• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP)."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

Diajukan Oleh : ASTRI FURQANI

0962020029

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

(STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP)

Yang disusun oleh :

ASTRI FURQANI

NPM : 0962020029

Telah Dipertahankan Di Depan Dosen Penguji

Pada Tanggal 05 Januari 2011

Dan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing Utama

Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si

Anggota Dewan Penguji

Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE. M.Si

Pembimbing Pendamping Dr. Indrawati Yuhertiana, MM.Ak

Drs. Ec. Munari, MM Dra. Ec. Siti Sundari, M.Si

Surabaya, 05 Januari 2011

UPN ”Veteran” Jawa Timur

Program Pasca Sarjana Direktur,

(3)
(4)

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, peneliti panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD

GOVERNANCE (STUDI PADA PEMERINTAHAN DESA KALIMO’OK

KEC. KALIANGET KAB. SUMENEP)”.

Peneliti menyusun tesis ini dalam rangka memenuhi sebagian

persyaratan untuk menyelesaikan program studi Magister Akuntansi pada

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa dealam penulisan tesis ini masih jauh

dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan

pengalaman peneliti. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati

peneliti mengharapkan kritikan guna perbaikan penelitian selanjutnya.

Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS. Selaku Direktur Program

Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

(5)

4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si. selaku Pembimbing I dan Drs. Ec.

Munari, MM. Selaku Pembimbing II.

5. Seluruh dosen dan Staf Program Pasca Sarjana Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Bapak Kepala Desa Kalimo’ok beserta perangkatnya, juga kepada Ketua

BPD atas bantuan dan kesediaannya untuk memberikan informasi

kepada peneliti melalui wawancara sebagai instrumen pengukuran

dalam penelitian ini.

7. Suamiku tercinta, Fatah Firdaus, atas dukungan dan bantuannya yang

tak terhingga bagi saya dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Untuk kedua orang tuaku atas Do’a dan kasih sayangnya selama ini.

9. Rekan rekan mahasiswa akuntansi angkatan X atas kerjasama dan

supportnya bagi peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu dari awal sampai akhir penelian ini.

Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan

manfaat dalam menbangun keilmuan khususnya di bidang akuntasi

pemerintahan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surabaya, Desember 2010

(6)

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK... v

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II: KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK 2.1 Penelitian Terdahulu... 8

2.2 Pengertian Good Governance... ..14

2.3.Pengertian Responsibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas.. 18

2.4.Pengertian Desa... 21

2.5.Keuangan desa... 26

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Fokus Penelitian ... ... 33

3.2.Waktu dan Lokasi Penelitian...33

3.3.Sumber Data... 34

3.4.Pengumpulan Data... 35

(7)

BAB IV: DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42

4.2. Proses Pengelolaan Keuangan Desa... 46

BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa ... 59

5.2. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 63

5.3. Responsibilitas Pengelolaan Keuangan Desa... 67

5.4. Implikasi Hasil Penelitian... 75

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 81

6.2. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(8)

Disusun Oleh : Astri Furqani, SE

ABSTRACT

In Permendagri No. 37/2007 on Guidelines for village financial management that village financial management is the overall activities including planning, budgeting, administration, reporting, accountability and financial control village. Also mentioned village finances are managed based on the principles of transparent, accountable, participatory and performed with an orderly and disciplined budget.

The purpose of this research is to investigate the application of transparency, accountability, and responsibilityinfinancial management of the villages Kalimo'ok in thesub-district Kalianget district Sumenep. From the results of research on the Financial management of the Village Kalimo'ok sub-district Kalianget district Sumenep, transparency occurs onlywhen theplanningalone. Almostall ofthe processdoes notsatisfythe principle of responsibility because there are some things in the process that does not comply with Permendagri No. 37/2007. While accountability is very low because because the responsibility does not involve the community and BPD (Badan Permusyawaratan Desa/ Village Consultative Bodies).

From the research results recommended that each village financial management process carried out in accordance with Permendagri No. 37/2007 which meet the principles of transparency, accountability and responsibility. Also required the active involvement of village communities and the need for socialization Kalimo'ok back and technical training on financial management of the village to the Government of the Village and BPD.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia sebagai sebuah negara yang dibangun diatas dan

dari desa. Istilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya

yang miskin, tradisionalis, dan kolot. Namun sebenarnya desa

mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa

adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat

penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme

pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini

pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh

pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa

terutama pembangunan sumber daya manusianya sangat tidak

terpikirkan. Sebagaimana tercantum dalam UU No.32/2004 tentang

pemerintahan daerah yang menyebutkan Desa (atau dengan nama

lain) sebagai sebuah pemerintahan yang otonom dengan

diberikannnya hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait

pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala

desa (kades) serta proses pembangunan desa. Oleh karena itu,

Desa dibekali dengan pedoman dan petunjuk teknis perencanaan

dan pengelolaan keuangan.

(10)

Pengelolaan keuangan dan ekonomi desa dapat dijadikan

sebagai sebagai knowledge based society, paling tidak dapat

merasukkan banyak hal, merasukkan tentang peraturan desa

sampai sejauh mana kita sudah memenuhinya, apakah telah

sesuai dengan arah tujuan yang dikehendaki, apa manfaat yang

bisa dihasilkan bagi pemerintah daerah, pemerintah desa pelaku

usaha, masyarakat maupun lembaga. Jadi sangat penting dalam

menghadapi gerakan yang penuh tantangan, dan itulah yang di

sebut good governance, sehingga dengan semua metodologi

sistem pengelolaan ekonomi keuangan di desa dapat bergulir

melalui policy statenya, melalui skenarionya sampai membangun

suatu mekanisme pembangunan yang berorientasi pada desa.

Diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2007

tentang pengelolaan keuangan desa memberikan landasan bagi

semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya sekedar

normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan

keuangan desa (berdasarkan Permendagri 37/2007) dan adanya

Alokasi Dana Desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa

semakin terbuka dan responsibilitas terhadap proses pengelolaaan

keuangan.

Dalam Ketentuan Umum Permendagri No. 37/2007

disebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Desa adalah

(11)

penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan

keuangan desa. Sehingga dengan hak otonom tersebut

harapannya desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri.

Baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan juga

mengelola pembelanjaan anggaran. Akan tetapi, pada

kenyataannya sangat banyak desa yang belum dapat

memanfaatkan keistimewaannya tersebut. Ketergantungan dana

dari pemerintah pusat maupun daerah masih sangat kuat. Desa

belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa

dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desa setempat.

Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDesa) seharusnya diisi dengan kegiatan/

program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat, semisal

kegiatan pembangunan fisik. Akan tetapi kadangkala pelaksanaan

dari kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai

dengan yang tercantum dalam APBDesa (Volume kurang, kualitas

kurang dll), bahkan ada yang sama sekali tidak/ belum

dilaksanakan.

Sebenarnya, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai

dengan yang tercantum dalam APBDesa tidak akan terjadi apabila

ada keterlibatan aktif masyarakat mulai dari tahap perencanaan

(Musrenbangdes), pelaksanaan dan pengawasan pembangunan

(12)

masih sangat susah dalam melibatkan peran aktif masyarakat,

sebab ternyata dari hasil belajar bersama dengan masyarakat,

mereka tidak terlibat aktif memang karena tidak pernah diajak

(http://kaumbiasa.com/otonomi-desa.php).

Gambaran diatas sudah tidak sesuai lagi dengan

Permendagri No. 37/2007 dalam pasal II yang menyebutkan bahwa

keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan,

akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin

anggaran. Hal tersebut merupakan langkah penting yang patut

didukung guna terwujudnya pengelolaan keuangan daerah yang

memiliki peranan penting dalam merepresentasikan semua aktivitas

dan kebijakan politik dan ekonomi pemerintahan daerah. Karena

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

merupakan salah satu bentuk efektivitas dan efisiensi

penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (Good

Governance). Dalam kaitan ini maka responsibilitas, transparansi

dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa diartikan sebagai

bagian dari suatu sistem pengelolaan keuangan daerah yang

menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat

dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang

baik dan mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi

(13)

melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik. Menurut IRE

Yogyakarta (http: // www.ireyogya.org /ire.php? about =

booklet-15.htm), good governance dalam pengelolaan keuangan desa

meliputi :

 Penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi

masyarakat.

 Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat

diperoleh oleh masyarakat.

 APBDes disesuaikan dengan kebutuhan desa.

 Pemerintah Desa bertanggungjawab penuh atas pengelolaan

keuangan.

 Masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga

perwakilan melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan

yang dilakukan oleh pemerintah desa.

Segala bentuk permasalahan yang terjadi dalam

pemerintahan desa dapat memberi dorongan bagi kita untuk

melakukan perubahan pada tata kelola pemerintahan desa secara

lebih baik agar di masa datang, desa dapat menjadi pioner bagi

pemantapan demokrasi, kemandirian dan kesejahteraan secara

lokal maupun nasional Indonesia (Reformasi Birokrasi).

Desa Kalimo’ok di Kecamatan Kalianget Kabupaten

Sumenep, juga mempunyai gambaran yang hampir sama dengan

(14)

perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,

pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa secara

transparan, akuntabel, responsibilitas sehingga terwujud Good

Governance.

Berdasarkan paparan diatas maka peneliti berniat untuk

mengambil judul penelitian Pengelolaan Keuangan Desa

Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada

Pemerintahan Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget Kab.

Sumenep).”

2. Perumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang diatas, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan yaitu bagaimanakah penerapan

transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam pengelolaan

keuangan desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget Kabupaten

Sumenep ?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan

penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan transparansi,

akuntabilitas, dan responsibilitas dalam pengelolaan keuangan

(15)

4. Manfaat Penelitian

Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka manfaat

penelitian ini yaitu :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu

masukan yang bermanfaat bagi Pemerintahan Desa di

Kabupaten Sumenep, khususnya Pemerintahan Desa Kalimo’ok

dalam Pengelolaan Keuangan Desa.

2. Sebagai Bahan Referensi bagi Pemerintah Kabupaten

Sumenep dalam merumuskan kebijakan Pengelolaan Keuangan

Desa.

3. Penelitian ini dapat digunakan debagai bahan referensi bagi

penelitian lain yang akan mengembangkan penelitian dalam

(16)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Zetra (2009) dengan judul ” Strategi

Pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam

Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan

Keuangan Daerah”. Penelitian ini merupakan studi kasus di

delapan Kabupaten Kota di Sumatera Barat. Yang menjadi pokok

persoalan dalam riset ini adalah mengapa transparansi dan

akuntabilitas keuangan ini menjadi penting? Perubahan apa

yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka

mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan?

Bagaimana penerapannya di daerah? Apa strategi yang tepat

untuk mengembangan kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam

mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan peneliti di 10

SKPD di delapan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada

tahun 2008 dan awal 2009 ini, ditemukan bahwa masih sulit bagi

aparatur di daerah menyampaikan laporan keuangan pemerintah

daerah secara transparan dan akuntabel, tepat waktu dan

(17)

Penelitian lain oleh Dharmawan (2006) dengan judul

”Pembaruan Tata Pemerintahan Desa: Transformasi Struktur dan

Agensi Kelembagaan Pemerintahan Desa Berbasiskan Kemitraan.

(partnership-based rural governance reform)”. Penelitian ini

dilakukan dalam kegiatan studi-aksi sepanjang tahun 2006 di lima

provinsi di Indonesia (Naggroe Aceh Darussalam/NAD, Sumatera

Barat, Jawa Barat, Bali dan Papua).

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

tentang seperti apa dan bagaimanakah format sistem tata

pengaturan pemerintahan desa (lokalitas) yang sistematis itu

(boleh) diwujudkan, sehingga sebagai “infrastruktur kelembagaan”

lokal, organisasi pemerintahan desa menampilkan karakter yang

kokoh, kuat, dan mandiri (mampu menyelesaikan semua

persoalan-persoalan di tingkat lokalitas tanpa banyak mengandalkan bantuan

dari luar sistem), bermartabat (keberadaannya diakui dan

dibutuhkan oleh masyarakat, kredibel dan berwibawa), kompeten

(struktur organisasinya efektif dan efisien dalam menyelesaikan

berbagai pemasalahan), dan terpercaya (bersih dari sindroma

Kolusi-Korupsi-dan-Nepotisme/KKN, transparan, serta akuntabel).

Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa organisasi

pemerintahan desa menghadapi persoalan pada dua sisi sekaligus

yaitu institusi-organisasi pemerintahan dan human-actors.

(18)

pengembangan kapasitas struktur atau kelembagaan-kelembagaan

pemerintahan desa. yang kedua perbaikan atau perbesaran

kapasitas kapabilitas entrepreneurial dan manjerial manusia

Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

adalah yang pertama, dalam mewujudkan Good Governance tidak

hanya dalam rangka untuk peningkatan transparansi dan

akuntabilitas saja, tetapi dilakukan pengembangan dengan

menambahkan peningkatan responsibilitas. Dimana peningkatan

responsibilitas tersebut tidak termasuk hal yang dibahas oleh

penelitian sebelumnya. Kedua, difokuskan pada pengelolaan

keuangan desa, karena penelitian-penelitian sebelumnya jarang

sekali yang fokus pada pengelolaan keuangan desa.

Untuk lebih jelasnya perbedaan penelitian sebelumnya

(19)

Kapasitas SDM

menjadi penting? Perubahan

apa yang telah dilakukan

pemerintah Indonesia dalam

rangka mewujudkan

transparansi dan akuntabilitas

keuangan? Bagaimana

penerapannya di daerah? Apa

strategi yang tepat untuk

mengembangan kapasitas

SDM Pemerintah Daerah

dalam mewujudkan

delapan Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat pada tahun 2008

dan awal 2009 ini, ditemukan

bahwa masih sulit bagi aparatur di

daerah menyampaikan laporan

keuangan pemerintah daerah

secara transparan dan akuntabel,

tepat waktu dan disusun mengikuti

(20)

keuangan daerah.

2 Dharmawan (2006) ”Pembaruan Tata

Pemerintahan Desa:

seperti apa dan bagaimanakah

format sistem tata pengaturan

pemerintahan desa (lokalitas)

yang sistematis itu (boleh)

diwujudkan

bahwa organisasi pemerintahan desa

menghadapi persoalan pada dua sisi

(21)

Keuangan Desa dalam

mewujudkan Good

Governance (Studi

Pemerintahan Desa

Kalimo’ok Kec.

Kalianget Kab.

Sumenep)

transparansi, akuntabilitas, dan

responsibilitas dalam

pengelolaan keuangan Desa

Kalimo’ok Kecamatan Kalianget

(22)

2.2. PengertianGoodGovernance

Governance dan good governance banyak didefinisikan

berbeda menurut para ahli, namun dari perbedaan definisi dan

pengertian tersebut dapat ditarik benang merah yang dapat

mengakomodasi semua pendapat para ahli tersebut. Governance

dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik

(Mardiasmo, 2004:17). Sedangkan menurut World Bank,

governance adalah “the way state power is used in managing

economic and social resources for development of society“, dimana

world bank lebih menekankan pada cara yang digunakan dalam

mengelola sumber daya ekonomi dan sosial untuk kepentingan

pembangunan masyarakat (Mardiasmo,2004:17). Menurut United

Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance

adalah “the exercise of political, economic and administrative

authority to manage a nation’s affair at all levels“. Dari definisi

UNDP tersebut governance memiliki tiga kaki (three legs), yaitu :

1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan

(decision making processes) yang memfasilitasi terhadap

equity, poverty dan quality of live.

2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi

kebijakan.

3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses

(23)

Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga

domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor

swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat), yang saling

berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. State

berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif,

private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan

society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik,

termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk

berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik

(Sedarmayanti, 2003:5). UNDP mendefinisikan good governance

sebagai “the exercise of political, economic and social resources for

development of society“ penekanan utama dari definisi diatas

adalah pada aspek ekonomi, politik dan administratif dalam

pengelolaan negara (

http://www.scribd.com/doc/4606676/Good-Governance).

Pendapat ahli yang lain mengatakan good dalam good

governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.

Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak

rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat

dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan

berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari

pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya

(24)

governance berorientasi pada :

1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan

nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam

kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti :

legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat

kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing

of human rights autonomy and devolution of power dan

assurance of civilian control.

2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif

dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional.

Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah

mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta

mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif

dan efisien. (Sedarmayanti, 2003:6)

Sedangkan menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good

governance meliputi (Mardiasmo,2004:18) :

1. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan

keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung

melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan

aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar

kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara

(25)

2. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan

tanpa pandang bulu.

3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan

memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan

kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh

mereka yang membutuhkan.

4. Responsiveness. Lembaga – lembaga publik harus cepat dan

tanggap dalam melayani stakeholders.

5. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan

masyarakat yang lebih luas.

6. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama

untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

7. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik

dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna

(efektif).

8. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap

aktivitas yang dilakukan

9. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan

masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan

Dari kesembilan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat

tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu

penciptaan transparansi, akuntabilitas publik dan value for money

(26)

2.3. Pengertian Responsibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas

2.3.1. Pengertian Responsibilitas

Responsibilitas adalah menyangkut pelaksanaan

kegiatan organisasi publik sesuai dengan prinsip-prinsip

administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan

organisasi baik secara eksplisit maupun secara implisit

(Dwiyanto, 1995). Manajemen suatu organisasi yang

responsibel adalah digunakan untuk memeriksa (checking)

apakah standar pelayanan sudah tepat, dan bagaimana

standar tersebut segera diimplementasikan dengan baik.

Dengan demikian responsibilitas berkaitan dengan

pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standar

pelaksanaan kegiatan apakah standar yang dibuat sudah

tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila

di rasa sudah tepat, manajemen memiliki responsibilitas

untuk mengimplementasikan standar-standar tersebut.

Sementara itu, Lenvine (1990) mengatakan bahwa

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan

organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan

(27)

2.3.2. Pengertian Transparansi

Transparansi adalah memberikan informasi

keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat

berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak

untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber

daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada

peraturan perundang - undangan (KK, SAP,2005)

Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh

masyarakat terhadap semua informasi yang terkait dengan

segala kegiatan yang mencakup keseluruhan prosesnya

melalui suatu manajemen sistem informasi publik. Dengan

adanya informasi yang terbuka maka akan memudahkan

kontrol sosial dari warga.

2.3.3. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas dimaknai sebagai pertanggungjawaban

suatu lembaga kepada publik atas keberhasilan maupun

kegagalan melaksanakan misi / tugas yang telah

diembannya. (http://id.wikipedia.org).

Seperti yang dikemukakan The Liang Gie dkk.,

akuntabilitas (accountability) adalah kesadaran dari seorang

pengelola kepentingan publik untuk melaksanakan tugasnya

(28)

oleh pihak-pihak lain yang menjadi sasaran

pertanggungjawabannya.

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar

kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para

pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah

para pejabat politik tersebut selalu merepresentasikan

kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas

publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten

dengan kehendak masyarakat banyak. Suatu kegiatan

organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau

kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan

norma yang berkembang dalam masyarakat.

(http://halilintarblog.blogspot.com/2009/08/pelayanan.html).

Akuntabilitas berkenaan dengan

pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan

pencapaian misi organisasi. Inilah yang membedakan

akuntabilitas dengan responsibilitas. Sementara

responsibilitas adalah ditentukan oleh faktor internal

organisasi yang berhubungan dengan kewajiban

melaksanakan wewenang atau amanah yang diterima,

sedangkan akuntabilitas mempertanggungjawakan

(29)

faktor eks-ternal organisasi yaitu stakeholders atau elected

officials.

2.4. Pengertian Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan

merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan

desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda

dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih

luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah

statusnya menjadi kelurahan.

2.4.1. Pembentukan Desa ( Pembagian Administratif Desa)

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan

memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya

masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa

penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang

(30)

desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang

telah ada.

Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya

menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa

bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat

masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi

Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai

negeri sipil.

Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan,

kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh

kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan

masyarakat setempat. Desa mempunyai ciri budaya khas

atau adat istiadat lokal yang sangat urgen.

2.4.2. Kewenangan desa.

Adapun kewenangan desa menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005

tentang Desa adalah sebagai berikut :

 Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah

ada berdasarkan hak asal usul desa

 Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan

(31)

yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan

masyarakat.

 Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah

Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

 Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada

desa.

2.4.3. Pemerintahan Desa

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan

Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala

Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD)

2.4.4. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan

penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa

(BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan

dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala

Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa

yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan

Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat.

Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan

(32)

1. Bertakwa kepada Tuhan YME

2. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945

dan kepada NKRI, serta Pemerintah

3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat

4. Berusia paling rendah 25 tahun

5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa

6. Penduduk desa setempat

7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana

kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun

8. Tidak dicabut hak pilihnya

9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10

tahun atau 2 kali masa jabatan

10. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota

2.4.5. Perangkat Desa

Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu

perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari

Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh

Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama

Bupati/Walikota.

Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa

dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan

(33)

2.4.6. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan

lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari

penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan

wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,

pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh

atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota

BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali

untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota

BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala

Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan

Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat.

2.4.7. Lembaga kemasyarakatan

Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan,

yakni lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai

dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa

dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga

kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah

satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai

penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam

(34)

kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat

kemitraan, konsultatif dan koordinatif.

2.5. Keuangan desa

Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37 tahun

2007 Tentang Pedoman pengelolaan keuangan desa Menteri

dalam negeri, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat

dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang

meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,

pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah

Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan

menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.

Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya

disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala

Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.

Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa

untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,

membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa

(35)

Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37

tahun 2007 Pasal 2 Keuangan desa dikelola berdasarkan

azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan

dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan

desa sebagaimana dimaksud diatas, dikelola dalam masa 1

(satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai

dengan tanggal 31 Desember.

2.5.2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37

tahun 2007 Pasal 3 Kepala Desa sebagai Kepala

Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan

Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah

Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan.

Kepala Desa mempunyai kewenangan :

a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa

b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa

c. menetapkan bendahara desa

d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan

penerimaan desa

e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan

barang milik desa.

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan

(36)

Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis Pengelolaan

Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri

dari:

a. Sekretaris Desa; dan

b. Perangkat Desa lainnya.

Sekretaris Desa bertindak selaku koordinator

pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung

jawab kepada Kepala Desa. Sekretaris Desa mempunyai

tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan

APBDesa.

b. Menyusun dan melaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Barang Desa.

c. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa

dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa.

d. Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang

Pelaksanaan Peraturan Desa tentang APBDesa dan

Perubahan APBDesa.

Kepala Desa menetapkan Bendahara Desa dengan

Keputusan Kepala Desa.

2.5.3. Struktur APBDesa

Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang

(37)

Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan

pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.

Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang

diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD.

Menurut Peraturan menteri dalam negeri Nomor 37

tahun 2007 Pasal 4 Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa (APBDesa) terdiri dari:

a. Pendapatan Desa;

b. Belanja Desa; dan

c. Pembiayaan Desa.

Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah

perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama

BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan

Desa.Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud di atas,

meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa

yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahunn anggaran

yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan

Desa terdiri dari:

a. Pendapatan Asli Desa (PADesa);

b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota;

c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota;

(38)

e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;

f. Hibah;

g. Sumbangan Pihak Ketiga.

Belanja desa sebagaimana dimaksud di atas,

meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang

merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran

yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

desa. Belanja Desa terdiri dari:

a. Belanja langsung, dan

b. Belanja tidak langsung

Belanja Langsung sebagaimana dimaksud diatas

terdiri dari:

a. Belanja Pegawai;

b. Belanja Barang dan Jasa

c. Belanja Modal;

Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud

diatas terdiri dari:

a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;

b. Belanja Subsidi;

c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah);

d. Belanja Bantuan Sosial;

(39)

f. Belanja Tak Terduga;

Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud di atas,

meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik

pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada

tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud di atas,

terdiri dari:

a. Penerimaan Pembiayaan; dan

b. Pengeluaran Pembiayaan.

Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud

di atas, mencakup:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun

sebelumnya.

b. Pencairan Dana Cadangan.

c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.

d. Penerimaan Pinjaman

Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud

di atas, mencakup:

a. Pembentukan Dana Cadangan.

b. Penyertaan Modal Desa.

(40)

Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah

perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama

BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Fokus Penelitian

Penetapan fokus penelitian dalam pendekatan kualitatif

sangat erat kaitannya dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Permasalahan yang ditentukan terlebih dahulu merupakan

pedoman dalam menentukan fokus penelitian. Fokus penelitian

dilapangan dapat berubah dan berkembang sesuai dengan

perkembangan masalah dan penemuan masalah baru dilapangan.

Dengan penetapan fokus penelitian yang jelas dan mantap seorang

peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana

yang diperlukan dan mana yang tidak.

Dengan memperhatikan uraian diatas serta bertitik tolak dari

rumusan masalah, maka fokus penelitian ini dikemukakan sebagai

berikut yaitu mekanisme pengeloaan keuangan desa mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pengawasan.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu, yang

akan dimulai pada bulan minggu ketiga November sampai dengan

minggu pertama Desember 2010. Lokasi Penelitian adalah Desa

(42)

lokasi ini dilakukan berdasarkan atas pertimbangan karena penelti

sering mendengar informasi mengenai kurang terbukanya akses

informasi mengenai pengelolaan keuangan Desa Kalimo’ok.

3.3. Sumber Data

Sesuai dengan masalah dan fokus penelitian, maka sumber

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.3.1. Informan

Dalam penelitian kualitatif, informan adalah

responden yang dijadikan sampel dan merupakan orang

yang sengaja dipilih berdasarkan pemikiran logis karena

dipandang sebagai sumber data atau informasi yang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

Pemilihan informan yang tepat dengan informasi yang

akurat merupakan pilihan yang dilakukan oleh peneliti.

Untuk mengumpulkan data awal, pertama-tama peneliti

menghubungi Kepala Desa Kalimo’ok, selaku Pimpinan

tertinggi di Desa dan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan

Keuangan Desa, yang dipandang sebagai informan awal

yang menguasai persoalan-persoalan tentang pengelolaan

keuangan desa. Selanjutnya Sekretaris Desa sebagai

(43)

Bendaharawan Desa dan Ketua BPD (Badan Perwakilan

Desa).

Untuk melengkapi data yang terkait dengan

masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini, peneliti

mengumpulkan data dari Kasi Pemerintahan Kecamatan

Kalianget selaku pembina Desa di Kecamatan Kalianget.

Peneliti juga mengumpulkan data dari Tokoh masyarakat

setempat, yang dianggap bisa mewakili dari unsur

masyarakat. Diharapkan dari informan-informan ini,

diperoleh data-data maupun ungkapan-ungkapan yang

lengkap mengenai Pengelolaan Keuangan Desa Kalimo’ok.

3.3.2. Peristiwa

Yaitu berbagai peristiwa atau kejadian yang

diobservasi dan berkaitan dengan masalah atau fokus

penelitian.

3.3.3. Dokumen

Yaitu dokumen yang relevan dengan masalah atau

fokus penelitian.

3.4. Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data, ada tiga proses kegiatan

yang dilakukan, yaitu :

(44)

Dalam tahap ini peneliti mendatangi Kantor Kepala Desa

Kalimo’ok untuk melapor dan memperkenalkan diri kepada

Kepala Desa dengan menunjukkan surat ijin penelitian.

Selanjutnya peneliti menyampaikan maksud dan tujuan sekaligus

berkenan untuk mendapatkan ijin tentang rencana penelitian yang

akan dilakukan.

Dalam tahap ini pula, peneliti berusaha untuk memperoleh

berbagai informasi dari berbagai pihak yang mengetahui tentang

pengelolaan keuangan desa di lokasi penelitian.

Agar proses memasuki lokasi penelitian ini dapat

berlangsung dengan baik, maka peneliti berusaha untuk menjalin

hubungan yang akrab dengan informan. Selanjutnya untuk

mendapatkan data yang mendalam dan valid dari para informan,

peneliti melakukan adaptasi dan proses belajar dengan/ dari para

informan tersebut dengan berlandaskan hubungan yang etik dan

simpatik.

b. Ketika berada di Lokasi Penelitian (getting along)

Dalam tahap ini peneliti berusaha melakukan pendekatan

secara pribadi yang akrab dengan para informan guna

memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam. Selanjutnya,

peneliti berusaha untuk menangkap makna, memahami dan

menganalisa informasi yang diperoleh dari berbagai informan

(45)

c. Mengumpulkan Data (logging the data).

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan tiga macam teknik :

1. Wawancara mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam dilakukan baik secara terstruktur

dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide),

maupun wawancara tidak terstruktur dalam arti dilakukan

secara terbuka yang memberikan keleluasaan kepada

informan untuk memberikan informasi dan data yang

sebenarnya dan obyektif.

2. Observasi

Observasi dilakukan baik secara langsung maupun tidak

langsung guna melengkapi data yang telah dikumpulkan

sebelumnya.

3. Dokumentasi

Adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai

dokumen yang berkaitan dengan masalah maupun fokus

penelitian yang sudah ditetapkan. Dokumen tersebut

diantaranya adalah profil desa, profil aparatur desa, struktur

organisasi, serta berbagai data dan informasi proses

perekrutan aparatur desa, Peraturan Desa tentang APBDes

(46)

3.5. Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010) dalam penelitian kualitatif, data

diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik

pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan

dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Analisis data

adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data

merupakan langkah terakhir penelitian sebelum melakukan penarikan

suatu kesimpulan.

Analisis data ini terdiri dari:

1. Data dari wawancara, observasi dan dokumentasi diorganisir

kesamaan dan perbedaannya sesuai dengan pertanyaan

penelitian.

2. Data yang sudah diorganisir ditentukan temanya.

3. Mencari keterkaitan antar tema.

4. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema

dengan menggunakan teori yang relevan.

5. Hasil interpretasi dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti

sebagai instrumen (human instrument) yang berfungsi menetapkan

(47)

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan

data dan membuat kesimpulan atas temuannya (sugiyono : 60).

Peneliti disini dibantu dengan media buku catatan, tape recorder,

kamera dan lain-lain.

3.7. Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2010) uji keabsahan data dalam penelitian

kualitatif meliputi uji credibility (validitas interbal), transferability

(validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan confirmability

(obyektifitas). Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan

kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti

merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat

penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi

mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan

apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang

credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena

itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu:

1. Kredibilitas

Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau

dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama

penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing,

analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian

(48)

Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:

a. Memperpanjang masa pengamatan memungkinkan

peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa

mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari

responden, dan untuk membangun kepercayaan para

responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti

sendiri.

b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri

dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri

pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut.

d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu

mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh

dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji

kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan

mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek

analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta

(49)

2. Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan

pada situasi yang lain.

3. Dependability yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada

kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk,

dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi

untuk menarik kesimpulan.

4. Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang

dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini

dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang

yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan

tujuan agar hasil dapat lebih objektif.

3.8. Das Sollen dan Das Sein

Menurut Yuhertiana (2009 : 18), masalah dapt menjadi faktor

yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Ketika dinyatakan

“ada permasalahan”, berarti sebenarnya “ada kesenjangan“ antara

das sollen dan das sein. Das sollen adalah yang ideal, yang

seharusnya, yang normatif, dengan bahasa sederhana “katanya

(50)

BAB IV

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Desa Kalimo’ok

Menurut sumber sejarah desa Kalimo’ok berasal

dari dua buah kata yaitu Kali berarti sungai dan mogok

artinya macet atau tidak ada aliran lagi sungai berikutnya

yang merupakan sungai paling ujung. Pada jaman Belanda

Kalimogok ini dijadikan tempat perlindungan atau

persembunyian para tentara belanda. Lokasi persembunyian

tersebut masih berdiri kokoh sampai saat ini yang diberi

nama ”BENTENG” tepatnya disebelah timur daya balai desa

Kalimo’ok.

4.1.2 GeografiWilayah

Letak Desa Kalimo’ok berada dalam posisi yang

sangat strategis merupakan jalur lintas yang

menghubungkan antara kota dalam wilayah kabupaten

Sumenep dan jalan menuju Lapangan Udara

Trunojoyo-Sumenep serta jalur menuju Pelabuhan Kalianget Jangkar.

Luas Wilayah Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget 58.2 Km

(51)

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Marengan Daya

- Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Kalianget Barat

- Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Kertasada

- Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Poja.

4.1.3 Tata Guna Lahan

Semakin tingginya tingkat kemauan masyarakat dalam

mengolah lahan yang dimilikinya maka semakin tinggi pula

tingkat pendapatannya. Telah menjadi kenyataan lahan yang

dimiliki oleh masyarakat Kalimo’ok yang sebelumnya berupa

tegalan dan sawah yang tidak produktif maka sekarang

berkat kemajuan teknologi lahan tersebut menjadi produktif.

Lahan tegalan pada umumnya berada pada lokasi Dusun

Temor Lorong sedangkan Lahan sawah berada pada lokasi

Dusun Barak Lorong dan Dusun Brambang.

1. Dusun Temor Lorong terdiri dari : 2 RW dan 6 RT

 RT 01/ RW I

 RT 02/ Rw I

 RT 06/ Rw I

 RT 03/ Rw II

(52)
(53)

2/IV 76 228 12 30

3/IV 72 348 38 78

4/IV 60 312 36 80

TOTAL 2001 6128 1002 1759

4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat kalimo’ok dapat

digambarkan sebagai berikut :

 Tingkat pendidikan sangat rendah akibat dari

ketidakmampuan orang tua untuk menyekolahkan

anaknya hingga ke perguruan tinggi.

 Tingkat pendapatan perkapita sangat rendah yang

disebabkan karena mata pencaharian masyarakat tidak

tetap.

 Usaha kecil sulit berkembang karena modal usaha yang

pas-pasan yang terkadang modalnya kurang akibat

memenuhi kebutuhan pokok yang semakin mahal

 Lahan pertanian tidak produktif pada musim kemarau

karena sumber mata air kering, hanya bias berproduktif

(54)

4.1.6 Fasilitas Sarana dan Prasarana

Kondisi jalan Kampung banyak yang rusak dan becek pada

musim hujan sehingga tidak bias dilewati untuk melakukan

kegiatan ekonomi. Jalan kampung gelap karena kurangnya

penerangan sehingga sering terjadi pencurian hewan ternak serta

alat-alat pertanian. Kondisi rumah penduduk yang kurang baik

sehingga banyak yang terjangkit penyakit waktu musim hujan.

4.2. Proses Pengelolaan Keuangan Desa

Dalam pengelolaan keuangan desa, Pemerintah Desa harus

berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37

Tahun 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun

2007 merupakan “kitab sucinya” pengelolaan keuangan desa,

karena di dalam peraturan tersebut sudah tercantum semua hal

yang harus dilakukan dalam pengelolaan keuangan desa.

Dalam Permendagri tersebut, pengelolaan keuangan desa

merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban

dan pengawasan keuangan desa. Berikut ini proses pengelolaan

keuangan desa sesuai dengan permendagri No. 37/2007 :

 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan

(55)

1. RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan

penjabaran dari visi dan misi dari Kepala Desa yang terpilih;

2. Setelah berakhir jangka waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih

menyusun kembali RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima)

tahun;

3. RPJMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas

ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Desa

dilantik;

4. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari

RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana

Pembangunan Desa;

5. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir

bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.

 Penetapan Rancangan APBDesa (Pasal 6) :

1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa

tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa;

2. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa

tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh

persetujuan;

3. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa

(56)

untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh

persetujuan bersama;

4. Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat minggu pertama

bulan November tahun anggaran sebelumnya;

5. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas,

menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa;

6. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah

disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3

(tiga) hari kerja disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk

dievaluasi;

7. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana

dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling lambat 1 (satu)

bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.

 Evaluasi Rancangan APBDesa (Pasal 7) :

1. Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat

(7) diatas, harus menetapkan Evaluasi Rancangan

APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja;

2. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

di atas, melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa

dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang

(57)

3. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi

Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan

penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung

sejak diterimanya hasil evaluasi;

4. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa

dan BPD, dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan

Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa,

Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan

sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun

anggaran sebelumnya;

5. Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya

pagu tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Peraturan

Bupati/Walikota;

6. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di atas, Kepala Desa

harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan

selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan

(58)

7. Pencabutan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (6) di atas, dilakukan dengan Peraturan Desa tentang

Pencabutan Peraturan Desa tentang APBDesa;

8. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun

sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas,

ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

 Pelaksanaan APBDesa (Pasal 8) :

1. Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas

desa;

2. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan

perbankan di wilayahnya maka pengaturannya diserahkan

kepada daerah;

3. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber

penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam

APBDesa.

4. Setiap pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tersebut harus didukung oleh bukti yang lengkap dan

sah;

5. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan

pendapatan desa yang menjadi wewenang dan

tanggungjawabnya;

6. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain dari

(59)

7. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan

dengan membebankan pada pendapatan desa yang

bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang

terjadi dalam tahun yang sama.

8. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang

terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada

belanja tidak terduga;

9. Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas,

harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;

 Pelaksanaan APBDesa (Pasal 9) :

1. Setiap Pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus

didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;

2. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat

pengesahan oleh Sekretaris Desa atas kebenaran material

yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud;

3. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban

APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan

peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi

peraturan desa;

4. Pengeluaran kas desa sebagaimana dimaksud pada angka

3 tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat

dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam

(60)

5. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan

(PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh

penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke

rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

 Pelaksanaan APBDesa (Pasal 9)

1. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya,

merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:

a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan

lebih kecil dari pada realisasi belanja;

b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban

belanja langsung;

c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir

tahun anggaran belum diselesaikan.

2. Dana cadangan.

a. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri

atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana

cadangan pemerintah desa.

b. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai

kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan dalam

peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan.

c. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa

(61)

apabila dana cadangan telah mencukupi untuk

melaksanakan kegiatan.

 Perubahan APBDesa (Pasal 11) :

1. Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:

a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan

pergeseran antar jenis belanja.

b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan

anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan

dalam tahun berjalan.

c. Keadaan darurat

d. Keadaan luar biasa

2. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar

biasa.

3. Perubahan APBDesa terjadi bila Pergeseran anggaran yaitu

Pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara

merubah peraturan desa tentang APBDesa.

4. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan

APBDesa, yaitu Keadaan yang menyebabkan sisa lebih

perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus

digunakan dalam tahun berjalan.

5. Pendanaan Keadaan Darurat.

(62)

7. Selanjutnya Tata cara pengajuan perubahan APBDesa

adalah sama dengan tata cara penetapan pelaksanaan

APBDesa.

 Penatausahaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa

(Pasal 12) :

1. Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan

keuangan desa harus menetapkan Bendahara Desa.

2. Penetapan Bendahara Desa sebagaimana dimaksud ayat

(1) diatas, harus dilakukan sebelum dimulainya tahun

anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala

desa;

 Penatausahaan Penerimaan (pasal 13)

1. Penatausahaan Penerimaan wajib dilaksanakan oleh

Bendahara Desa;

2. Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di

atas, menggunakan:

a. Buku kas umum;

b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;

c. Buku kas harian pembantu;

3. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan

penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui

laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Kepala

(63)

4. Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) di atas, dilampiri dengan:

a. Buku kas umum

b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;

c. Bukti penerimaan lainnya yang sah.

 Penatausahaan Pengeluaran (Pasal 14) :

1. Penatausahaan Pengeluaran wajib dilakukan oleh

Bendahara Desa;

2. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan

pada Peraturan Desa tentang APBDesa atau Peraturan

Desa tentang Perubahan APBDesa melalui pengajuan Surat

Permintaan Pembayaran (SPP);

3. Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatas, harus disetujui oleh Kepala Desa melalui Pelaksana

Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);

4. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan

penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui

laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Kepala

Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;

5. Dokumen yang digunakan Bendahara Desa dalam

melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi:

a. Buku kas umum;

Referensi

Dokumen terkait

Desa Wisata ini sangat sesuai dengan karateristik masyarakat pedesaan karena memiliki strategi pengembangan community based-tourism yaitu masyarakat dituntut berperan

Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan drainase di Kabupaten Cianjur antara lain: mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan, optimalisasi

Tepung tapioka juga diperlukan dalam pembuatan bakso, untuk menghasilkan bakso daging sapi yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak

Studi analisis yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada semiotika Roland Barthes, dimana mengupas makna dibalik tanda setiap lirik dalam lagu tersebut dengan peta tanda

Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti harus dirumuskan secara jelas (Arikunto, 2006:68). Dalam hal ini yang dimaksud bahwa setiap

Program fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari master program atau perumusan kecenderungan rumah sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada rumah sakit,

putusan tersebut pada dasarnya mengakui hak anak perempuan sebagai ahli waris, mengakui hak janda atas harta gono gini, atau mengakui hak janda sebagai ahli

Apabila produksi rumput yang diusahakan sebagai tanaman konservasi dikaitkan dengan daya dukung dan tingkat kepemilikan ternak domba oleh petani di kedua lokasi pengamatan