• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Retensio plasenta

D. RETENSIO PLASENTA 1. Defenisi

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2005). Plasenta dianggap mengalami “retensi” bila belum dilahirkan batas waktu tertentu setelah bayi dilahirkan dalam 30 menit setelah penatalaksanaan aktif dan dalam 1 jam setelah penatalaksanaan menunggu (Chapman, 2006).

2. Etiologi / Penyebab Retensio Plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa juga oleh karena :

a) plasenta belum lepas dari dinding uterus

b) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:

a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus

desidua sampai miometrium-sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

c) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta) (Tiarahma,2011).

Tabel 2.1. Menurut Jenis Retensio Plasenta Gejala Separasi / Akreta

Parsial

Plasenta Inkarserata

Plasenta Akreta

Konsistensi unterus Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari dibawah pusat

3. Anatomi Plasenta

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.

Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

4. Gejala klinis

a) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio plasenta bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a) Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium. Perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus.

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta sehingga mencapai / melewati lapisan miometrium.

d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e) Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Rukiyah . 2010.hlm. 299).

5. Mekanisme Pelepasan Plasenta

Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi pada area pemisahan bekuan darah retro plasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (Rukiyah. 2010.hlm. 297). Menurut Rohani ,dkk (2011), ada dua metode untuk pelepasan plasenta, yaitu:

1. Metode schultze

Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus . permukaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot oblik di bagian atas segmen uterus.

2. Metode Duncan

Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah hilang

sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik di bagian bawah segmen). Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut :

1. Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada /di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas, tetap bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.

2. Klein

Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum lepas , tetapi bila diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

3. Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.

Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir. Namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarahan postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sebagai berikut :

1. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi fundus

2. Tali pusat memanjang 3. Semburan darah tiba-tiba.

6. Diagnosis

a. Fundus uteri tinggi b. Perdarahan pascapersalinan

c. Tidak adanya tanda-tanda pelepasan plasenta (Liu.2008.hlm. 246).

7. Proses penatalaksanaan aktif kala III

a) Penatalaksaan aktif Kala III pada semua ibu bersalin pervaginam.

b) Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta, apabila perdarahan yang terjadi sebelum plasenta lahir lengkap sedangkan uterus tidak berkontraksi biasanya disebabkan oleh retensio plasenta

c) Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir, ulangi penataksanaan aktif Kala III dengan memberikan oksitosin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali pusat terkendali. Teruskan melakukan penatalaksanaan aktif Kala III selama 15 menit atau lebih, jika plasenta masih belum lahir lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. d) Bila plasenta belum lahir juga, maka plasenta harus dilahirkan secara manual.

Setelah melakukan langkah-langkah di atas dan plasenta belum juga lahir, segera rujuk ke rumah sakit bila ibu mengalami perdarahan hebat.

8. Penatalaksanaan disesuaikan dengan jenis retensio yang terjadi : 1. Separasi Parsial

a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk meneran. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

c. Pasang infuse dan masukkan oksitosin 20 unit dalam 500 cc NC/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu, dikombinasikan dengan misoprostol 400 mg rectal )sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri.

d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus (melahirkan plasenta yang melekat erat secara paksa dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).

e. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. f. Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.

g. Beri antibiotik profilaksis (ampicilin 2 g IV/ peroral + metronidazole 1 g peroral).

h. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi , dan syok neurogenik).

2. Plasenta Inkarserata

a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaaan.

b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.

c. Pilih fluothane atau eter untuk kontsriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infuse oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan 40 tetesan permenit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anastesi tesebut.

d. Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV) dan sedative (diazepam 5mgIV) pada tabung terpisah.

3. Plasenta Akreta

Tanda penting untuk di diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam. upaya yang dpat dilakuakn pada fasilitas pelayanan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien, dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif (Rohani.2011.hlm.218).

9. Prosedur Manual Plasenta

Menurut Rukiyah, dkk (2010), Prosedur manual plasenta terdiri dari :

1. Pasang set dan cairan infuse, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rectal, siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.

2. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri : pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong , jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

3. Secara obstetrik masukan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. Setelah

menacapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.

4. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan ke dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta, bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lainnya merapat). Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan mengahadap ke bawah (posterior ibu).

5. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu).

6. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser plasenta ke tangan (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus. 7. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk

menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

8. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten / penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan darah).

9. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simpisis) uterus ke arah dorso cranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

10.Lakukan tindakan pencegahan infeksi dengan cara: dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan . lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

11.Lakukan pemantauan pasca tindakan : periksa kembali tanda vital ibu, catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan, tuliskan rencan pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

12.Beritahu pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu harus masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang gawat gabung.

10. Penanganan Retensio Plasenta Menurut Tingkatan

Sebelum melakukan penanganan sebaiknya menegetahui beberapa hal dan tindakan retensio plasenta yaitu : retensio plasenta dengan perdarahan langsung melakuan manual plasenta, retensio plasenta tanpa perdarahan.

1. Di tempat bidan : setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera memasang infuse dan memberikan cairan, merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Memeberikan tranfusi proteksi dengan antibiotik. Memepersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa.

2. Tingkat Polindes : penanganan retensio plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan dicocokkan dengan donor darah pasien. Diagnosis yanglakukan stabilisasi dan kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus adhesive simpleks berikan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.

3. Tingkat Puskesmas : diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan uterotonika antibiotika.

4. Tingkat Rumah Sakit : diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi transfusi uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.

11. Penanganan Secara Umum

a) Jika plasenta terlihat dalam vagina , mintalah ibu untuk mengejan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina , keluarkan plasenta tersebut.

b) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih.

c) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.

d) Jangan berikan ergometrin karena dapat meneyebakan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat penegeluaran plasenta.

e) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat kembali.

f) Jika traksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.

g) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pemebekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati. h) Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, secret vagina yang berbau) berikan

antibiotik untuk metritis.

i) sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, akan menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.

j) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan tehnik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.

k) keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar. l) jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.

Cara lain penanganan retensio plasenta

Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan tidak ada bayi kedua, suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra Muskular di 1/3 paha atas lateral. Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT). 15 menit setelah bayi lahir, plasenta belum lahir juga, suntikkan kembali oksitosin dosis kedua 10 IU secara I.M di 1/3 paha atas lateral sebelah lainnya. Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his. 15 menit plasenta belum lahir juga, periksa perdarahan. Jika terdapat perdarahan aktif diagnosa kasus tersebut adalah retensio plasenta.Jika tidak terdapat perdarahan aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah akreta plasenta.

Pasang infus RL 500cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan propenit supp untuk meredakan nyeri. Gunakan sarung tangan ginekologi (sarung tangan panjang). Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan meyusuri tali pusat

secara obstetrik masuk kedalam vagina. Setelah tangan kanan sampai di serviks, minta asisten untuk memegang tali pusat, dan tangan kiri penolong berada di fundus.

Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan pangkal tali pusat (insersi tali pusat). Buka tangan seperti orang bersalaman dengan ibu jari menempel jari telunjuk. Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan plasenta dengan cara menyisir mulai dari bagian plasenta yang terlepas dengan sisi ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta terlepas, bawa plasenta sedikit kedepan. Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang apakah plasenta sudah terlepas semua. Jika teraba licin, berarti plasenta sudah terlepas semua.

Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah diatas supra simpisis untuk menahan agar tidak terjadi inversio uteri. Setelah plasenta keluar dari uterus, tangan kiri mendorong uterus di atas simpisis kearah dorso kranial untuk mengembalikan posisi uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera lakukan masase 15 kali searah jarum jam.

12. Upaya Preventif Retensio Plasenta Oleh Bidan

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan melakukan pelepasan plasenta.

13. Peran dan Sikap Bidan A. Peran Bidan

• Meskipun usaha melahirkan palsenta telah dilakukan , bila plasenta mengalami retensio plasenta maka bidan perlu merujuk ibu ke tim obstetric.

• Bila tidak ada kegawatan, penanganan konvensional restensio plasenta adalah pengangkatan digital dengan anastesi di kamar operasi. Biasanya dilakukan dengan blok regional tetapi kadang dapat dipakai anestesi umum.

• Bila tidak ada bantuan medis dan dalam keadaan gawat, pengangkatan manual plasenta dapat dilakukan oleh bidan.

Bila kehilangan darah ibu normal/ minimal maka bidan dapat mencoba sebagai berikut:

• Menyusui bayi. Ini akan merangsang oksitosin alami, yang bisa membantu uterus berkontraksi.

• Penarikan tali pusat terkontrol. Bila oksitoksin telah diberikan, bidan harus melakukan beberapa usaha untuk melahirkan plasenta dengan melakukan penarikan pada tali pusat dan mendukung/ melindungi uterus.

• Posisi maternal. Bantulah ibu untuk tetap tegak, seperti jongkok / berlutut atau duduk di atas toilet atau pispot.

• Beri semangat usaha mengejan.

• Kandung kemih teraba. Kebanyakan ibu tidak mampu berkemih tanpa bantuan pada kala ni, bila kandung kemih dapat teraba, diskusikan kepada ibu untuk pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih.

• Injeksi vena umbilicus. Bukti dari penelitian Cochrane menyatakan bahwa menginjeksi larutan oksitosin ke vena umbilicus mengurangi perlunya pengangkatan manual (Chapman.2006.hlm. 272).

B. Sikap umum bidan a) Memperhatikan keadaan umum penderita.

• Apakah anemis

• Bagaimana jumlah perdarahannya

• Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu

• Keadaan fundus uter : kontraksi dan tinggi fundus uteri. b) Mengetahui keadaan plasenta.

• Apakah plasenta inkarsera

• Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.

c) Memasang infuse dan memberikan cairan pengganti. C. Sikap khusus bidan.

a. Retensio plasenta dengan perdarahan

• Langsung melakukan plasenta manual b. Retensio plasenta tanpa perdarahan.

• Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infuse dan memberikan cairan.

• Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik.

• Memberikan transfuse

• Proteksi dengan antibiotika

• Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.

Dokumen terkait