T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Magister
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
Diajukan Oleh : ASTRI FURQANI
0962020029
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
(STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP)
Yang disusun oleh :
ASTRI FURQANI
NPM : 0962020029
Telah Dipertahankan Di Depan Dosen Penguji
Pada Tanggal 05 Januari 2011
Dan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Pembimbing Utama
Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si
Anggota Dewan Penguji
Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE. M.Si
Pembimbing Pendamping Dr. Indrawati Yuhertiana, MM.Ak
Drs. Ec. Munari, MM Dra. Ec. Siti Sundari, M.Si
Surabaya, 05 Januari 2011
UPN ”Veteran” Jawa Timur
Program Pasca Sarjana Direktur,
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, peneliti panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
“PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD
GOVERNANCE (STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK
KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP)”.
Peneliti menyusun tesis ini dalam rangka memenuhi sebagian
persyaratan untuk menyelesaikan program studi Magister Akuntansi pada
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Peneliti menyadari bahwa dealam penulisan tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman peneliti. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
peneliti mengharapkan kritikan guna perbaikan penelitian selanjutnya.
Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS. Selaku Direktur Program
Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si. selaku Pembimbing I dan Drs. Ec.
Munari, MM. Selaku Pembimbing II.
5. Seluruh dosen dan Staf Program Pasca Sarjana Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak Kepala Desa Kalimo’ok beserta perangkatnya, juga kepada Ketua
BPD atas bantuan dan kesediaannya untuk memberikan informasi
kepada peneliti melalui wawancara sebagai instrumen pengukuran
dalam penelitian ini.
7. Suamiku tercinta, Fatah Firdaus, atas dukungan dan bantuannya yang
tak terhingga bagi saya dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Untuk kedua orang tuaku atas Do’a dan kasih sayangnya selama ini.
9. Rekan rekan mahasiswa akuntansi angkatan X atas kerjasama dan
supportnya bagi peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dari awal sampai akhir penelian ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat dalam menbangun keilmuan khususnya di bidang akuntasi
pemerintahan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surabaya, Desember 2010
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAK... v
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 7
BAB II: KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK 2.1 Penelitian Terdahulu... 8
2.2 Pengertian Good Governance... ..14
2.3.Pengertian Responsibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas.. 18
2.4.Pengertian Desa... 21
2.5.Keuangan desa... 26
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Fokus Penelitian ... ... 33
3.2.Waktu dan Lokasi Penelitian...33
3.3.Sumber Data... 34
3.4.Pengumpulan Data... 35
BAB IV: DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42
4.2. Proses Pengelolaan Keuangan Desa... 46
BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa ... 59
5.2. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 63
5.3. Responsibilitas Pengelolaan Keuangan Desa... 67
5.4. Implikasi Hasil Penelitian... 75
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 81
6.2. Saran... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84
Disusun Oleh : Astri Furqani, SE
ABSTRACT
In Permendagri No. 37/2007 on Guidelines for village financial management that village financial management is the overall activities including planning, budgeting, administration, reporting, accountability and financial control village. Also mentioned village finances are managed based on the principles of transparent, accountable, participatory and performed with an orderly and disciplined budget.
The purpose of this research is to investigate the application of transparency, accountability, and responsibilityinfinancial management of the villages Kalimo'ok in thesub-district Kalianget district Sumenep. From the results of research on the Financial management of the Village Kalimo'ok sub-district Kalianget district Sumenep, transparency occurs onlywhen theplanningalone. Almostall ofthe processdoes notsatisfythe principle of responsibility because there are some things in the process that does not comply with Permendagri No. 37/2007. While accountability is very low because because the responsibility does not involve the community and BPD (Badan Permusyawaratan Desa/ Village Consultative Bodies).
From the research results recommended that each village financial management process carried out in accordance with Permendagri No. 37/2007 which meet the principles of transparency, accountability and responsibility. Also required the active involvement of village communities and the need for socialization Kalimo'ok back and technical training on financial management of the village to the Government of the Village and BPD.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia sebagai sebuah negara yang dibangun diatas dan
dari desa. Istilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya
yang miskin, tradisionalis, dan kolot. Namun sebenarnya desa
mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa
adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat
penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme
pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini
pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh
pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa
terutama pembangunan sumber daya manusianya sangat tidak
terpikirkan. Sebagaimana tercantum dalam UU No.32/2004 tentang
pemerintahan daerah yang menyebutkan Desa (atau dengan nama
lain) sebagai sebuah pemerintahan yang otonom dengan
diberikannnya hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait
pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala
desa (kades) serta proses pembangunan desa. Oleh karena itu,
Desa dibekali dengan pedoman dan petunjuk teknis perencanaan
dan pengelolaan keuangan.
Pengelolaan keuangan dan ekonomi desa dapat dijadikan
sebagai sebagai knowledge based society, paling tidak dapat
merasukkan banyak hal, merasukkan tentang peraturan desa
sampai sejauh mana kita sudah memenuhinya, apakah telah
sesuai dengan arah tujuan yang dikehendaki, apa manfaat yang
bisa dihasilkan bagi pemerintah daerah, pemerintah desa pelaku
usaha, masyarakat maupun lembaga. Jadi sangat penting dalam
menghadapi gerakan yang penuh tantangan, dan itulah yang di
sebut good governance, sehingga dengan semua metodologi
sistem pengelolaan ekonomi keuangan di desa dapat bergulir
melalui policy statenya, melalui skenarionya sampai membangun
suatu mekanisme pembangunan yang berorientasi pada desa.
Diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2007
tentang pengelolaan keuangan desa memberikan landasan bagi
semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya sekedar
normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan
keuangan desa (berdasarkan Permendagri 37/2007) dan adanya
Alokasi Dana Desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa
semakin terbuka dan responsibilitas terhadap proses pengelolaaan
keuangan.
Dalam Ketentuan Umum Permendagri No. 37/2007
disebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Desa adalah
penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan
keuangan desa. Sehingga dengan hak otonom tersebut
harapannya desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri.
Baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan juga
mengelola pembelanjaan anggaran. Akan tetapi, pada
kenyataannya sangat banyak desa yang belum dapat
memanfaatkan keistimewaannya tersebut. Ketergantungan dana
dari pemerintah pusat maupun daerah masih sangat kuat. Desa
belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa
dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desa setempat.
Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa) seharusnya diisi dengan kegiatan/
program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat, semisal
kegiatan pembangunan fisik. Akan tetapi kadangkala pelaksanaan
dari kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai
dengan yang tercantum dalam APBDesa (Volume kurang, kualitas
kurang dll), bahkan ada yang sama sekali tidak/ belum
dilaksanakan.
Sebenarnya, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai
dengan yang tercantum dalam APBDesa tidak akan terjadi apabila
ada keterlibatan aktif masyarakat mulai dari tahap perencanaan
(Musrenbangdes), pelaksanaan dan pengawasan pembangunan
masih sangat susah dalam melibatkan peran aktif masyarakat,
sebab ternyata dari hasil belajar bersama dengan masyarakat,
mereka tidak terlibat aktif memang karena tidak pernah diajak
(http://kaumbiasa.com/otonomi-desa.php).
Gambaran diatas sudah tidak sesuai lagi dengan
Permendagri No. 37/2007 dalam pasal II yang menyebutkan bahwa
keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran. Hal tersebut merupakan langkah penting yang patut
didukung guna terwujudnya pengelolaan keuangan daerah yang
memiliki peranan penting dalam merepresentasikan semua aktivitas
dan kebijakan politik dan ekonomi pemerintahan daerah. Karena
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
merupakan salah satu bentuk efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (Good
Governance). Dalam kaitan ini maka responsibilitas, transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa diartikan sebagai
bagian dari suatu sistem pengelolaan keuangan daerah yang
menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat
dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dan mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi
melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik. Menurut IRE
Yogyakarta (http: // www.ireyogya.org /ire.php? about =
booklet-15.htm), good governance dalam pengelolaan keuangan desa
meliputi :
Penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat
diperoleh oleh masyarakat.
APBDes disesuaikan dengan kebutuhan desa.
Pemerintah Desa bertanggungjawab penuh atas pengelolaan
keuangan.
Masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga
perwakilan melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan
yang dilakukan oleh pemerintah desa.
Segala bentuk permasalahan yang terjadi dalam
pemerintahan desa dapat memberi dorongan bagi kita untuk
melakukan perubahan pada tata kelola pemerintahan desa secara
lebih baik agar di masa datang, desa dapat menjadi pioner bagi
pemantapan demokrasi, kemandirian dan kesejahteraan secara
lokal maupun nasional Indonesia (Reformasi Birokrasi).
Desa Kalimo’ok di Kecamatan Kalianget Kabupaten
Sumenep, juga mempunyai gambaran yang hampir sama dengan
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa secara
transparan, akuntabel, responsibilitas sehingga terwujud Good
Governance.
Berdasarkan paparan diatas maka peneliti berniat untuk
mengambil judul penelitian ” Pengelolaan Keuangan Desa
Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada
Pemerintahan Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget Kab.
Sumenep).”
2. Perumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang diatas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan yaitu bagaimanakah penerapan
transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam pengelolaan
keuangan desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget Kabupaten
Sumenep ?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan
penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan transparansi,
akuntabilitas, dan responsibilitas dalam pengelolaan keuangan
4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka manfaat
penelitian ini yaitu :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu
masukan yang bermanfaat bagi Pemerintahan Desa di
Kabupaten Sumenep, khususnya Pemerintahan Desa Kalimo’ok
dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
2. Sebagai Bahan Referensi bagi Pemerintah Kabupaten
Sumenep dalam merumuskan kebijakan Pengelolaan Keuangan
Desa.
3. Penelitian ini dapat digunakan debagai bahan referensi bagi
penelitian lain yang akan mengembangkan penelitian dalam
BAB II
KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Zetra (2009) dengan judul ” Strategi
Pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam
Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Daerah”. Penelitian ini merupakan studi kasus di
delapan Kabupaten Kota di Sumatera Barat. Yang menjadi pokok
persoalan dalam riset ini adalah mengapa transparansi dan
akuntabilitas keuangan ini menjadi penting? Perubahan apa
yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan?
Bagaimana penerapannya di daerah? Apa strategi yang tepat
untuk mengembangan kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan peneliti di 10
SKPD di delapan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada
tahun 2008 dan awal 2009 ini, ditemukan bahwa masih sulit bagi
aparatur di daerah menyampaikan laporan keuangan pemerintah
daerah secara transparan dan akuntabel, tepat waktu dan
Penelitian lain oleh Dharmawan (2006) dengan judul
”Pembaruan Tata Pemerintahan Desa: Transformasi Struktur dan
Agensi Kelembagaan Pemerintahan Desa Berbasiskan Kemitraan.
(partnership-based rural governance reform)”. Penelitian ini
dilakukan dalam kegiatan studi-aksi sepanjang tahun 2006 di lima
provinsi di Indonesia (Naggroe Aceh Darussalam/NAD, Sumatera
Barat, Jawa Barat, Bali dan Papua).
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
tentang seperti apa dan bagaimanakah format sistem tata
pengaturan pemerintahan desa (lokalitas) yang sistematis itu
(boleh) diwujudkan, sehingga sebagai “infrastruktur kelembagaan”
lokal, organisasi pemerintahan desa menampilkan karakter yang
kokoh, kuat, dan mandiri (mampu menyelesaikan semua
persoalan-persoalan di tingkat lokalitas tanpa banyak mengandalkan bantuan
dari luar sistem), bermartabat (keberadaannya diakui dan
dibutuhkan oleh masyarakat, kredibel dan berwibawa), kompeten
(struktur organisasinya efektif dan efisien dalam menyelesaikan
berbagai pemasalahan), dan terpercaya (bersih dari sindroma
Kolusi-Korupsi-dan-Nepotisme/KKN, transparan, serta akuntabel).
Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa organisasi
pemerintahan desa menghadapi persoalan pada dua sisi sekaligus
yaitu institusi-organisasi pemerintahan dan human-actors.
pengembangan kapasitas struktur atau kelembagaan-kelembagaan
pemerintahan desa. yang kedua perbaikan atau perbesaran
kapasitas kapabilitas entrepreneurial dan manjerial manusia
Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah yang pertama, dalam mewujudkan Good Governance tidak
hanya dalam rangka untuk peningkatan transparansi dan
akuntabilitas saja, tetapi dilakukan pengembangan dengan
menambahkan peningkatan responsibilitas. Dimana peningkatan
responsibilitas tersebut tidak termasuk hal yang dibahas oleh
penelitian sebelumnya. Kedua, difokuskan pada pengelolaan
keuangan desa, karena penelitian-penelitian sebelumnya jarang
sekali yang fokus pada pengelolaan keuangan desa.
Untuk lebih jelasnya perbedaan penelitian sebelumnya
Kapasitas SDM
menjadi penting? Perubahan
apa yang telah dilakukan
pemerintah Indonesia dalam
rangka mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas
keuangan? Bagaimana
penerapannya di daerah? Apa
strategi yang tepat untuk
mengembangan kapasitas
SDM Pemerintah Daerah
dalam mewujudkan
delapan Kabupaten/Kota di
Sumatera Barat pada tahun 2008
dan awal 2009 ini, ditemukan
bahwa masih sulit bagi aparatur di
daerah menyampaikan laporan
keuangan pemerintah daerah
secara transparan dan akuntabel,
tepat waktu dan disusun mengikuti
keuangan daerah.
2 Dharmawan (2006) ”Pembaruan Tata
Pemerintahan Desa:
seperti apa dan bagaimanakah
format sistem tata pengaturan
pemerintahan desa (lokalitas)
yang sistematis itu (boleh)
diwujudkan
bahwa organisasi pemerintahan desa
menghadapi persoalan pada dua sisi
Keuangan Desa dalam
mewujudkan Good
Governance (Studi
Pemerintahan Desa
Kalimo’ok Kec.
Kalianget Kab.
Sumenep)
transparansi, akuntabilitas, dan
responsibilitas dalam
pengelolaan keuangan Desa
Kalimo’ok Kecamatan Kalianget
2.2. PengertianGoodGovernance
Governance dan good governance banyak didefinisikan
berbeda menurut para ahli, namun dari perbedaan definisi dan
pengertian tersebut dapat ditarik benang merah yang dapat
mengakomodasi semua pendapat para ahli tersebut. Governance
dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik
(Mardiasmo, 2004:17). Sedangkan menurut World Bank,
governance adalah “the way state power is used in managing
economic and social resources for development of society“, dimana
world bank lebih menekankan pada cara yang digunakan dalam
mengelola sumber daya ekonomi dan sosial untuk kepentingan
pembangunan masyarakat (Mardiasmo,2004:17). Menurut United
Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance
adalah “the exercise of political, economic and administrative
authority to manage a nation’s affair at all levels“. Dari definisi
UNDP tersebut governance memiliki tiga kaki (three legs), yaitu :
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan
(decision making processes) yang memfasilitasi terhadap
equity, poverty dan quality of live.
2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi
kebijakan.
3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga
domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor
swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat), yang saling
berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. State
berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif,
private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik,
termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik
(Sedarmayanti, 2003:5). UNDP mendefinisikan good governance
sebagai “the exercise of political, economic and social resources for
development of society“ penekanan utama dari definisi diatas
adalah pada aspek ekonomi, politik dan administratif dalam
pengelolaan negara (
http://www.scribd.com/doc/4606676/Good-Governance).
Pendapat ahli yang lain mengatakan good dalam good
governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak
rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat
dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
governance berorientasi pada :
1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam
kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti :
legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat
kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing
of human rights autonomy and devolution of power dan
assurance of civilian control.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif
dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional.
Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah
mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta
mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif
dan efisien. (Sedarmayanti, 2003:6)
Sedangkan menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good
governance meliputi (Mardiasmo,2004:18) :
1. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara
2. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan
kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh
mereka yang membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga – lembaga publik harus cepat dan
tanggap dalam melayani stakeholders.
5. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan
masyarakat yang lebih luas.
6. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama
untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik
dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna
(efektif).
8. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap
aktivitas yang dilakukan
9. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan
masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan
Dari kesembilan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat
tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu
penciptaan transparansi, akuntabilitas publik dan value for money
2.3. Pengertian Responsibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas
2.3.1. Pengertian Responsibilitas
Responsibilitas adalah menyangkut pelaksanaan
kegiatan organisasi publik sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan
organisasi baik secara eksplisit maupun secara implisit
(Dwiyanto, 1995). Manajemen suatu organisasi yang
responsibel adalah digunakan untuk memeriksa (checking)
apakah standar pelayanan sudah tepat, dan bagaimana
standar tersebut segera diimplementasikan dengan baik.
Dengan demikian responsibilitas berkaitan dengan
pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standar
pelaksanaan kegiatan apakah standar yang dibuat sudah
tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila
di rasa sudah tepat, manajemen memiliki responsibilitas
untuk mengimplementasikan standar-standar tersebut.
Sementara itu, Lenvine (1990) mengatakan bahwa
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan
2.3.2. Pengertian Transparansi
Transparansi adalah memberikan informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber
daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang - undangan (KK, SAP,2005)
Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh
masyarakat terhadap semua informasi yang terkait dengan
segala kegiatan yang mencakup keseluruhan prosesnya
melalui suatu manajemen sistem informasi publik. Dengan
adanya informasi yang terbuka maka akan memudahkan
kontrol sosial dari warga.
2.3.3. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas dimaknai sebagai pertanggungjawaban
suatu lembaga kepada publik atas keberhasilan maupun
kegagalan melaksanakan misi / tugas yang telah
diembannya. (http://id.wikipedia.org).
Seperti yang dikemukakan The Liang Gie dkk.,
akuntabilitas (accountability) adalah kesadaran dari seorang
pengelola kepentingan publik untuk melaksanakan tugasnya
oleh pihak-pihak lain yang menjadi sasaran
pertanggungjawabannya.
Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para
pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah
para pejabat politik tersebut selalu merepresentasikan
kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas
publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten
dengan kehendak masyarakat banyak. Suatu kegiatan
organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau
kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat.
(http://halilintarblog.blogspot.com/2009/08/pelayanan.html).
Akuntabilitas berkenaan dengan
pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan
pencapaian misi organisasi. Inilah yang membedakan
akuntabilitas dengan responsibilitas. Sementara
responsibilitas adalah ditentukan oleh faktor internal
organisasi yang berhubungan dengan kewajiban
melaksanakan wewenang atau amanah yang diterima,
sedangkan akuntabilitas mempertanggungjawakan
faktor eks-ternal organisasi yaitu stakeholders atau elected
officials.
2.4. Pengertian Desa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan
merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan
desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda
dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih
luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah
statusnya menjadi kelurahan.
2.4.1. Pembentukan Desa ( Pembagian Administratif Desa)
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa
penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang
desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang
telah ada.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa
bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat
masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi
Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai
negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan,
kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh
kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan
masyarakat setempat. Desa mempunyai ciri budaya khas
atau adat istiadat lokal yang sangat urgen.
2.4.2. Kewenangan desa.
Adapun kewenangan desa menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005
tentang Desa adalah sebagai berikut :
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal usul desa
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada
desa.
2.4.3. Pemerintahan Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan
Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala
Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD)
2.4.4. Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan
penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan
dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala
Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa
yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan
Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat.
Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan
1. Bertakwa kepada Tuhan YME
2. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945
dan kepada NKRI, serta Pemerintah
3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
4. Berusia paling rendah 25 tahun
5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
6. Penduduk desa setempat
7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
8. Tidak dicabut hak pilihnya
9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10
tahun atau 2 kali masa jabatan
10. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
2.4.5. Perangkat Desa
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu
perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari
Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa
dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan
2.4.6. Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan
lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan
wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh
atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota
BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali
untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota
BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala
Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
2.4.7. Lembaga kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan,
yakni lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa
dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga
kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah
satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai
penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam
kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat
kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
2.5. Keuangan desa
Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37 tahun
2007 Tentang Pedoman pengelolaan keuangan desa Menteri
dalam negeri, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa.
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah
Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya
disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala
Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa
Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37
tahun 2007 Pasal 2 Keuangan desa dikelola berdasarkan
azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan
desa sebagaimana dimaksud diatas, dikelola dalam masa 1
(satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.
2.5.2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37
tahun 2007 Pasal 3 Kepala Desa sebagai Kepala
Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah
Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan.
Kepala Desa mempunyai kewenangan :
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa
c. menetapkan bendahara desa
d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan
penerimaan desa
e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan
barang milik desa.
Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan
Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri
dari:
a. Sekretaris Desa; dan
b. Perangkat Desa lainnya.
Sekretaris Desa bertindak selaku koordinator
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung
jawab kepada Kepala Desa. Sekretaris Desa mempunyai
tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan
APBDesa.
b. Menyusun dan melaksanaan Kebijakan Pengelolaan
Barang Desa.
c. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa
dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa.
d. Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang
Pelaksanaan Peraturan Desa tentang APBDesa dan
Perubahan APBDesa.
Kepala Desa menetapkan Bendahara Desa dengan
Keputusan Kepala Desa.
2.5.3. Struktur APBDesa
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang
Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan
pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.
Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD.
Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37
tahun 2007 Pasal 4 Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDesa) terdiri dari:
a. Pendapatan Desa;
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa.
Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama
BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan
Desa.Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud di atas,
meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa
yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahunn anggaran
yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan
Desa terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa);
b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota;
c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota;
e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;
f. Hibah;
g. Sumbangan Pihak Ketiga.
Belanja desa sebagaimana dimaksud di atas,
meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang
merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
desa. Belanja Desa terdiri dari:
a. Belanja langsung, dan
b. Belanja tidak langsung
Belanja Langsung sebagaimana dimaksud diatas
terdiri dari:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal;
Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud
diatas terdiri dari:
a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;
b. Belanja Subsidi;
c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah);
d. Belanja Bantuan Sosial;
f. Belanja Tak Terduga;
Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud di atas,
meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud di atas,
terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan; dan
b. Pengeluaran Pembiayaan.
Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud
di atas, mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun
sebelumnya.
b. Pencairan Dana Cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
d. Penerimaan Pinjaman
Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud
di atas, mencakup:
a. Pembentukan Dana Cadangan.
b. Penyertaan Modal Desa.
Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama
BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Fokus Penelitian
Penetapan fokus penelitian dalam pendekatan kualitatif
sangat erat kaitannya dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian. Permasalahan yang ditentukan terlebih dahulu merupakan
pedoman dalam menentukan fokus penelitian. Fokus penelitian
dilapangan dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
perkembangan masalah dan penemuan masalah baru dilapangan.
Dengan penetapan fokus penelitian yang jelas dan mantap seorang
peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana
yang diperlukan dan mana yang tidak.
Dengan memperhatikan uraian diatas serta bertitik tolak dari
rumusan masalah, maka fokus penelitian ini dikemukakan sebagai
berikut yaitu mekanisme pengeloaan keuangan desa mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pengawasan.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu, yang
akan dimulai pada bulan minggu ketiga November sampai dengan
minggu pertama Desember 2010. Lokasi Penelitian adalah Desa
lokasi ini dilakukan berdasarkan atas pertimbangan karena penelti
sering mendengar informasi mengenai kurang terbukanya akses
informasi mengenai pengelolaan keuangan Desa Kalimo’ok.
3.3. Sumber Data
Sesuai dengan masalah dan fokus penelitian, maka sumber
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1. Informan
Dalam penelitian kualitatif, informan adalah
responden yang dijadikan sampel dan merupakan orang
yang sengaja dipilih berdasarkan pemikiran logis karena
dipandang sebagai sumber data atau informasi yang
mempunyai relevansi dengan topik penelitian.
Pemilihan informan yang tepat dengan informasi yang
akurat merupakan pilihan yang dilakukan oleh peneliti.
Untuk mengumpulkan data awal, pertama-tama peneliti
menghubungi Kepala Desa Kalimo’ok, selaku Pimpinan
tertinggi di Desa dan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa, yang dipandang sebagai informan awal
yang menguasai persoalan-persoalan tentang pengelolaan
keuangan desa. Selanjutnya Sekretaris Desa sebagai
Bendaharawan Desa dan Ketua BPD (Badan Perwakilan
Desa).
Untuk melengkapi data yang terkait dengan
masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data dari Kasi Pemerintahan Kecamatan
Kalianget selaku pembina Desa di Kecamatan Kalianget.
Peneliti juga mengumpulkan data dari Tokoh masyarakat
setempat, yang dianggap bisa mewakili dari unsur
masyarakat. Diharapkan dari informan-informan ini,
diperoleh data-data maupun ungkapan-ungkapan yang
lengkap mengenai Pengelolaan Keuangan Desa Kalimo’ok.
3.3.2. Peristiwa
Yaitu berbagai peristiwa atau kejadian yang
diobservasi dan berkaitan dengan masalah atau fokus
penelitian.
3.3.3. Dokumen
Yaitu dokumen yang relevan dengan masalah atau
fokus penelitian.
3.4. Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data, ada tiga proses kegiatan
yang dilakukan, yaitu :
Dalam tahap ini peneliti mendatangi Kantor Kepala Desa
Kalimo’ok untuk melapor dan memperkenalkan diri kepada
Kepala Desa dengan menunjukkan surat ijin penelitian.
Selanjutnya peneliti menyampaikan maksud dan tujuan sekaligus
berkenan untuk mendapatkan ijin tentang rencana penelitian yang
akan dilakukan.
Dalam tahap ini pula, peneliti berusaha untuk memperoleh
berbagai informasi dari berbagai pihak yang mengetahui tentang
pengelolaan keuangan desa di lokasi penelitian.
Agar proses memasuki lokasi penelitian ini dapat
berlangsung dengan baik, maka peneliti berusaha untuk menjalin
hubungan yang akrab dengan informan. Selanjutnya untuk
mendapatkan data yang mendalam dan valid dari para informan,
peneliti melakukan adaptasi dan proses belajar dengan/ dari para
informan tersebut dengan berlandaskan hubungan yang etik dan
simpatik.
b. Ketika berada di Lokasi Penelitian (getting along)
Dalam tahap ini peneliti berusaha melakukan pendekatan
secara pribadi yang akrab dengan para informan guna
memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam. Selanjutnya,
peneliti berusaha untuk menangkap makna, memahami dan
menganalisa informasi yang diperoleh dari berbagai informan
c. Mengumpulkan Data (logging the data).
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dengan
menggunakan tiga macam teknik :
1. Wawancara mendalam (in-depth interview)
Wawancara mendalam dilakukan baik secara terstruktur
dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide),
maupun wawancara tidak terstruktur dalam arti dilakukan
secara terbuka yang memberikan keleluasaan kepada
informan untuk memberikan informasi dan data yang
sebenarnya dan obyektif.
2. Observasi
Observasi dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung guna melengkapi data yang telah dikumpulkan
sebelumnya.
3. Dokumentasi
Adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai
dokumen yang berkaitan dengan masalah maupun fokus
penelitian yang sudah ditetapkan. Dokumen tersebut
diantaranya adalah profil desa, profil aparatur desa, struktur
organisasi, serta berbagai data dan informasi proses
perekrutan aparatur desa, Peraturan Desa tentang APBDes
3.5. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2010) dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan
dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Analisis data
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data
merupakan langkah terakhir penelitian sebelum melakukan penarikan
suatu kesimpulan.
Analisis data ini terdiri dari:
1. Data dari wawancara, observasi dan dokumentasi diorganisir
kesamaan dan perbedaannya sesuai dengan pertanyaan
penelitian.
2. Data yang sudah diorganisir ditentukan temanya.
3. Mencari keterkaitan antar tema.
4. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema
dengan menggunakan teori yang relevan.
5. Hasil interpretasi dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti
sebagai instrumen (human instrument) yang berfungsi menetapkan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan atas temuannya (sugiyono : 60).
Peneliti disini dibantu dengan media buku catatan, tape recorder,
kamera dan lain-lain.
3.7. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2010) uji keabsahan data dalam penelitian
kualitatif meliputi uji credibility (validitas interbal), transferability
(validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan confirmability
(obyektifitas). Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan
kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti
merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat
penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan
apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang
credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena
itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu:
1. Kredibilitas
Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau
dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama
penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing,
analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian
Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:
a. Memperpanjang masa pengamatan memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa
mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari
responden, dan untuk membangun kepercayaan para
responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti
sendiri.
b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri
pada hal-hal tersebut secara rinci.
c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.
d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu
mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh
dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.
e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji
kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan
mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek
analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta
2. Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan
pada situasi yang lain.
3. Dependability yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada
kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk,
dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi
untuk menarik kesimpulan.
4. Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang
dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini
dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang
yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan
tujuan agar hasil dapat lebih objektif.
3.8. Das Sollen dan Das Sein
Menurut Yuhertiana (2009 : 18), masalah dapt menjadi faktor
yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Ketika dinyatakan
“ada permasalahan”, berarti sebenarnya “ada kesenjangan“ antara
das sollen dan das sein. Das sollen adalah yang ideal, yang
seharusnya, yang normatif, dengan bahasa sederhana “katanya
BAB IV
DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Desa Kalimo’ok
Menurut sumber sejarah desa Kalimo’ok berasal
dari dua buah kata yaitu Kali berarti sungai dan mogok
artinya macet atau tidak ada aliran lagi sungai berikutnya
yang merupakan sungai paling ujung. Pada jaman Belanda
Kalimogok ini dijadikan tempat perlindungan atau
persembunyian para tentara belanda. Lokasi persembunyian
tersebut masih berdiri kokoh sampai saat ini yang diberi
nama ”BENTENG” tepatnya disebelah timur daya balai desa
Kalimo’ok.
4.1.2 GeografiWilayah
Letak Desa Kalimo’ok berada dalam posisi yang
sangat strategis merupakan jalur lintas yang
menghubungkan antara kota dalam wilayah kabupaten
Sumenep dan jalan menuju Lapangan Udara
Trunojoyo-Sumenep serta jalur menuju Pelabuhan Kalianget Jangkar.
Luas Wilayah Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget 58.2 Km
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Marengan Daya
- Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Kalianget Barat
- Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Kertasada
- Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Poja.
4.1.3 Tata Guna Lahan
Semakin tingginya tingkat kemauan masyarakat dalam
mengolah lahan yang dimilikinya maka semakin tinggi pula
tingkat pendapatannya. Telah menjadi kenyataan lahan yang
dimiliki oleh masyarakat Kalimo’ok yang sebelumnya berupa
tegalan dan sawah yang tidak produktif maka sekarang
berkat kemajuan teknologi lahan tersebut menjadi produktif.
Lahan tegalan pada umumnya berada pada lokasi Dusun
Temor Lorong sedangkan Lahan sawah berada pada lokasi
Dusun Barak Lorong dan Dusun Brambang.
1. Dusun Temor Lorong terdiri dari : 2 RW dan 6 RT
RT 01/ RW I
RT 02/ Rw I
RT 06/ Rw I
RT 03/ Rw II
2/IV 76 228 12 30
3/IV 72 348 38 78
4/IV 60 312 36 80
TOTAL 2001 6128 1002 1759
4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat kalimo’ok dapat
digambarkan sebagai berikut :
Tingkat pendidikan sangat rendah akibat dari
ketidakmampuan orang tua untuk menyekolahkan
anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Tingkat pendapatan perkapita sangat rendah yang
disebabkan karena mata pencaharian masyarakat tidak
tetap.
Usaha kecil sulit berkembang karena modal usaha yang
pas-pasan yang terkadang modalnya kurang akibat
memenuhi kebutuhan pokok yang semakin mahal
Lahan pertanian tidak produktif pada musim kemarau
karena sumber mata air kering, hanya bias berproduktif
4.1.6 Fasilitas Sarana dan Prasarana
Kondisi jalan Kampung banyak yang rusak dan becek pada
musim hujan sehingga tidak bias dilewati untuk melakukan
kegiatan ekonomi. Jalan kampung gelap karena kurangnya
penerangan sehingga sering terjadi pencurian hewan ternak serta
alat-alat pertanian. Kondisi rumah penduduk yang kurang baik
sehingga banyak yang terjangkit penyakit waktu musim hujan.
4.2. Proses Pengelolaan Keuangan Desa
Dalam pengelolaan keuangan desa, Pemerintah Desa harus
berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37
Tahun 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun
2007 merupakan “kitab sucinya” pengelolaan keuangan desa,
karena di dalam peraturan tersebut sudah tercantum semua hal
yang harus dilakukan dalam pengelolaan keuangan desa.
Dalam Permendagri tersebut, pengelolaan keuangan desa
merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban
dan pengawasan keuangan desa. Berikut ini proses pengelolaan
keuangan desa sesuai dengan permendagri No. 37/2007 :
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan
1. RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan
penjabaran dari visi dan misi dari Kepala Desa yang terpilih;
2. Setelah berakhir jangka waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih
menyusun kembali RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun;
3. RPJMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Desa
dilantik;
4. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari
RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa;
5. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir
bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
Penetapan Rancangan APBDesa (Pasal 6) :
1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa;
2. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh
persetujuan;
3. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa
untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh
persetujuan bersama;
4. Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat minggu pertama
bulan November tahun anggaran sebelumnya;
5. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas,
menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa;
6. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah
disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3
(tiga) hari kerja disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk
dievaluasi;
7. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana
dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.
Evaluasi Rancangan APBDesa (Pasal 7) :
1. Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat
(7) diatas, harus menetapkan Evaluasi Rancangan
APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja;
2. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
di atas, melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa
dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang
3. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi
Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak diterimanya hasil evaluasi;
4. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa
dan BPD, dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa,
Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun
anggaran sebelumnya;
5. Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya
pagu tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota;
6. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di atas, Kepala Desa
harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan
selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan
7. Pencabutan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) di atas, dilakukan dengan Peraturan Desa tentang
Pencabutan Peraturan Desa tentang APBDesa;
8. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas,
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Pelaksanaan APBDesa (Pasal 8) :
1. Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas
desa;
2. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan
perbankan di wilayahnya maka pengaturannya diserahkan
kepada daerah;
3. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber
penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam
APBDesa.
4. Setiap pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tersebut harus didukung oleh bukti yang lengkap dan
sah;
5. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan
pendapatan desa yang menjadi wewenang dan
tanggungjawabnya;
6. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain dari
7. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan
dengan membebankan pada pendapatan desa yang
bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang
terjadi dalam tahun yang sama.
8. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada
belanja tidak terduga;
9. Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas,
harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;
Pelaksanaan APBDesa (Pasal 9) :
1. Setiap Pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus
didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;
2. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat
pengesahan oleh Sekretaris Desa atas kebenaran material
yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud;
3. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban
APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan
peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi
peraturan desa;
4. Pengeluaran kas desa sebagaimana dimaksud pada angka
3 tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat
dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam
5. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan
(PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh
penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan APBDesa (Pasal 9)
1. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya,
merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan
lebih kecil dari pada realisasi belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban
belanja langsung;
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir
tahun anggaran belum diselesaikan.
2. Dana cadangan.
a. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri
atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana
cadangan pemerintah desa.
b. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan dalam
peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan.
c. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa
apabila dana cadangan telah mencukupi untuk
melaksanakan kegiatan.
Perubahan APBDesa (Pasal 11) :
1. Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran antar jenis belanja.
b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan
anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan.
c. Keadaan darurat
d. Keadaan luar biasa
2. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar
biasa.
3. Perubahan APBDesa terjadi bila Pergeseran anggaran yaitu
Pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara
merubah peraturan desa tentang APBDesa.
4. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan
APBDesa, yaitu Keadaan yang menyebabkan sisa lebih
perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan.
5. Pendanaan Keadaan Darurat.
7. Selanjutnya Tata cara pengajuan perubahan APBDesa
adalah sama dengan tata cara penetapan pelaksanaan
APBDesa.
Penatausahaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa
(Pasal 12) :
1. Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan
keuangan desa harus menetapkan Bendahara Desa.
2. Penetapan Bendahara Desa sebagaimana dimaksud ayat
(1) diatas, harus dilakukan sebelum dimulainya tahun
anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala
desa;
Penatausahaan Penerimaan (pasal 13)
1. Penatausahaan Penerimaan wajib dilaksanakan oleh
Bendahara Desa;
2. Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
atas, menggunakan:
a. Buku kas umum;
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Buku kas harian pembantu;
3. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan
penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui
laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Kepala
4. Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) di atas, dilampiri dengan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
Penatausahaan Pengeluaran (Pasal 14) :
1. Penatausahaan Pengeluaran wajib dilakukan oleh
Bendahara Desa;
2. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan
pada Peraturan Desa tentang APBDesa atau Peraturan
Desa tentang Perubahan APBDesa melalui pengajuan Surat
Permintaan Pembayaran (SPP);
3. Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatas, harus disetujui oleh Kepala Desa melalui Pelaksana
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
4. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui
laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Kepala
Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
5. Dokumen yang digunakan Bendahara Desa dalam
melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi:
a. Buku kas umum;