BAB II KAJIAN PUSTAKA
H. Review Studi Terdahulu
Aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek kesesuaian syariah tentang akad Syirkah dan juga aspek hukum yang melandasi 212 mart Pancoran. Setelah melakukan review dan mengkaji dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat beberapa penelitian-penelitian yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini dan akan penulis jadikan sebagai bahan kajian pustaka dalam penelitian ini, sehingga dapat melanjutkan penelitian sebelumnya yang dianggap sama dan perlu adanya penelitian selanjutnya. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
Rizki Amalia Malik Sarjana, 2019 dalam Skripsi yang berjudul Analisis
Penerapan Akad Musyarakah Pada Bisnis Ritel Sakinah Mini Market Surabaya. Mendapatkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa penerapan
akad musyārakah pada bisnis ritel Sakinah Minimarket Surabaya dengan 212 Mart Surabaya telah diterapkan sesuai dengan rukun dan syarat yang ada, yang pertama yaitu shighah yang meliputi ijab kabul telah dilakukan oleh Sakinah Minimarket Surabaya dengan 212 Mart Surabaya secara lisan terletak pada langkah MOU dan tertulis pada surat perjanjian kerja sama. Kedua, ‘aqidain, dua pihak yang mengadakan kerja sama Sakinah Minimarket Surabaya dengan 212 Mart Surabaya saling berkonstribusi memberikan modal dan usaha. Ketiga, ma’qud ‘alaih meliputi aset dari dua pihak yang sudah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah, modal berupa aset yang diberikan dapat diukur dengan uang tunai dan telah disepakati bersama.
Modal yang diberikan oleh Sakinah Minimarket Surabaya ada yang berasal dari utang kepada Bank Muamalat yang tidak sesuai dengan aturan modal tidak boleh berasal dari suatu utang tanggungan salah satu pihak. Keuntungan dibagi dalam bentuk persentase masing-masing 50%. Apabila terjadi kerugian maka dibebankan sesuai persentase keuntungan masing-masing 50%. Hal tersebut
dikatakan tidak sah karena menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad pembagian kerugian harus sesuai dengan modal yang diberikan.
Pada penelitian Veronica Wulandary, 2018 dalam Skripsi yang berjudul
Praktik Waralaba 212 Mart Menurut Fatwa DSN-MUI No.114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Syirkah dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Mendapatkan hasil penelitian bahwa praktik
waralaba 212 mart yang dilakukan oleh Komunitas Koperasi Syariah 212 di Surakarta sesuai dengan fatwa DSN-MUI Nomor: 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad syirkah dan Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 2007 tentang waralaba. Namun pada Standar Operasional Manajemen (SOM) Koperasi Syariah 212 belum memenuhi Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah No:11/Per/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. Hubungan Hukum antara Koperasi Syariah 212 dengan 212 Mart di daerah Surakarta adalah sebuah hubungan kemitraan bisnis yang memakai sistem waralaba (Franchise).
Pandangan Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Syirkah dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba mengenai praktik Waralaba 212 Mart di Surakarta. Pelaksanaan sistem bagi hasil (Syirkah) menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional yang melibatkan Koperasi Syariah 212 dengan Komunitasnya dalam mengelola 212 Mart telah memenuhi 6 ketentuan yaitu Ketentuan Sh{igah, Ketentuan Para Pihak, Ketentuan Rus AlMal, ketentuan Nisbah Bagi Hasil, Ketentuan Kegiatan Usaha, serta Ketentuan Keuntungan (Al-Ribh), Kerugian (al-Khasaroh) dan Pembagiannya. Sedangkan Praktik 212 Mart menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba telah memenuhi semua kriteria yang tertera sehingga aman untuk bergabung berinvestasi mengembangkan 212 mart.
Penerapan waralaba di dalam koperasi syariah masih menjadi primadona dalam membangun perekonomian salah satnya UMKM. Maka dari itu konsep syariah patut terus dijungjung tinggi salah satunya konsep Syirkah. Penelitian
yang dilakukan oleh Inas Fahmiyah dan juga Moh. Idil Ghufron, 2019 yang berjudul Konsep Waralaba Perspektif Ekonomi Islam yang menyatakan bahwa sistem Waralaba (franchise) sebagai model pengembangan kemitraan bisnis telah terbukti keberadaannya dalam perekonomian nasional karena telah menawarkan peluang sangat besar kepada calon wirausahawan untuk memiliki dan mengembangkan usahanya dengan rasio keberhasilan yang tinggi. Dengan berkembangnya bisnis sistem waralaba di indonesia saat ini akan memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia pula.
Contoh waralaba yang saling bersaing dan berlomba-lomba ialah Indomaret dan Alfamart, bahkan keduanya saling bersaing dan menjadi polemik yang berkepanjangan bahkan ikut mempengaruhi pasar tradisional maupun (Pedagang Kaki Lima) PKL dan pedagang warungan. Hakikatnya kegiatan usaha bisnis bebas dilaksanakan sepanjang kegiatan usaha tersebut tidak bertolak belakang dengan perundang-undangan.
Waralaba memiliki konsep yang sudah teratur. Tidak diperlukan memulai usaha dari nol, karena terdapat sistem terpadu dalam waralaba, yang memungkinkan seorang penerima waralaba menjalankan usaha dengan baik. Sistem waralaba tidaklah bertentangan dengan ekonomi islam pada umumnya. Di dalamnya terdapat adanya kemitraan usaha dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Islampun mengajarkan selalu untuk bermitra dalam menjalankan bisnis. Agar tidak hanya mendapat keuntungan materi saja. Dalam islam terkenal dengan sebutan syirkah yakni perserikatan antara kedua belah pihak dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Jadi berbisnis sistem waralaba dalam islam tidaklah sistem baru. Terpenting bagi seorang muslim ialah harus mengedepankan kemaslahatan umat dalam hal muamalah.
Waralaba merupakan salah satu bisnis yang patut untuk dikembangkan dalam kegiatan bisnis khususnya sektor UMKM. Hal tersebut perlu diperhatikan lebih dalam mengenai prinsip syariah yang ada di 212 Mart yang mengkonsepkan waralaba. Prinsip syariah menjadi konsep yang sangat di
kedepankan salah satunya perjanjian dalam waralaba yang berdasarkan prinsip syariah. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Abdullah Taufik, M.HI. menjelaskan bahwa waralaba dalam perspektif syariah dapat dikaji dari dua aspek yaitu waralaba sebagai hubungan bisnis dan waralaba sebagai perikatan atau perjanjian. waralaba merupakan transaksi bisnis maka harus ada keuntungan diantara keduanya baik diantara pemilik sistem (Franchisor) atau pembeli sistem (Franchise) dan menghindarkan kerugian diantara keduabelah pihak. Sehubungan dengan transaksi bisnis wara laba jika dikonfirmasi dengan syarat dan rukun jual beli terdapat satu item yang tidak sesuai yakni tentang Ma`qud Alaihi (objek ) yang menjadi transaksi jual beli, transaksi jual beli dikatakan syah apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya.
Namira Mahmudah, 2020 Skripsi yang berjudul Sistem Bagi Hasil 212
Mart di Samarinda Salam Perspektif Fikih Muamalah. Dalam skripsi
tersebut menunjukkan bahwa pendirian Usaha 212 Mart yang dilakukan oleh PT. KMB sudah sesuai dengan Prinsip Fiqh Muamalah yaitu akad Syirkah Musahamah serta sistem bagi hasil antara para pihak pertama sebagai pemodal (shohibul maal) dengan pihak kedua sebagai pengelola (mudharib) yang terbentuk ialah akad Mudharabah adapun perjanjian kerja sama yang melibatkan para pemodal baru (investor) sebagai sekelompok orang yang menginvestasikan dananya pada sebuah usaha 212 Mart Samarinda mengandung unsur akad Musyarakah.
Yesi Dwi Lestari, 2020 Skripsi yang berjudul Implementasi akad Syirkah
Pada Waralaba Syariah Ayam Goreng Nelongso. Dalam skripsi tesebut
menunjukan bahwa rumah makan yang berada di Surabaya yang menerapkan sistem akad Syirkah, dimana dalam pembagian hasilnya menerapkan sistem Profit Sharing dan membebaskan royakty fee. Implementasi akad syirkah pada waralaba syariah tersebut sudah sesuai dengan konsep Ekonomi Islam yang dibuktikan dengan adanya persyaratan menjadi mitran yang mewajibkan,
beragama islam, berakal, memiliki modal, modal yang diperoleh jelas, dan produk memiliki sertifikat halal.
32