kotagede sudah banyak yang tahu mengenai sumber perolehan antibiotika yang tepat yaitu dari rumah sakit dan apotek.

D. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mampu menjawab pertanyaan benar lebih dari 70%. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mampu menjawab 50%-70% pertanyaan benar dan dikatakan rendah jika hanya mampu menjawab kurang dari 50% pertanyaan benar.

Dalam penelitian ini, tingkat pengetahuan responden dibagi menjadi tiga (3), yaitu tinggi, sedang dan rendah. Tingkat pengetahuan responden Kecamatan Kotagede Yogyakarta, dapat dilihat pada gambar 18 berikut ini:

Gambar 18. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai antibiotika yaitu 45,19% responden. Sebesar 38,46% responden memiliki pengetahuan yang rendah mengenai antibiotika dan 16,35% memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai antibiotika.

16.35%

45.19% 38.46%

(65)

E. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengetahuan Mengenai Antibiotika

Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengetahuan responden mengenai antibiotika, digunakan uji korelasi Spearman. Hasilnya menunjukkan nilai korelasinya sebesar 0,182 dengan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,064, karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan hubungan kedua variabel (tingkat pendidikan dan pengetahuan) tidak signifikan. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengetahuan responden mengenai antibiotika.

(66)

F. Sumber Informasi Antibiotika yang Diperoleh Responden 1. Sumber Informasi Interpersonal

Dari gambar 19, informasi mengenai antibiotika paling banyak diperoleh responden dari apoteker (42,30%), dokter (40,38%) sedangkan sumber informasi yang paling sedikit diperoleh dari mantri yaitu sebanyak 26,92%.

Gambar 19. Media Interpersonal yang Digunakan Oleh Responden Sebagai Sumber Informasi Mengenai Antibiotika

(67)

mulai tahu bahwa apoteker adalah sumber informasi yang paling mudah didapatkan responden mengenai antibiotika.

2. Sumber Informasi Media Cetak

Sumber informasi melalui media cetak ini, dikelompokkan menjadi empat yaitu koran, brosur kesehatan, leaflet kesehatan, dan majalah kesehatan. Dari data tersebut (gambar 20), informasi yang didapat oleh sebagian besar masyarakat berasal dari leaflet kesehatan yaitu sebesar 33,65%. Leaflet kesehatan tersedia dibeberapa pusat pelayanan kesehatan misalnya dari apotek yang dapat diperoleh secara gratis oleh masyarakat dan mempunyai isi yang lebih menarik masyarakat untuk membaca dan bahasa yang sederhana atau mudah dipahami oleh masyarakat.

Persentase responden yang memanfaatkan media cetak sebagai sebagai media informasi mengenai antibiotika selain leaflet kesehatan, yaitu seperti koran, brosur kesehatan, dan majalah kesehatan tersaji dalam gambar 20 berikut ini.

(68)

Majalah kesehatan dan brosur kesehatan menjadi salah satu sumber informasi yang paling sedikit dimanfaatkan oleh responden yaitu sebesar 26,92%.

3. Sumber Informasi Media Elektronik

Sumber informasi antibiotika dari media elektronik dikelompokkan menjadi tiga sumber informasi utama yaitu radio, internet dan televisi. Hasil data yang terdapat pada gambar 21 diketahui bahwa sebagian besar responden memperoleh informasi antibiotika dari televisi sebesar 19,23%, hal ini bisa disebabkan karena dengan cara yang mudah masyarakat mendapatkan informasi melalui sumber informasi ini (televisi), mengenai kesehatan maupun promosi kesehatan yang bisa diinformasikan kepada masyarakat. Perolehan informasi mengenai antibiotika dari internet paling sedikit diperoleh masyarakat (15,38%), sedangkan 18,26% responden menggunakan radio sebagai media informasi antibiotika lainnya.

Gambar 21. Media Elektronik yang Digunakan Oleh Responden Sebagai Sumber Informasi Mengenai Antibiotika

(69)

49 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta adalah usia 35-49 tahun dengan persentase tertinggi yaitu 42,31%, dan masyarakat berjenis kelamin perempuan mempunyai persentase tertinggi yaitu 58%. 2. Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta adalah SMP

sebesar 32%. SMA sebesar 30%, SD 26% dan Perguruan tinggi sebesar 12%. 3. Sebanyak 62,38% masyarakat Kecamatan Kotagede Yogyakarta tahu

mengenai pengetahuan sumber perolehan antibiotika dan 49,44% masyarakat tahu mengenai pengetahuan cara memperoleh antibiotika.

4. Sebanyak 16,35% masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai antibiotika, 45,19% masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai antibiotika dan 38,46% masyarakat memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai antibiotika.

5. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta mengenai antibiotika.

(70)

B. Saran

1. Meningkatkan peran apoteker dalam hal pemberian informasi tentang obat khususnya antibiotika bagi masyarakat.

2. Lebih memanfaatkan sumber informasi dari media elektronik yaitu televisi, karena televisi adalah media yang paling umum dipakai oleh masyarakat sehingga akan dapat membantu dalam meningkatkan pengetahuan mengenai antibiotika.

(71)

DAFTAR PUSTAKA

AAFP, 2009, Controlling Antibiotic Resistance: Will We Someday See Limited Prescribing Autonomy?, American Academy of Family Physicians, http://www.aafp.org/afp/2001/0315/p1034.html, diakses tanggal 13 November 2010

Adhanari, 2005, Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada Maharani Handicraft di Kabupaten Bantul, skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang

Anna, L.K., Chandra, A., 2011, Kaum Lelaki Kurang Peduli Kesehatan, http://health.kompas.com/read/2011/02/17/15371631/www.kompas.com, diakses tanggal 28 September 2011

Azwar, S., 2006, Reliabilitas dan Validitas (Edisi Ketiga), Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 204

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 204

Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja, 2005, Pelayanan Kesehatan dan HIV/AIDS, http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/who_ilo_guidelines_indonesian.pd f, diakses tanggal 8 November 2011

Djuang, 2009, Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotik yang Diperoleh Secara Bebas di Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 23

Hartini Y.S dan Sulasmono, 2007, Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang – Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan permenkes tentang Apotek Rakyat, Edisi Revisi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pp. 131

(72)

Lacy C.F., Armstrong L.L., Goldman M.P., Lance L.L., 2005, Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource fo all Clinicians and Healthcare Professionals, 14th ed., Lexi-comp, Ohio.McGraw-Hill Co., New York, pp. 106, 117, 211, 346, 567, 728, 732, 903, 904, 925, 1064, 1120, 1151, 1233, 1484, 1493, 1496, 1540

Menteri Kesehatan, 1986, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Daftar G yang terkait Obat Keras, Pasal 3 Ayat 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Kesehatan, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Notoadmodjo, S., 2002, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi offset, Yogyakarta, pp. 133-145

Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta

Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Patria, B., 2010, Uji Normalitas,

http://inparametric.com/bhinablog/download/ujinormalitas.pdf, diakses tanggal 23 Oktober 2011

Prastiwi, 2009, Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi Di Puskesmas Kabupaten Sleman, 31-32, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G., 1993, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 71-77, 168-169

Sugiyono, 2007, Statistika untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung, pp. 244-252 Suhadi, R., Sutama, I.M.A., 2005, Studi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika

Di Kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Lokasi Pasar Kembang Yogyakarta Tahun 2005, skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Suparlan, P., 1995, Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia, Ed. 1,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 214

Gambar

Tabel I. Antibiotika yang termasuk dalam OWA………………………….
Gambar 14. Perbandingan tingkat pengetahuan responden mengenai cara
Gambar 1. Logo Obat keras
Tabel I. Antibiotika yang termasuk dalam OWA (KepMenKes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan hasil wawancara dengan para da’i terkait kompetensi materi di Dusun Cilodang dapat ditemukan bahwa kompetensi da’i terkait materi dakwah pada

Dalam penelitian ini terdapat 2 tahap uji hipotesis yakni uji hipotesis pertama untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan hasil belajar menggunakan media

Analisis data merupalan suatu proses penyerdehanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Dengan menggunakan analisis metode deskriptif

Pada konteks revolusi industri dapat diterjemahkan proses yang terjadi sebenarnya adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan

Artinya sekularisasi yang terjadi di Turki adalah suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses

Kesehatan dan Keselamatn Kerja ( K3 ) gizi merupakan bagian dari pengelolaan gizi secara keseluruhan. Gizi melakukan berbagai tindakan dan kegiatan

Pada umumnya lokasi endemis malaria adalah desa-desa terpencil, sarana transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

Kecer- matan di dalam memanfaatkan unsur-unsur tersebut akan mendorong perkuliahan akan lebih baik dan dipercaya mampu menciptakan kepribadian mahasiswa sehingga