BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Resistensi Mikroba Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Setiabudy,1995). Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitifitas mikroba terhadap anti mikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak semula resisten terhadap pengaruh suatu antimikroba, yang dikenal sebagai sifat resisten alamiah. Perubahan sifat genetik karena kuman memperoleh elemen genetik yang membawa sifat resistensi yang dikenal sebagai resistensi yang diperoleh (acquired resistance). Atau resistensi dari luar disebut resistensi yang dipindahkan (transferred resistance), dapat juga terjadi akibat adanya mutasi genetik yang spontan atau akibat rangsang antimikroba (induced resistance) (Setiabudy,Vincent,1995). 2.2.1. Mekanisme Resistensi Mycobacterium tuberculosis. Berbeda dengan resistensi pada banyak bakteria terhadap antibiotika di mana resistensi yang dapat dengan transformasi, tranduksi atau konjugasi gen, resisten yang didapat Mycobacterium tuberculosis adalah pada mutasi gen kromosom utama (genomically based). Sel bakteria tumbuh dan memperbanyak diri, replikasi terjadi berulang-ulang sehingga jumlah yang besar selama infeksi atau pada permukaan tubuh. Untuk tumbuh dan berkembang, organisme harus mensintesa atau memerlukan banyak biomolekul. Obat antimikroba mengganggu dengan proses yang spesifik bahan-bahan esensial untuk pertumbuhan dan atau perkembangan mikroba tersebut. Mekanisme kerja antimikroba dapat dipisahkan pada kelompok seperti penghambat sintesa dinding sel, penghambat fungsi membran sitoplasma, penghambat sintesa asam nukleat, penghambat fungsi ribosom (Baron,1996). Sama seperti mekanisme kerja obat antimikroba, resistensi kuman terhadap obat umumnya terjadi dalam 4 jalur, yaitu adanya proses enzimatik, penurunan permeabilitas terhadap antibiotik, modifikasi letak reseptor obat, dan peningkatan sintesa metabolit antagonis terhadap antibiotik. Prinsip pengobatan TB paru dengan masa pengobatan tahap intensif selama 2 bulan dengan terapi pemberian pengobatan kombinasi adalah untuk memastikan tidak terjadinya mutan resisten pada satu obat (single resistance), kemudian 4 bulan diteruskan dengan tahap lanjutan untuk membunuh kuman yang masa pertumbuhannya lambat. Isoniazid dan Rifampisin adalah dua OAT yang sangat poten membunuh lebih dari 99% basil TB dalam 2 bulan awal pengobatan (WHO,2000). Bersama kedua obat ini Pirazinamid dengan efek yang tinggi yang bekerja terhadap basil semidorman yang tidak dipengaruhi oleh OAT yang lain. Penggunaan obat ini bersama dengan OAT yang lain mengurangi masa pengobatan dari 18 bulan menjadi 6 bulan. Oleh karena itu munculnya strain resisten terhadap salah satu obat ini menjadi perhatian yang utama. Istilah MDR - TB dalam mikrobiologi untuk resistensi yang menyeluruh atau setidak-tidaknya resistensi terhadap Rifampisin dan Isoniazid dengan atau tanpa resistensi terhadap obat lain (WHO,1993). Selama bakteria bermultiplikasi, terjadinya mutasi, strain kuman resistensi secara spontan dan frekwensi kejadian tersebut telah dapat dijelaskan. Angka mutasi resistensi mikobakteria bervariasi pergenerasi dari 10 - 8 sampai dengan 10 - 9 (Mayock, Robert, Gregor, Roy, Rob.,1982). MDR - TB tidak mungkin terjadi secara spontan karena bukan hanya satu gen saja yang bermutasi dalam proses ini. Obat OAT dikatagorikan sebagai bakterostatik atau bakterisid, tergantung dari efek pertumbuhan kuman TB tersebut. Dari Obat-obatan yang dipakai Streptomisin adalah obat yang paling berpotensi sebagai bakterisid. Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai sifat bakterisidal tetapi kurang poten dibanding Streptomisin, sedangkan Etambutol hanya bersifat bakteriostatik (Mayock,Robert, Gregor,Roy,Rob.,1982). 2.2.2. Resisten Terhadap Isoniazid. Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan nikotinic acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4 - pyridinecarboxylic acid hydrazide. Target kerja Isoniazid sebagai anti TB sama dengan mekanisme terjadinya resistensi Isoniazid. Sacchettini and Blachard menunjukkan bahwa Isoniazid bekerja menghambat enoyl – acyl carier protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa asam mikolat, dinding sel kuman TB. Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk Isoniazid aktif yaitu setelah mengalami oksidasi, aktivasi Isoniazid memerlukan enzim catalase – perixidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu–satunya enzim yang dapat mengaktifkan Isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap Isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA (kode dari enoyl – acyl carier protein reductase) yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten terhadap Isoniazid (Rattan, 1998, Carolyn, 2001). Sebagai tambahan, mutasi gen aphC (kode dari alkyl hydroperoxide reductase) dapat menyebabkan resistensi pada level yang rendah. 2.2.3. Resistensi Terhadap Rifampisin. Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan (sintesa) RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap Rifampisin. Resistensi terhadap Rifampisin dapat dianggap mewakili MDR-TB sejak dijumpai banyak strain kuman TB yang resisten terhadap Rifampisin juga resisten terhadap Isoniazid (Rattan, 1998, Carolyn, 2001). 2.2.4. Resistensi Terhadap Streptomisin. Streptomisin adalah salah satu yang telah lama ditemukan dan dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode amicoacyl – tRNA, sehingga menghambat penterjemahan mRNA. Salah satu yang umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap Streptomisin adalah asetilasi obat oleh enzim aminoglycoside, namun ini tidak dijumpai pada kuman TB.Resistensi kuman TB terhadap Streptomisin dihubungkan pada dua kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap Streptomisin (Rattan, 1998, Carolyn, 2001). 2.2.5. Resistensi Terhadap Etambutol. Etambutol dengan rumus kimia dextro -2, 2 - (ethyldiimino) – di - l onol adalah senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikrobial. Sampai sekarang mekanisme kerja antimikrobial Etambutol dan dasar genetik resistensi belum diketahui secara jelas. Spesifik Etambutol untuk spesies mikrobakteria diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat arabinosyl- transferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Resistensi terhadap Etambutol ternyata berhubungan dengan perubahan gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA, embB, embC. Protein ini menyangkut dalam produksi komponen dinding sel arabinogalactan dan lipoarabonomannan. Alcaide, dkk menunjukkan bahwa mutasi pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap Etambutol (Rattan, 1998, Carolyn, 2001). 2.2.6. Resistensi Terhadap Pirazinamid. Pirazinamid dengan struktur kimia yang sama dengan nikotinamid, sejak 1952 telah diketahui sebagai anti TB, namun sebagai komponen yang penting OAT jangka pendek baru pada pertengahan tahun 1980-an. Pirazinamid aktif menyerang semidorman kuman TB yang efek tersebut tidak dimiliki oleh obat lain, mempunyai daya kerja sinergis yang sangat kuat bersama dengan Isoniazid dan Rifampisin sebagai kemoterapi dalam pengobatan TB menjadikan jangka waktu pengobatan dari 9 sampai 12 bulan menjadi 6 bulan. Pirazinamid sama seperti Isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB, namun mekanisme kerjanya yang benar-benar pasti belum diketahui. Pirazinamid hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang yang diperlukan dalam mengubah Pirazinamid menjadi Asam Pirazinoat. Sebagai tambahan Pirazinamid efektif membunuh kuman TB dalam lingkungan asam, pH yang rendah meningkatkan akumulasi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi gen pncA mikrobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen pncA bertanggungjawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap Isoniazid (Rattan, 1998, Carolyn, 2001). Dalam dokumen Pola Resistensi Mycobacterium Tuberculosis Pada Narapidana Di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Pria Tanjung Gusta Medan Periode Juli - Desember 2007 (Halaman 27-33)