• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS KINERJA DPRD KABUPATEN TOBA SAMOSIR PADA

3.2. Indikator Pengukuran Kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir Pada Periode Tahun

3.2.2. Responsibilitas (Responsibility)

Indikator pengukuran kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir pada periode tahun 2004-2009 yaitu Responsibilitas yang menjelaskan sejauh mana pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijaksanaan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Kinerja DPRD dapat dinilai melalui indikator responsibilitas dengan melihat apakah fungsi-fungsi DPRD dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi, peraturan-peraturan yang berlaku, maka dengan begitu kinerja DPRD akan dinilai semakin baik apabila fungsi-fungsi dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi, peraturan yang berlaku yaitu peraturan-peraturan yang mengatur DPRD disusun di dalam himpunan peraturan-peraturan, dan keputusan DPRD. Berdasarkan hasil temuan dan pengamatan penulis mengenai kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir pada periode tahun 2004-2009 melalui indikator pengukuran kinerja yaitu responsibilitas masih terbilang kurang baik. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat.

Adapun pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir pada periode tahun 2004-2009 adalah pelanggaran terhadap peraturan tata tertib DPRD Kabupaten Toba Samosir dan peraturan kode etik DPRD Kabupaten Toba Samosir yang disusun didalam Himpunan Peraturan dan Keputusan DPRD Kabupaten Toba Samosir. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Toba

Samosir dapat dilihat melalui hasil temuan penulis yaitu adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD terhadap Peraturan DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 2 tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Toba Samosir pasal 17 bab IV mengenai pemilihan dan pemberhentian pimpinan DPRD bagian kesatu pemilihan pimpinan DPRD yaitu pemilihan pimpinan DPRD dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan pimpinan DPRD periode tahun 2004-2009 diwarnai dengan ketidakjujuran serta ketidakadilan dengan adanya praktek Money Politic yang diadakan pada pemilihan pimpinan DPRD tahun 2005.

Pada hasil jajak pendapat (Dedipangrib.blogspot/03/08/2009):

“Seputar money politik,sebanyak 17 orang dari 25 anggota DPRD Tobasa dikarantinakan di suatu tempat sekitar 2 (dua) hari sebelum hari H pemilihan. Pada hari H pemilihan sekitar Februari 2005 yang lalu, mereka (para anggota DPRD) memilih dengan beberapa tanda yang telah diberi pengarahan oleh sang calon Ketua DPRD”.

“ Pada saat dikarantinakan, para anggota DPRD yang hendak memilih hanya diberikan uang seadanya saja. Karena sebelum dikarantinakan, mereka sebanyak 17 orang telah diberikan imbalan jasa (money politic) masing-masing sebesar Rp 70 juta per anggota Dewan.”46

“Di dalam kaca mata saya, DPRD masih dipertanyakan kedudukannya sebagai wakil rakyat. DPRD belum mencerminkan dirinya sebagai penyambung lidah masyarakat. DPRD sebagai badan perwakilan dari masyarakat harus menunjukkan sikap dan sifat yang dapat dijadikan sebagai patokan bagi masyarakat didalam menciptakan keadilan sosial. DPRD memiliki kewajiban untuk mempertahankan dan memelihara serta keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan mentaati segala peraturan perundang-undangan, membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan demokrasi ekonomi.

Sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu tokoh masyarakat, Bapak S.P. Sibarani mengatakan bahwa:

46

Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan DPRD menunjukkan kualitas DPRD masih terbilang rendah. DPRD sebagai wakil dari masyarakat di daerah harus menunjukkan sikap dan sifat yang jujur dan adil, agar masyarakat dapat mempercayakan mereka sebagai wakil dan penyambung lidah didalam memperjuangkan aspirasi-aspirasi masyarakat tersebut.”47

“Hasil temuan tersebut dinilai melanggar peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat.

Selain itu, adanya penyimpangan anggaran tahun 2008 di DPRD Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat melalui hasil jajak pendapat (Berita Sore/31/03/2011):

“Penetapan jumlah tunjangan perumahan yang dibayarkan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD tidak berdasakan pertimbangan sesuai ketentuan yang berlaku dan memperhatikan azas kepatuhan, kewajaran, rasionalitas dan standar harga sewa, yang berlaku di wilayah Kabupaten Toba Samosir. Dari hasil pemeriksaan BPK, dokumen pertanggungjawaban (SPJ) diketahui, tunjangan perumahan yang dibayarkan kepada Wakil Ketua dan Anggota DPRD mengacu pada peraturan Bupati sejak tanggal ditetapkan dan tidak berlaku surut.”

48

47

Wawancara dengan Bapak S.P. Sibarani, Selasa 30 Agustus 2011

APBD merupakan salah satu komitmen daripada pemerintah daerah dalam kebijakan publik dan juga merupakan instrumen didalam pemenuhan tanggung jawabnya untuk mengatur, melindungi serta memenuhi hak-hak dan kebutuhan masyarakat daerah sepenuhnya. Penyusunan APBD merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan baik badan legislatif maupun badan eksekutif di dalam menjalankan pemerintahan daerah. APBD disusun berdasarkan ketetapan yang berlaku di dalam mencapai tujuannya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dengan mempertimbangkan kondisi serta kemampuan daerah, disusun bersama-sama oleh badan legislatif dan badan eksekutif serta mengikutsertakan masyarakat di dalam penyusunan APBD

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Johannes E. Sitinjak. SH Kabag Perumusan Kebijakan Publik mengatakan bahwa:

48

“RAPBD yang dirancang oleh badan eksekutif disampaikan melalui sekretaris dewan perwakilan rakyat daerah, ataupun yang dirancang oleh badan legislatif, dan dibahas bersama-sama dengan legislatif dan masyarakat sehingga menetapkan APBD.” 49

Anggota DPRD wajib berintegritas tinggi, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat, mematuhi peraturan tata tertib DPRD, menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Akan tetapi DPRD sebagai wakil rakyat belum menunjukkan profesionalismenya sebagai anggota DPRD didalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya. Hal itu dapat dilihat dari

Dengan begitu, Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) yang sudah ditetapkan menjadi APBD telah disepakati bersama-sama dengan memperhatikan dari berbagai aspek serta peraturan-peraturan yang berlaku. Akan tetapi adanya penyimpangan anggaran yang terjadi, mempertanyakan kinerja badan eksekutif serta badan legislatif di dalam menjalankan pemerintahan daerah ini. Penyimpangan anggaran yang terjadi merupakan kesalahan di dalam RAPBD hingga memutuskan untuk ditetapkan sebagai APBD. RAPBD yang ditetapkan menjadi APBD tidak memperhatikan kriteria-kriteria di dalam penyusunan ataupun pembuatan APBD sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan anggaran. Dengan adanya penyimpangan anggaran yang terjadi tampak jelas bahwa skala prioritas anggaran masih kurang berpihak pada kepentingan publik. Anggaran terbesar tetap terserap pada belanja pegawai rutin serta tunjangan bagi pimpinan dan anggota DPRD sedangkan belanja untuk pembangunan ataupun kepentingan publik masih relatif kecil. Orientasi anggaran badan legislatif dan badan eksekutif didalam penyusunan APBD masih terbilang belum mengedepankan kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan tetapi lebih memprioritaskan kepentingan birokrasi. Hal itu berdampak pada terhambatnya pembangunan daerah di dalam menciptakan kesejahteraan penduduk.

49

lemahnya pelaksanaan fungsi pengawasan di dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Lemahnya fungsi pengawasan DPRD mengakibatkan adanya kesempatan korupsi pada badan eksekutif dan pada badan legislatif itu sendiri. Hal itu berakibat dengan adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu kepala daerah Kabupaten Toba Samosir periode tahun 2005-2010 dan anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir. Adanya korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah disebabkan lemahnya pengawasan DPRD terhadap badan eksekutif di dalam menjalankan pemerintahan daerah.

Pada hasil jajak pendapat (Waspada Online 17/11/2007) mengatakan:

‘’Setelah Fraksi PDIP-PKS membaca, menyimak dan mempelajari buku hasil audit BPK tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkab Tobasa TA 2006, kami menyampaikan saudara bupati beserta jajarannya telah melaksanakan kesalahan dalam pengelolaan keuangan daerah yang terlihat dengan banyaknya kebocoran beserta peraturan pemerintah yang dilanggar,’’ 50

“Dan terbukti memang, dua kali DPRD Tobasa gagal membentuk pansus atas kasus ini. Mayoritas wakil rakyat pro-Bupati. Hanya beberapa orang yang masih punya nurani,”

Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan merupakan akibat lemahnya pengawasan DPRD didalam mengawasi eksekutif menjalankan pemerintahan daerah, sehingga memberikan kesempatan bagi badan legislatif sendiri melakukan pelangaran terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.

Pada hasil jajakan pendapat (Batak News Jarar Siahaan Wartawan Independen Balige Toba Samosir 7/07/2007) 51 50 51 2011]

DPRD seharusnya menegakkan kebenaran dan keadilan, mengemban amanat penderitaan rakyat, mematuhi peraturan tata tertib DPRD, serta menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD. Akan tetapi, DPRD belumlah mencerminkan disamping sebagai penyambung lidah masyarakat yaitu sebagai badan legislatif. Lembaga-lembaga pemerintahan daerah memiliki kewajiban untuk mendahulukan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Akan tetapi maraknya sejumlah kasus korupsi yang terdapat pada anggota dewan menunjukkan bahwa sejumlah anggota DPRD telah mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan Negara. Adapun tindakan korupsi mengakibatkan kerugian daerah yaitu defisitnya keuangan daerah. Hal itu berdampak pada pembangunan daerah kabupaten Toba Samosir dan tingkat kesejahteraan masyarakat kabupaten Toba Samosir.

Peran DPRD sangat dituntut di dalam pembangunan daerah dan mewujudkan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat. Maka dengan demikian DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan wakil rakyat harus mampu menunjukkan kualitasnya dengan mentaati peraturan-peraturan serta prinsip-prinsip administrasi yang berlaku.

Dokumen terkait