• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PEMBAHASAN

5.3. Responsibilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Sebagaimana dijelaskan dalam bab II bahwa responsibilitas adalah ditentukan oleh faktor internal organisasi yang berhubungan dengan kewajiban melaksanakan wewenang

atau amanah yang diterima. Berdasarkan Permendagri No. 37/2007, Proses perencanaan keuangan desa dimulai dari

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) oleh Kepala Desa Terpilih. RPJMDesa merupakan penjabaran visi dan misi dari Kepala Desa.

Seharusnya, sejak diterbitkannya Permendagri No. 37/2007 setiap desa, tidak terkecuali desa Kalimo’ok juga

membuat RPJMDesa. Akan tetapi sampai dengan saat ini Kepala Desa Kalimo’ok belum membuat RPJMDesa. Padahal RPJMDesa merupakan dasar dalam penyusunan program desa selama 5 tahun ke depan

Hal ini terungkap dari wawancara dengan informan, Bapak M yang menyatakan bahwa :

“ Saya belum membuat RPJMDesa karena saya belum paham

bagaimana cara membuat RPJMDesa” (Hasil wawancara 30

Nopember 2010)

Sebagaimana disampaikan oleh informan yang lain, Bapak R, Ketua BPD, yang menyatakan bahwa :

“ Setahu saya, Kepala Desa sampai dengan saat ini belum

membuat RPJMDesa. Saya tidak tahu penyebabnya apa ” (Hasil

wawancara 30 Nopember 2010).

Selanjutnya, berdasar atas RPJMDesa yang sudah dibuat, diselenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa yang melibatkan BPD dan unsur/ tokoh masyarakat. Hasil musrenbangdes selanjutnya disusun menjadi Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan

Desa (BPD). Akan tetapi RKPDesa sampai dengan saat ini masih belum dibuat karena Desa Kalimo’ok tidak mempunyai RPJMDesa.

Hal ini Sebagaimana diungkapkan juga dari wawancara dengan informan Bapak R yang menyatakan bahwa :

“ BPD selama ini belum pernah membahas RKPDesa dengan pihak

Kepala Desa. Padahal seharusnya hasil musrenbangdes dibahas bersama oleh Kepala Desa dan BPD dan dituangkan dalam

RKPDesa ” (Hasil wawancara 30 Nopember 2010).

Sesuai dengan Permendagri No. 37/ 2007, sekretaris Desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa

Setelah selesai proses RKPDesa, proses selanjutnya adalah penganggaran keuangan desa dalam hal ini penyusunan Raperdes tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Karena desa Kalimo’ok belum mempunyai RKPDesa, maka proses penyusunan Raperdes tentang APBDesa tidak mengacu pada RKPDesa melainkan disusun berdasarkan kebutuhan dan skala prioritas desa pada saat itu.

Menurut Permendagri No. 37/2007, pada proses penyusunan Raperdes APBDesa adalah dibuat oleh Sekretaris Desa untuk selanjutnya diserahkan kepada Kepala Desa. Seharusnya setelah itu

Raperdes APBDesa dibahas dan disetujui bersama antara Kepala Desa dengan BPD. Pada kenyataannya, BPD tidak ikut membahas dan hanya tanda tangan persetujuan saja, karena segala proses penyusunan Raperdes APBDesa tersebut diserahkan kepada pihak Kecamatan. Penyusunan Raperdes APBDesa yang diserahkan kepada Pihak Kecamatan ini diakui oleh Kepala Desa dan Sekretaris Desa.

Hal ini terungkap dari wawancara dengan informan Bapak M yang menyatakan bahwa :

“ penyusunan Raperdes APBDesa diserahkan kepada pihak

Kecamatan atau ke Bagian Pemerintah Desa Setda Sumenep. Karena kalau dari pihak desa sendiri yang membuat, seringkali terdapat kesalahan dan diperbaiki terus menerus. Jadi biar kita tidak bingung, ya sudah saya serahkan saja pada mereka. (Hasil wawancara 30 Nopember 2010)

Sebagaimana disampaikan oleh informan yang lain, Ibu A, yang menyatakan bahwa :

“ Saya sudah mencoba membuat Raperdes APBDesa, tetapi

seringkali ditolak karena salah dan setelah direvisi berkali-kali tetap juga salah, akhirnya, atas persetujuan Kepala Desa penyusunan Raperdes APBDesa meminta bantuan kepada pihak kecamatan. Mengenai nilai/ anggaran dari masing-masing kegiatan dalam Raperdes APBDesa semuanya diserahkan ke pihak Kecamatan.

Kami hanya memberikan data tentang kegiatan fisik yang akan kami lakukan pada tahun anggaran itu (Hasil wawancara 30 Nopember 2010).

Hasil wawancara dengan informan Bapak R, yang menyatakan bahwa :

“ BPD tidak terlibat dalam proses penyusunan Raperdes APBDesa,

tahu-tahu saya hanya tanda tangan persetujuan. Kata Kepala Desa BPD tidak dilibatkan dalam pembahasan karena penyusunan

Raperdes APBDesa sudah diserahkan kepada Pihak Kecamatan. “

Hal ini terungkap dari wawancara dengan informan Bapak Y, yang menyatakan bahwa :

“ Dalam penyusunan Raperdes APBDesa Kalimo’ok saya

hanya membantu untuk membuatkan karena Raperdes APBDesa yang mereka susun sendiri seringkali salah dan direvisi berkali-kali sehingga saya merasa kasihan pada mereka dan berusaha untuk membantu mereka. Mengenai penganggaran masing-masing program/ kegiatan dalam APBDesa saya sesuaikan dengan pagu

ADD Desa Kalimo’ok dan disesuaikan dengan aturan yang berlaku”

(Hasil wawancara 30 Nopember 2010).

Akibatnya Raperdes APBDesa yang ada kurang mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Praktik yang seperti ini tentunya akan menafikan peran BPD yang notabene merupakan perwakilan dari masyarakat. Padahal dalam

Permendagri No. 37/2007 pasal 6 ayat 3 sangat jelas sekali disebutkan bahwa Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.

Salah satu pencapaian good governance dalam pengelolaan keuangan desa adalah penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat (http: // www . ireyogya.org / ire.php?about=booklet-15.htm) . Tetapi pada kenyataannya proses penyusunan APBDes dibuatkan oleh pihak kecamatan.

APBDesa wajib dibuatkan pertanggung-jawaban pelaksanaannya. Pembuatan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBDesa merupakan tugas dari Sekretaris Desa. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban Kepala Desa. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud diatas, menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD. Selanjutnya dengan persetujuan BPD, ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa. Dalam kenyataannya, proses ini tidak dilakukan dan tidak pernah melibatkan BPD. Semua Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa disusun oleh pihak Kecamatan.

Hal ini terungkap dari wawancara dengan informan Bapak M yang menyatakan bahwa :

“ Semua pertanggung-jawaban untuk pembuatannya kita serahkan pada pihak Kecamatan. Ya daripada nanti bolak-balik salah ditolak terus sama pihak Kecamatan “. (Hasil wawancara 22 Desember 2010)

Sebagaimana juga diungkapkan oleh Ibu A yang menyatakan bahwa :

ya semuanya kita serahkan pembuatannya pada pihak

Kecamatan. “ (Hasil wawancara 22 Desember 2010).

Hasil wawancara dengan informan Bapak R yang menyatakan bahwa:

“ BPD tidak pernah diajak rembug mengenai masalah pertanggung-jawaban pelaksanaan APBDesa. Sehingga kami tidak tahu sejauhmana pelaksanaan APBDesa, apakah sesuai apa tidak dengan yang sudah direncanakan. Ketika kami menanyakan hal ini,

pihak Desa cenderung tertutup dalam memberikan informasi “

(Hasil wawancara 22 Desember 2010).

Dari beberapa pernyataan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa responsibilitas dalam pengelolaan keuangan desa Kalimo’ok masih rendah, utamanya mengenai tertib administrasi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku (Permendagri No. 37/ 2007), karena hampir semua proses dalam

pengelolaan keuangan desa Kalimo’ok kurang tertib administrasi dan kurang memenuhi peraturan yang berlaku. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman aparat Pemerintah Desa Kalimo’ok akan proses pengelolaan keuangan desa seperti yang tertuang dalam Permendagri No. 37/ 2007. Solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini adalah agar lebih digencarkan sosialisasi, diklat dan workshop tentang pengelolaan keuangan desa. Juga agar ketaatan terhadap peraturan tentang pengelolaan keungan desa lebih meningkat, maka perlu kiranya Pemerintah Kabupaten Sumenep memberlakukan mekanisme sanksi yang tegas terhadap desa yang tidak taat. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan dari seorang pegawai yang mengetahui mengenai pelaksanaan pengawasan Pengelolaan keuangan desa, yang menyatakan bahwa :

“ Tidak adanya Sanksi tegas dari Pemkab Sumenep terhadap

Desa yang tidak tunduk dan taat terhadap aturan pengelolaan keuangan desa, membuat desa seringkali mengabaikan beberapa saran dan rekomendasi dari kami. Sanksi itu dapat berupa penundaan pencairan dana ADD sampai Desa menjalankan semua

rekomendasi yang diberikan oleh tim pengawasan“ (Hasil

Dokumen terkait