• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revisi Model

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 45-63)

C. Deskripsi dan Analisis Kebutuhan

4.2 HASIL PENGEMBANGAN

4.2.5 Revisi Model

Masukan-masukan yang diperoleh melalui FGD dijadikan dasar untuk melakukan revisi terhadap model sehingga diperoleh yang diperoleh secara konseptual teoritis. Aspek-aspek yang sudah direvisi meliputi:

a. Judul Desain Model

Judul desain model mengalami perubahan dari yang semula adalah “Model Pembinaan Sekolah Imas Adiwiyata Mandiri Berbasis Partisipasi” kemudian menjadi “Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi.

b. Indikator Pencapaian dan Standar Penilaian

Terdapat penambahan indikator dan standar penilaian sebagai tolok ukur keberhasilan pembinaan terhadap sekolah imbas.

c. Operasional Panduan

Telah dilakukan revisi terhadap buku panduan sehingga menjadi lebih operasional dengan

120

memperjelas masing-masing peran dalam setiap panduan tersebut.

d. Instrumen Pembinaan

Telah dilakukan penambahan instrumen pembinaan yang dapat digunakan baik bagi sekolah imbas maupun bagi pembina dalam pelaksanaan pembinaan.

Berikut adalah model final hasil uji kelayakan model melalui FGD.

Gambar 4.3. Model Final Hasil Uji Kelayakan

Pembinaan sekolah imbas Manajemen Pembinaan sekolah imbas berbasis partisipasi Identifikasi Kebutuhan Perumusan Tujuan Penyusunan Kegiatan Perencanaan Koordinasi dengan Dinasi Pendidikan dan Dinas Lingkungan Hidup Pengorganis asian pengurus dan sekolah imbas Kegiatan pra-pembinaan: sosialisasi & bimbingan teknik Kegiatan Akhir: Refleksi dan rencana tindak lanjut

Pengorganisasian & pelaksanaan Monitoring & Evaluasi Tujuan Pembinaan: sekolah imbasseko lah Adiwiyata Monitoring & Evaluasi program

121 Untuk melaksanakan pembinaan berbasis partisipasi, perlu dipersiapkan dengan baik bagaimana strategi pembinaan yang akan dilakukan. Untuk menciptakan atau menghasilkan strategi yang tepat, maka perlu diidentifikasi kebutuhan masing-masing sekolah imbas, dimana kebutuhan tersebut kemudian menjadi dasar untuk perumusan tujuan dan strategi pembinaan yang akan dilakukan, yang kemudian tertuang dalam perencanaan pembinaan yang berbasis kepada kebutuhan setiap sekolah imbas.

Kemudian dalam mengorganisasi pembinaan, maka diperlukan kerja sama semua pihak yang terlibat. Setiap komponen yang terlibat tersebut diberi penjabaran kedudukan masing-masing personil serta tugas dan perannya sehingga jelas apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, terdapat kegiatan pra-pembinaan yang didalamnya terdiri dari dua kegiatan yakni sosialisasi Adiwiyata dan bimbingan teknik, yang bertujuan agar semua sekolah imbas mengetahui konsep sekolah Adiwiyata secara umum dan bagaimana pelaksanaannya yang harus dilakukan. Setelah itu masuk dalam kegiatan inti yaitu pelaksanaan pembinaan itu sendiri dimana pelaksanaannya dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat berdasarkan kesepakatan

122

bersama antara sekolah induk dengan sekolah imbas. Dan yang terakhir adalah kegiatan akhir yang didalamnya ada kegiatan refleksi dan rencana tindak lanjut untuk pembinaannya. Dalam pelaksanaan pembinaan juga dilakukan kegiatan monitoring selama kegiatan berlangsung, sehingga pembinaan yang dilaksanakan tidak melenceng dari tujuan awal dan apabila terdapat masalah yang dihadapi dalam pembinaan dapat segera diatasi bersama antar sekolah induk dengan sekolah imbas.

Hasil dari kegiatan akhir juga menjadi acuan dalam mengevaluasi pembinaan, baik evaluasi pembinaanya secara keseluruhan, evaluasi proses pembinaan, dan evaluasi hasil pembinaan. Hasil evaluasi tersebut kemudian menjadi dasar untuk mengetahui apakah pembinaan yang dilaksanakan dapat dikatakan sudah atau belum berhasil.

Kegiatan tersebut mulai dari perencanaan hingga tahap evaluasi mengalami pengulangan begitu seterusnya hingga pembinaan yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal atau yang dinginkan, yakni sekolah imbas dapat berhasil menjadi sekolah Adiwiyata dan dapat mengembangkan diri sehingga dapat berhasil pada tahap atau tingkat sekolah Adiwiyata selanjutnya.

123 Berikut adalah tabel perbandingan untuk melihat pengembangan model pada setiap tahapan pengembangan.

124

Tabel 4.9. Hasil Pengembangan Model Pada setiap Tahapan Pengembangan No Aspek Model Faktual

Desain Pengembangan

Model Awal

Model Hasil Validasi Pakar

Model Hasil Uji Kelayakan

1 Gambar Model

Tidak terdapat rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas pada tiap tahapan kegiatan

Tidak ada kolom

tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut Ada kolom tindak lanjut

2 Perencanaan Tidak ada

kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan.

Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan. Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan.

Ada kegiatan analisis kebutuhan pembinaan, perumusan tujuan, dan penyusunan kegiatan pembinaan. Tidak terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan Terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan monitoring dan evaluasi namun kurang operasional

Terdapat buku pegangan bagi Pembina, sekolah imbas, dan untuk kegiatan monitoring dan evaluasi namun kurang operasional

Buku panduan lebih dioperasionalkan

125 No Aspek Model Faktual Pengembangan Desain

Model Awal

Model Hasil Validasi Pakar

Model Hasil Uji Kelayakan

monitoring dan evaluasi

dan masih terlalu teoritis

dan masih terlalu teoritis. 3 Pengorganisa sian Belum ada pembentukan pengurus pembinaan Ada pembentukan pengurus pembinaan beserta dengan syarat dan tugas masing-masing personil

Ada pembentukan pengurus

pembinaan beserta dengan syarat dan

tugas

masing-masing personil

Ada pembentukan

pengurus pembinaan beserta dengan syarat dan tugas masing-masing personil

4 Pelaksanaan Tidak ada

tahapan dalam pelaksanaan

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap persiapan, pra-pembinaan,

pembinaan, dan kegiatan akhir

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap persiapan, pra-pembinaan, pembinaan, dan kegiatan akhir

Ada tahapan dalam pelaksanaan, yaitu tahap

persiapan,

pra-pembinaan, pembinaan, dan kegiatan akhir

5 Monitoring dan Evaluasi Belum ada dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program Dilakukan evaluasi program

126

4.3 PEMBAHASAN

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi ini dikembangkan dengan merujuk pada rancangan pengembangan model oleh Borg and Gall, yang kemudian langkah-langkah pengembangannya di modifikasi sehingga menghasilkan langkah pengembangan: (1) studi pendahuluan; (2) penyusunan model; (3) revisi dan validasi model; dan (4) model yang layak diuji cobakan.

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata dikembangkan dengan berbasis partisipasi dengan harapan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada model pembinaan yang dilaksanakan sebelumnya, dimana selama ini baik sekolah induk maupun sekolah imbas kesulitan dalam menentukan jadwal pembinaan, hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing pihak sehingga tidak ada perencanaan yang dibuat secara khusus serta tidak ada pembentukan pengurus pembinaan yang dibuat yang berakibat pembina mempersiapkan sendiri untuk pelaksanaan pembinaan secara keseluruhan. Kemudian kendala lainnya adalah putusnya rantai Adiwiyata ketika ada rotasi kepala sekolah yang terjadi di sekolah imbas, sehingga menyulitkan Pembina ketika harus membina sekolah imbas tersebut karena harus mengulang pembinaan dari awal. Disisi lain motivasi dan komitmen

127 sekolah imbas dirasa sangat kurang, sehingga Pembina juga kesulitan dalam membina karena sekolah imbas seperti kehilangan motivasi dan komitmen untuk melaksanakan program Adiwiyata. Selain itu dari segi manajemen, belum ada perencanaan untuk pembinaan yang dibuat secara menyeluruh dan terkonsep dengan baik, sehingga pembentukan tim pengurus juga tidak ada, evaluasi program juga belum pernah dilakukan. Adanya kendala-kendala tersebut berdampak pada terkendalanya pula keberhasilan program pembinaan yang dilaksanakan dan menimbulkan ketidakefektifan pelaksanaan pembinaan. Bertolak dari adanya hambatan-hambatan tersebut, maka diperlukan pengembangan model pembinaan yang dapat mengatasi masalah atau hambatan tersebut.

Pengembangan model dilakukan dengan merujuk kepada 4 komponen manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi, dimana dalam setiap komponen dimasukkan konsep partisipasi didalamnya, yaitu partisipasi dari sekolah imbas agar sekolah imbas turut bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembinaan.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Mathis (2009: 307-308) mengenai pembinaan, yaitu empat tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan strategis, antara

128

lain: (1) mengatur strategi yang akan digunakan dalam pembinaan, (2) merencanakan, dimana di dalamnya tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan dari pembinaan dapat diukur untuk mengetahui efektivitas pembinaan, (3) mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus diorganisasi dengan memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan investasi-investasi pembinaan, (4) memberi pembenaran, yaitu mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan efektivitas pembinaan dimasa depan.

Selain itu basis partisipasi yang digunakan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Karim pada tahun 2012 mengenai “Manajemen Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Partisipasi” juga menyatakan bahwa partisipasi dapat memberikan kontribusi untuk mengisi dan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Bentuk-bentuk partisipasi bisa mulai dari spektrum yang paling ekstrim sampai pada bentuk kemitraan. Melalui partisipasi yang aktif, mereka dapat mengeksplorasikan kepeduliaannya maupun melakukan kontrol. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bandiyah pada tahun 2016

129 tentang “Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan RPJMDesa Berbasis Partisipatif di Desa Lokasari, Sidemen, Karangasem, Bali” mengatakan bahwa hasil sebuah perencanaan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat apabila dalam penyusunannya melibatkan partisipasi dari masyarakat. Tanpa partisipasi, biasanya hasil perencanaan berakibat pada kekecewaan karena tidak sesuai dengan keinginan dan harapan dari masyarakat. Di samping itu, akan sulit mengharapkan masyarakat untuk mematuhi dan menjaga pelaksanaan kegiatan yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Made Pidarta (Astuti, 2009: 31-32) yang mengatakan bahwa partisipasi dapat mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Wiyono, dkk pada tahun 2014 tentang “Grand Design Model Pembinaan Profesional Guru Berbasis Determinan Kinerja Guru” yang dalam mengembangkan model pembinaan bagi guru juga menemukan hambatan yang sama seperti yang ditemukan oleh peneliti dalam rangka pengembangan model pembinaan ini, yakni dimana hambatan yang paling dominan adalah kurangnya waktu dan banyaknya tugas atau pekerjaan lainnya yang harus dilakukan. Hal ini serupa dengan yang

130

ditemukan oleh peneliti, dimana salah satu kendala terhambatnya pelaksanaan pembinaan kepada sekolah imbas ini adalah waktu pembinaan yang tidak terstruktur karena kesibukan masing-masing, baik dari pihak sekolah induk, maupun sekolah imbas. Lebih lanjut dalam penelitiannya Wiyono menyarankan langkah yang ditempuh dalam mengatasi hambatan tersebut adalah mengatur jadwal kegiatan dengan sebaik-baiknya, mengatur waktu secara efisien, mencari informasi melalui berbagai sumber (teknologi, teman, atau sumber lainnya), memanfaatkan fasilitas yang ada secara optimal, mengembangkan diri secara mandiri, menindaklanjuti hasil pembinaan, mengadakan forum pembinaan mandiri, menambah jam pelajaran, mengadakan pembinaan secara pribadi, menyusun program pembinaan, meningkatkan kerjasama, dan mengadakan pembinaan secara berkelanjutan. Hasil penelitian tersebut kemudian menjadi acuan bagi peneliti sehingga perlu mengembangkan model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata ini. Dengan desain manajemen program yang jelas, segala kebutuhan yang berhubungan dengan pembinaan sekolah imbas Adiwiyata, akan memberikan kejelasan tentang model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata mulai dari perencanaan, tujuan, materi pembinaan, strategi pembinaan, dan evaluasi hasil yang diperoleh.

131 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dewi, dkk pada tahun 2013 tentang “Pengembangan desa wisata berbasis partisipasi Masyarakat lokal di desa wisata Jatiluwih Tabanan, Bali” mengatakan bahwa parameter yang digunakan untuk menentukan derajat partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan adalah keterlibatan dalam identifikasi masalah, perumusan tujuan, dan pengambilan keputusan terkait. Dalam hal ini, temuan penelitian Dewi kemudian menjadi acuan dalam perencanaan kegiatan pembinaan yang dikembangkan.

Spesifikasi model yang dikembangkan adalah: (1) analisis kebutuhan pembinaan, tujuan pembinaan, dan materi pembinaan ditentukan bersama antara sekolah induk dan sekolah imbas; (2) pada aspek perencanaan dan pengorganisasian pembinaan, dilakukan perencanaan dan pengorganisasian yang sistematis dan mengacu kepada kebutuhan sekolah imbas dan direncanakan bersama oleh sekolah induk dan sekolah imbas; (3) pelaksanaan pembinaan, dilakukan kegiatan persiapan pembinaan, pra-pembinaan, kegiatan pembinaan, dan kegiatan akhir pembinaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat bersama oleh sekolah induk dan sekolah imbas; (4) monitoring dilakukan bersama oleh sekolah induk dan sekolah imbas kepada pelaksana pembinaan,

masing-132

masing sekolah imbas dan pembina; (5) dilakukan evaluasi program pembinaan oleh sekolah induk dan sekolah imbas, evaluasi terhadap pembina sekolah imbas.

Setelah disusun desain pengembangan model, maka di lakukan validasi oleh pakar atau ahli secara teoritis, agar dari segi teoritis dapat diketahui kelemahan-kelemahan desain model kemudian diperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut. Setelah divalidasi oleh ahli secara teoritis, kemudian dilakukan validasi oleh ahli sebagai praktisi dilapangan melalui FGD. Kegiatan ini digunakan untuk menemukan kelemahan-kelemahan desain model apabila di terapkan atau diimplementasikan. Setelah itu baru didapatkan desain model yang dianggap layak untuk diujicobakan.

Dari beberapa paparan penelitian di atas dapat diketahui basis partisipasi yang dipilih merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi kendala yang ada selama proses pembinaan yang selama ini berlangsung, dimana dengan menerapkan konsep partisipasi maka untuk jadwal pembinaan dapat ditentukan secara bersama pada awal perencanaan, sehingga apabila ada kegiatan dinas lainnya, maka dapat dengan cepat dicarikan solusi bersama untuk pelaksanaan waktu pembinaan. Kemudian, dengan adanya konsep partisipasi yang melibatkan sekolah imbas pada seluruh

133 tahapan manajemen pembinaannya akan memberikan respon positif dari sekolah imbas agar lebih bertanggungjawab dalam pelaksanaan program, dan memunculkan motivasi serta komitmen dari skeolah imbas itu sendiri. Dengan selalu menjaga komitmen tersebut, maka rotasi kepala sekolah kemudian tidak menjadi halangan putusnya rantai Adiwiyata dalam pembinaan tersebut.

Dalam pengimplementasian model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi, maka empat komponen manajemen yang ada dalam model, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan melibatkan sekolah imbas dengan harapan bahwa nantinya pembinaan dapat berjalan dengan efisien karena sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing sekolah imbas dan juga sekolah imbas dapat termotivasi untuk melaksanakan program Adiwiyata disekolah masing-masing.

Dalam perencanaan sekolah imbas berpartisipasi dengan sekolah induk dalam menentukan kebutuhan dan kemampuan serta keadaan lingkungan masing-masing sekolah imbas dalam rangka mewujudkan program Adiwiyata, dimana hal tersebut kemudian menjadi dasar dalam menentukan tujuan pembinaan

134

dan materi pembinaan serta bentuk pelaksanaan pembinaan.

Dalam pengorganisasian, sekolah imbas berpartisipasi dalam keanggotaan pengurus pembinaan, sehingga, dapat memudahkan dalam mengatur waktu dan tempat pembinaan, selain itu pula, apabila sekolh imbas mengalami kesulitan dalamm pelaksanaan Adiwiyata disekolahnya, maka dapat secara langsung mendiskusikan dengan anggota pengurus lainnya, sehingga masalah tersebut dapat secara langsung teratasi.

Dalam pelaksanaan, sekolah imbas berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan pembinaan secara utuh dan pelaksanaan pembinaan dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan tempat yang telah ditentukan bersama sekolah imbas dan sekolah induk.

Sedangkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, sekolah induk dan sekolah imbas turut berpartisipasi dalam memonitoring jalannya pembinaan, pelaksanaan program Adiwiyata disekolah masing-masing sekolah imbas, dan juga bersama dengan sekolah induk mengevaluasi proses pembinaan, hasil pembinaan, serta program pembinaan yang telah dilaksanakan sehingga didapatkan kesimpulan bersama untuk mengetahui keberhasilan program pembinaan yang telah dilaksanakan, kekurangan yang ditemukan

135 selama pelaksanaan program sehingga dapat menjadi saran untuk memperbaiki program pembinaan tersebut kedepannya.

Kelebihan model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata yang dikembangkan ini adalah: (1) adanya analisis kebutuhan pembinaan, rumusan tujuan, dan penentuan materi pembinaan yang dibuat bersama dengan sekolah imbas, sehingga pembinaan akan terlaksana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah imbas untuk memenuhi adanya keragaman masing-masing sekolah imbas; (2) model dikembangkan menjadi 4 komponen manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi; (3) model dikembangkan berbasis kepada partisipasi; (4) pada aspek perencanaan dilakukan perencanaan yang sistematis, mengacu kepada kebutuhan sekolah imbas; (5) pada aspek pengorganisasian dirincikan tugas dan prasyarat masing-masing pihak yang terlibat dalam pembinaan; (6) pada aspek pelaksanaan pembinaan dijabarkan kembali menjadi 4 kegiatan, yaitu kegiatan persiapan, pra-pembinaan, pelaksanaan, dan kegiatan akhir. Selain itu pula untuk waktu pembinaan dibuat berdasarkan kesepakatan sekolah induk dan sekolah imbas di awal sebelum pembinaan dilaksanakan; (7) pada aspek monitoring dan evaluasi dilakukan monitoring oleh

136

sekolah induk maupun oleh sekolah imbas terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembinaan. Selain itu pula dilakukan evaluasi oleh sekolah induk dan sekolah imbas untuk keseluruhan komponen manajemen pembinaan, evaluasi proses, dan evaluasi hasil; (8) selama ini belum pernah ada dilakukan penelitian mengenai pengembangan model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata.

Adapun kekurangan model ini adalah: (1) pada dasarnya sudah ada penelitian terdahulu dengan basic atau dasar yang sama mengenai Adiwiyata, namun untuk penelitian yang lebih spesifik terutama mengenai pembinaan sekolah imbas Adiwiyata belum ditemukan, sehingga pengembangan model hanya didasarkan pada teori-teori yang ada, bukan berdasarkan pada kekurangan temuan penelitian terdahulu; (2) perlu dilakukan ujicoba baik ujicoba skala terbatas, maupun secara luas terhadap model untuk melihat keefektivitasan model dalam pembinaan; (3) karena model berbasis partisipasi, maka kemungkinan keberhasilan pengimplementasian model bergantung kepada perna serta tanggungjawab masing-masing sekolah imbas dan sekolah induk.

137

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 45-63)

Dokumen terkait