• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.2 Retensi Air Tanah

(c) (d)

Gambar 8 Tekstur tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng area (a) 8-15%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.

5.2.2 Retensi Air Tanah

Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar air tanah pada pada kapasitas lapang (pF 2,54) di lintasan sepeda dan tanah hutan di kemiringan 25-40% memiliki perbedaan yang sangat jelas, lintasan sepeda sebesar 25% dan tanah hutan 39,8%. Perbedaan kedua nilai ini diduga telah terjadi penurunan kualitas sifat fisik tanah yang ditandai dengan porositas tanah. Porositas tanah merupakan parameter penting untuk menduga kapasitas tanah dalam menyimpan air. Porositas tanah yang rendah di lintasan sepeda gunung disebabkan lintasan sepeda gunung menerima langsung tetesan air hujan. Proses tumbukan langsung tetesan air hujan dengan butiran tanah menyebabkan butiran-butiran itu pecah (spash erosion) menjadi partikel yang lebih kecil yang kemudian mengisi rongga antar butir yang menyebabkan sulitnya air masuk ke dalam tanah.

Sedangkan untuk tanah hutan berpengaruh langsung terhadap proses erosi. Erosivitas hujan ke tanah akan berkurang karena sebagian besar butiran hujan diintersepsi oleh tajuk vegetasi yang umumnya lebih rapat. Butiran hujan yang jatuh ke tanah akan lebih kecil. Keadaan itu akan memberikan kesempatan butiran masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan perkolasi, sedangkan aliran permukaan berkurang. Perbandingan retensi air tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 9.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9 Retensi air tanah berdasarkan kelas kemiringan lereng (a) 815%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.

5.2.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density) Tanah

Tabel 10 menunjukkan nilai bulk density di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan walaupun perbedaannya tidak terlalu besar di setiap kelas kemiringan lerengnya. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1,0—1,6 gr/cc, sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1—0,9 gr/cc. Nilai bulk density di lintasan sepeda berkisar 0,93—1,12 g/cc, yang berarti tanah tersebut mengadung bulk density mineral tanahnya lebih tinggi, sedangkan tanah hutan berkisar antara 0,88—1,14 g/cc, yang berarti tanah tersebut banyak mengandung bulk density tanah organik.

Besarnya nilai bulk density di lintasan sepeda dipengaruhi oleh terbentuknya struktur tanah yang padat sehingga mengakibatkan nilai bulk density lebih tinggi. Semakin tinggi kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin kecil. Kepadatan tanah ini salah satunya dapat disebabkan oleh pengaruh butiran-butiran hujan pada

permukaan tanah. Tanah yang tertutupi tanaman biasanya mempunyai laju infiltrasi yang lebih besar daripada permukaan tanah yang terbuka. Hal ini disebabkan karena adanya perakaran tanaman yang menyebabkan porositas tanah lebih tinggi sehingga air lebih banyak dan meningkat pada permukaan yang tertutup oleh vegetasi, selanjutnya dapat menyerap energi tumbuk hujan sehingga mampu mempertahankan laju infiltrasi yang tinggi (Syarief 1989). Perbandingan kerapatan limbak (bulk density) tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Kerapatan limbak (bulk density) tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.

5.2.4 Kerapatan Partikel (Particle Density) Tanah

Tabel 10 menunjukkan nilai particle density di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan walaupun perbedaannya tidak tertalu besar di setiap kelas kemiringan lerengnya. Lintasan sepeda memperoleh bahan organik dari serasah tegakan pohon yang terdapat di sekitar lintasan yang sebagian besar adalah tegakan Agatis, Puspa, dan Pinus. Lintasan sepeda memiliki kerapatan butir berkisar 2,01—2,34 g/cc, dimana untuk lapisan top soil di lintasan sepeda masih terdapat kandungan bahan organik dan kerapatan butir sampai 2,4 g/cc atau bahkan lebih rendah dari nilai itu.

Rendahnya nilai particle density di tanah hutan dikarenakan lokasi tersebut banyak terdapat vegetasi dan serasah di permukaan tanah (top soil), yang berarti banyak mengandung bahan organik. Dibandingkan dengan lintasan sepeda, tanah hutan banyak mengandung bahan organik terutama pada lapisan top soil. Sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2007), jika suatu tanah banyak mengandung bahan organik maka akan mempengaruhi nilai paticle densitynya. Semakin

banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka semakin kecil nilai particle densitynya.

Selain itu, tekstur tanah liat di lintasan sepeda dan tanah hutan juga mempengaruhi particle density. Tekstur liat akan lebih mudah menyerap air karena liat dipengaruhi oleh luas permukaan tersebut, selain itu tanah liat merupakan salah satu parameter ketersediaan bahan organik tanah. Semakin tinggi bahan organik maka kandungan liatnya semakin banyak dan mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi sehingga tanah sulit untuk tererosi. Perbandingan kerapatan partikel tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 11.

Gambar 11 Kerapatan partikel (particle density) tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.

5.2.5 Ruang Pori Total

Tabel 10 menunjukkan nilai porositas tanah di lintasan sepeda dan tanah hutan sama (petak 1, 2, dan 4 dengan kriteria porositas tanah baik), sedangkan petak 3 di lintasan sepeda memiliki kriteria porositas tanah kurang baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pori mikro yang berkaitan dengan tingginya kandungan liat tanah. Tanah dengan kadar liat tinggi memiliki porositas yang lebih kecil dibandingkan tanah dengan kadar pasir yang tinggi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh ukuran dari masing - masing pori tanah dan bukan jumlah ruang pori. Granulasi tanah bertesktur halus memperlancar aerasi bukan karena jumlah ruang pori bertambah, tetapi karena perbandingan ruang pori makro terhadap ruang pori mikro bertambah (Soerpadi 1983).

Kriteria porositas baik adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, struktur granular, dan tekstur halus. Kondisi ini mengakibatkan air dan

udara dalam tanah mampu untuk bersirkulasi, yang berarti drainase dan aerasi baik (air dan udara tersedia) dan berdampak negatif terhadap erosi. Perbandingan porositas tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar 12.

Gambar 12 Ruang pori total tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.

5.2.6 Permeabilitas Tanah

Tabel 10 menunjukkan nilai permeabilitas tanah di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan. Perbedaan nilai ini disebabkan oleh kondisi tanah di lintasan sepeda yang terbuka, memiliki sedikit serasah yang menutup di permukaan tanah, sehingga butir air hujan yang turun akan langsung jatuh mengenai dan menumbuk permukaan tanah. Hal ini memungkinkan terjadinya penutupan ruang pori oleh tanah-tanah yang terdispersi oleh air hujan dan ruang porinya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1989) yang menyatakan bahwa 1) permeabilitas meningkat bila agregasi butir-butir tanah menjadi remah, 2) adanya bahan organik, dan 3) terdapatnya saluran bekas lubang yang terdekomposisi dan porositasnya tinggi. Perbandingan permeabilitas tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 13 Permeabilitas tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng.

5.2.7 Penetrasi Tanah

Tabel 10 menunjukkan nilai perbandingan kumulatif penetrasi (mm) dengan kumulatif tumbukan di setiap kelas kemiringan lereng dan tipe keterbukaan lahan. Penetrasi erat hubungannya dengan kemampuan tanah untuk dilalui atau ditembus oleh suatu benda, baik melalui tekanan atau pukulan. Hasil pengukuran penetrasi di lapangan dengan menggunakan DCP terlihat bahwa semakin ke lapisan bawah, tanah menjadi semakin keras. Semakin keras tanah, maka semakin banyak pukulan yang diberikan ke tanah dengan beban konstan sebesar 2 kg. Kerasnya tanah dapat disebabkan oleh adanya pemanfaatan lahan menjadi lintasan sepeda gunung. Dengan semakin tingginya pemadatan yang terjadi pada tanah di jalur lintasan sepeda gunung tersebut, mengakibatkan nilai kerapatan tanahnya semakin tinggi (Gambar 14).

(b)

(c)

(d)

Gambar 14 Hubungan komulatif tumbukan dengan komulatif penetrasi di tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan di kemiringan (a) 8-15%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.

Dokumen terkait